Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Penambahan Madu Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Ph Dan Total Bakteri Asam Laktat

Stirred Yogurt Rendah Lemak

BAB 1. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan madu dengan level yang berbeda

terhadap pH dan total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada stirred yogurt rendah lemak. Penelitian dilaksanakan

mulai tanggal 26 November sampai 22 Desember 2015 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas

Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi yang digunakan terdiri atas 15,75 l susu sapi

rendah lemak dan 3,75 g starter bakteri kering (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan

Lactobacillus acidophilus). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 kali ulangan dan 5 perlakuan. Perlakuan terdiri atas : P0 (yogurt

tanpa penambahan madu), P1 (yogurt dengan penambahan madu 3%), P2 (yogurt dengan penambahan

madu 4,5%), P3 (yoghurt dengan penambahan madu 6%) dan P4 (yoghurt dengan penambahan madu 7,5%).

Data dianalisis berdasarkan analisis variansi dan dilakukan uji lanjut menggunakan uji orthogonal polynomial

dan Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan madu pada stirred yogurt

rendah lemak tidak berpengaruh nyata terhadap pH (P>0,05), namun berpengaruh nyata terhadap total

bakteri asam laktat (P<0,05). Rata-rata nilai pH stirred yoghurt rendah lemak yaitu 3,96. Total bakteri asam

laktat stirred yogurt rendah lemak dengan penambahan madu dan penambahan madu 3, 4,5, 6, and 7,5%

berturut-turut yaitu 8,30 0,410 log cfu/ml, 9,98 1,003 log cfu/ml, 9,23 0,928 log cfu/ml, 9,67 1,014 log

cfu/ml dan 9,11 0,645 log cfu/ml. Kesimpulan penelitian yaitu karakteristik yogurt rendah lemak yang

disimpan selama tujuh hari pada suhu 6 OC, nilai pH tidak dipengaruhi oleh penambahan madu hingga 7,5%,

namun total BAL dipengaruhi oleh penambahan madu hingga 7,5% . Penambahan madu dengan level 3%

menghasilkan yogurt terbaik karena mampu menghasilkan total BAL tertinggi.

Kata Kunci: stirred yogurt rendah lemak, pH, bakteri asam laktat.
BAB 2. PENDAHULUAN

Subbab 1.1. Latar Belakang

Sub-subbab 1.1.1. Yogurt

Yogurt merupakan pangan fungsional yang dibuat melalui proses fermentasi Bakteri Asam Laktat

(BAL) pada susu. Susu yang digunakan berupa susu full fat, rendah lemak, atau susu skim. Susu skim

merupakan susu dengan kandungan lemak sangat rendah yaitu 1,08% (Chandan, 2011). Penggunaan susu

rendah lemak sebagai alternatif untuk membatasi asupan kolesterol yang berlebihan. Hal tersebut karena

produk hasil peternakan secara umum mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang lebih tinggi

dibandingkan produk nabati. Jenis susuh yang digunakan pada pembuatan yoghurt akan mempengaruhi

komposisi yogurt, baik secara fisik maupun kimia. Susu skim merupakan susu yang kandungan lemaknya

telah dikurangi. Yogurt yang dibuat menggunakan susu skim memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan

yogurt susu full cream. Karakteristik warna yogurt susuh skim lebih putih dan kompak dan tekstur yang lebih

encer.

Tabel 1. Yogurt dan sejenisnya

Produk Susu Mikroorganisme


Cultured buttermilk Sapi, Kerbau Streptococcus lactis subsp.
Diacetylactis
Streptococcus cremoris
Kefir Sapi, Kerbau, Streptococcus lactis
Kambing Leuconostoc sp.
Saccharomyces kefr
Torula kefr
Micrococci
Koumiss Kuda, Unta Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus delbueckii subsp.
bulgaricus,
Saccharomyces sp.
Micrococci
Yogurt Sapi, Streptococcus thermophilus
Kambing Lactobacillus delbueckii subsp.
Bulgaricus
Lactobacillus acidophilus
Lassi Sapi, Kerbau Lactobacillus delbueckii subsp.
Bulgaricus

