Patogenesis, Diagnosis
dan Penatalaksanaan Antraks
Herdiman T. Pohan
Abstrak: Antraks adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh masuknya endospora
Bacillus
anthracis ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet atau luka, inhalasi atau makanan
yang
terkontaminasi. Penyakit tersebut merupakan zoonosis khususnya binatang pemakan
rumput.
Manusia dapat terinfeksi apabila kontak dengan binatang atau produk binatang yang
terkontaminasi kuman antraks. Penyebaran spora melalui aerosol potensial digunakan
pada
peperangan dan bioterorisme. Antraks kulit merupakan infeksi yang paling sering
terjadi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pewarnaan Gram, dan biakan kuman.
Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan pada kasus antraks inhalasi,
gastrointestinal
dan meningitis. Sebagian besar kuman sensitif terhadap penisilin, doksisiklin,
siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin, klindamisin, rifampisin, imipenem,
aminoglikosida,
sefazolin, tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Karena kemungkinan telah dilakukan
rekayasa
kuman sehingga resisten terhadap beberapa antibiotik maka siprofloksasin merupakan
obat
pilihan utama pada antraks akibat bioterorisme. Antibiotik profilaksis diberikan
pada penduduk
yang terpajan spora antraks. Vaksinasi diberikan pada kelompok risiko tinggi
terpajan spora.
Pengendalian infeksi dan dekontaminasi juga perlu dilakukan.
Kata kunci: antraks, penularan, bioterorisme, penatalaksanaan.
Herdiman T. Pohan
Pendahuluan
Epidemiologi
Mikrobiologi
hitam atau gambaran batu bara (coal like) pada lesi kulit.
Bacillus anthracis merupakan bakteri besar Gram positif,
aerobik, berbentuk spora, nonmotile, berukuran 1-1,5 m
hingga 3-10 m, nonhemolitik pada agar darah domba, tumbuh
pada suhu 37C dengan gambaran seluler joint bamboo-rod
dan membentuk gambaran koloni curled hair yang unik.
Endospora tidak terbagi, tidak mempunyai metabolisme yang
dapat diukur, dan resisten terhadap panas, udara kering, sinar
ultraviolet, radiasi sinar gama, dan beberapa desinfektan.
Spora antraks akan mengalami germinasi menjadi bentuk
vegetatif bila masuk ke dalam lingkungan yang kaya
nukleotida, asam amino dan glukosa, seperti yang ditemukan
dalam darah dan jaringan binatang atau manusia.1,6
Patogenesis
Gejala Klinis
Antraks inhalasi
spora dan sebagian dari spora akan lisis dan rusak. Spora
yang tetap hidup akan menyebar ke kelenjar getah bening
dan kelenjar mediastinal. Proses perubahan bentuk vegetatif
terjadi kurang lebih 60 hari kemudian. Lambatnya proses
perubahan bentuk tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi
terdokumentasi dengan baik di Sverdlovsk bahwa kasus
antraks inhalasi terjadi antara hari ke-2 hingga hari ke-43
setelah terpajan. Sekali proses germinasi terjadi, penyakit
akan timbul secara cepat dan replikasi bakteri menyebabkan
perdarahan, edema, dan nekrosis. Pada monyet percobaan
keadaan fatal terjadi pada hari ke-58 hingga ke-98 setelah
terpajan.1,6
Manifestasi klinis
Malaise
Sesak napas akut
Lemah
Sianosis
Mialgia
Stridor
Demam
Pelebaran mediastinal
Koma
Tabel 2.
