Anda di halaman 1dari 12

Gagal Jantung

A. Pengertian Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung

gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun

tekanan pengisian cukup (Paul Wood, 1958). Gagal jantung juga dikatakan

sebagai suatu sindroma dimana fungsi jantung berhubungan dengan

penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan

harapan hidup (Jay Chon, 1988). European Society of Cardiology, 1995 juga

menjelaskan adanya gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi, dan

bukti objektif adanya disfungsi jantung.

B. Etiologi Gagal Jantung

- Hipertensi

- Ischaemic heard disease

- Alcohol

- Hypothyroidsm

- Congenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal defek)

- Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif)

- Infections

- Nutritional

- dll
C. Patogenesis Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf

simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi

sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya

penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme

Universitas Sumatera Utara kompensasi neurohormonal, sistem Renin

Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan

natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung

sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin).

Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada

fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan

terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G,

2000).

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang

merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat

tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan

menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.


Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi

endotel pada gagal jantung (Jackson G, 2000).

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf

pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon

terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia

Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada

ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas

pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap

natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide

meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan

dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi

aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan

natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang

menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan

telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung (Santoso A,

2007). Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada

pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia (Santoso A, 2007).

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan

merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek

vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas

retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat

sesuai dengan derajat gagal jantung.


Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,

dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel

kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi

ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti

infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,

dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel

yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi

sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

D. Diagnosis Gagal Jantung

1. Pemeriksaan Fisik

Gejala dan tanda sesak nafas

Edema paru

Peningkatan JVP

Hepatomegali

Edema tungkai

2. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali

(rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah

kronis.

Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan,

LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak

berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.


Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada

sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan

ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.

Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan

klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik

dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan

penyakit katub jantung dapat disinggirkan.

Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai

fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat

menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus

selalu dilakukan.

Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi

ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari

ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu

dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.

E. Penatalaksanaan Gagal Jantung

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang

sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan,

dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung

terkompensasi dan stabil.

b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan

memperbaiki aliran darah paru.


c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut

jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan

harus dihentikan.

d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative,

dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol

memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan

pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay,

2007). Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan

thiazide (Lee, 2005). Diuretik Loop (bumetamid, furosemid)

meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja

pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat

menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik

ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid,

klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat

reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.

Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat

tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan

kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.

Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan

dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).

b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham

menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida


seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan

inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume

pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang

membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin tidak meneyebabkan

perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung

ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan

denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki

kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang

dapat menyebabkan gejala.

c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding

ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen

moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan

curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau

arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator

arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan

nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan

diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan

hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan

pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah

jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat,

vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR,

2000).

d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta

adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja


inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang

terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta

jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik,

penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan

menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi

inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan

iskemi miokard (Gibbs CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol

dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-

blokers pada dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat

mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan

fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya,

sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).

e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah

dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini

digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk

memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis

koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran

darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-

obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita

(Tjay, 2007).

f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan

jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya

berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini

sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula


diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru

menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan

irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan

amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan

memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada

(Gibbs, 2000).

F. Gagal Jantung Akut

1. Pengertian Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari

gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat

terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi

jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik (Manurung,

2006).

2. Diagnosis Gagal Jantung Akut

Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan

penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto

thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera

diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.

3. Pengobatan Gagal Jantung Akut

Terapi Medikamentosa

a. Morfin dan analog morfin diindikasikan pada stadium awal apabila

pasien gelisah dan sesak nafas (class IIb recommendation, level of

evidens B). morfin boleh diberikan bolus IV 3mg segera sesudah

dipasang intravenous line.


b. Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line

therapy, apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-

tanda kongesti dengan dieresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer

dan mengurangi pre-load.

c. Nitrat mengurangi kongesti paru tanpa memepengaruhi stroke volume

atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokard pada gagal jantung

akut. Akan lebih baik di kombinasikan dengan furosemid dengan dosis

rendah (class I recommendation, lefel of evidence B).

G. Gagal Jantung Kronik

1. Pengertian Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat

kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan

jaringan. Gagal jantung kronis juga didefinisikan sebagai sindroma klinik

yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatiq baik

dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas (Ghani, 2006).

2. Pengobatan Gagal Jantung Kronik

a. Diuretik (diureik loop, thiazide, metolazon) penting untukpengobatan

simtomatik bila ditemukan beb\an cairan berlebihan, kongesti paru dan

edema perifer.

b. Beta bloker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang

dan berat yang stabil baik dalam keadaan iskemi atau kardiomiopati non

iskemi dalam pengobatan standard seperti diuretic atau penyekat enzim

konversi angiotensin.
c. Nitrat sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka

panjang tidak terbukti memperpanjang simtom gagal jantung.

H. Pertolongan Pertama Serangan Jantung

Waktu adalah sesuatu yang sangat penting dalam menangani serangan

jantung. Setiap menit di area jantung kekurangan darah dan oksigen serta

banyaknya jaringan yang rusak atau mati. Nah jika darah dan oksigen jika

darah dan oksigen dapat dihambat sehingga masih bisa mengalir ke jantung

dan disimpan, maka kerusakan bisa dicegah.

Keberhasilan dari pertolongan pertama serangan jantung ini juga bergantung

dari berapa banyaknya daerah yang yang mengalami sumbatan. Semakin

sedikit daerah yang tersumbat,maka kemungkinan sembuhnya lebih besar.

Rata-rata pasien yang mengalami serangan jantung meninggal karena

keterlambatan pertolongan, beratnya serangan jantung yang terjadi dan

masalah kemampuan pasien untuk operasi.

Jika Anda mencurigai seseorang yang mengalami serangan jantung, tindakan

cepat dapat menolong menyelamatkan nyawanya.

Bahkan jika Anda tidak yakin ia terkena serangan jantung, jangan terlalu

lama berfikir, tapi lakukanlah hal-hal sebagai berikut:

Dudukkan atau baringkan pasien.

Berikan aspirin jika ia tidak punya alergi.

Aspirin akan menghambat darah menggumpal dan membantu darah tetap

mengalir ke arteri. Dengan mengunyah aspirin selama serangan jantung

bisa menurunkan resiko kematian hingga 25 persen.


Langsung telepon nomor darurat rumah sakit terdekat, lalu jelaskan gejala

yang dialami secara singkat dan jelas, seperti "Pasien mengalami sakit

dada yang parah dan kesulitan bernafas."

Waktu 1 jam 90 menit sejak terkena serangan jantung sampai perjalanan

ke rumah sakit diharapkan masih bisa memberikan pertolongan ke pasien.

Anda mungkin juga menyukai