Anda di halaman 1dari 21

METODE PENELITIAN

KRITIS
Meneliti dunia untuk
merubahnya

Diterjemahkan oleh : Ahmad Mahmudi


Dari buku asli : A METHOD FOR CRITICAL RESEARCH

Ditulis oleh : Donald E. Comstock


Departement Of Sociology

Washington State University, 1980


No. 72 Circulate as part of the Transforming Sociology Series by
the Red Feather Institute for Advenced Studies in Sociology

i
" ......perhatikan sungguh-sungguh ide-ide yang datang dari rakyat,
yang masih terpenggal dan belum sistematis,
dan coba perhatikan lagi Ide-ide tersebut,
pelajari bersama rakyat sehingga menjadi ide-ide yang lebih sistematis,
kemudian menyatulah dengan rakyat,
ajak dan jelaskan ide-ide yang datang dari mereka itu,
sehingga rakyat benar-benar paham bahwa ide-ide itu adalah milik mereka,
terjemahkan ide-ide tersebut menjadi aksi,
dan uji kebenaran ide-ide tadi melalui aksi.
Kemudian sekali lagi perhatikan ide-ide yang datang dari rakyat,
dan sekali lagi menyatulah dengan mereka,
........ begitu seterusnya di ulang-ulang secara ajeg,
agar ide-ide tersebut menjadi lebih benar, lebih penting dan lebih bernilai sepanjang masa.
Demikian itu adalah teori pengetahuan rakyat.

MT

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK

I. KEBUTUHAN AKAN SEBUAH METODE RISET KRITIS

II. BEBERAPA PERBEDAAN ANTARA ILMU SOSIAL KRITIK DAN ILMU


SOSIAL POSITIF
1. Pandangan terhadap hakekat manusia dan masyarakat
2. Penciptaan Ilmu Pengetahuan Sosial
3. Bentuk Ilmu Pengetahuan Ilmiah
4. Peran Ilmu Sosial
III. METODE RISET KRITIS
1. Identifikasi gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok sosial yang
progressive.
2. Membangun hubungan intersubyektif untuk memahami pengertian-
pengertian, nilai-nilai dan motif-motif yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan kelompok.
3. Studi terhadap sejarah perkembangan kondisi-kondisi sosial dan struktur-
struktur sosial masa kini yang menghambat aksi sosial.
4. Membangun model hubungan antara kondisi sosial, interpretasi,
intersubyektif terhadap kondisi kondisi tersebut dan menjadi partisipan aksi
5. Mengurai kontradiksi fundamental yang sedang berkembang sebagai hasil
dari rangkaian aksi yang dilakukan berdasarkan pemahaman ideologi beku.
6. Partisipasi dalam program pendidikan bersama masyarakat dan membantu
mereka untuk melihat cara-cara baru agar dapat memahami situasi mereka.
7. Partisipasi dalam program aksi yang bertujuan merubah kondisi sosial.

IV. KESIMPULAN

iii
ABSTRAK

Argumentasi utama dalam peper ini adalah bahwa pengembangan ilmu


sosial kritis memerlukan sebuah metode penelitian kritis yang menolak metode
ilmu-ilmu sosial positif yang berkembang selama ini. Ilmu sosial kritik didasarkan
atas prinsip bahwa semua manusia, baik yang laki-laki maupun perempuan,
secara potensial dapat menjadi agen aktif dalam pembangunan dunia sosial dan
personal mereka sendiri. Karena itu metode yang sesuai dengan prinsip
kemanusiaan selalu didasarkan pada sebuah bentuk dialog antar subyek, bukan
subyek dengan obyek. Dalam metode riset kritis yang di kaji dalam paper ini,
peniliti memulai dari masalah-masalah praktis yang berkembang dalam
masyarakat yang didominasi oleh ideologi-ideologi tertentu dan dihadapkan pada
kondisi sosial yang menindas. Peneliti kritis berusaha menjelaskan pengamatan
dan melakukan analisis dialektik atas ideologi-ideologi dan kondisi-kondisi sosial
bersama rakyat dengan tujuan memperkuat posisi kelompok-kelompok yang ada
dalam masyarakat agar mereka terbebas dari berbagai macam bentuk penindasan.
Penelitian kritis jelas harus mendidik rakyat untuk melakukan aksi politik
tanpa mengasingkan mereka dari realitas dunia mereka sendiri. Riset kritis
adalah metode praktis yang menggabungkan analisis dengan aksi.

Pada dekade terakhir ini telah terbit sejumlah buku dan artikel yang datang
dari para sosiolog Amerika dengan teori-teori kritik yang mereka kembangkan
lewat Frankfurt Institute for Social Research. Meskipun demikian, karena
kelompok "Frankfurt" masih besar perhatiannya pada riset empiris, ditambah lagi
karena sejak 1930-an mereka terisolasi dari praktek politik (Jay, 1973, Anderson,
1976), maka hanya sedikit perhatian diberikan untuk mengembangkan sebuah
ilmu sosial kritik. Dalam paper ini saya lebih memusatkan perhatian pada sebuah
metode riset kritik dengan harapan dapat merangsang dilakukannya kegiatan-
kegiatan riset yang sesuai untuk kepentingan sosial praktis. Dengan diskusi
singkat ini, saya akan berusaha menunjukkan sejumlah perbedaan antara ilmu-
ilmu sosial positif dengan ilmu sosial kritis, disamping ada hubungannya dengan
metode riset kritis. Dalam hal ini metode tidak boleh disamakan dengan teknik-
teknik riset tertentu yang didalamnya meliputi pengumpulan dan analisisis data.
Saya menggunakan definisi-definisi itu untuk menunjukkan prosedur umum
kalau kita mempelajari kehidupan masyarakat terutama menilik masalah-masalah
penelitian, membangun dan mengevaluasi teori, dan mendesiminasikan temuan-
temuan penelitian.

iv
I. KEBUTUHAN AKAN SEBUAH METODE RISET KRITIS

Argumentasi utama paper ini adalah bahwa pengembangan teori-teori


kritis membutuhkan sebuah metode riset kritis. Kita tidak dapat menggunakan
logika penelitian yang dikembangkan oleh ilmu-ilmu sosial positif guna
mengembangkan ilmu sosial kritis. Lagi pula sebagian besar teori kritis dan
analisa Neo-Marxis pada umumnya semakin jauh dari rakyat dan analisis kelas,
dan karena itu sedikit sekali perhatiannya terhadap perubahan progresif. Teori
kritis demikian tidak dapat memisahkan kajian teori dan praktek politik.
Karena itu (Anderson, 1976) menyatakan mengapa ilmu sosial dan analisis radikal
dipelajari pada semua Universitas.