Sub-subbab 1.1.2. Susu Fermentasi


Proses fermentasi susu menjadi yogurt melibatkan BAL yang mampu memecah laktosa menjadi

molekul yang lebih sederhana. Bakteri yang digunakan yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus

thermophilus. Bakteri Lactobacilus bulgaricus dapat meningkatkan fungsi pencernaan dengan memproduksi

asam laktat dan menekan bakteri merugikan pada saluran pencernaan. Susu yang diolah menjadi yogurt,

protein susu dapat dicerna dan diabsorpsi lebih baik daripada protein dalam bentuk awal pada susu segar.

Proses tersebut menjadikan yogurt memiliki aroma khas dan rasa asam yang akan mengubah tekstur karena

adanya pengendapan protein. Proses pertumbuhan mikroba pada saat fermentasi perlu dikendalikan karena

BAL tidak tahan pada pH rendah. Selain itu, rasa asam yang terlalu tinggi pada yogurt kurang diminati

konsumen. Penambahan berbagai jenis flavouring dan sweeteners sering digunakan untuk mengatasi hal

tersebut, seperti gula, madu, dan bahan lainnya. Gula merupakan sweetener atau pemanis alami yang dapat

ditambahkan pada pembuatan yogurt. Disisi lain, tidak semua orang bebas mengonsumsi gula karena

berbagai alasan kesehatan. Oleh karena itu, dilakukan penambahan pemanis alami lain yang aman

dikonsumsi semua kalangan, salah satunya adalah madu.

Sub-subab 1.1.3. Madu

Madu memiliki kandungan utama berupa fruktosa dan glukosa, serta beberapa mineral serta

antioksidan. Madu digunakan secara luas pada berbagai produk pangan sebagai pemanis atau flavouring,

salah satunya untuk meningkatkan ketertarikan terhadap yogurt. Meskipun madu memiliki pH 3,9 (Varga,

2005), namun kandungan fruktosa dan glukosa madu akan memberikan rasa manis, sehingga cocok

dikombinasikan pada produk pangan untuk megurangi rasa asam. Produk yang dihasilkan berupa stirred

yogurt rendah lemak diharapkan menjadi suatu produk yogurt yang berkulitas dan aman dikonsumsi. Selain

aman dikonsumsi, penambahan madu pada yogurt tersebut juga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat

konsumen karena citarasa yang lebih menarik.

Subbab 1.2. Tujuan

Tujuan penelitiian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan madu dengan level yang berbeda

terhadap pH dan total BAL yogurt rendah lemak.


BAB 3. METODE

Subbab 3.1. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cream separator 1 buah, yoghurt maker 3 buah,

gelas yogurt 5 buah, cawan petri 30 buah, colony counter 1 buah, autoklaf 1 buah, pH meter 1 set, mikro pipet

1 buah, tip 45 buah, tabung reaksi 40 buah, mixer 1 buah, susu sapi rendah lemak 15,75 l, starter kering

bakteri (Yogourmet; 5 g/ 1 l) 3,75 g, madu 0,63 l, akuades 4,86 l, Media deMann Rogosa Sharpe Agar (MRSA)

komersial (Merck; 68,2 g/l) 147,312 g, garam fisiologis 0,85% 18,36 g, larutan buffer pH 4 50 ml, larutan buffer

pH 7 50 ml, dan alkohol 70% 1 l.

Subbab 3.2. Peubah Yang Diamati

Sub-subbab 3.2.1. Desain

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Sub-subbab 3.2.2. Perlakuan

Terdapat lima perlakuan yaitu P0 (yogurt rendah lemak tanpa penambahan madu), P1 (yogurt rendah

lemak dengan penambahan madu 3%), P2 (yogurt rendah lemak dengan penambahan madu 4,5%), P3

(yogurt rendah lemak dengan penambahan madu 6%)dan P4 (yogurt rendah lemak dengan penambahan

madu 7,5%).

Sub-subbab 3.2.3. Ulangan

Masing-masing perlakuan diulang enam kali.

