Disusun Oleh:
A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulah adalah teputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya dikarenaka rudapaksa (Mansjoer, 2008).
Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masingmasing
manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas
dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak
utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung
bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otototot yang menggerakan
kerangka tubuh,. namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat
terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Sebagaian besar fraktur terjadi karena kecelakaan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat lebih
dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah
yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan
suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang. Penyebab terbanyak adalah
insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2009).
Insiden fraktur dapat diatasi dengan baik apabila dilakukan tindakan
segera. Kesembuhan pada penderita fraktur dipengaruhi oleh keadaan fraktur,
pemenuhan nutrisi yang baik, adanya perawatan yang baik dan adanya
kondisi psikologis yang baik dari penderita fraktur sendiri. Pada sebagian
besar penderita fraktur ditemukan adannya respon cemas yang akhirnya
berdampak kepada adanya perubahan konsep diri yang akan mempengaruhi
proses keperawatan dan proses pemenuhan nutrisi, hal ini dikarena sebagian
besar penderita yang cemas kurang memiliki nafsu makan dan kurang
responsive terhadap pengobatan yang akhirnya sangat mempengaruhi proses
penyembuhan. Respon cemas yang terjadi pada individu yang mengalami
fraktur dipengaruhi oleh karakteristik, yakni umur, pendidikan, jenis kelamin,
pekerjaan (Bhecker, 2008).
Peran perawat pada pasien multiple fraktur sangat banyak. Disini
perawat sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi sedini
mungkin pada pasien multiple fraktur. Hal lain pada klien dengan post op
multiple fraktur juga dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks mulai
dari nyeri, resiko terjadi infeksi, resiko perdarahan, gangguan integritas kulit,
serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya.
Pada saat di Rumah Sakit Kariadi, terdapat pasien fraktur Tn A
dengan usia 25 tahun yang mengalami kecelakaan motor. Pada saat kejadian,
klien mengenakan helm, dan klien tidak sadarkan diri. Dari hasil foto rontgen
didapatkan hasil adanya multipel fraktur.(femur, tibia, fibula, radius, ulna,
mandibula, parasimfisis dekstra). Selama 15 hari dirawat di RSDK, klien
dioperasi pada tulang bahu kanan, lengan bawah kanan, dan kaki kanan, dan
dilakukan operasi plastik di daerah rahang 1 minggu yang lalu, serta
terpasang kawat di mulutnya. Kondisi klien saat ini TD: 110/70 mmHg, nadi :
78x/menit, RR: 24x/menit, T: 36,5oC, terdapat luka post orif di radius dan
ulna 9cm x 1 cm yang masih dibalut, terdapat luka post orif di femur dextra
30cm x 2 cm yang masih dibalut, terdapat luka di fibula, tibia dextra klien
12cm x 1,5 cm masih basah dan mengeluarkan pus. Klien mengeluh nyeri di
area post orif.
Berdasarakan masalah diatas penulis tertarik untuk mengambil kasus
mengenai asuhan keperawatan post op multiple fraktur sebagai kasus
kelolaan.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Tujuan Umum Mampu memberikan Asuhan keperawatan pada pasien
multiple fraktur menggunakan pendekatan proses keperawatan yang utuh
dan komprehensif
2. Tujuan Khusus:
a. Penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman nyata dalam
perawatan pasien serta dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
dibangku kuliah kedalam asuhan keparawatan.
b. Penulis mampu untuk mendeteksi dan mengidentifikasi masalah
keperawatan yang dihadapi oleh klien post operasi multiple fraktur.
c. Penulis mampu memberi asuhan keperawatan secara benar melalui
pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
menentukan diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi,
serta evaluasi
d. Penulis mampu meminimalkan komplikasi selama dilakukan asuhan
keperawatan pada klien multiple fraktur.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1) PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya,
dan tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.
