Anda di halaman 1dari 12

Lex Crimen Vol. IV/No.

2/April/2015

TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN yang melimpah.3 Selain itu Indonesia sebagai
SERTA PERTANGGUNGJAWABANNYA Negara berkembang, dimana salah satu aspek
DITINJAU DARI HUKUM PIDANA DI kehidupan seperti ekonomi yang kian lama
INDONESIA1 semakin pesat perkembangannya menjadi salah
Oleh : Rusdianto Pratama2 satu faktor maraknya terjadi tindak pidana
lingkungan hidup.
ABSTRAK Dengan semakin meningkatnya pelaksanaan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk pembangunan menyebabkan semakin
mengidentifikasi mengenai pengaturan yuridis meningkat dampaknya terhadap lingkungan
mengenai tindak pidana pencemaran hidup.4 kegiatan pembangunan juga
lingkungan di Indonesia dan untuk secara mengandung resiko terjadinya pencemaran dan
spesifik mengkaji mengenai kerusakan lingkungan.5 Keadaan ini mendorong
pertanggungjawaban atas tindak pidana makin diperlukannya upaya pengendalian
pencemaran lingkungan menurut hukum dampak lingkungan hidup sehingga resiko
pidana di Indonesia. Dengan menggunakan pencemaran terhadap lingkungan hidup dapat
metode penelitian hukum normatif, maka ditekan sekecil mungkin. Upaya pengendalian
dapat disimpulkan, bahwa: 1. Bahwa dampak lingkungan hidup tidak dapat
penerapan hukum mengenai tindak pidana dilepaskan dari tindakan pengawasan agar
pencemaran lingkungan pada umumnya pelaksanaanya menaati peraturan perundang-
terdapat dalam peraturan perundang- undangan.6
undangan yang berkaitan dengan perlindungan Undang-Undang Dasar Negara Republik
dan pengelolaan lingkungan hidup. 2. Dalam hal Indonesia Tahun 1945 (Pasal 28H) menyatakan
pertanggungjawaban pidana tindak pidana bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
pencemaran lingkungan hidup, pihak-pihak merupakan hak asasi dan hak konstitusional
yang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya bagi setiap warga Indonesia.7 Oleh karena itu,
orang perorangan, tetapi juga korporasi seperti lingkungan hidup Indonesia harus dikelola
contohnya suatu badan usaha. Hal ini dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab
dipertegas dalam Pasal 116-118 Undang- negara, asas berkelanjutan, dan asas keadilan.
Undang No. 32 Tahun 2009. Penggunaan sumber daya alam harus selaras,
Kata kunci : Pencemaran Lingkungan, hukum serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
pidana. hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan
PENDAHULUAN harus dijiwai oleh kewajiban melakukan
A. Latar Belakang pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan
Tindak pidana lingkungan merupakan tindak tujuan pembangunan berkelanjutan.8
pidana yang sering terjadi di Indonesia. Salah Pembangunan merupakan upaya sadar dan
satu faktor penyebabnya yaitu keadaan terencana dalam mengelola SDA (Sumber Daya
geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia Alam) untuk meningkatkan kesejahteraan dan
yang terletak pada posisi silang antara dua mutu hidup masyarakat.9
benua dan dua samudera dengan iklim tropis
dan cuaca serta musim yang menghasilkan
3
kondisi alam yang tinggi nilainnya. Di samping Helmi, 2013, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar
itu Indonesia memiliki garis pantai terpanjang Grafika, Jakarta, hlm. 4..
4
kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang Gatot Supramono, 2013, Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.
besar. Indonesia memiliki kekayaan 6.
keanekaragaman hayati dan sumber daya alam 5
Samsul Wahidin, 2014, Dimensi Hukum Perlindungan &
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hlm 104-106.
1 6
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Said Aneke. R, SH, Gatot Supramono, op.cit., hlm. 6.
7
MH; Hendrik Pondaag, SH, MH; Tommy M. R. Lihat Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945.
8
Kumampung, SH, MH Ibid.
2 9
Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, Manado. NIM. Muhammad Akib, Hukum Lingkungan, 2014, Rajagrafindo
110711112 Persada, Jakarta, hlm. 9.