Fungsi ilmu sosial kritis adalah meningkatkan kesadaran para pelaku


perubahan dari realitas yang diputar balikkan oleh kalangan tertentu dan
disembunyikan dari pemahaman sehari-hari. Fungsi ilmu sosial kritis yang
demikian didasarkan pada prinsip bahwa semua manusia, baik laki-laki atau
perempuan secara potensial adalah agen aktif dalam pembangunan dunia sosial
dan kehidupan personal. Rakyat adalah subyek dalam menciptakan proses sejarah,
bukan obyek. Teori kritis secara sadar berkeinginan untuk membebaskan manusia
dari konsep-konsep yang secara ideologis beku dari kenyataan dan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dilakukan. Jelas bahwa metode riset yang diperlukan
untuk merubah pemahaman terhadap dunia manusia tidak dapat di adopsi dari
ilmu-ilmu sosial positif dan ilmu-ilmu alam. Metode ilmu sosial positif melihat
bahwa masyarakat adalah informasi netral untuk observasi sistematis. Sehingga
tidak bisa dipungkiri bahwa dalam ilmu sosial positif kemudian terjadi monopoli
pengetahuan. Metode-metode ini menjadikan manusia sebagai obyek yang
diperlakukan sebagai data mentah yang kebenarannya dapat di rekayasa oleh
penelitinya. Metode riset ilmu sosial positif sengaja mengeluarkan proses-proses
sejarah dengan menjadikan gejala sebagai gejala alam dan melihat masyarakat
berada diluar pemahaman peneliti. Sebagai kosekuensinya adalah memperkuat
keterasingan pelaku penelitian sosial dari lembaga-lembaga sosial, politik dan
ekonomi mereka sendiri.

Metode penelitian kritis justru menempatkan manusia sebagai sekumpulan


subyek yang aktif dalam membentuk dunia mereka sendiri yang didasarkan pada
dialog antar subyek (peneliti dengan pelaku), bukan sekedar observasi dan
eksperimen yang menipu rakyat. Ilmu-ilmu sosial kritis karena itu harus secara
langsung menjadikan rakyat mengerti dunia mereka sendiri dan mampu
melakukan aksi-aksi revolusioner dengan cara melibatkan mereka dalam proses
penelitian. Dengan begini ilmu alam menjadi sebuah metode untuk aksi
penyadaran, bukan ideologi dominasi teknokrat terhadap rakyat yang dianggap
pasif.

1
II. BEBERAPA PERBEDAAN ANTARA
ILMU SOSIAL KRITIK DAN ILMU SOSIAL POSITIF

Akar pemikiran ilmiah terletak pada kepercayaan bahwa pengembangan ilmu


pengetahuan adalah alat yang paling efektif untuk membebaskan manusia. Akan
tetapi apa yang telah terjadi dalam ilmu sosial positif adalah sekedar penjelasan
pengetahuan dari dasar-dasar metodologi dan epistemologinya. Ilmu yang
seharusnya hanya ditujukan untuk pembebasan manusia telah diganti dengan
nama ganda, yakni untuk membebaskan atau menindas sama saja. Ilmu-ilmu
sosial kontemporer, dengan demikian tidak lebih dari dominasi metodologi dan
epistemologi ilmu-ilmu alam yang melihat bahwa subyek perlu dipisahkan
dengan obyek, peneliti dengan yang diteliti.

Teori kritis berlawanan sama sekali dengan anggapan-anggapan seperti


diatas. Teori-teori kritis secara tegas menolak pandangan bahwa manusia dan
masyarakat dapat dipahami melalui anggapan dasar (otonosi) dan metode ilmu
alam yang dilihat bahwa sebagai manusia tidak kreatif dalam berfikir dan
bertindak. Untuk membandingkan antara ilmu sosial positif dan ilmu sosial kritis,
paling tidak terdapat empat pokok perbedaan:
1. Perbedaan dalam melihat hakekat manusia dan masyarakat.
2. Pemahaman terhadap proses-proses sosial.
3. Bentuk penjelasan ilmiah tentang proses-proses sosial yang dilakukan dan
4. Peranan ilmuwan-ilmuwan sosial (Sewart, 1978).

1. Pandangan terhadap hakekat manusia dan masyarakat

Ilmu sosial positif melihat masyarakat sebagai fenomena obyektif


yang dapat dideskripsikan sebagai seperangkat kekuatan yang tidak mengenal
sejarah (ahistoris). Ilmu sosial kritik, dilain fihak memandang masyarakat sebagai
sekumpulan manusia yang dapat dibangun kemanusiaannya melalui pemahaman
historis progressive terhadap proses-proses dan struktur-struktur sosialnya. Ilmu
sosial positif melihat hakekat manusia sebagai data mati (tidak bergerak), sedang
ilmu sosial kritis melihat bahwa manusia dapat merubah diri mereka sendiri
melalui pranata-pranata yang diciptakan sendiri. Oleh karena pandangan ilmu
sosial positif yang demikian maka Barry Smart (1976) menyebut pandangan tadi
sebagai "kenyataan semu" dan karena itu dibuat-buat. Pada masyarakat kapitalis,
ilmu-ilmu sosial positif dikembangkan dengan cara mengasingkan
individuindividu dalam proses penciptaan sejarah dan karena itu ilmu sosial
positif gagal sama sekali dalam menganalisa masyarakat sebagai sebuah bangunan
kemanusiaan. Karena kegagalannya melihat proses-proses dan struktur-struktur
sosial maka ilmu sosial positif tidak dapat banyak diharapkan dapat melakukan
perubahan secara fundamental. (Horkheimer, 1972).

2
Ilmu sosial kritis justru melihat manusia sebagai pembentuk sejarah.
Bukan ilmu sosial kritis kalau dia hanya mampu mendiskripsikan fakta-fakta
sosial sejarah, tanpa pemahaman dan aksi bersama rakyat. Horkheimer menulis
"teori sosial kritis ..... melihat manusia sebagai pencipta sejarah mereka sendiri".
(1972 :244). Perbedaan pandangan antara ilmu sosial positif dan kritis terhadap
hakekat manusia dan masyarakat itu mempunyai pengaruh mendalam dalam
melihat bagaimana ilmu pengetahuan sosial diciptakan.

2. Penciptaan Ilmu Pengetahuan Sosial

Bagi ilmu sosial positif, pengetahuan berusaha diciptakan melalui


observasi-observasi empiris yang dapat diuji secara ketat. Apa yang disebut data
menurut ilmu sosial positif adalah deskripsi tentang perilaku-perilaku sosial, dan
nilai individual (Taylor 1971 : 32). Data disebut obyektif kalau dapat diuji dengan
model-model teori yang sudah ada. Konsep-konsep utama yang lalu
dikembangkan diantaranya adalah konsep bebas nilai. Menurut Habermas apa
yang disebut sebagai bebas nilai sebenarnya adalah mengandung muatan nilai-
nilai. (1971 :69). Obyektifitas dan bebas nilai bagi ilmu sosial positif tidak lain
adalah keinginan untuk membedakan fakta dengan nilai, antara teori dan praktek.
Meskipun tidak diketahuai mengapa demikian, ilmu sosial positif berusaha keras
untuk meramalkan dan mengontrol alam (Hambermas, 1971, Bernstein, 1976).
Brian Fay juga menyatakan bahwa apabila kepentingan tersebut diterapkan untuk
meneliti dunia manusia (bukan alam) maka hasilnya adalah manipulasi
hubungan-hubungan sosial, mengagungkan kepentingan-kepentingan teknis dari
pada moral, membutakan manusia dari urusan-urusan politik, dan terakhir adalah
memperkuat dominasi kelas berkuasa (1976 : 57).