2) KLASIFIKASI
Brunner dan Suddart (2011) menyatakan terdapat beberapa jenis-jenis
fraktur, diantaranya yaitu:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang
yang dibagi menjadi 3 grade :
1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) ETIOLOGI
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
4) PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5) MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus
dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
9) PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian yang
mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ). Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan , pasien
tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur , pasien tampak
menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
11) INTERVENSI
1. Risiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur ).
a. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan stabilisasi dan posisi
fraktur
b. Kriteria evaluasi : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan
stabilitas pada sisi fraktur, menunjukkan pembentukan kalus.
c. Intervensi :
1) Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien
pada tempat tidur ortopedik
R : Agar pasien merasa lebih nyaman.
2) Pertahankan tirah baring sesuai indikasi
R : Mencegah terjadinya pergeseran tulang yang semakin parah
3) Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan
bantalan
R : Imobilisasi Pasien
4) Kaji integritas alat fiksasi eksternal.
R : Untuk menjaga kestabilan kondisi pasien
2. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pada jaringan lunak.
a. Tujuan : Nyeri terkontrol
b. Kriteria evaluasi : Pasien rileks, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan
ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapiutik sesuai indikasi.
c. Intervensi ;
1) Tinggikan ekstremitas yang terkena, pertahankan mobilitas
bagian yang sakit dengan tirah baring,gips, pemberat, traksi.
R : Menjaga imobilisasi pasien.
2) Perhatikan lokasi, karakteristik, intensitas dari kekuatan nyeri,
ketidaknyamanan, petunjuk nyeri non verbal.
R : Memantau perkembangan kondisi pasien.
3) Jelaskan prosedur sebelum memulai
R : Sebagai informed consent untuk mendapat persetujuan dari
pasien.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif dan pasif
R : Fase ini dilakukan jika sudah terjadi pembentukan kallus.
5) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai
keperluan.
R: Mencegah rasa nyeri yang dialami oleh klien.
6) Beri alternatif tindakan kenyamanan seperti relaksasi dan
distraksi.
R ; Membantu klien untuk mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan.
7) Delegatif pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
R : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
3. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema
berlebihan.
a. Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan
b. Kriteria evaluasi : Nadi teraba, kulit hangat / kering,tanda-tanda vital
stabil.
c. Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan pada ekstremitas yang sakit
R : Agar tidak menghambat peredaran darah.
2) Kaji kwalitas nadi perifer, distal, aliran kapiler, warna kulit pada
fraktur.
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
3) Perhatikan perubahan fungsi motorik dan sensorik
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.
4) Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki.
R : Mencegah agar tidak terjadi eudema.
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 03 Februari 2017
Tanggal Pengkajian : 27 Februari 2017
A. Data Demografi
1. Biodata Klien
a. Nama : Tn. A
b. Tanggal lahir/umur : 29 April 1992/25 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Pemalang
g. Diagnosa Medis : Multiple Fraktur
h. No. Rekam Medik` : C626355
i. Nama DPJP : Andri Riliananto Winoto, dr. SPOT
j. Nama PPJP : Zaenal Abidin, S.Kep., Ners
k. Sumber Pembiayaan : BPJS
l. Penanggung jawab : Tn. S
2. Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. S
b. Hubungan dg. Klien : Ayah
c. Suku : Jawa
d. Agama : Islam
e. Alamat : Pemalang
f. No. Telepon : 085xxxxxxxxx
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada mandibula, tangan dan kaki kanannya.
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 31 Januari 2017 pukul 01.00 WIB klien mengalami
kecelakaan lalu lintas di Tuban. Klien mengalami tabrakan motor dengan
motor dari arah yang berlawanan. Pada saat kejadian, klien ditemukan
dalam keadaan tidak sadarkan diri, kemudian klien dibawa ke RSUD
Tuban. Di RSUD Tuban klien dirawat selama 3 hari dan dilakukan
pemeriksaan foto rontgen dan didapatkan hasil adanya multiple fraktur
(femur, tibia, fibula, radius, ulna, mandibula, parasimfisis dekstra). Karena
keterbatasan alat di RSUD Tuban dan perlunya penanganan yang lebih
lanjut maka pada tanggal 3 Februari 2017 klien dirujuk ke RSDK. Pada
tanggal 17 Februari 2017 klien mendapatkan tindakan operasi ORIF
pertama pada tulang bahu kanan, lengan bawah kanan, dan kaki kanan.