Manifestasi Radiologis dan Patologis Antraks
Inhalasi 12
Manifestasi
Radiologi, Pelebaran mediastinum, Efusi pleural
Pneumonia (jarang), Patologi, Perdarahan mediastinum,
Perdarahan difus limfadenitis, Edema mediastinum,
Leptomeningeal edema dan hemorhagis, Efusi pleura,
Meningitis hemorhagis
Antraks Kulit
Antraks Gastrointestinal
Diagnosis
Penatalaksanaan
Pengobatan
Penisilin G
8-12 juta U, iv dengan 100.000-150.000 U/kg/
dosis terbagi, setiap 4-hari dengan dosis terbagi,
6 jam setiap 4-6 jam
Doksisiklin
200 mg untuk dosis Tidak dianjurkan pada
awal, per oral atau iv, anak < 9 tahun.
selanjutnya 50-100 mg Anak < 45 kg; 2,5 mg/kg
setiap 12 jam tiap 12 jam
6 jam
Kloramfe-50-100 mg/kg BB/hari, 50-75 mg/kg BB/hari
nikol per oral atau iv dengan dengan dosis terbagi,
Profilaksis
Tabel 4.
Pengobatan Infeksi Antraks Inhalasi pada Kejadian
Massal atau Profilaksis Setelah Pajanan6
hasil kultur
setelah
pajanan,
hari
Dewasa
Siprofloksasin Doksisiklin 100 mg 60
500 mg per oral/ per oral/12 jam
12 jam Amoksisilin 500 mg
Anak
Siprofloksasin 20-Berat Badan > 20 kg: 60
30 mg/kg BB/hari Amoksisilin 500 mg
per oral dibagi men-per oral/8 jam
jadi 2 dosis, maksi-Berat Badan < 20 kg
mal 1 gr/hari Amoksisilin 40 mg/kg
12 jam
Penderita Sama seperti pasien dewasa dan anak biasa
dengan (nonimunosupresi)
imunosupresi
Keterangan:
Vaksinasi
Daftar Pustaka
1.
Dixon TC, Meselson BSM, Guillemin J, Hanna PC. Anthrax. N
Engl J Med 1999; 341:815-26.
2.
Swartz MN. Recognition and management of anthrax an update.
NEJM 2001; 345 (22):1621-6.
3.
Holmes RK. Diphtheria, other corynebacterial infection and
anthrax. In : Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD,
Martin JB, Kasper DL, et al. Eds. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 14th ed. McGraw-Hill: New York 1998.p.892-9.
4.
Cieslak TJ, Eitzen E. Clinical and epidemiologic principles of
anthrax. Emerging Infectious Diseases 1999;5:552-5.
5.
Inglesby TV, Henderson DA, Barlett JG. Anthrax as a Biological
Weapon Medical and Public Health Management. JAMA 1999;
281:1735-45.
6.
Inglesby TV, OToole T, Henderson DA, Bartlett JG, Ascher MS,
Eitzen E, et al. Anthrax as a biological weapon: updated recommendations
for management. JAMA 2002; 287 (17):2236-52.
7.
Friedlander AM. Capter 22 : Anthrax. In : Medical Aspects of
Chemical and Biological Warfare. Available at: http://www.nbcmed.
org/SiteContent/ HomePage/WhatsNew/MedAspects/Ch-22/
electrv699.pdf
8.
Pile JC, Malone JD, Eitzen EM, Friedlander AM. Anthrax as a
potential biological warfare agent. Arch Intern Med 1998;158:
429-34.
9.
Kohout E, Sehat, Ashraf M. Anthrax: A continuous problem in
south west Iran. Am J Med Sci; 1964:247-565.
10.
WHO guidelines for the surveillance and control of anthrax in
humans and animals. Available at: http//who.int/emc-document/
zoonoses/docs/whoczdi986.html
11.
Prince AS. The host response to anthrax lethal toxin: unexpected
observations. J. Clin. Invest 2003;112:656-8.
12.
Shafazand S, Doyle R, Ruoss S, Weinacker A, Raffin TA. Inhalation
Anthrax, Epidemiology, Diagnosis and Management. Chest
1999;116:1369-76.
13.
Anthrax: current, comprehensive infection on pathogenesis,
microbiology, epidemiology, diagnosis, treatment and prophylaxis.
Available at: http//www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/bt/
anthrax/biofacts/anthraxfacsheet. html
SS
BIDI