1. Definisi
2. Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena
tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka
setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa
dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut.Dari keduabelas pasang costa
yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan
karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami
fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit,
sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur
oleh karena sangat mobile.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
a. Disebabkan trauma
Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costa antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki,
jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka
tusuk dan luka tembak
1
adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus
neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula
3. Klasifikasi
a. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
Fraktur simple
Fraktur multiple
b. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
o Fraktur segmental
o Fraktur simple
o Fraktur comminutif
c. Menurut letak fraktur dibedakan :
o Superior (costa 1-3 )
o Median (costa 4-9)
o Inferior (costa 10-12 ).
d. Menurut posisi :
o Anterial
o Lateral
o Posterior.
e. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
o Akibat dari tenaga yang besar
o Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru,
pembuluh darah besar
o Mortalitas sampai 35%.
f. Fraktur Costae tengah (4-9) :
o Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa
komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
o MRS jika pada observasi
o Penderita dispneu
o Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
o Penderita berusia tua
2
Memiliki preexisting lung function yang buruk.
g. Fraktur Costae bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
4. Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya
akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa
pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa
pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi
apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa
tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan
belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana
pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya
atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai
a.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
5. Manifestasi Klinis
a. Sesak napas
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke
rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan
jaringan pada rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan
hemothoraks yang akan menyebabkan gangguan ventilasi sehingga
menyebabkan terjadinya sesak napas.
3
jaringan pada rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga
menyebabkan terjadinya nyeri tekan pada dinding dada.
d. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan
Rasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa
diakibatkan karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada.
e. Adanya gerakan paradoksal
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu
diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,
mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis
fraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus
dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk
identifikasi fraktur iga.
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
7. Penatalaksanaan
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal.
Berdasarkan tahapan penatalksanaan:
a. Primary survey
4
o Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
o Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
o Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
o Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
o Bersihkan airway dari benda asing.
5
Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah
Management:
o Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
o Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-
match serta Analisis Gas Darah (BGA).
o Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat
o Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os
terhadap pemberian cairan awal.
o Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
d. Disability
o Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
o Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
o Buka pakaian penderita
o Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Secondary survey
o Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
6
o Pemeriksaan fisik
Kepala dan maksilofasial
Vertebra servikal dan leher
Thorax
Abdomen
Perineum
Musculoskeletal
Neurologis
Reevaluasi penderita
Rujuk
o Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
o Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan
yang dituju.
6. Penatalaksanaan umum untuk fraktur
Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau
mengembalikan fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk
kembali seperti letak asalnya. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah
dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih
untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna
yang digunakan dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah
dengan operatif untuk menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna yang
digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada
flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti
hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan
fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga dianjurkan untuk tidak
melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat berpartisipasi
membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak
7
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme
bernapas.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta
stabilisasi fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi
secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga tahap pemulihan
fungsi organ terjadi.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
8
b. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
c. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
9
mengurangi rasa nyeri.
7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi.
Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
Evaluasi keluhan nyeri (skala, perifer.
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital) Menilai perkembangan
masalah klien.
10
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam
batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
11
stridor, penggunaan otot aksesori mungkin menunjukkan terjadinya
pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis emboli paru tahap awal.
sentral.
12
5. Ubah posisi secara periodik klien dalam perawatan diri sesuai
sesuai keadaan klien. kondisi keterbatasan klien.
Menurunkan insiden
komplikasi kulit dan pernapasan
6. Dorong/pertahankan asupan (dekubitus, atelektasis,
cairan 2000-3000 ml/hari. penumonia)
Mempertahankan hidrasi
7. Berikan diet TKTP. adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi.
Menilai perkembangan
masalah klien.
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
13
1. Pertahankan tempat tidur Menurunkan risiko
yang nyaman dan aman (kering, bersih, kerusakan/abrasi kulit yang lebih
alat tenun kencang, bantalan bawah siku, luas.
tumit).
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
14
1. Lakukan perawatan pen Mencegah infeksi
steril dan perawatan luka sesuai sekunderdan mempercepat
protokol penyembuhan luka.
3. Kolaborasi pemberian
antibiotika dan toksoid tetanus sesuai Antibiotika spektrum
indikasi. luas atau spesifik dapat
digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi
infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
4. Analisa hasil
pemeriksaan laboratorium (Hitung Leukositosis biasanya
darah lengkap, LED, Kultur dan terjadi pada proses infeksi,
sensitivitas luka/serum/tulang) anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
5. Observasi tanda-tanda penyebab infeksi.
vital dan tanda-tanda peradangan
lokal pada luka. Mengevaluasi
perkembangan masalah klien.
15
1. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses
program pembelajaran. pemeblajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan mental klien
untuk mengikuti program
pembelajaran.
2. Diskusikan metode mobilitas
dan ambulasi sesuai program terapi fisik. Meningkatkan partisipasi
dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan
3. Ajarkan tanda/gejala klinis program terapi fisik.
yang memerluka evaluasi medik (nyeri
berat, demam, perubahan sensasi kulit Meningkatkan kewaspadaan
distal cedera) klien untuk mengenali tanda/gejala
dini yang memerulukan intervensi
4. Persiapkan klien untuk lebih lanjut.
mengikuti terapi pembedahan bila
diperlukan.
Upaya pembedahan
mungkin diperlukan untuk
mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien.
16
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR COSTAE
17
Penugasan ini disusun untuk memenuhi tugas individu profesi keperawatan
Oleh:
18
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel sel syaraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila
kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala
permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah
50 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari
cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.
Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia,
fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.
19
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
20
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut dapat terjadi dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
c. Perdarahan intra serebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Komplikasi pernapasan
4). Hemiplegi kontra lateral
5). Dilatasi pupil
6). Perubahan tanda tanda vital
d. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Hemiparese
4). Dilatasi pupil ipsilateral
5). Kaku kuduk.
21
3. Hubungan cedera kepala terhadap munculnya masalah keperawatan
Resiko trauma
22
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
b. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan,
hubungan klien dengan penanggungjawab.
c. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah
simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan
sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistem lainnya, demikian pula riwayat
penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas / istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam
berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
3) Integritas ego
S : Perubahan tingkah laku / kepribadian
O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
4) Eliminasi
O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.
5) Makanan / cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
23
6) Neuro sensori :
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /
pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan
kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan
penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur
(dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
8) Repirasi
O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor ,
ronchi dan wheezing.
9) Keamanan
S : Trauma / injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
e. Pemeriksaan penunjang
1) CT- Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
2) MRI
Digunakan sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3) Cerebral Angiography
24
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5) X Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis (
perdarahan / edema ), fragmen tulang.
6) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7) PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
8) CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9) ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi )
jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
f. Penatalaksanaan
Konservatif :
- Bedres total
- Pemberian obat obatan
- Observasi tanda yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).
25
Prioritas Masalah :
1). Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2). Mencegah komplikasi
3). Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.
4). Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5). Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana,
pengobatan dan rehabilitasi.
Tujuan :
1). Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap
2). Komplikasi tidak terjadi
3). Kebutuhan sehari hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain
4). Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5). Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh
keluarga sebagai sumber informasi.
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan
pusat pernapasan di medulla oblongata.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah
baring.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau
26
kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak
dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian
terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan
tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial.
Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat
menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari
gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan
parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan
merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek
dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes
insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
27
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada
vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis
dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam
abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan
reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten
jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells,
dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
28
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP
tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
29