Pada tanggal 20 Februari 2017 klien mendapatkan tindakan operasi plastik
di daerah rahang dan pemasangan kawat di mulutnya. Saat ini, klien masih
merasa kesakitan di luka jahitan dan daerah rahang. Luka di daerah bahu
sudah mengering, sedangkan di daerah yang lain masih basah. Klien belum
bisa makan, klien hanya makan atau minum dalam bentuk cair dengan
menggunakan sedotan.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya. Klien memiliki
riwayat penyakit thypoid. Sejak kecil penyakit klien sering kambuh ketika
telat makan atau makan pedas, dan makan makanan yang sembarangan.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit menurun atau menular seperti hipertensi, DM.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
Tn.
A
25 th
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Laki-Laki meninggal
: Tinggal serumah
D. Riwayat Psikososial
Klien mengatakan tidak pernah depresi. Keluarga klien mengatakan klien
orang yang suka bergaul dengan teman-temannya.
E. Riwayat Spiritual
Klien mengatakan sebelum sakit selalu melaksanakan sholat 5 waktu.
F. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Keadaan Umum : Klien tampak lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 78x /menit
c. Pernapasan : 18x /menit
d. Suhu : 38,2oC
4. Kepala
Inspeksi :
Bentuk kepala klien mesochepal, terdapat luka post operasi di mandibula
dekstra. Rambut klien hitam, persebaran rambut merata
Palpasi :
Klien mengatakan terdapat nyeri tekan pada mandibula dekstra, tidak
terdapat benjolan pada kepala klien.
5. Mata
Inspeksi :
Mata klien simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tidak terdapat
lesi pada mata klien, tidak ada gangguan penglihatan
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada bagian mata
6. Telinga
Inspeksi :
Tidak terdapat lesi dan peradangan pada telinga klien, tidak ada gangguan
pendengaran
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
7. Mulut dan Gigi
Inspeksi :
Mukosa bibir klien terlihat kering dan anemis, bibir pucat, terdapat kawat
di dalam mulut bekas operasi mandibula. Klien tampak sulit membuka
mulut dan nilai rom mandibula adalah 5 (mulut membuka < 30mm).
Palpasi :
Tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada mulut klien.
8. Leher
Inspeksi :
Tidak terdapat lesi, jejas dan kemerahan di leher klien
Palpasi :
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan.
9. Dada
a. Dada
Inspeksi :
Tidak terdapat jejas, lesi dan kemerahan di dada klien.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan di dada klien, tidak ada massa pada dada
klien.
b. Paru-paru
Inspeksi :
Pengembangan paru kanan dan kiri simetris
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :
Terdapat bunyi sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :
Suara paru terdengar vesikuler
c. Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis klien tampak
Palpasi :
Ictus cordis klien teraba di SIC V
Perkusi :
Suara jantung klien terdengar pekak, tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi :
Terdengar suara dup di SIC ke 2 dextra klien (S1)
Terdengar suara lup di SIC ke 6 sinistra klien (S2)
10. Abdomen
Inspeksi :
Warna kulit klien merata, tidak ada ascites, tidak terdapat lesi, peradangan,
massa pada perut klien.
Auskultasi :
Bising usus klien 10x / menit
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan dan massa di perut klien
Perkusi :
Suara abdomen klien timpani, tidak ada pembesaran hati
11. Genitalia
Inspeksi :
Klien tampak terpasang DC
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan di genitalia klien
12. Ekstremitas
a. Atas
Inspeksi :
Terdapat luka post orif di radius dan ulna 9cm x 1 cm yang masih
dibalut, terdapat lesi di tangan kanan, bengkak pada pergelangan
tangan kanan. Klien terpasang infus RL di lengan kiri. CRT klien < 2
detik.