105
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

Setelah ditetapkannya isu global yang Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh
merupakan hasil dari KTT PBB di Stockholm semakin tahunya masyarakat akan arti penting
pada tahun 1972, fungsi hukum untuk dari pengelolaan lingkungan di satu pihak,
menciptakan kepastian dan ketertiban serta sedangkan di pihak lain peraturan dan atau
keadilan di bidang lingkungan mulai penerapan peraturan tersebut kurang atau
mendapatkan prioritas dalam sistem hukum bahkan tidak digunakan sama sekali. Ironisnya,
suatu negara. Pemerintah Indonesia sendiri ini justru terjadi pada saat Indonesia sedang
setelah adanya rekomendasi dari KTT PBB di giat-giatnya berkomitmen pada berbagai
Stockholm, mulai merumuskan ketentuan- perjanjian dan kesepakatan internasional
ketentuan di bidang lngkungan yang diawali tentang lingkungan hidup di tingkat regional
dengan mengadakan seminar-seminar yang dan internasional. Terlebih lagi kenyataan
melibatkan kalangan Universitas. Perbaikan di menunjukkan bahwa selama ini telah banyak
bidang lingkungan sendiri harus dilakukan kebijakan dan program yang dilaksanakan
dengan pendekatan multidisipliner baik dari untuk mengantisipasi dan mengatasi kondisi di
segi ekonomi, hukum, maupun sosial budaya. atas baik oleh pemerintah dan para pemangku
Dalam bentuk kebijakan sebagai bentuk tindak kepentingan lainnya.12
lanjut dari isu global yang ditetapkan, Meningkatnya laju pembangunan yang
pemerintah Indonesia merumuskan ketentuan ditandai dengan meningkatnya kegiatan
dalam suatu bentuk undang-undang yang industri berpotensi besar menimbulkan akibat
mengatur mengenai ketentuan-ketentuan terganggunya lingkungan dan kesehatan
pokok di bidang lingkungan yang dituangkan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Hal ini
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. disebabkan antara lain karena limbah yang
Dalam perkembangannya untuk menjalankan dihasilkan dari kegiatan industri mengandung
fungsi hukum yang komprehensif, Undang- sejumlah unsur kimiawi berbahaya dan beracun
Undang Nomor 4 Tahun 1982 direvisi dan yang mencemari air, merusak tanah dan
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap
23 Tahun 1997 dan terbaru termuat dalam kesehatan makhluk hidup. Atau sekurang-
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 kurangnya mendegradasi kualitas lingkungan
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan hidup, dan semua pihak harus menanggungnya.
Lingkungan Hidup.10 Dalam hal mengatasi masalah pencemaran
Berlakunya UUPPLH-2009 membawa lingkungan perlu penggunaan sanksi pidana
perkembangan baru dari perundang-undangan menjadi primum remidium karena pada saat
lingkungan, karena melalui undang-undang ini penggunaan sanksi pidana diterapkan sebagai
dilakukan penguatan prinsip-prinsip ultimum remidum dalam penyelesaian masalah
perlindungan dan pengelolaan lingkungan pencemaran lingkungan hidup, dipandang tidak
hidup serta instrumen hukumnya sehingga efektif karena beberapa kelemahan. Pada
mempunyai implikasi terhadap sistem hukum umumnya proses perkara perdata memerlukan
lingkungan indonesia.11 waktu yang cukup lama, sedangkan untuk
Meskipun berbagai macam regulasi di penerapan sanksi administrasi dapat
bidang lingkungan telah diundangkan namun mengakibatkan penutupan perusahaan industri
kondisi dan kualitas sumber daya alam dan yang membawa akibat pula kepada para
lingkungan hidup di Indonesia dapat dikatakan pekerja, pengangguran bertambah dan
masih memprihatinkan. Pada beberapa periode menimbulkan bahaya dan kerawanan kejahatan
tahun belakangan ini, kejadian perusakan dan lainnya.13 Maka, sudah seharusnya tindak
pencemaran lingkungan, baik yang diakibatkan pencemaran ligkungan harus disikapi dengan
oleh bencana alam maupun akibat ulah dari tegas melalui sanksi-sanksi pidana bagi pihak-
manusia itu sendiri, semakin memperburuk pihak yang harus bertanggungjawab
potret sumber daya alam dan lingkungan sepenuhnya. Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penulis memandang penting
10
Deni Bram, 2014, Hukum Lingkungan Hidup, Gramata
12
Publishing, Bekasi, hlm 17-19. Deni Bram, op.cit., hlm 18-19.
11 13
Muhammad Akib, op. cit., hlm. 87. Samsul Wahidin., hlm 104-106.

106
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

dilakukannya kajian hukum terhadap tindak a. Undang- Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
pidana pencemaran lingkungan hidup melalui Kehutanan.
skripsi yang berjudul Tindak Pidana b. Undang- Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Pencemaran Lingkungan serta Sumber Daya Air.
Pertanggungjawabannya di Tinjau dari Hukum c. Undang- Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Pidana di Indonesia . Perikanan.
Pengelolaan perikanan bertujuan untuk
B. Rumusan Masalah tercapainya manfaat yang optimal dan
1. Bagaimanakah penerapan hukum terhadap berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian
tindak pidana pencemaran lingkungan di sumber daya ikan. Dalam upaya mencapai
Indonesia ? tujuan tersebut, maka ditetapkan beberapa
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban tindak larangan berikut ini:
pidana pencemaran lingkungan menurut 1) Penangkapan atau budidaya dengan
hukum pidana di Indonesia ? menggunakan bahan kimia, bahan biologis,
bahan peledak, alat/cara/bangunan yang
C. Metode Penelitian dapat merugikan dan/atau membahayakan
Metode penelitian merupakan suatu unsur kelestarian sumber daya ikan dan
yang penting dan mutlak dalam suatu lingkungan [Pasal 8 ayat (1) sampai ayat
penelitian dan perkembangan ilmu (4)].15
pengetahuan, demikian pula dengan penulisan 2) Menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai
skripsi ini digunakan metode kepustakaan yang ukuran, tidak sesuai SOP (Standar
bersifat yuridis normatif. Tujuan dan kegunaan Operasional Posedur), alat penangkapan
studi kepustakaan pada dasarnya adalah yang dilarang digunakan (Pasal 9).16
menunjukkan jalan pemecahan permasalahan 3) Larangan penangkapan atau
penelitian. Apabila peneliti mengetahui apa pembudidayaan ikan yang mengakibatkan
yang telah dilakukan oleh peneliti lain, maka pencemaran/perusakan sumber daya ikan
peneliti akan lebih siap dengan pengetahuan dan lingkungan serta kesehatan manusia,
yang lebih mendalam dan lengkap.14Jenis data termasuk membudidayakan ikan hasil
digunakan dalam penelitian ini adalah data rekayasa genetika yang dapat
sekunder yang dapat dibedakan atas bahan membahayakan sumber daya ikan,
hukum primer, sekunder, tertier. lingkungan sumber daya ikan, dan/atau
kesehatan manusia di wilayah pengelolaan
PEMBAHASAN perikanan [Pasal 12 ayat (1) sampai ayat
A. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana (3)].17
Pencemaran Lingkungan di Indonesia 4) Larangan menggunakan obat-obatan dalam
1. Perundang-Undangan Serta Peraturan- pembudidayaan ikan yang dapat
Peraturan Lain Yang Mengatur Mengenai membahayakan sumber daya ikan,
Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan lingkungan sumber daya ikan, dan/atau
Menurut penulis, peraturan perundang- kesehatan manusia di wilayah pengelolaan
undangan yang erat kaitannya dengan tindak perikanan [Pasal 12 ayat (4)].18
pidana perusakan dan pencemaran lingkungan
(yang dapat dijatuhkan sanksi pidana) tidak
lepas dari ketentuan pidana yang termuat
dalam Bab XV Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Peraturan perundang- 15
Lihat Pasal 8 ayat (1) sampai ayat (4) Undang-Undang
undangan yang berkaitan dengan ketentuan No. 31 Tahun 2004.
16
pidana tersebut yakni: Lihat Pasal 89 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan.
17
Lihat Pasal 12 ayat (1) sampai ayat (3) Undang-Undang
No. 31 Tahun 2004.
14 18
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Lihat Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang No. 31 Tahun
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 112. 2004 Tentang Perikanan.