Sub-subbab 3.2.4. Peubah

Peubah yang diamati adalah pH dan total bakteri asam laktat. Pengukuran total BAL dilakukan uji lanjut

menggunakan uji orthogonal polynomial dan Beda Nyata Jujur (BNJ)

Subbab 3.3. Proses Pembuatan Susu Rendah Lemak

Proses pembuatan yogurt rendah lemak, terlebih dahulu melakukan separasi antara skim dan krim susu

menggunakan cream separator. Tombol on pada alat ditekan sehingga alat akan bekerja untuk memisahkan

skim dan krimnya. Tombol off ditekan ketika proses pemisahan telah selesai.

Subbab 3.4. Pembuatan Kultur Kerja


Pembuatan kultur kerja (Vedamuthu, 2006) dilakukan dengan menambahkan 0,625 gram (0,05%)

starter bakteri kering ke dalam 125 ml susu rendah lemak yang telah dipasteurisasi pada suhu 85 OC selama

30 menit, dan suhu susu diturunkan menjadi 40OC. Susu kemudian diinkubasi pada yogurt maker selama 7

jam.

Gambar 1. Kultur yoghurt kering

Subbab 3.5. Pembuatan Yogurt Rendah Lemak

Kultur kerja tersebut kemudian ditambahkan pada 2,5 l susu rendah lemk yang telah dipasteurisasi

pada suhu 85OC selama 30 menit dan suhu susu diturunkan menjadi 40OC. Campuran tersebut diaduk merata

dan dibagi 3 bagian kemudian diinkubasi pada 3 yogurt maker selama 4 jam dengan suhu 40OC. Yogurt

kemudian diaduk hingga merata menggunakan mixer, dibagi menjadi 5 bagian. Madu ditambahkan pada

kelima bagian yogurt masing-masing 0%, 3%, 4,5%, 6%, dan 7,5% kemudian diaduk merata. Yogurt disimpan

pada suhu 6OC selama 7 hari.

Subbab 3.6. Pengukuran pH (SNI 01-2891-1992),

pH meter dikalibrasi pada buffer pH 4 dan pH 7 kemudian dicelupkan pada yogurt 10 ml dan nilai pH

akan tertera pada alat.

Subbab 3.7. Pengukuran Total BAL

Pengukuran total BAL (Fardiaz, 1993) diawali dengan sterilisasi seluruh peralatan yang digunakan

dalam pengukuran. Media MRSA dibuat dengan cara menambahkan 24,552 g MRSA ke dalam 360 ml

akuades (setiap satu ulangan) dan dipanaskan hingga mendidih kemudian disterilisasi. Pengenceran sampel

dilakukan pada tabung reaksi sebanyak 3 tingkat yaitu 10 -6, 10-7, 10-8 . Pengenceran dilakukan dengan cara
memipetkan 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi steril yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis 0,85%.

Sampel sebanyak 1 ml kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan ditambahkan media MRSA (de Mann

Rogosa Sharpe Agar) sebanyak 12 ml. Inokulasi tersebut dilakukan secara aspetis. Cawan digoyang-goyang

angka 8 kemudian dibalik dan diinkubasi 2x24 jam pada inkubator bersuhu 40 OC. Penghitungan jumlah koloni

bakteri dilakukan menggunakan colony counter dan dihitung dengan rumus (BAM, 2001) :

N = C

(1xn1)+(0,1xn2)xd

N = jumlah bakteri, C = jumlah seluruh koloni yang dihitung, n1 = jumlah cawan pengenceran pertama,n2 =

jumlah cawan pengenceran kedua, d= pengenceran terkecil.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Subbab 4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tentang penambahan madu pada stirred yogurt rendah lemk disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2.