Palpasi :
Terdapat nyeri tekan pada tangan kanan, ekstremitas klien teraba
hangat
Kekuatan otot :
5-3-3-5/5-5-5-5
b. Bawah
Inspeksi :
Terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm yang masih
dibalut, bengkak pada kaki kanan, terpasang draine (warnanya merah
kecoklatan) pada femur dextra klien, terdapat luka di fibula, tibia
dextra klien 12cm x 1,5 cm masih basah dan mengeluarkan pus.
Palpasi :
Nyeri tekan pada kaki kanan, ekstremitas teraba hangat, CRT > 2 detik,
luka di fibula, tibia dextra jika ditekan mengeluarkan pus.
Kekuatan otot :
1-1-1-3/5-5-5-5
13. Anus dan Rektum
Inspeksi :
Tidak terdapat lesi, peradangan, dan massa pada anus klien
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada anus klien.
G. PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan Oksigenasi
a. Sebelum sakit
1) Airway
Klien tidak pernah mengalami sesak napas atau riwayat penyakit
saluran napas lainnya.
2) Breathing
Klien tidak pernah mengalami masalah pada saluran pernapasan.
3) Circulation
Klien tidak memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung
b. Saat sakit
1) Airway
a) Nafas cuping hidung : Tidak
b) Reraksi intercosta : Tidak
c) Terpasang O2 : Tidak
2) Breathing
a) RR : 18x /menit
b) Irama nafas : Teratur
c) Kedalaman : Normal, adekuat
d) Penggunaan otot bantu pernafasan : Tidak
3) Circulation
a) Akral : Hangat
b) Sianosis :-
c) TD : 100/70 mmHg
d) Suhu : 38,2oC
e) CRT : ekstremitas atas < 2 detik,
ektremitas bawah dextra
3 detik.
Cairan
Balance cairan : Input : Infus RL: 1200 cc
Susu : 600 cc
Air putih : 800 cc
Injeksi : 327 cc
Total : 2927 cc
Output :
BAK : 1800 cc
BAB : 100 cc
IWL : 810 cc
Draine : 200 cc
Pus : 30 cc
Total : 2940 cc
Balance cairan = input output
= 2927 2940
= -13 cc
3. Kebutuhan Eliminasi
BAB :
BAK
4. Kebutuhan Termoregulasi
Sebelum sakit Saat sakit
Suhu tubuh Klien mengatakan Suhu tubuh klien :
jarang mengalami 38,2o C
Produksi keringat demam
Klien mengatakan
Klien mengatakan
selama di rumah sakit
sehari-hari tidak
Adaptasi suhu dan
banyak mengeluarkan
banyak mengeluarkan
lingkungan
keringat. IWL klien :
keringat
810 cc
Klien dapat beradaptasi Klien dapat beradaptasi
dengan suhu dan dengan suhu dan
lingkungan di rumah lingkungan di rumah
sakit
Saat sakit
Aktivitas Indikator Skor Skor
Mobilitas 0 : immobilisasi 0
5 : memerlukan kursi roda
10 : berjalan dengan bantuan
15 : mandiri / menggunakan tongkat
Total 20
Keterangan :
Mandiri : 91-100
Ketergantungan Ringan : 61-90
Ketergantungan Sedang : 41-60
Ketergantungan Berat : 21-40
Ketergantungan Total : 0-20
6. Kebutuhan Seksualitas
Sebelum sakit Saat sakit
S : Skala nyeri 4
Bathing
Dressing
Toileting
Transfering
Continence
Feeding
b. Saat sakit
Kategori Mandiri Tergantung
Bathing
Dressing
Toileting
Transfering
Continence
Feeding
Klien sering berkumpul dengan teman- Klien hanya bermain hp dan mengobrol
temannya. dengan keluarganya.