107
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

5) Larangan merusak plasma nutfah yang a. Peraturan Pemeritah No. 18 Tahun 1999
berkaitan dengan sumber daya ikan [Pasal Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
14 ayat (4)].19 Berbahaya dan Beracun.
6) Larangan memasukkan, mengeluarkan, b. Peraturan Pemeritah No. 85 Tahun 1999
mengadakan, mengedarkan, dan/atau Tentang Perubahan Atas Peraturan
memelihara ikan yang merugikan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang
masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
daya ikan, dan/atau lingkungan sumber daya Beracun.
ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah c. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
pengelolaan perikanan Republik Indonesia tenang Pengendalian Pencemaran Udara.
[Pasal 16 ayat (1)].20 d. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
7) Larangan menggunakan bahan baku, bahan tentang Pengelolaan kualitas Air dan
tambahan makanan, bahan penolong, Pengendalian Pencemaran Air.
dan/atau alat yang membahayakan e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
kesehatan manusia dan/atau lingkungan No. 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
dalam melaksanakan penanganan dan Limbah Radioaktif.
pengolahan ikan [Pasal 23 ayat (1)].21 f. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Dalam Undang-undang ini juga diatur Hidup No. 02 Tahun 2007 Tentang Pedoman
tentang pengawasan perikanan. Pengawasan Teknis dan Persyaratan Kompetensi
perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan, Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada
yang terdiri atas PPNS perikanan dan non-PPNS sistem refrigerasi.
perikanan (Pasal 66).22 Selain itu, juga g. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
diperintahkan untuk dibentuk pengadilan Hidup No. 03 Tahun 2007 Tentang Fasilitas
perikanan yang berwenang memeriksa, Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah
mengadili, dan memutus tindak pidana di Bahan Berbahaya dan Beracun di Pelabuhan.
bidang perikanan.23 h. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
d. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Hidup Nomor 128 Tahun 2003 Tentang
Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara
Minerba). Selain itu, terdapat juga Undang- Biologis.
Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, i. Dan peraturan lainnya seperti Keputusan-
Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 tentang keputusan Kepala Bapedal.
Panas Bumi, Undang-Undang No. 30 Tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan. 2. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Bentuk-
e. Undang- Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Bentuk Tindak Pidana Pencemaran
Penataan Ruang.24 Lingkungan dalam Undang-Undang No. 32
Selain terdapat dalam peraturan Tahun 2009
perundang-undangan diatas, peraturan yang Dalam UU No. 32 Tahun 2009, ketentuan
berkaitan dengan pencemaran lingkungan juga pidana diatur dari Pasal 97 sampai Pasal 120.25
diatur dalam Peraturan antara lain: Dari ketentuan tersebut secara umum rumusan
delik lingkungan dikualifikasikan dalam delik
material dan formal. Rumusan delik material
19 terdapat dalam Pasal 98, 99, dan 112,
Lihat Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang No. 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan. sementara rumusan delik formal terdapat
20
Lihat Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun dalam Pasal 100-111, 113-115.26
2004 Tentang Perikanan. Pasal 98 dan 99 UU No. 32 Tahun 2009
21
Lihat Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun merumuskan delik lingkungan sebagai
2004 Tentang Perikanan.
22
Lihat Pasal 66 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja atau
Tentang Perikanan.
23 25
Ibid. Lihat Pasal 97-120 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.
24 26
Ibid. Ibid.

108
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

karena kelalaiannya yang mengakibatkan masih banyak industri di Semarang yang


dilampauinya baku mutu udara ambien, baku beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kewajiban di Analisis Mengenai Dampak
kerusakan lingkungan hidup. Selain itu, Lingkungan (AMDAL). Selain itu masih
perbuatan tersebut dapat juga mengakibatkan banyak industri yang belum secara rutin
orang luka atau luka berat dan/atau bahaya enam bulan sekali menyampaikan laporan
kesehatan manusia atau matinya orang.27 kepada Badan Pengendalian Dampak
Sementara itu, Pasal 112 merumuskan delik Lingkungan Derah (BAPEDALDA) Semarang.
lingkungan sebagai kesengajaan pejabat Hal ini sebenarnya merupakan kewajiban
berwenang tidak melakukan pengawasan yang pejabat Bapedalda untuk melakukan
berakibat terjadinya pencemaran dan/atau pengawasan terhadap industri baik industri
kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kecil, menengah, maupun industri besar
hilangnya nyawa manusia.28 seperti yang terdapat dalam UU No. 32
Kualifikasi delik formal sebagaimana diatur Tahun 2009.
dalm Pasal 100-111 dan 113-115, menunjuk l. Memberikan informasi palsu, menyesatkan,
pada perbutannya yang dilarang dan diancam menghilangkan informasi, merusak
pidana. Perbuatan yang dilarang dan diancam informasi, atau memberikan keterangan
pidana tersebut berupa: yang tidak benar yang diperlukan dalam
a. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu kaitannya dengan pengawasan dan
emisi, atau baku mutu gangguan (Pasal 100). penegakan hukum yang berkaitan dengan
b. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk perlindungan dan pengelolaan lingkungan
rekayasa genetik ke media lingkungan hidup hidup (Pasal 113).
yang bertentangan dengan peraturan m. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
perundang-undangan atau izin lingkungan yang tidak melaksanakan paksaan
(Pasal 101). pemerintah (Pasal 114).
c. Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin n. Mencegah, menghalang-halangi, atau
(102). menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat
d. Menghasilkan limbah B3 dan tidak pengawas lingkungan hidup dan/atau
melakukan pengelolaan (Pasal 103). pejabat penyidik pegawai negeri sipil (Pasal
e. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan 115).29
ke media lingkungan hidup tanpa izin (Pasal 3. Penerapan Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap
104). Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan
f. Memasukkan limbah atau limbah B3 ke Ketentuan hukum lingkungan dalam UU No.
dalam wilayah Indonesia (Pasal 105 dan 32 Tahun 2009 misalnya, memuat ketentuan
106). atau norma hukum yang berhubungan dengan
g. Memasukkan B3 yang dilarang menurut hak, kewajiban, dan wewenang dalam
peraturan perundang-undangan ke dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
wilayah Indonesia (Pasal 107). hidup. Sanksi pidana merupakan salah satu
h. Melakukan pembakaran lahan (Pasal 108) jenis sanksi yang bertujuan untuk menegakkan
i. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa atau menjamin ditaatinya ketentuan hukum
memiliki azin lingkungan (Pasal 109). pengelolaan lingkungan dalam undang-undang
j. Menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat tersebut. Ketentuan pidana dalam UU No. 32
kompetensi penyusun AMDAL (Pasal 110). Tahun 2009 diatur dari Pasal 97 sampai dengan
k. Pemberian izin lingkungan oleh pejabat Pasal 120.30 Sebagai tindak pidana kejahatan,
tanpa dilengkapi dengan AMDAL atau UKL maka sanksi pidananya meliputi pidana
UPL atau izin usaha tanpa dilengkapi dengan penjara, denda, dan tindakan tata tertib. Sanksi
izin lingkungan (Pasal 111). Seperti kasus pidana penjara dan denda sangat bervariasi
yang terjadi di Kota Semarang, dimana tergantung pada sifat perbuatan dan akibat
yang ditimbulkan. Selain sanksi pidana penjara
27
Lihat Pasal 98 dan 99 Undang-Undang No. 32 Tahun
29
2009. Muhammad akib, op. cit., hlm. 165-167.
28 30
Lihat Pasal 112 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Lihat Pasal 97-120 Undang-Undang No.32 Tahun 2009.