PERLAKUAN PH ASAM LAKTAT TOTAL BAKTERI KADAR AIR

Perlakuan 1 (Madu 0%) 3,90.01 0.10.001 8,321.00 61.23,08

Perlakuan 2 (Madu 3%) 3,930.02 0.050.002 9,981,05 60,13,09

Perlakuan 3 (Madu 4.5%) 3,970.01 0.080.002 9,231,02 60,94,00

Perlakuan 4 (Madu 6%) 3,950.01 0.120.001 9,111,03 62,03,56

Perlakuan 5 (Madu 7.5%) 3,860.02 0.110.003 9.161,03 62,13,89

Rataan 3,920.02 0.100,002 9,531.02 61.23.45

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (P>0,05)

Sub-subbab 4.1.1. pH
Pengukuran pH dan total BAL dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keasaman dan total BAL yogurt

rendah lemak sesuai standar yang telah ditetapkan. Rata-rata hasil pengujian nilai pH pada penelitian stirred

yogurt rendah lemak dengan penambahan level madu yang berbeda hingga 7,5% yaitu 3,96 0,056. Nilai pH

yogurt tersebut berkisar antara 3,93 0,052 sampai dengan 3,98 0,075.

Sub-subab 4.1.2. Total bakteri

Rata-rata hasil penghitungan Total BAL dengan level penambahan madu pada stirred yogurt rendah

lemak hingga 7,5 % yaitu 9,26 0,800 log cfu/ml. Total BAL yogurt berkisar 8,30 0,41 sampai 9,98 1,003.

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa level penambahan madu memberikan pengaruh tidak nyata

(P>0,05) terhadap pH namun berpengaruh nyata terhadap total BAL (P<0,05) stirred yogurt rendah lemk.

Subbab 4.2. Pembahasan

Nilai pH yang dihasilkan relatif seragam, namun semakin tinggi level penambahan madu,

kecenderungannya nilai pH yogurt semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan madu memiliki kadar gula

berupa glukosa dan fruktosa yang tinggi, sehingga penambahan madu yang semakin tinggi akan menurunkan

aktivitas bakteri. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Gianti dan Evanuarini (2011) bahwa

semakin tinggi kadar gula pada susu fermentasi dapat menurunkan aktivitas bakteri/ starter sehingga

pembentukan asam laktat dari laktosa semakin menurun pula.

Nilai pH terrendah yaitu pada perlakuan kontrol atau yogurt rendah lemak tanpa penambahan madu

(P0) dan yogurt rendah lemak dengan penambahan madu 3% (P1) dan pH tertinggi pada perlakuan P4 atau

yogurt rendah lemak dengan penambahan madu 7,5%. Faktor yang menyebabkan level penambahan madu

pada stirred yogurt tidak menunjukkan penurunan pH yang signifikan yaitu penyimpanan pada suhu rendah.

Penyimpanan selama tujuh hari pada suhu 6OC mampu mempertahankan pH yogurt, karena aktifitas bakteri

akan terhambat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Elida (2002) yang menyatakan bahwa suhu dingin

akan memperlambat proses fermentasi, sehingga aktifitas metabolismenya dapat diminimalisir. Gianti dan

Evanuarini (2011) menyatakan bahwa selama penyimpanan dalam kulkas, mikroorganisme pada yogurt masih

dapat tumbuh dan melakukan aktifitas fermentasi yang menyebabkan jumlah asam laktat meningkat dan pH
menurun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Varga (2005), yogurt yang ditambah madu, disimpan pada

suhu 4OC selama enam minggu memiliki nilai pH yang tidak berbeda nyata (4,29-4,37). Madu yang digunakan

saat penelitian juga memiliki kecenderungan meningkatkan pH. Madu yang digunakan memiliki pH 4,2

sehingga nilai pH madu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan yogurt yang digunakan saat penelitian.

Sementara itu pada penelitian Varga (2005) madu yang digunakan memiliki pH 3,9.

Rataan nilai pH hasil penelitian yaitu 3,96 0,056. Yildiz (2010) berpendapat bahwa adanya

Lactobacillus acidophilus pada yogurt akan meningkatkan keasaman. Lactobacillus acidophilus memiliki

kemampuan memfermentasi laktosa dengan cepat sehingga pH menurun. Olugbuyiro and Oseh (2011)

menyatakan bahwa nilai pH yogurt kisaran 3,70-4,33 cocok untuk dipasarkan di daerah tropis. Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus memiliki sistem galaktosidase sehingga laktosa dihidrolisis

menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa dimetabolisme menjadi asam piruvat melalui jalur Embeden

Meyerhoff, kemudian asam piruvat tersebut dikonversi menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase.