Konsep Diri
Kesan :
Fraktur kominutif pada caput
metacarpal 3 manus kanan,
aposisi dan alignment tidak
baik
Fraktur komplit linier disertai
angulasi segmen distal fraktur
ke lateral pada
shaft+metacarpal 4 dan fraktur
kompleks.
27/02/17 1,2,3,4 07.00 - Mengkaji keluhan klien S: Klien mengatakan nyeri di kaki dan lemas
O: Klien tampak lemah dan membatasi gerak
- Memonitor tanda-tanda vital klien S: Klien mengeluh lemas
O: Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 78x /menit
Pernapasan: 18x /menit
- Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Memonitor status nutrisi klien R : nyeri pada kaki dan tangan kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul
O : Terdapat luka post operasi, klien terlihat
menahan nyeri saat dilakukan ganti balut,
terdapat pus pada luka, terdapat luka post
orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
bengkak pada tangan kanan, tampak
terpasang draine pada femur dextra klien,
terdapat luka di fibula, terdapat luka post
- Memberikan posisi semifowler untuk orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm,
mendapatkan ventilasi yang adekuat luka dibalut perban setelah rawat luka
- Memonitor pola pernapasan.
S : klien mengatakan merasa lebih nyaman
dengan posisi setengah duduk
- Mengajarkan tentang teknik nafas dalam saat O : klien terlihat lebih nyaman, pola nafas
nyeri datang sampai nyeri berkurang teratur
2 - Meningkatkan istirahat
09.00
S : Klien mengatakan susah tidur karena nyeri,
masih nyeri untuk menggerakkan kaki
- Mengukur vital sign klien O : Klien mengikuti perawat melakukan nafas
- Memonitor KU klien
dalam, klien terlihat lesu
- Memonitor adanya kulit kering, mukosa bibir
kering, turgor kulit, wajah pucat, konjungtiva
1 S : Klien mengatakan masih lemah, lesu
11.00 anemis
O : TD 100/70 mmHg, N : 83 kali/menit, RR :
22x/menit, T : 36,70 C, Tetesan infuse
- Memberikan terapi oral dan injeksi
lancar, klien terlihat lemah, lesu, CTR>2,
mukosa bibir luka dan mengelupas,
- Memberikan terapi diit lunak kepada klien
konjungtiva anemis, kulit kering
sesuai kolaborasi dengan ahli gizi
2 S : Klien mengatakan nyeri saat diinjeksi
12.00
O : Klien terlihat meringis saat diinjeksi
1,2,3,4 14.00
01/03/17 1,2,3,4 07.00 - Menciptakan lingkungan yang nyaman dan S : Klien mengatakan lemah, lesu
O : Klien terlihat lesu, nyeri terkadang timbul
bersih
- Memonitor KU klien hilang timbul, tetesan infuse lancar
- Memonitor tetesan infuse RL 20 tpm
1,2,3,4
14.00
02/03/17 1,2,3,4 07.00 - Menciptakan lingkungan yang nyaman dan S : Klien mengatakan lemah, lesu
O : Klien terlihat lesu, nyeri terkadang timbul
bersih
- Memonitor KU klien hilang timbul, tetesan infuse lancar
- Memonitor tetesan infuse RL 20 tpm
- Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Memonitor status nutrisi klien R : nyeri pada kaki dan tangan kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul
O : Terdapat luka post operasi, klien terlihat
menahan nyeri saat dilakukan ganti balut,
pus berkurang, terdapat luka post orif di
femur dextra 30cm x 2 cm, bengkak pada
tangan kanan, tampak terpasang draine pada
femur dextra klien, terdapat luka di fibula,
terdapat luka post orif di tibia dextra klien
- Memberikan posisi semifowler untuk
12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah
mendapatkan ventilasi yang adekuat
- Memonitor pola pernapasan. rawat luka
S : klien mengatakan merasa lebih nyaman
dengan posisi setengah duduk
- Mengajarkan tentang teknik nafas dalam saat O : klien terlihat lebih nyaman, pola nafas
nyeri datang sampai nyeri berkurang teratur
- Meningkatkan istirahat