109
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

dan denda, pelaku juga dapat dikenakan sanksi 6. Menghasilkan limbah B3 dan tidak
pidana tata tertib sebagaimana dirumuskan melakukan pengelolaan
Pasal 119 UUPPLH-2009 yaitu:31 7. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh ke media lingkungan hidup tanpa izin
dari tindak pidana; 8. Memasukkan limbah ke dalam wilayah
b. Penutupan seluruh atau sebagian tempat Indonesia
usaha dan/atau kegiatan; 9. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah
c. Perbaikan akibat tindak pidana; Negara Indonesia
d. Kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan 10. Memasukkan B3 yang dilarang menurut
tanpa hak; dan/atau peraturan perundang-undangan ke dalam
e. Penempatan perusahaan di bawah wilayah Indonesia
pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.32 11. Melakukan pembakaran lahan
Berikut beberapa bentuk tindak pidana 12. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa
yang berkaitan dengan perusakan dan memiliki izin lingkungan
pencemaran lingkungan hidup beserta 13. Menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat
ancaman sanksi terhadap tindak pidana kompotensi penyusun Amdal
tersebut: 14. Menerbitkan izin lingkungan tanpa
1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL
dilampauinya baku mutu udara ambien, 15. Tidak melakukan pengawasan terhadap
baku mutu air, baku mutu air laut, atau ketaatan penanggungjawab usaha
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. dan/atau kegiatan terhadap peraturan
2. Kelalaian mengakibatkan dilampauinya baku perundang-undangan dan izin lingkungan
mutu udara ambien, baku mutu air, baku 16. Memberikan informasi palsu,
mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan menyesatkan, menghilangkan informasi,
lingkungan hidup. merusak informasi, atau memberikan
3. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu keterangan yang tidak benar yang
emisi, atau baku mutu gangguan diperlukan dalam kaitannya dengan
4. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk pengawasan dan penegakan hukum yang
rekayasa genetik33 ke media lingkungan berkaitan dengan perlindungan dan
hidup yang bertentangan dengan peraturan pengelolaan lingkungan hidup.
perundang-undangan atau izin lingkungan34 17. Tidak melaksanakan paksaan pemerintah
5. Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa 18. Mencegah, menghalang-halangi, atau
izin35 menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat
pengawas lingkungan hidup dan/atau
31 pejabat penyidik pegawai negeri sipil
Lihat Pasal 119 Undang-Undang No.32 Tahun 2009.
32
Ibid.
33
Makna melepaskan produk rekayasa genetik adalah B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produk Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan di
rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat Indonesia
disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengertian
1. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak
mengedarkan produk rekayasa genetik adalah setiap Pidana Pencemaran Lingkungan di Indonesia
kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka Tanggung jawab pidana terhadap pejabat
penyaluran komoditas produk rekayasa genetik kepada yang berwenang diatur dalam Pasal 111 dan
masyarakat, baik untuk diperdagangkan, maupun tidak. 112 UU No. 32 Tahun 2009. Pasal 111 UU No.
34
Pengertian izin lingkungan adalah izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau 32 Tahun 2009 mengatur tanggung jawab
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka pidana pejabat pemberi izin lingkungan tanpa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL dan
persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau tanggung jawab pidana pejabat pemberi izin
kegiatan.
35
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa
usaha yang menerbitkan izin usaha tanpa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Sedangkan pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, penimbunan.