Selain itu, galaktosa dimetabolisme oleh Lactobacillus bulgaricus, kemudian galaktosa dan asam laktat

meninggalkan sel dan terakumulasi menjadi media yogurt (Gurakan and Altay, 2010). Kombinasi Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus akan membentuk simbiosis yang baik karena bekerja saling

bersinergi. Setelah bakteri tersebut diinokulasi pada susu, Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat

sampai 90 % dari seluruh total sel bakteri, kemudian dua jam berikutnya Streptococcus thermophilus

melepaskan asam laktat, karbondioksida, dan asam format yang saling bersinergi untuk menstimulasi kerja

Lactobacilus bulgaricus. Streptococcus thermophilus bekerja hingga menurunkan pH menjadi 5 kemudian

Lactobacilus bulgaricus terstimulasi setelah kondisi asam hingga menurunkan pH menjadi 4 (Gurakan and

Altay, 2010).

Total BAL digunakan sebagai indikator kualitas secara mikrobiologis yogurt secara umum.

Berdasarkan SNI 2981:2009, jumlah bakteri minimal 107 koloni/gram. Total BAL dihitung berdasarkan Standar

Plate Count (SPC) yang secara umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada susu. Menurut Bava

et al. 2011 SPC tidak mengukur populasi bakteri secara keseluruhan, namun hanya menghitung jumlah

bakteri yang tumbuh pada kondisi aerob dengan temperatur sedang.


Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa level penambahan madu yang berbeda pada stirred yogurt

rendah lemak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total BAL. Penambahan madu dengan level yang

berbeda akan menghasilkan yogurt rendah lemk dengan total BAL yang berbeda.

12
10
Total BAL
8
6
Y = 8.3693741 + 0.60639748 X - 0.06830906 X2
4 R2 =26.84%

2
0
0 1.5 3 4.5 6 7.5
Penambahan madu (%)

Gambar 2. Pengaruh Penambahan Madu Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Total BAL Stirred

Yogurt Rendah Lemak

Hasil uji lanjut orthogonal polynomial secara kuadrater menunjukkan bahwa level madu yang

ditambahkan pada stirred yogurt rendah lemak memberikan pengaruh terhadap total BAL. Grafik respon

kuadrater memiliki persamaan garis y = 8.369 + 0.606 x - 0.068 x2. Koefisien determinasi (R2) = 26,84 %

menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% penambahan madu (x) mampu meningkatkan total BAL stirred

yogurt rendah lemak sebesar 0,5181 log cfu/ml. Koefisien determinasi menunjukkan pula bahwa 26,84%

peningkatan total BAL dipengaruhi oleh penambahan madu dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti

suhu inkubasi, kondisi starter, tingkat aseptis, dan kesalahan peneliti (human error).

Grafik respon kuadrater analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi level madu yang

ditambahkan hingga 7,5%, maka total BAL akan meningkat. Madu digunakan oleh BAL sebagai sumber

nutrien sehingga pertumbuhannya akan semakin meningkat pada level tertentu. Nofrianti dkk., (2013)

menyatakan bahwa jika nutrisi BAL terpenuhi, maka akan membantu pertumbuhan dan perkembangan BAL.

Madu yang ditambahkan mampu memenuhi nutrisi tersebut sehingga total BAL yang dihasilkan maksimal.

Bakteri asam laktat merupakan kelompok mikroorganisme penghasil asam laktat sebagai metabolit

utama. Bakteri asam laktat selama pertumbuhannya mampu memproduksi komponen metabolit seperti asam
organik, hidrogen peroksida, bakteriosin, dan lainnya (Emmawati dkk., 2015). Kecepatan pertumbuhan bakteri

biasanya dinyatakan dalam waktu generasi yang merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu populasi sel

untuk memperbanyak diri. Fardiaz (1993) menyatakan bahwa waktu generasi bakteri yaitu 45 menit, yang

artinya suatu populasi sel bakteri akan bertambah jumlah menjadi dua kali lipatnya dalam waktu 45 menit.