Dilihat dari perspektif ilmu sosial kritis, maka pengetahuan diciptakan


untuk dua kepentingan. Pertama, karena manusia adalah makluk sosial, maka
prinsip-prinsip moral dan etik harus di ciptakan. Kedua, bahwa prinsip-prinsip
moral dan etik itu harus di pahami secara inter-subyektif. Ilmu sosial kritis karena
itu tidak dapat melepaskan diri dari pemahaman norma-norma, nilai-nilai dan
makna-makna yang bersifat inter-subyektif dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Karena dua kepentingan diatas maka kemudian timbul kepentingan manusia yang
ketiga dan tipe pengetahuan yang ketiga pula. Kepentingan ketiga ini disebut
kepentingan pembebasan, yang berarti kritik ideologi dan perubahan sosial
fundamental.

Ilmu sosial kritis menolak untuk menerima praktek-praktek sosial


sebagai kebenaran akhir. Baik ide dan tindakan (aksi) yang terjadi dalam proses
sejarah sampai sekarang adalah manivestasi dari perubahan struktur sosial. Ilmu
sosial kritis harus menganalisis bentuk-bentuk struktur penindasan dan sekaligus
mencari jalan keluar untuk pembebasannya (Farganis, 1975). Ilmu sosial kritis
harus sampai pada penyingkapan lembaga-lembaga struktural yang bersifat
menindas dari satu periode keperiode lainnya. Kalau sudah dipahami makna-

3
makna demikian tadi, maka kemudian diteruskan dengan adanya aksi-aksi sosial
dengan cara melawan pengertian-pengertian dan aksi-aksi yang dilakukan
sebelumnya. Lebih jauh dari itu ilmu sosial kritis sebenarnya lahir untuk
membebaskan manusia dari konsep-konsep ideologi dan tindakan yang salah
kaprah, dan karena itu perjuangan ini menjadi perjuangan politik. Pengetahuan
kritis tidak pernah netral, terutama bagi orang-orang yang sudah paham duduk
persoalannya diatas. Dalam ilmu sosial krtitis, validitas konsep-konsep data dan
teori selalu dikaitkan dengan aspek historis dan tujuan-tujuan subyektif. (Piccone,
1973). Ilmu sosial kritis hadir antara menyeruak makna-makna sejarah dan
menciptakan kemungkinan-kemungkinan aksi yang dapat dilakukan manusia
yang sementara ingin membebaskan diri dari dunia penindasan. Untuk
melakukan semuanya itu harus digabungkan teori perubahan struktural dengan
kritik ideologi. Dalam ilmu sosial kritik senantiasa harus ada dialog anatara teori
dan praktek.

3. Bentuk Ilmu Pengetahuan Ilmiah

Ilmu sosial positif berasumsi bahwa cara penjelasan yang dilakukan


terhadap suatu obyek diberlakukan secara umum terhadap semua ilmu
pengetahuan. Paradigma yang dikembangkan adalah nomologis dan ini tidak bisa
diterima oleh ilmu sosial pada umumnya, terutama ilmu sosial kritis. Cara ilmu ini
selain nomologis adalah ahistoris, diterministik dan prohabilistik. Penjelasan
terhadap suatu gejala biasanya dikaitkan dengan usaha meramalkan apa yang
akan terjadi dimasa yang akan datang. Semua kegiatan didalam ilmu sosial positif,
dari pengumpulan data, penyempurnaan data, korelasi data, dan formulasi
generalisasi, hipotesa dan pengembangan model-model penelitian, semuanya
diarahkan untuk menguji teori yang dikembangkan berdasarkan kaidah-kaidah
logika yang ditetapkan secara ketat.

Ilmu sosial kritis justru hadir menentang kaidah-kaidah keilmuan


yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial positif, dan karena itu mudah
menggoncang paradigma. Bila ilmu-ilmu sosial positif mempelajari perilaku
manusia maka ilmu sosial kritis mempelajari aksi manusia dan melihat bahwa
dunia sosial diciptakan melalui tindakan manusia dan pemahaman inter subyektif.
Ilmu sosial kritis mencoba memahami hubungan kondisi-kondisi sosial dengan
tindakan subyektif manusia dengan berbagai macam kepentingannya. Karena
hubungan antara kondisi sosial dan tindakan manusia itu sifatnya sangat rumit,
maka ilmu sosial kritis tidak percaya dengan apa yang disebut prediksi. Karena
hakekat masyarakat adalah pemahaman dan tindakan masyarakat itu sendiri
maka secanggih apapun kondisi sosial itu diramalkan dan diatur dengan ketat
sedemikian rupa, didalamnya pasti terdapat banyak kesalahan. Seperti dikatakan
Taylor (1971) kalaulah konsep-konsep dan katagori-katagori ilmu sosial positif
masih banyak kita gunakan sekarang, pada masa datang nanti sudah tidak dapat
lagi. Kaum positivist beranggapan bahwa apa yang dilakukan sekarang adalah
4
usaha mengembangkan disiplin ilmu yang dipelajari, tetapi tragisnya mereka
justru melepaskan bagaimana proses-proses sosial itu tercipta.

Jika semua proses sosial dipahami sebagai produk tindakan manusia,


maka semua pertimbangan kritis harus dimulai dari pemahaman, nilai-nilai, dan
inter subyektif. Selanjutnya seperti dikatakan Von Wright (1971), pengertian-
pengertian, nilai-nilai dan motif-motif ini harus dikembangkan dengan proses-
proses sosial dengan cara menunjukkan dengan jelas bagaimana mereka dibangun
oleh tindakan dan refleksi manusia.

Penjelasan-penjelasan kritis didalamnya meliputi teori-teori dasar


tentang perubahan struktural, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan motif-motif
yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan struktural. Perbedaan-
perbedaan pemahaman tentang struktur sosial (meliputi kekuatan domianan dan
kekuatan pinggiran) harus dikaji dalam teori kritis. Sebagai contoh suatu gagasan
mobilitas sosial boleh jadi didukung oleh pengalaman personal golongan
minoritas kapitalis, terutama di Amerika Serikat pada waktu itu. Konsep mobilitas
sosial dalam prakteknya ternyata hanya memberikan keuntungan kaum kapitaslis
belaka, sedang orang-orang golongan lemah justru semakin tersingkir karena
kelemahannya secara ekonomis oleh penguasa kapitalis.