110
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

dilengkapi izin lingkungan. Sementara Pasal 112 dalam lingkup kerja badan usaha (Pasal 116
UU No. 32 Tahun 2009 mengatur tanggung ayat 2).39
jawab pidana pejabat berwenang yang dengan Untuk mengetahui apakah sistem
sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap pertanggungjawaban pidana dalam undang-
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau undang tersebut berdasarkan asas kesalahan
kegiatan terhadap peraturan perundang- adalah dengan mencermati rumusan delik
undangan dan izin lingkungan yang dalam ketentuan Pasal 98 hingga Pasal 115
mengakibatkan terjadinya pencemaran Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.40
dan/atau kerusakan lingkungan yang Kesimpulannya adalah asas kesalahan menjadi
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.36 pijakan teoritik sistem pertanggungjawaban
Secara eksplisit subyek delik dalam Undang- pidana dalam undang-undang tersebut.
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Alasannya karena tiga hal. Pertama, terdapat
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan empat ketentuan pasal yang secara eksplisit
Hidup tidak hanya orang perorangan tapi juga memasukkan unsur dengan sengaja dan unsur
korporasi. Disebutkan dalam Pasal 1 angka 32 kealpaan dalam rumusan delik, yaitu Pasal 98,
bahwa setiap orang adalah orang Pasal 99, Pasal 112, dan Pasal 115.
perseorangan atau badan usaha, baik yang Konsekuensinya, penuntut umum berkewajiban
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan untuk membuktikan bahwa delik yang
hukum.37 dilakukan terdakwa didasarkan pada
Mengenai sistem pertanggungjawaban kesengajaan atau kealpaan. Kedua, sekalipun
pidana, undang-undang ini mengenal tiga rumusan delik dalam undang-undang tersebut
sistem, yaitu: tidak memasukkan penanda kesalahan berupa
1. Badan usaha melakukan tindak pidana, kesengajaan dan kealpaan dalam rumusan
badan usaha yang bertanggung jawab. delik, tapi makna dari bentuk-bentuk perbuatan
2. Badan usaha yang melakukan tindak yang dilarang tidak mungkin jika tidak dilakukan
pidana, orang yang memberi perintah dengan sengaja. Sebagai contoh, perbuatan
untuk melakukan tindak pidana tersebut memasukkan B3 yang dilarang, melakukan
atau orang yang bertindak sebagai pembakaran lahan, melakukan usaha dan/atau
pemimpin kegiatan dalam tindak pidana kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan,
yang bertanggungjawab. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat
3. Badan usaha yang melakukan tindak kompetensi penyusun Amdal, dan memberikan
pidana, badan usaha dan orang yang informasi palsu, merupakan perbuatan yang
memberi perintah untuk melakukan tindak tidak mungkin dilakukan tanpa sengaja. Karena
pidana tersebut atau orang yang bertindak makna dari perbuatan-perbuatan tersebut
sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak secara implisit mensyaratkan adanya
pidana yang bertanggungjawab (Pasal 116 kesengajaan. Ketiga, tidak ada satu rumusan
ayat 1).38 delik pun dalam undang-undang tersebut yang
Badan usaha atau orang yang memberi mengecualikan sistem pertanggungjawaban
perintah untuk melakukan tindak pidana pidana berdasarkan asas kesalahan.
tersebut atau orang yang bertindak sebagai Konsekuensinya, sistem yang dianut adalah
pemimpin kegiatan dalam tindak pidana hanya sistem pertanggungjawaban pidana
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan sesuai dengan sistem
apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh yang dianut oleh KUHP.41
orang yang berdasarkan hubungan kerja atau Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
berdasarkan hubungan lain yang bertindak Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, subyek deliknya hanya
dibatasi pada orang perorangan, tidak meliputi
36
Ibid.
37 39
Lihat Pasal 1 angka 32 Undang-Undang No. 32 Tahun Lihat Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun
2009. 2009.
38 40
Lihat Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun Ibid.
41
2009. Ibid.

111
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

korporasi. Ada dua alasan yang dikemukakan. air laut yang berada di darat untuk kegiatan
Pertama, tidak ada satu pasal pun dalam usaha setelah memperoleh izin pengusahaan
undang-undang tersebut yang menyebutkan sumber daya air dari pemerintah dan/atau
eksistensi korporasi dalam aktifitas konservasi pemerintah daerah (Pasal 39 ayat 2).46
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Subyek hukum yang dapat melaksanakan
sehingga tidak bisa disimpulkan bahwa kegiatan seperti yang diuraikan pada pasal
korporasi dapat menjadi subyek delik. Kedua, diatas tidak hanya orang perorangan tapi juga
rumusan delik dalam Pasal 40 undang-undang korporasi (badan usaha). Selain itu hal yang
tersebut sama sekali tidak menyebut korporasi menarik adalah pengaturan mengenai sistem
sebagai pelaku/pembuat tindak pidana, pertanggungjawaban pidana korporasi. Pasal 96
sehingga berdasarkan tafsir sistematis hanya ayat (1) menyebutkan bahwa dalam hal tindak
orang perorangan yang bisa dijadikan dan pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud
menjadi subyek delik dalam undang-undang dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh
tersebut.42 badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan
Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 usaha yang bersangkutan.47 Rumusan pasal ini
Tentang Kehutanan pada dasarnya mengakui menunjukkan bahwa hanya badan usaha yang
subyek delik tidak hanya orang perorangan tapi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana
juga korporasi, dengan dua alasan. Pertama, dalam hal tindak pidana sumber daya air
ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 mengatur dilakukan oleh korporasi. Frase pidana
mengenai berbagai jenis izin yang diberikan dikenakan terhadap badan usaha yang
kepada orang perorangan, korporasi, badan bersangkutan mensyaratkan bahwa pembentuk
usaha milik negara atau daerah, dan badan undang-undang memang sengaja membatasi
usaha swasta.43 Kedua, Pasal 50 ayat (2) secara pihak yang bertanggungjawab, sekalipun harus
eksplisit menyebutkan bahwa setiap orang diakui bahwa undang-undang sumber daya air
yang diberikan izin usaha pemanfaatan tidak mengatur kapan korporasi dinyatakan
kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa bertanggungjawab secara pidana atas tindak
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan pidana yang dilakukannya. Mengenai sistem
kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan pertanggungjawaban pidana apakah
kegiatan yang menimbulkan kerusakan berdasarkan asas kesalahan atau tidak, sistem
hutan.44 Terlebih rumusan delik dalam Pasal yang dianut dalam undang-undang sumber
78 ayat (1) mengakui bahwa tindak pidana daya air sama dengan sistem yang dianut dalam
kehutanan tidak hanya bisa dilakukan oleh undang-undang pengelolaan dan perlindungan
orang perorangan tapi juga korporasi.45 lingkungan hidup.
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
Tentang Sumber Daya Air, subyek delik berupa Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
orang perorangan dan korporasi. Pengakuan subyek delik dalam undang-undang tersebut
korporasi selain orang perorangan sebagai tidak hanya orang perorangan tapi juga
subyek delik dapat diketahui dengan korporasi. Dengan memahami tiga kategori
mencermati rumusan delik dalam Pasal 38 ayat pelaku usaha pertambangan, akan dengan
(2) dan Pasal 39 ayat (2) sebagai berikut: mudah disimpulkan bahwa korporasi juga
badan usaha dan perseorangan dapat dapat melakukan tindak pidana pertambangan
melaksanakan pemanfaatan awan dengan mineral dan batu bara, dan oleh karenanya
teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
izin dari pemerintah (Pasal 38 ayat 2). Badan Ada tiga kategori pelaku usaha pertambangan.
usaha dan perseorangan dapat menggunakan Pertama, pelaku usaha pertambangan berupa
badan usaha, korporasi, dan perseorangan.
42
Lihat Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun Kedua, pelaku usaha pertambangan berupa
2009.
43
Lihat Pasal 27 & 28 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999.
44 46
Lihat Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun Lihat Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun
1999. 2004.
45 47
Lihat Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang No. 41 Tahun Lihat Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun
1999. 2004.