Khoiriyah dan Ardiningsih (2014) menyatakan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan bakteri, yaitu fase lag,

fase log (eksponensial), dan fase stasioner. Bakteri akan melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan

saat fase lag dan terjadi pertumbuhan yang lambat. Fase selanjutnya yaitu fase log atau eksponensial yang

merupakan fase pertumbuhan cepat. Bakteri akan membelah diri menjadi dua, kemudian masing-masing

membelah lagi menjadi dua sehingga pada setiap generasi jumlahnya dua kali lipat populasi sebelumnya.

Fase ketiga yaitu fase stasioner yaitu tidak terjadi penambahan jumlah bakteri, karena jumlah sel yang tumbuh

setara dengan jumlah sel yang mati karena ketersediaan nutrien semakin berkurang. Bakteri asam laktat

akan menghasilkan metabolit sekunder sebagai pertahanan diri terhadap lingkungan dan mikroorganisme

lainnya.

Total BAL pada penelitian penambahan madu dengan level yang berbeda pada yogurt rendah lemak

menghasilkan rataan 9,26 log cfu/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses penyimpanan pada suhu 6 OC

selama tujuh hari secara statistik tidak mempengaruhi total BAL. Jay et al. (2005) menyatakan bahwa yogurt

yang baru dibuat memiliki total BAL 109 cfu/gram atau 9,00 log cfu/ml. Total BAL dapat dipertahankan selama

penyimpanan karena adanya madu yang berperan sebagai sumber nutrien pertumbuhan BAL. Faktor-faktor

yang mempegaruhi peningkatan dan penurunan BAL dijelaskan oleh Fardiaz (1993) diantaranya jumlah nutrisi

(terutama gula), proses fermentasi (suhu dan waktu inkubasi), dan sinergitas kerja antar BAL. Penambahan

level madu yang terbaik yaitu pada level penambahan madu 3% (P1) yang memiliki rataan tertinggi yaitu 9,98

1,003 log cfu/ml. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kumala (2004) bahwa penambahan madu

pada yogurt berkisar 2,5% sampai 5%. Penambahan madu sebanyak 3 % lebih efisien karena mampu

meningkatkan total BAL tertinggi.

BAB 5. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa karakteristik stirred yogurt rendah

lemak yang disimpan selama tujuh hari pada suhu 6OC, nilai pH tidak dipengaruhi oleh penambahan madu

hingga 7,5%, namun total BAL dipengaruhi oleh penambahan madu hingga 7,5% . Penambahan madu

dengan level 3% menghasilkan yogurt terbaik karena mampu menghasilkan total BAL tertinggi.

BAB 6. DAFTAR PUSTAKA

1. Bava, L., M. Zucali, and M. Brasca. 2009. Efficiency Of Cleaning Procedure Of Milking Equipment And

Bacterial Quality Of Milk. Journal Animal Science 8(2): 387-389.

2. Elida, Mutia. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat Dari Dadih yang Difermentasi Dalam Berbagai Jenis

Bambu dan Potensinya Sebagai Probiotik. Thesis. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

3. Emmawati, A., L. Nuraida, dan D. Syah. 2015. Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat Dari Mandai

Yang Berpotensi Sebagai Probiotik. Agritech. 35(2) : 146-155.

4. Fardiaz, S. 1993. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. Gianti I. dan Evanuarini. 2011. Pengaruh Penambahan Gula Dan Lama Pemyimpanan Terhadap

Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 6(1):28-33.

6. Gurakan G.C. and N. Altay. 2010. Yogurt Microbiology and Biochemistry. In F. Yildiz. Development

and Manufacture of Yoghurt and Other Functional Dairy Product. CRC Press, Taylor and Francis

Group. Boca Raton. New York.

Anda mungkin juga menyukai