Konsep-konsep yang diciptakan oleh manusia ternyata dalam praktenya


dapat memberikan keuntungan bagi beberapa pihak dan merugikan beberapa
pihak-pihak lainnya. Selama manusia yang mencari keuntungan ingin tetap
mempertahankan posisi mereka sedang mereka yang tidak diuntungkan dengan
sistim tersebut sengaja dibuat tidak paham agar terus menerus dapat dijadikan
ajang dominasi. Ilmu sosial kritis hadir ditengah-tengah masyarakat dengan
pertimbangan-pertimbangan kritis, ingin menyadarkan manusia yang tidur
didunia mereka sendiri. Karena karakternya yang demikian, maka didalam
dirinya senantiasa terkandung keinginan untuk melakukan perubahan, baik secara
radikal atau tidak. Perubahan-perubahan radikal terjadi karena adanya
kontrakdisi-kontrakdisi dalam proses sosial, artinya ada pihak yang mencari
keuntungan dan ada yang dirugikan dari haknya antar kelompok didalam ilmu
sosial. Semua ini dapat dipahami lewat ideologi dan kondisi-kondisi sosial yang
berkembang selama ini. Kontrakdisi fundamental akan terjadi apabila
kepentingan-kepentingan sebagian fihak bertentangan terus menerus dengan
kepentingan pihak lainnya, misalnya dalam satu sistim sosial yang
memberlakukan praket-praket monopoli berhadapan dengan sistim kompetisi
bebas. Satu kelompok atau kelompok yang tertindas di dominasi dalam sistim
yang berkembang sekarang ini akan melakukan perlawanan dan melakukan
perubahan sosial sebagaimana mereka kehendaki. Ini adalah perkara politik dan
karena itu harus berkali-kali dijelaskan bahwa teori kritis memang tidak bisa
dipisahkan dari politik praktis.

Sejauh mana Pergolakan politik itu timbul tergantung pada derajad


pertentangan kepentingan kaum progressive dengan para pemegang kekuasaan.

5
Kalau kontradiksi yang terjadi tidak terlalu mendesak, pada umumnya dapat
diselesaikan melalui cara damai tanpa harus membungkus ideologi dan struktur
kekuasaan. Tetapi kalau kontradiksi itu sangat mendesak, tidak ada cara lain
kecuali merombak ideologi dan struktur yang dianggap tidak mapan. Kapan
kontradiksi fundamental itu akan terjadi tidak dapat diramalkan oleh ilmu sosial,
sebab ini menyangkut kesepakatan manusia secara bersama-sama menghadapi
ideologi dan struktur yang berkembang. Karena itu dapat dirumuskan bahwa
tujuan teori kritis bukanlah untuk meramalkan perubahan sosial, melainkan
memahami perkembangan sejarah masyarakat sehingga mereka melakukan
perubahan sosial. Masuknya ilmu sosial kritis dalam percaturan politik praktis
seperti dikatakan diatas kemudian membedakan para ilmuwan sosial positif
disatu pihak dengan ilmuwan sosial kritis dilain pihak seperti diuraikan dibawah.

4. Peran Ilmu Sosial

Horkheimer (1972) mencatat bahwa ilmu sosial tradisional positif, dalam


usaha memulai kehidupan politik, memisahkan ilmu sosial dengan menggunakan
istilah ilmu sosial murni dan ilmu sosial praktis. Dalam pandangan Marx, siapa
yang disebut dengan ilmuwan sosial dibedakan menjadi dua: Pengamat teoristis
yang bebas nilai dan a-politik disatu pihak dan orang-orang politik yang
menyuarakan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan politik mereka dipihak
lain. Orang-orang positif pada umumnya selalu berusaha membedakan dua peran
tersebut. Mereka pilih jadi warga negara yang baik dan jadi peneliti dan ilmuwan
yang sopan dan obyektif yang bisa menangkap issue-issue penting pada masanya.
Menurut paham ini jelas bahwa tugas ilmuwan sosial adalah mendiskripsikan dan
menjelaskan fakta-fakta, tidak mencampuri apa yang seharusnya dilakukan
[Bernstein, 1976: 44].

Ilmu sosial kritis melihat bahwa ilmuwan sosial adalah harus


berpartisipasi dalam proses pembangunan manusia. Karena itu para ilmuwan
sosial harus menentukan keberpihakannya kepada siapa mereka melayani. Ilmu
sosial kritis sama sekali menolak pemisahan antara praktek dan teori, dan bahwa
semua praktek dan teori harus didiskusikan, begitu terus tidak berhenti.
Kepentingan praktek bagi para ilmuwan sosial kritis adalah bagaimana
membebaskan kaum tertindas agar dengan demikian posisi mereka sebagai
manusia dapat berubah (juga dilihat sebagai manusia yang pantas hidup dan
berkembang, tidak terus ditindas).

Ilmu sosial kritis melihat masyarakat sebagai kesatuan manusia dan karena
itu hakekat manusia adalah makhuk yang baru mendapatkan kemanusiaannya
dalam kebersamaan. Melalui kebersamaan itu kemudian ilmu sosial kritis
mencoba melihat struktur, proses dan makna sosial, baik pada masa lalu atau
sekarang. Ilmu pengetahuan sosial, karenanya tidak dapat memisahkan diri dari
kehidupan sosial nyata, didalamnya mempelajari nilai-nilai, tujuan-tujuan
individu, kelompok dan kelas. Ilmu sosial kritis, karena lebih emansipatif, maka
mempunyai karakternya berbeda dari ilmu sosial positif yang lebih dekat dengan
6
kelompok dominan yang menindas. Karena sifatnya yang emansipatif, maka ilmu
sosial kritis mengenal apa yang disebut sebagai praxis dimana aksi berperan
sebagai sumber dan pengesahan teori. Meskipun demikian ilmu sosial kritis tetap
menolak cara prediksi karena prediksi dilakukan harus dengan mengeluarkan
manusia sebagai unsur pembentuk sejarah mereka sendiri. Ilmu sosial kritis
melihat manusia sebagai persatuan subyek yang berusaha mendekati kembali
dunia yang mereka bangun. Karena itu bentuk penjelasan ilmiah yang digunakan
bersifat historis. Dalam bentuk ini ada dialog antara kondisi yang terjadi pada
masa lalu dan sekarang. Secara lebih tegas ilmu sosial kritis melihat kesatuan
subyek manusia berusaha membebaskan diri dari struktur yang menindas melalui
usaha-usaha mereka sendiri (mandiri).

Kriteria kebenaran teori dalam ilmu sosial kritis sangat subyektif. Karena
ilmu sosial kritis dinilai dari pemahaman-pemahaman subyektif terhadap proses-
proses sosial dan nilai-nilai sosial. Metode penelitian dan validitas penelitian
didasarkan pada dialog antar subyek. Riset ini tidak hanya melihat manusia
sebagai obyek tetapi melihat mereka sebagi manusia yang dapat berlaku mandiri.
Seksi berikutnya saya akan menguraikan metide riset yang didasarkan pada
paradigma dialog dan partisipasi, bukan observasi dan manipulasi.