112
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

warga penduduk setempat, baik perseorangan pelaku mempunyai sifat jahat. Selain itu
maupun kelompok masyarakat dan koperasi. penyelesaian sengketa di kedua pengadilan
Ketiga, pelaku usaha pertambangan berupa tersebut tidak dapat menghapuskan pidananya.
badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, Tindak pidana yang diatur di dalam UU No.
baik berupa badan usaha milik negara, badan 32 Tahun 2009 bukan delik aduan melainkan
usaha milik daerah, maupun badan usaha delik biasa.53 Dalam undang-undang ini
swasta.48 Berdasarkan ketiga kategori pelaku ketentuan pidana pada dasarnya hanya
usaha tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengatur mengenai sanksi pidana dan tidak
korporasi seperti koperasi, badan usaha milik mengatur hukum acara yang digunakan dalam
negara, badan usaha milik daerah, dan badan proses peradilan. Oleh karena itu, dalam proses
usaha swasta merupakan subyek delik dalam peradilan pidana untuk menentukan
undang-undang pertambangan mineral dan ketentuan-ketentuan pidana di bidang
batubara.49 lingkungan54 tata cara penindakannya tunduk
Dalam kaitannya dengan pihak yang pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
bertanggungjawab secara pidana atas tindak tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).55 Secara
pidana pertambangan mineral dan batu bara umum proses penegakan hukum pidana
yang dilakukan oleh korporasi, Pasal 163 ayat (termasuk di bidang lingkungan hidup)
(1) menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana berdasarkan KUHAP meliputi tiga tahapan,
sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan yaitu :
oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara 1. Tahap Penyidikan
dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang Penyidikan kasus pidana lingkungan pada
dapat dijatuhkan terhadap badan hukum dasarnya sama dengan tindak pidana lainnya,
tersebut berupa pidana denda dengan karena bukan merupakan tindak pidana khusus,
pemberatan ditambah 1/3 kali dari ketentuan seperti: korupsi, tindak pidana ekonomi, dan
maksimum pidana denda yang dijatuhkan.50 ini lain-lain. Hal yang bersifat khas, bahwa dalam
artinya, ada dua pihak yang bertanggungjawab kasus lingkungan ada pelibatan para ahli di
yaitu, pengurus dan korporasi.51 Selain itu, bidang lingkungan sebagaimana dimungkinkan
undang-undang tersebut juga menganut sistem dalam Pasal 120 KUHAP.56 Oleh karena itu,
pertanggungjawaban pidana berdasarkan asas secara ringkas proses penyidikan kasus pidana
kesalahan, karena tidak ada pengaturan dan lingkungan meliputi tahapan-tahapan berikut
penyebutan secara jelas penyimpangan dari ini:
asas tersebut. Konsekuensinya, penuntut 1) Tahap penyelidikan, yang berupa kegiatan
umum wajib membuktikan kesalahan pengumpulan bukti-bukti permulaan untuk
terdakwa.52 membuat terangnya perkara dan digunakan
2. Penyelesaian Sengketa Tindak Pidana sebagai dasar pemeriksaan TKP.
Pencemaran Lingkungan Di Indonesia 2) Tahap penindakan, yang meliputi
Berdasarkan Ketentuan-ketentuan Hukum pemanggilan semua orang/pejabat yang
Pidana diperlukan, penangkapan dan penahanan
Pada peristiwa lingkungan hidup baik yang (jika diperlukan), penggeledahan dan
berupa pencemaran maupun perusakan, penyitaan barang bukti, penyegelan tempat
meskipun sengketanya telah dapat diselesaikan bangunan dan alat-alat tertentu yang
melalui pengadilan TUN dan pengadilan berkaitan dengan pencemaran dan/atau
perdata, tetapi tidak menutup kemungkinan perusakan lingkungan.
masih dapat diselesaikan melalui pengadilan 3) Tahap pemeriksaan, yang meliputi
pidana, sepanjang perbuatan yang dilakukan pemerikasaan tersangka, saksi-saksi, dan

48
Ibid.
49 53
Ibid. Gatot Supramono, op. cit., hlm. 124.
50 54
Lihat Pasal 163 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun Muhammad Akib, op. cit., hlm. 216.
55
2004. Muhammad Erwin, op. cit., hlm. 117.
51 56
Mahrus Ali & Ayu Izza Elvany, op. cit., hlm. 77. Lihat Pasal 120 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
52
Ibid. Pidana (KUHAP).