2 09.00
S : Klien mengatakan susah tidur karena nyeri,
masih nyeri untuk menggerakkan kaki
- Mengukur vital sign klien O : Klien mengikuti perawat melakukan nafas
- Memonitor KU klien
- Memonitor adanya kulit kering, mukosa bibir dalam, klien terlihat lesu
kering, turgor kulit, wajah pucat, konjungtiva
11.00 S : Klien mengatakan masih lemah, lesu
1 anemis
O : TD 100/70 mmHg, N : 83 kali/menit, RR :
22x/menit, T : 36,70 C, Tetesan infuse
- Memberikan terapi oral dan injeksi
lancar, klien terlihat lemah, lesu, CTR>2,
mukosa bibir luka dan mengelupas,
- Memberikan terapi diit lunak kepada klien
konjungtiva anemis, kulit kering
sesuai kolaborasi dengan ahli gizi
2 12.00 S : Klien mengatakan nyeri saat diinjeksi
O : Klien terlihat meringis saat diinjeksi
- Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Memonitor status nutrisi klien R : nyeri pada kaki dan tangan kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul
O : Terdapat luka post operasi, klien terlihat
menahan nyeri saat dilakukan ganti balut,
pus mulai berkurang, terdapat luka post orif
di femur dextra 30cm x 2 cm, bengkak
pada tangan kanan, tampak terpasang draine
pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra
- Memberikan posisi semifowler untuk
klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban
mendapatkan ventilasi yang adekuat setelah rawat luka
- Memonitor pola pernapasan. S : klien mengatakan merasa lebih nyaman
dengan posisi setengah duduk
O : klien terlihat lebih nyaman, pola nafas
- Mengajarkan tentang teknik nafas dalam saat
teratur
nyeri datang sampai nyeri berkurang
2 09.00
- Meningkatkan istirahat
S : Klien mengatakan susah tidur karena nyeri,
masih nyeri untuk menggerakkan kaki
O : Klien mengikuti perawat melakukan nafas
- Mengukur vital sign klien
- Memonitor KU klien dalam, klien terlihat lesu
- Memonitor adanya kulit kering, mukosa bibir
1 11.00
kering, turgor kulit, wajah pucat, konjungtiva S : Klien mengatakan masih lemah, lesu
anemis O : TD 100/70 mmHg, N : 83 kali/menit, RR :
22x/menit, T : 36,70 C, Tetesan infuse
- Memberikan terapi oral dan injeksi lancar, klien terlihat lemah, lesu, CTR>2,
mukosa bibir luka dan mengelupas,
- Memberikan terapi diit lunak kepada klien konjungtiva anemis, kulit kering
2 12.00
sesuai kolaborasi dengan ahli gizi S : Klien mengatakan nyeri saat diinjeksi
O : Klien terlihat meringis saat diinjeksi
1,2,3,4 14.00
S : Klien mengeluh nyeri pada kaki dan tangan kanannya, masih lemas, nyeri hilang timbul, tidak
nafsu makan
2 14.00 O : Klien mengalami multiple faktur (mandibula, kaki dan tangan kanannya) post ORIF ke dua,
Klien masih tampak lemah, turgor kulit klien tampak kering, konjungtiva klien tampak anemis,
Hb : 9.9 g/dL, Tangan klien tampak bengkak, CRT >2 detik, HR : 78x/menit, TD 100/70 mmHg,
N : 83 kali/menit, RR : 22x/menit, T : 36,70 C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : Klien mengatakan luka belum sembuh, klien mengatakan luka masih nyeri
O : Luka klien belum sembuh, terdapat luka post operasi, klien terlihat menahan nyeri saat
dilakukan ganti balut, terdapat pus pada luka, terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
4 14.00
bengkak pada tangan kanan, tampak terpasang draine pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah rawat
luka
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : Klien mengeluh nyeri pada kaki dan tangan kanannya, masih lemas, nyeri hilang timbul, tidak
2 14.00
nafsu makan
O : Klien masih tampak lemah, turgor kulit klien tampak kering, konjungtiva klien tampak anemis,