7
IV. METODE RISET KRITIS

Penelitian sosial kritis dimulai dari adanya masalah-masalah sosial nyata


yang dialami oleh sekelompok individu, kelompok-kelompok, atau kelas-kelas
yang tertindas dan teralienasi dari proses-proses sosial yang sedang tumbuh dan
berkembang. Diawali dari masalah-masalah praktis dan kehidupan sehari-hari
jenis penelitian ini berusaha menyelesaikan masalah-masalah tersebut lewat aksi-
aksi sosial yang bertujuan agar mereka yang tertindas dapat membebaskan diri
dari belenggu penindasan. Karena itu penelitian ini bersinggungan dengan usaha-
usaha menjadikan masyarakat masuk dalam dunia politik dan meningkatkan
kesadaran kritis mereka. Metode dialog ini menghendaki agar para aktor yang
terlibat dalam proses penelitian dapat secara bersama-sama menggunakan potensi
yang mereka miliki sebagai aktor-aktor yang aktif menciptakan sejarah. Secara
praktis, metode ini mensyaratkan agar pelaku riset membina hubungan inter
subyektif antara peneliti dan masyarakat yang kemudian mereka dapat menyusun
sebuah program pendidikan dan program aksi yang dimaksudkan untuk merubah
kondisi-kondisi sosial yang menindas. Secara analitis riset kritis haruslah dapat
menciptakan hubungan dinamis antar subyek dalam situasi sosial.

Riset kritis harus melakukan kritik ideologi berdasarkan perbandingan


antara struktur sosial buatan dengan struktur sosial nyata. Riset kritis menentang
proses-proses sosial yang tidak manusiawi dan selanjutnya proses-proses yang
tidak manusiawi tersebut dapat dipecahkan melalui aksi bersama antara peneliti
dengan rakyat (Sand Berg, 1976 : 45).

Riset kritis demikian dapat diterapkan pada beberapa jenjang analisis mulai
dari tingkat lokal sampai dengan pergolakan-pergolakan ideologi dan politik
global. Meskipun demikian pada seksi ini pusat perhatian lebih ditujukan pada
pergolakan kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan lokal karena gejala tersebut
merupakan gejala dominan saat ini. Ini tidak menutup kemungkinan, seperti
dikatakan diatas, bahwa metode ini dapat diterapkan pada jenjang analisis suatu
sistim sosial (Nasional) atau global (internasional). Biasanya gerakan ini dilakukan
melalui empat tahap utama yakni : Interprestasi, analisis empiris, dialog kritis,
dan dilanjutkan dengan aksi. Metode ini diguanakan oleh Marx untuk
mengkritik kapitalisme liberal. Kritik-kritik terhadap kapitalisme modern dengan
demikian harus mengkombinasikan antara analisis struktural dengan kritik-kritik
ideologi kontemporer. Hanya melalui cara ini analisis radikal dapat mendorong
munculnya aksi revolusioner.

Riset untuk pergolakan-pergolakan lokal harus dimulai dari dialog


tentang kapitalime modern walaupun dalam pengertian terbatas. Dialog tadi
akan dapat menjadi pedoman untuk memilih issue-issue dan gerakan-gerakan
progressive penafsiran ideologi, dan seleksi serta analisis data empiris. Sebaliknya
analisis mikro terhadap pergolakan lokal akan dapat membantu memperbaiki dan
membangun teori-teori makro tentang kapitalisme modern. Analisis kritis
8
pada tingkat mikro dan makro dibangun dan bahkan disatukan.

Pada paragraf berikutnya saya akan menyajikan sebuah metode riset kritis
dalam tujuh tahap. Mungkin ini akan kelihatan programatik dan mekanik tetapi
maksud saya adalah agar metode ini dapat dibedakan secara tegas dengan metode
riset sosial positif. Perbedaan antara metode kritis dengan metode positif dapat
dilihat pada matrik dibawah.

Perbandingan Tahap-tahap Metode Riset Positif dan Kritis

Ilmu Sosial Positif Ilmu Sosial Kritis

Identifikasi masalah ilmiah didahulukan Identifikasi kelompok - kelompok dan gerakan -


dengan cara mempelajari hasil-hasil gerakan sosial progressive
penelitian empiris yang telah dilakukan,
termasuk temuanan temuan teoritis

Mengembangkan hipotesa empiris yang Mengembangkan seluruh hubungan


dapat diuji kebenaran-nya dengan harapan intersubyektif untuk memahami makna, nilai,
agar peneliti dapat mem- perkaya teori yang motivasi masyarakat lokal.
sudah ada dan mempunyai kekuatan prediksi

Memilih tempat atau lokasi penelitian yang Mempelajari perkembangan kondisi kondisi
dipandang dapat memperkaya wawasan sosial historis dari struktur-struktur sosial masa
ilmiah, misal : masyarakat, kelompok, kini yang menjadi kendala aksi
organisasi dst.

Mengembangkan indikator-indikator yang Membangun model hubungan antara kondisi


dapat diukur secara kuantitatif dan strategi- sosial, interpretasi, intersubyektif terhadap
strategi penyimpulan didasarkan pada kondisi kondisi tersebut dan menjadi partisipan
Penelitian yang tedahulu, Observasi dan aksi
wawancara dilokasi, Kehendak peneliti/tim
peneliti, dan Pengetahuan tentang proses-
proses sosial

Pengumpulan data melaui - Eksperimen, Menjelaskan kotradiksi-kontradiksi


Dukumen dan teks yang sudah ada, Survey fundamental sebagai hasil dari proses riset
dan wawancara, serta observasi yang didasarkan pada: Membandingkan kondisi
dengan pemahaman, Kritik ideologi, dan
Menemukan kemungkinan-kemungkinan baru
untuk aksi

Analisa data untuk uji hipotesa Partisipasi dalam program pendidikan bersama
dengan masyarakat sekaligus mencari cara-cara
baru dalam memenuhi dunia mereka

Mengembangkan hukum-hukum dan teori Partisipasi dalam menyusun program aksi


atas dasar temuan-temuan yang dihasilkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan
serta menyusun rekomendasi melakukan riset kritis lebih lanjut

9
1. Identifikasi gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok sosial yang
progressive.

Riset kritis tidak membicarakan tentang sebuah proses sosial tetapi


membicarakan kelompok-kelompok sosial khusus, misalnya kelompok-kelompok
sosial yang tersingkir dan didominasi. Katagori-katagori abstrak seperti
kemanusiaan, rakyat, kelas, pekerja, wanita, minoritas tidak dapat menjadi agen
perubahan sosial. Karena itu kita harus mengidentifikasi organisasi-organisasi,
partai-partai dan gerakan-gerakan yang dapat mewakili katagori-katagori tersebut
bukan hanya pertimbangan dapat tetapi juga mampu dan mau menerjemahkan
temuan riset kedalam praktek (Sandberg, 1976 : 227).

Identifikasi kelompok-kelompok demikian bukanlah merupakan


persoalan sederhana sebab identifikasi tersebut harus dikaitkan dengan totalitas
kapitalisme modern. Para komentator kontemporer sebagian tidak setuju terhadap
totalitas tersebut. Misalnya Sanberg (1976 : 224) menyarankan bahwa kelompok-
kelompok itu akan menjadi organisasi-organisasi primer kelas pekerja, sementara
Piccone (1973 : 157) lebih jauh melihat bahwa teori kelas yang direkayasa oleh
Marx tidak akan banyak berguna untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok
progressive. Saya justru menegaskan bahwa kelompok-kelompok itu dapat
dilihat sebagai progressive sejauh mereka menyatakan kepentingan, tujuan,
atau kebutuhan-kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi dalam sistim
sosial yang ditandai dengan adanya dominasi materi dan ideologi. Dengan kata
lain kepentingan mereka menghendaki adanya sedikit atau besar perubahan
fundamental dalam hubungannya dengan partisispasi kolektif dan kontrol
terhadap lembaga-lembaga sosial.