113
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

keterangan ahli, termasuk pemeriksaan berkas hasil penyidikan secara langsung kepada
laboratorium. penuntut umum.61 Hal ini memiliki
4) Tahap penyelesaian dan penyerahan pengecualian dalam UUPPLH, dimana dalam
perkara kepada penuntut umum.57 Pasal 94 ayat (6) menyatakan hasil penyidikan
Untuk penyidik tindak pidana di bidang yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai
lingkungan hidup, Pasal 94 ayat (1) UUPPLH negeri sipil disampaikan kepada penuntut
menyebutkan, selain penyidik pejabat Polisi umum.62 Dengan demikian PPNS lingkungan
Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai hidup dapat dan berwenang untuk
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi menyerahkan berkas hasil penyidikan secara
pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung langsung kepada penuntut umum tanpa melalui
jawabnya di bidang perlindungan dan penyidik Polri lagi.63 Berakhirnya proses
pengelolaan lingkungan hidup juga diberi penyidikan ditandai dengan selesainya
wewenang sebagai penyidik.58 Hal ini selaras penyidikan dan diserahkannya berkas serta
dengan ketentuan KUHAP.59 Hal yang tanggung jawab perkara kepada penuntut
membedakan antara kedua penyidik ini ialah umum atau dihentikannya penyidikan karena
mengenai kewenangannya dalam tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa
melaksanakan tugas. Hubungan antara penyidik tersebut ternyata bukan merupakan tindak
Polri dengan penyidik PNS diatur dalam Pasal 7 pidana, atau penyidikan dihentikan demi
ayat (2) KUHAP, bahwa penyidik PNS di dalam hukum (Pasal 109 ayat (2) KUHAP).64
melaksanakan tugasnya berada di bawah 2. Tahap Penuntutan Perkara
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.60 Setelah berkas diserahkan oleh penyidik
Pengaturan tersebut demi untuk kelancaran kepada penuntut umum, maka tahap
tugas di lapangan antar kedua penyidik selanjutnya dilakukan pra penuntutan dan
tersebut dan untuk mencegah terjadinya penuntutan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum).65
overlapping dalam menyidik suatu perkara Untuk penuntutan perkara lingkungan hidup
pidana dan agar tidak terjadi adanya rebutan tidak dikenal adanya penuntut umum yang
perkara. khusus menangani perkara tersebut. Dalam
Sejalan dengan hal itu, untuk penyidikan UUPPLH memang tidak mengatur bahwa
tindak pidana di bidang lingkungan hidup, di penuntutan perkara lingkungan harus ditangani
dalam UUPPLH telah mengatur secara khusus oleh penuntut umum khusus seperti pada
apa yang harus dilakukan penyidik PNSLH ketika perkara pidana dengan terdakwa anak di
melakukan penyidikan. Meskipun memiliki bawah umur, perkara pidana perikanan, dan
kewenangan penahanan, namun sebelum perkara pidana korupsi.66 Meskipun demikian di
melakukan penahanan terhadap seseorang dalam penuntutan perkara lingkungan hidup
tersangka penyidik PNSLH berkoordinasi sebaiknya diserahkan kepada seorang penuntut
terlebih dahulu dengan penyidik Polri. Setiap umum yang memahami dan menguasai hukum
tindakan penyidikan dibuat berita acara sesuai lingkungan, agar perkara dapat diproses
dengan Pasal 75 KUHAP dan setiap berita acara dengan lancar sesuai dengan bidang hukumnya
yang dibuat ditandatangani oleh penyidik dan memperoleh hasil penuntutan yang terbaik
PNSLH dan ditandatangani pula oleh semua untuk dibawa ke sidang pengadilan.67
pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut Secara umum tahap penuntutan perkara
seperti tersita dan saksi. pidana di bidang lingkungan hidup yaitu :
Setelah melakukan proses penyidikan guna 1) Tahap pra penuntutan, yang meliputi :
mengumpulkan alat bukti, penyidik
menyerahkan berkas hasil penyidikan kepada
penuntut umum. Berdasarkan sistem KUHAP, 61
Ibid.
62
penyidik PNS tidak berwenang menyerahkan Lihat Pasal 94 ayat (6) Undang-Undang No. 32 Tahun
2009.
63
Ibid.
57 64
Muhammad Akib, op. cit., hlm.217. Muhammad Akib, op. cit., hlm. 224.
58 65
Gatot Supramono, op.cit., hlm 125. Ibid.
59 66
Muhammad Akib, op. cit., hlm. 221. Ibid.
60 67
Gatot Supramono, lok.cit., hlm. 128. Gatot Supramono, op.cit., hlm. 132.

114
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

a) Penelitian kelengkapan berkas hasil tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,