CRT >2 detik, TD : 100/70 mmHg, N : 83 kali/menit, RR : 22x/menit, T : 36,70 C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : Klien mengatakan luka belum sembuh, klien mengatakan luka masih nyeri
4 14.00 O : Luka klien belum sembuh, terdapat luka post operasi, klien terlihat menahan nyeri saat
dilakukan ganti balut, terdapat pus pada luka, terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
bengkak pada tangan kanan, tampak terpasang draine pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah rawat
luka
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : Klien mengeluh nyeri pada kaki dan tangan kanannya, masih lemas, nyeri hilang timbul, tidak
nafsu makan
O : Klien masih tampak lemah, turgor kulit klien tampak kering, konjungtiva klien tampak anemis,
CRT >2 detik, TD 110/70 mmHg, N : 86 kali/menit, RR : 22x/menit, T : 36,40 C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
3 14.00
4 14.00
S : Klien mengatakan luka belum sembuh, klien mengatakan luka masih nyeri
O : Luka klien belum sembuh, terdapat luka post operasi, klien terlihat menahan nyeri saat
dilakukan ganti balut, pus berkurang, terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
bengkak pada tangan kanan, tampak terpasang draine pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah rawat
luka
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2 14.00
S : Klien mengeluh nyeri pada kaki dan tangan kanannya, masih lemas, nyeri hilang timbul, tidak
nafsu makan
O : Klien masih tampak lemah, turgor kulit klien tampak kering, konjungtiva klien tampak anemis,
CRT >2 detik, TD 110/70 mmHg, N : 86 kali/menit, RR : 22x/menit, T : 36,40 C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
3 14.00
S : Klien mengatakan masih nyeri jika kaki kanannya digerakkan.
O : Terdapat multiple faktur (mandibula, kaki dan tangan kanannya) post ORIF ke dua, klien terlihat
kesusahan dan kesakitan ketika menggerakan kaki kanannya.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
4 14.00 S : Klien mengatakan luka belum sembuh, klien mengatakan luka masih nyeri
O : Luka klien belum sembuh, terdapat luka post operasi, klien terlihat menahan nyeri saat
dilakukan ganti balut, pus berkurang, terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
bengkak pada tangan kanan, tampak terpasang draine pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah rawat
luka
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2 14.00 S : Klien mengeluh nyeri pada kaki dan tangan kanannya, masih lemas, nyeri hilang timbul, tidak
nafsu makan
O : Klien masih tampak lemah, turgor kulit klien tampak kering, konjungtiva klien tampak anemis,
CRT >2 detik, TD 110/70 mmHg, N : 86 kali/menit, RR : 22x/menit, T : 36,40 C
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : Klien mengatakan luka belum sembuh, klien mengatakan luka masih nyeri
O : Luka klien belum sembuh, terdapat luka post operasi, klien terlihat menahan nyeri saat
4 14.00
dilakukan ganti balut, pusmulai sedikit, terdapat luka post orif di femur dextra 30cm x 2 cm,
bengkak pada tangan kanan, tampak terpasang draine pada femur dextra klien, terdapat luka di
fibula, terdapat luka post orif di tibia dextra klien 12cm x 1,5 cm, luka dibalut perban setelah rawat
luka
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Depkes RI. (2009). Insiden Fraktur, (diakses 12 April 2017), diunduh dari
http://www.depkes.go.idtangal 12 April 2017.
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mansjoer, A, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuluskeletal, Jakarta: EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.