Subyek-subyek yang dapat menjadi pelaku riset kritis didalamnya meliputi


organisasi-organisasi perdagangan, kelompok-kelompok lokal (dukuh, desa),
kelompok-kelompok pencinta lingkungan, organisasi-organisasi wanita,
kelompok-kelompok minoritas, rakyat miskin, dan sebagainya. Dalam hal ini
peneliti harus dapat menentukan bahwa kelompok ini kecuali terlibat dalam
proses riset juga berkeinginan kuat menerjemahkan temuan riset menjadi aksi.

2. Membangun hubungan intersubyektif untuk memahami pengertian-


pengertian, nilai-nilai dan motif-motif yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan kelompok.

Riset kritis dimualai dari suatu studi terhadap dunia subyek untuk
memahami kehidupan mereka terutama peraturan-peraturan sosial, nilai-nilai dan

10
motivasi-motivasi tertentu yang mendorong mereka berperilaku. Aksi sosial
didominasi oleh model-model pranata sosial dunia sehingga apa yang mereka
lakukan adalah perwujudan dari pemahaman mereka terhadap dunia tersebut
(Bernstein, 1976 : 63). Riset kritis dengan begitu memerlukan pemahaman
mendalam terhadap perilaku, nilai dan motivasi para subyek (masyarakat) karena
itu dapat dikatakan tahap kedua dari riset kritis adalah hermeneutic yang berarti
bahwa peneliti melihat dan merasakan melalui dialog dengan partisipan, untuk
memahami realitas sosial mereka (Gadamer, 1976). Hasil dialog itu akan
menghasilkan rencana aksi untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang
dihadapi bersama (Von Wright, 1971). Semua hasil dialog harus dipahami baik
oleh peneliti atau masyarakat. Lebih lanjut hasil dialog tersebut merupakan
analisis empiris yang dapat berperan juga sebagai koreksi terhadap pemahaman
peneliti tentang realitas sosial dan pengalaman-pengalaman rakyat.

Peneliti kritis harus dapat memahami bahwa realitas sosial masyarakat


yang diteliti berbeda dengan realitas sosial seperti yang dipahami oleh ideologi
dominan. Perbedaan-perbedaan pemahaman terhadap realitas sosial antara rakyat
dengan penguasa dapat mendorong munculnya aksi penentangan rakyat terhadap
kelompok dominan. Lebih lanjut perbedaan ini akan mendorong kelompok yang
didomonasi menentang anggota-anggota kelompok yang mendominasi kehidupan
mereka.

Ketepatan pemahaman terhadap realitas sosial masyarakat sangat


ditentukan oleh intensitas hubungan subyektif antara peneliti dengan rakyat
(Fay, 1976 : 82). Hanya melalui intensitas dialog itulah peneliti dapat menilai
apakah dia benar-benar telah memahami realitas sosial yang pada tahap
selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis kondisi sosial dan melakukan
kritik ideologi. Dalam dialog tersebut peneliti harus mempelajari dan
menggunakan bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal. Pada tahap
selanjutnya peneliti dapat melakukan intensitas hubungan lebih dalam dengan
rakyat dan memperkenalkan konsep-konsep serta teori-teori kritis.

Makna-makna, nilai-nilai dan motivasi-motivasi masyarakat harus


dipahami sebagaimana adanya. Dalam hal ini kegagalan ilmu sosial positif terletak
pada kedangkalannya memahami hubungan antar subyek. Ilmu sosial positif
cenderung mengabaikan akar sejarah dan kebudayaan rakyat (Pollock, 1976).
Lebih lanjut hal ini menjadi ilmu sosial positif tidak mampu memahami realita
sosial, praktek-praktek sosial dan perubahan-perubahan serta krisis sosial
fundamental (Taylor, 1971). Interprestasi dan tindakan manusia adalah historis,
mereka dibentuk melalui suatu proses sejarah (Piccone, 1973 : 141). Riset kritis
justru paling besar kepentingannya terhadap usaha-usaha membangun hubungan
antar subyek guna menyingkap realitas sosial dalam arti yang sebenarnya, bukan
semu.

3. Studi terhadap sejarah perkembangan kondisi-kondisi sosial dan struktur-


struktur sosial masa kini yang menghambat aksi sosial.
11
Realitas sosial tidak hanya terbatas dipahami melalui hubungan
intersubyektif. Realita sosial seringkali sudah dimasuki dan didominasi oleh
ideologi-ideologi tertentu. Untuk memahami secara kritis dunia mereka peneliti
juga harus melakukan studi-studi empiris tentang sruktur-struktur dan proses-
proses sosial. Studi-studi tersebut akan memperkuat kepercayaan masyarakat
betapa kuatnya faktor-faktor yang mendominasi kehidupan mereka selama ini
(Appilbaum, 1978). Menurut Adorno tugas ilmu sosial kritis adalah melawan
semua bentuk penindasan cara berpikir dan bertindak manusia baik secara
individu atau kelompok. Ini berarti bahwa ilmu sosial kritis sudah tidak lagi bebas
nilai, obyektif, tidak memihak, dan netral (1976 : 254).

Faktor-faktor pembatas ini akan ditemukan dalam pembentukan struktur-


struktur sosial (proses historis). Ketika menelusuri asumsi-asumsi epistemologi
positivisme peniliti kritis dapat memanfaatkan temuan-temuan studi empiris. Itu
penting untuk mengkaji struktur-struktur makro kapitalisme modern. Misalnya
ketika mempelajari gerakan kaum buruh progressive, tidak hanya sebatas
memahami mengapa mereka mengalami aksi mogok dan sebagainya, tetapi
sampai pada taktik-taktik yang digunakan oleh kaum kapitalis untuk menindas
buruh. Ketika peneliti kritis bekerja sama dengan kelompok anti nuklir, maka
yang mereka pelajari dan analisis dapat meliputi struktur-struktur ekonomi dan
politik industri energi. Ketika peneliti bekerja sama dengan kelompok anti bank,
maka dia harus mempelajari studi-studi empiris tentang industri perbankkan
dalam arti luas. Sesuatu yang amat penting yang hendak dikatakan disini adalah
studi-studi empiris dan analisis-analisis teoristis itu sangat berguna sepanjang
studi dan teori itu secara tegas menunjukkan proses sejarah pembentukan
struktur-stuktur sosial dan penciptaan kondisi-kondisi sosial. Kondisi-kondisi
tersebut harus dipelajari, bukan untuk ditarik generalisasi tetapi untuk
didialogkan dengan semua partisipan. Hanya melalui jalan ini kelompok-
kelompok yang tertindas dapat melihat struktur-struktur sosial baik sebagai
kendala dan sebagai proses untuk menyusun aksi bersama.