penyidikan; pledoi dari terdakwa, replik Jaksa Penuntut
b) Bila hasil penelitian ternyata belum Umum, dan terakhir penyampaian duplik
lengkap, berkas dikembalikan kepada dari terdakwa/penasehat hukum.
penyidik dengan memberikan petunjuk 2) Setelah proses pemeriksaan selesai maka
untuk menyempurnakan hasil penyidikan hakim menjatuhkan putusan, yang dapat
; berupa putusan bebas (Pasal 190 ayat (1)
c) Menerima kembali penyerahan berkas KUHAP)72, lepas dari segala tuntutan
tahap kedua dari penyidik untuk hukum (Pasal 190 ayat (2) KUHAP)73,
dilengkapi, termasuk tersangka dan dijatuhi pidana (Pasal 193 ayat (1)
barang bukti serta penyerahan tanggung KUHAP).74
jawab ; 3) Terhadap putusan yang dijatuhi hukuman
d) Melakukan pemeriksaan tambahan (jika pidana dapat dilakukan upaya hukum biasa
perlu) terhadap saksi-saksi, saksi ahli, dan berupa kasasi (Pasal 244 KUHAP),75 dan
barang bukti, termasuk gelar perkara terhadap putusan pengadilan yang telah
atau expose. mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
2) Tahap penuntutan, yang meliputi : diajukan upaya hukum luar biasa berupa
a) Dalam hal penuntut umum kasasi demi kepentingan hukum (Pasal 259
berpendapat bahwa hasil penyidikan ayat (1) KUHAP),76 serta peninjauan
sudah lengkap (dapat dilakukan kembali (kecuali putusan bebas atau lepas
penuntutan), maka dalam waktu dari segala tuntutan hukum, berdasarkan
secepatnya membuat surat dakwaan Pasal 263 ayat (1) KUHAP).77
(Pasal 140 KUHAP)68 ;
b) Pelimpahan perkara oleh Jaksa PENUTUP
Penuntut Umum ke pengadilan A. KESIMPULAN
negeri.69 1. Bahwa penerapan hukum mengenai tindak
pidana pencemaran lingkungan pada
3. Pemeriksaan di pengadilan, Putusan hakim, umumnya terdapat dalam peraturan
dan Upaya hukum perundang-undangan yang berkaitan
Akhir penuntutan perkara ditandai dengan dengan perlindungan dan pengelolaan
pelimpahan perkara ke pengadilan.70 Setelah lingkungan hidup. Secara spesifik ketentuan
perkara dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut pidana mengenai pencemaran lingkungan
Umum ke pengadilan, maka tahap berikutnya hidup terdapat dalam bab XV mengenai
adalah pemeriksaan di sidang pengadilan dan ketentuan pidana UU No. 32 Tahun 2009.
putusan hakim.71 Secara umum pemeriksaan Mengenai sanksi pidana tindak pidana
perkara lingkungan di pengadilan meliputi pencemaran lingkungan hidup terdapat
tahap-tahap berikut : dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UU
1) Pemeriksaan di sidang pengadilan, yang No. 32 Tahun 2009. Dengan diaturnya
meliputi pembacaan surat dakwaan, ketentuan mengenai pidana dalam undang-
eksepsi terdakwa atau penasehat undang tersebut maka dapat dipastikan jika
hukumnya, pemeriksaan alat-alat bukti: perbuatan subyek hukum baik orang
keterangan saksi, keterangan ahli, surat-
surat (seperti hasil pemeriksaan 72
laboratorium, dokumen perizinan), Lihat Pasal 190 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
petunjuk (seperti foto-foto), dan 73
Lihat Pasal 190 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
keterangan terdakwa; pengajuan surat Acara Pidana (KUHAP).
74
Lihat Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
68 75
Lihat Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Lihat Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Pidana (KUHAP).
69 76
Muhammad Akib, op.cit., hlm. 218. Lihat Pasal 259 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
70
Gatot Supramono, op. cit., hlm. 137. Acara Pidana (KUHAP).
71 77
Muhammad Akib, op. cit., hlm. 219. Ibid.

115
Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015

perorangan maupun badan usaha DAFTAR PUSTAKA


merupakan suatu tindak pidana. Dengan Akib Muhammad, Hukum Lingkungan, Jakarta,
diklasifikasikannya perbuatan pencemaran Rajagrafindo Persada, 2014
lingkungan kedalam tindak pidana Ali Mahrus & Elvany Ayu, Hukum Pidana
(kejahatan) maka pihak penegak hukum Lingkungan, Yogyakarta, UII Press, 2014.
wajib memberikan sanksi terhadap pihak- Bram Deni, Hukum Lingkungan Hidup, Bekasi,
pihak yang bertanggung jawab atas tindak Sinar Gramata Publishing, 2014.
pidana yang menyebabkan pencemaran Erwin Muhamad, Hukum Lingkungan, Bandung,
lingkungan. Refika Aditama, 2011.
2. Dalam hal pertanggungjawaban pidana Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup,
tindak pidana pencemaran lingkungan Jakarta, Sinar Grafika. 2013.
hidup, pihak-pihak yang dapat IKAPI, Hukum Lingkungan, Bandung. PT. Citra
dipertanggungjawabkan tidak hanya orang Aditya Bakti. 2014.
perorangan, tetapi juga korporasi seperti Kristian, Hukum Pidana Korporasi, Bandung. CV
contohnya suatu badan usaha. Hal ini Nuansa Aulia, 2014.
dipertegas dalam Pasal 116-118 Undang- Nawawi Barda, Masalah Penegakan Hukum dan
Undang No. 32 Tahun 2009. Apabila yang Kebijakan Hukum Pidana dalam
bertanggung jawab dalam tindak pidana Penanggulangan Kejahatan, Jakarta.
adalah pengurus atau pemberi perintah Kencana Prenada Media Group, 2008.
dalam kegiatan korporasi tersebut, maka Supramono Gatot, Penyelesaian Sengketa
pengurus atau pemberi perintah yang dalam Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta, PT.
hal ini adalah orang perorangan dapat Rineka Cipta, 2013.
dijatuhi dengan pidana penjara dan denda Wahidin Samsul, Dimensi Hukum Perlindungan
sebagai bentuk pertanggungjawaban & Pengelolaan Lingkungan Hidup,
hukum. Dan bagi badan usaha dapat Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2014.
dikenakan pidana tambahan berupa Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian
perampasan keuntungan yang diperoleh Hukum, Jakarta. Rajawali Pers, 2013.
dari tindak pidana, penutupan seluruh atau Instrumen Hukum
sebagian tempat usaha, perbaikan akibat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tindak pidana, kewajiban mengerjakan apa Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
yang dilalaikan tanpa hak, dan penempatan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
perusahaan di bawah pengampuan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Himpunan Peraturan Tentang AMDAL, Bahan
B. SARAN Pencemaran Organik yang Persisten, dan
Bagi pemerintah diharapkan agar lebih tegas Izin Lingkungan.
dan bijaksana dalam menjalankan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
perundang-undangan dalam hal pengawasan tentang Pengelolaan Limbah Bahan
perizinan bagi korporasi (badan usaha) dan Berbahaya dan Beracun
dapat mengawasi segala kegiatan badan usaha Sumber-Sumber lain
agar tidak terjadinya tindak pidana pencemaran Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
lingkungan. Bagi penegak hukum agar lebih
tegas lagi dalam memberikan sanksi pidana
terhadap korporasi (badan usaha) agar
terjapainya asas kemanfaatan berupa efek jera
bagi pelaku tindak pidana pencemaran
lingkungan hidup. Dan tegas dalam menuntut
pertanggungjawaban terhadap korporasi demi
terlaksananya perbaikan terhadap dampak dari
tindak pidana pencemran lingkungan hidup.
.

116

Anda mungkin juga menyukai