Analisis-analisis empiris tentang struktur-struktur sosial harus dikaitkan


dengan pengalaman-pengalaman empiris masyarakat. Masyarakat harus dapat
menyajikan kembali kejadian-kejadian, issue-issue, dan proses-proses sosial nyata
yang pernah dialami dalam suatu bentuk refleksi bersama dengan peneliti, dan
dari situ peneliti dapat menjadi semakin menyadari bahwa pengalaman hidup
manusia sebenarnya sangat beragam. Dalam kegiatan analisis ini harus dibedakan
antara ideologi spesifik dengan proses-proses sosial nyata. Perbedaan antara
ideologi spesifik dengan proses-proses sosial nyata dapat menyebabkan timbulnya
berbagai macam krisis sosial. Karena ada kesenjangan antara yang seharusnya
dengan yang senyatanya, maka ini menuntut dilakukannya perubahan-perubahan.
Analisis empiris dan historis adalah unsur dasar dialektika seperti akan diuraikan
dibawah.

12
4. Membangun model hubungan antara kondisi sosial, interpretasi,
intersubyektif terhadap kondisi kondisi tersebut dan menjadi partisipan aksi

Pada tahap penelitian ini yang menjadi perhatian utama adalah diskripsi-
diskripsi dan struktur-struktur sosial yang memperkuat pemahaman masyarakat
terhadap makna-makna, nilai-nilai dan motivasi-motivasi. Contoh yang sangat
jelas adalah seorang profesor dari sebuah Universitas yang melibatkan diri dengan
program-program riset yang dibiayai pemerintah. Implikasi dari haknya tersebut
adalah ketergantungan Universitas dengan pemerintah dan lembaga dana. Paling
tidak hal ini telah menunjukkan kepada kita bahwa produktivitas riset (ideologi)
dan mutu pendidikan telah berkembang sedemikian rupa mendukung sistim
ketergantungan yang telah tercipta. Tanpa memahami perkembangan historis
tentang struktur ketergantungan dan sistim legitimasi sangat sulit untuk merubah
struktur keilmuan yang sudah rusak seperti itu. Dengan memahami kondisi-
kondisi sosial, ideologi-ideologi dan aksi-aksi yang telah dilakukan selama ini,
seorang peneliti kritis dapat melontarkan kritik untuk perubahan.

5. Mengurai kontradiksi fundamental yang sedang berkembang sebagai hasil


dari rangkaian aksi yang dilakukan berdasarkan pemahaman ideologi beku.

Dibawah kondisi dan ideologi yang dipahami secara statis dan tertutup,
banyak aksi yang melakukan secara tanpa kontrol (Fay, 1976 : 95). Seperti
dikatakan Giddens, dalam suatu sistim sosial seringkali masyarakat tidak paham
benar dengan kondisi-kondisi sosial yang secara ideologi menekan kehidupan
mereka karena terbiasanya, mereka hidup dalam situasi tersebut. (1976 : 102).
Peneliti kritis mempelajari situasi-situasi sosial yang merupakan produk sejarah
untuk dirubah bersama-sama masyarakat melalui program aksi. Bila kita kembali
pada dunia ketergantungan Universitas terhadap badan-badan pemberi dana,
maka semuanya akan menjadi lebih jelas. Para Ilmuwan di Universitas yang
menjalin kerjasama dengan suatu badan dana baik pemerintah atau bukan,
biasanya tidak bebas pada kepentingannya. Karena secara ideologis kepentingan
itu berbenturan maka hal ini akan menimbulkan masalah. Meskipun demikian
banyak ilmuwan di Universitas tidak merasakan bahwa hal tersebut adalah
masalah besar karena mereka sudah terkungkung dalam struktur ketergantungan
dana. Kalau mereka patuh maka kegiatan-kegiatan riset dapat berjalan terus
karena pada prinsipnya pihak pemberi dana merasa senang. Tidak jarang karena
situasi ini pusat-pusat penelitian Universitas merupakan struktur organisasi yang
sama dengan organisasi-organisasi swasta pemberi dana. Jadi ketergantungan
mereka semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini sudah tentu sangat
tergantung dari kesadaran kelompok intelektual dan administrator kampus untuk
merubah kondisi yang relatif sudah mapan beberapa lama atau untuk
merubahnya.

Adorno (1976 : 256) menyebut usaha memahami kontrakdisi fundamental


tersebut sebagai analisis immanent (harus dilakukan) atau analisis internal tentang
hubungan dialektis .... sejauh mana fihak pertama memasukkan tekanan struktural
13
terhadap pihak yang lain. Analisis ini meletakkan dasar yang kokoh untuk
melakukan kritik terhadap ideologi dominan yang menghalangi masyarakat pada
umumnya untuk memahami situasi sosial nyata. Kritik demikian harus dilakukan
atas dasar pemahaman realitas sosial yang ada dalam kaitannya dengan ideologi
yang berkembang saat ini.

Melalui analisis tentang hubungan antara kondisi sosial, ideologi dan aksi,
peneliti kritis membantu masyarakat untuk melihat mengapa kondisi-kondisi
sosial masa lalu tidak dapat dipahami. Peneliti harus menunjukkan betapa
kondisi-kondisi sosial pada saat itu diciptakan hanya menguntungkan sekelompok
orang tertentu dan menekan kelompok lainya, atau peneliti menujukkan betapa
ideologi yang berkembang pada saat ini tidak peka menagkap dan
menerjemahkan kondisi-kondisi sosial.

Setelah dilalui tahap interprestasi studi empiris dan dialog maka peneliti
harus berpartisipasi dalam program pendidikan dan memberikan bantuan kepada
rakyat dalam mengembangkan strategi-strategi untuk perubahan. Dua langkah
berikutnya dalam metode riset kritis berkaitan dengan segi-segi praktis dari riset
kritis.

6. Partisipasi dalam program pendidikan bersama masyarakat dan membantu


mereka untuk melihat cara-cara baru agar dapat memahami situasi mereka.

Ilmu sosial kritis dibedakan secara fundamental dari ilmu sosial positif
karena perbedaannya dalam proses penelitian. Menurut Fay (1976 : 102) tujuan
utama melibatkan masyarakat dalam proses riset adalah agar masyarakat dapat
melihat diri mereka sendiri serta situasi sosial yang menekan kehidupan mereka.
Sebuah program pendidikan dilakukan bersamaan antara peneliti dan masyarakat
setelah mereka semua melihat adanya kontradisi-kontradisi sosial yang tercipta
melalui proses sejarah. Lebih jauh hal ini menunjukkan bagaimana kondisi-kondisi
itu berubah dan bagaiman pula kondisi-kondisi tersebut dapat dirubah pada masa
yang akan datang kearah kondisi yang lebih baik. Akhirnya sebuah program
pendidikan harus dapat membangkitkan semua partisipan untuk pemahaman dan
aksi baru.

Model pendidikan yang tepat bukanlah model pendidikan formal, tetapi


model dialog antara peneliti dan masyarakat untuk menjawab masalah kongkrit
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah tersebut harus datang dari
masyarakat bukan dari peneliti. Begitu mendesaknya masalah yang harus segera
dipecahkan sehingga kalau tidak ada jalan keluarnya, maka hal tersebut akan
semakin menyiksa kehidupan mereka. Peneliti dapat saja melakukan kritik pada
masyarakat sehubungan dengan tingkat pemahaman bersama dan aksi yang
dilakukan tetapi dengan menggunakan bahasa masyarakat (Sandberg, 1976 :227).
Yang ditunjukkan pada masyarakat bukan hanya bagaimana masalah itu timbul
tetapi bagaimana mereka dapat melakukan aksi untuk merubah situasi sosial yang
14
menindas. Paulo Freire (1970 a, 1970 b.) menawarkan sebuah model pendidikan
yang membebaskan. Selanjutnya Freire menyatakan sebagai berikut : ......
Masyarakat tidak boleh berperan hanya sebagai penerima ide, tetapi mereka
semua adalah subyek yang dapat memberikan dan mengeluarkan ide, karena
adalah orang-orang yang paling paham terhadap realitas sosial budaya historis
maka mereka juga paham bagaimana realitas tersebut dapat dirubah (1970 a : 27).

Sebuah program pendidikan kritis mempunyai satu kriteria kritis yakni :


bahwa program itu menjadikan para subyek yang tersebut didalamnya menjadi
manusia dinamis. Ini merupakan suatu alasan mengapa pendidikan bukanlah
merupakan tujuan akhir dari proses riset. Pendidikan dialogis merupakan satu
bagian integral dari setiap program riset yang melihat manusia sebagai subyek
yang aktif untuk melakukan perubahan sosial. Tujuan riset kritis bukan terbatas
hanya bagaimana melakukan perubahan sektoral, tetapi lebih jauh dari itu, yakni
melakukan aksi dan perubahan politik.

7. Partisipasi dalam program aksi yang bertujuan merubah kondisi sosial.

Tujuan peneliti dan teoristisi adalah melakukan aksi dengan cara terlebih
memahami makna-makna dan kondisi sosial saat ini sebagai produk sejarah
(Sandberg, 1976 : 62). Langkah terakhir dari riset ini adalah meninjau kembali aksi
politik yang dilakukan oleh masyarakat untuk disesuaikan dengan masalah-
masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Aksi menjadi penyadaran refleksi
melalui pendidikan kritis sementara kondisi-kondisi sosial menjadi konstruktor
secara sistematis melalui analisis kritis. Pada tahap ini secara tegas dikaitkan
antara teori dan praktek, sedangkan pemikiran kristis sebagai hasil dari hubungan
teori dan praktek menjadi sebuah kekuatan sosial aktif. Melalui aksi kritis maka
faktor-faktor subyektif dan obyektif menjadi kekuatan perubahan revolusioner.
Dalam hal validitasnya teori kritis hanya dapat diuji kebenarannya melaui praktek
dan oleh karena itu, ini memerlukan keterlibatan peneliti dalam kegiatan politik
rakyat.

Alasan utama lainnya bagi peneliti untuk terlibat dalam aksi politik
adalah agar dia bersama rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat dapat
menjadi pelaku perubahan. Jika peneliti hanya berusaha menjawab keluhan dari
kelompok-kelompok yang didominasi seperti dikatakan Fay (1976), dia sebetulnya
hanyalah membantu masyarakat untuk memecahkan masalah individual semata.
Tetapi apabila yang muncul bukanlah keluhan tetapi benar-benar kebutuhan riil
rakyat maka peneliti kritis harus merumuskan aksi politik bersama rakyat yang
mengarah pada penciptaan kondisi-kondisi sosial baru yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat seperti partisipasi, keadilan, kemanusiaan,
kreatifitas, demokratisasi dan kontrol kolektif (Heller, 1973). Biasanya tantangan
yang dihadapi peneliti sebagai partisipan adalah meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk melakukan aksi politik. Selanjutnya aksi polotik tersebut dapat
meningkatkan pemehaman masyarakat terhadap peristiwa historis yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Hal ini memerlukan partisipasi terus-menerus
15
dalam analisis kritis, pendidikan dan aksi.

Oleh karena itu peneliti kritis tidak boleh memasuki kelompok-kelompok


progressive dengan setengah niat/kesungguhan. Ini berarti peneliti kritis harus
benar-benar dapat menyatu dengan rakyat karena tujuan utamanya adalah
meningkatkan kesadaran kritis rakyat dalam melakukan suatu bentuk aksi yang
terencana dalam periode waktu tertentu. Persoalan yang timbul kemudian adalah
bahwa pelaku penelitian harus dapat melakukan selektif terhadap kelompok-
kelompok refleksif, tidak hanya terdiri dari sekumpulan orang yang dapat
menganalisis situasi sosial saja, melainkan yang sanggup melakukan analisis yang
kritis dan melakukan aksi bersama untuk perubahan, sekaligus juga melakukan
evaluasi bersama. Peran peneliti kritis yang paling utama dalam proses riset
adalah bagaimana harus melakukan analisis dan dialog bersama rakyat karena
hanya dengan melalui cara inilah pengetahuan masyarakat dapat ditingkatkan dan
pengalaman mereka dapat diendapkan menjadi bentuk pemilikan bersama yang
mendatangkan manfaat bersama pula.

16
IV. KESIMPULAN

Melihat gambar 1 kita akan dapat membedakan secara jelas antara ilmu
sosial kritis dengan ilmu sosial positif. Ilmu sosial positif memulai proses kegiatan
penelitian dari identifikasi masalah ilmiah, mengumpulkan data dan menguji
hipotesa yang diajukan, dan akhirnya menerima atau menolak teori yang dicoba
dikembangkan. Riset sosial kritis justru memulai kegiatannya dalam masalah-
masalah praktis dan secara ideologis menindas terhadap sebagian besar kelompok
lemah. Proses penelitian itu dimulai dengan interpretasi, studi data empiris dan
dialog serta analisis bersama masyarakat untuk tujuan praktis. Inilah yang disebut
sebagai sebuah metode p r a x i s karena merupakan kombinasi dari kegiatan
analisis dengan tindakan praktis. Tujuannya tidak hanya sekedar mengenali
dunia, tetapi merubahnya. Manusia dalam kondisinya dilihat sebagai obyek
sekaligus subyek yang sadar melakukan perubahan. Karena itu pula maka riset ini
adalah demokratis dan terbuka terhadap berbagai macam kritik dan evaluasi lebih
lanjut. Metode riset kritis yang demikian adalah dasar dari teori-teori kritis yang
tidak dapat dilepaskan begitu saja kaitannya dengan dunia politik praktis,
pergolakan-pergolakan politik untuk mencapai suatu kebebasan polotik manusia
dalam arti yang sebenar-benarnya dan seluas-luasnya.

17

Anda mungkin juga menyukai