Anda di halaman 1dari 78

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Kesehatan yang Berisiko Pada Masa


Pubertas
a. Definisi Pubertas
b. Tahapan Perkembangan Masa Remaja
c. Perilaku Berisiko
d. Kesehatan Reproduksi Remaja
2. Memahami dan Menjelaskan Faktor Risiko Tinggi Kehamilan
a. Faktor Risiko Tinggi Kehamilan
b. Faktor Penyebab Risiko Tinggi Kehamilan
c. Pencegahan Risiko Tinggi Kehamilan dan AKI yang Tinggi
3. Memahami dan Menjelaskan Audit Maternal Perinatal
a. Definisi
b. Tujuan
c. Indikator Mortalitas
d. Kebijaksanaan dan Strategi
e. Langkah dan Kegiatan
f. Metode Pelaksanaan
g. Pencatatan dan Laporan
4. Memahami dan Menjelaskan Kehamilan pada Remaja
a. Definisi
b. Faktor yang Mempengaruhi
c. Dampak yang Terjadi
d. Penanggulangan
5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Hubungan Suami Istri
di Luar Pernikahan dan Aborsi
a. Hukum Zina
b. Hukum Aborsi
Memahami dan menjelaskan puskesmas.
Definisi puskesmas.
Menurut Depkes 1991 puskesmas adalah Suatu kesatuan organisasi fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok.

Program pokok puskesmas mengenai kesehatan anak,ibu dan remaja.


Program Pokok Puskesmas
1) KIA
2) KB
3) Usaha Kesehatan Gizi
4) Kesehatan Lingkungan
5) Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
6) Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan
7) Penyuluhan kesehatan masyarakat
8) Kesehatan sekolah
9) Kesehatan olah raga
10) Perawatan Kesehatan
11) Masyarakat
12) Kesehatan kerja
13) Kesehatan Gigi dan Mulut
14) Kesehatan jiwa
15) Kesehatan mata
16) Laboratorium sederhana
17) Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK
18) Pembinaan pemgobatan tradisional
19) Kesehatan remaja
20) Dana sehat

Upaya-upaya kesehatan wajib tersebut adalah ( Basic Six):


a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f. Upaya pengobatan

Tugas pokok dokter puskesmas

2
Jabatan : DOKTER UMUM
Fungsi Pokok : Membantu Kepala Puskesmas dalam melaksanakan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) di wilayah kerja Puskesmas
Tugas Pokok : Melakukan pemeriksaan dan pengobatan serta konsultasi
medis pada pasien di Puskesmas
Memberikan pelayanan rujukan medis serta surat-surat yang
berhubungan dengan hasil pemeriksaan kesehatan
Bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan kepada Kepala Puskesmas.
Bersama dengan Kepala Puskesmas melaksanakan fungsi
manajemen Puskesmas
Membina pengelolaan yang berkaitan dengan obat-obatan
Melaksanakan UKM di posyandu balita, lansia dan kelompok
masyarakat
Meningkatkan upaya kesehatan dilingkungan sekolah dengan
jalan penyuluhan, pembinaan kader UKS, dokter kecil,
sekolah sehat.
Membantu menyusun laporan tahunan, profil kesehatan
puskesmas.
Berperan serta dan bertanggung jawab dalam program 5
bebas (bebas asap rokok, bebas sampah, bebas air tergenang,,
bebas semak, bebas debu)
Berkoordinasi lintas program dan lintas sektor serta
menghadiri pertemuan-pertemuan kedinasan yang
diperintahkan atasan
Mengikuti seminar profesi atau kursus atau pelatihan dalam
rangka peningkatan mutu SDM.
Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan atasan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.

Memahami dan Menjelaskan Perilaku Kesehatan yang Berisiko Pada Masa


Pubertas
a. Definisi Pubertas
Beberapa pengertian mengenai pubertas yaitu:
1. Menurut Prawirohardjo (1999: 127) pubertas merupakan masa peralihan
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
2. Menurut Soetjiningsih (2004: 134) pubertas adalah suatu periode perubahan
dari tidak matang menjadi matang.

3
3. Menurut Monks (2002: 263) pubertas adalah berasal dari kata puber yaitu
pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu
tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.
4. Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alatalat seksual dan tercapai
kemampuan reproduksi
Pubertas: periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis serta kematangan seksual
secara pesat terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16
tahun
Definisi Remaja berdasarkan usia:
Remaja: adolescence; tumbuh menjadi dewasa (to grow into maturity) dan
didahului oleh fase pubertas.

Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah sekitar
22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa
remaja, yakni usia antara usia 1120 tahun adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan
b. Tahapan Perkembangan Masa Remaja
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut:
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 1113 tahun.
Dengan ciri khas: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai
berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 1416 tahun.
Dengan ciri khas: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan,
berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 1720 tahun.
4. Dengan ciri khas: mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman
sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta,
pengungkapan kebebasan diri.

4
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas
yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Perubahan psikologi menuju masa remaja
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut:
1. Remaja Dini (early adolescence): usia 10 13 tahun.
Karakteristik:
Awitan pubertas, menjadi terlalu memperhatikan tubuh yang sedang
berkembang
Mulai memperluas radius social keluar dari keluarga dan berkonsentrasi pada
hubungan dengan teman.
Kognisi biasanya konkret
Dampak:
Remaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang normalitas kematangan
fisik, sering terlalu memikirkan tahapan-tahapan perkembangan seksual dan
bagaimana proses tersebut berkaitan dengan teman-teman sejenis kelamin
Kadang-kadang masturbasi
Mulai membangkitkan rasa tanggung jawab dalam konsultasi dengan orang
tua, kunjungan pada orang tua, kunjungan pada dokter, kontak dengan
konselor sekolah
Pikiran yang konkret mengharuskan berhubungan dengan situasi-situasi
kesehatan secara simple dan eksplisit dengan menggunakan alat bantu visual
maupun verbal.

2. Remaja Pertengahan (middle adolescence): umur 1416 tahun.


Karakteristik:
Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual
muncul
Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar perilaku,
meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
Konflik/pertentangan dalam hal kebebasan
Kognisi mulai abstrak
Dampak:
Mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis. Perilaku seksual dan
eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul,
masturbasi meningkat.
Kelompok sejawat sering membantu/mendukung dalam kegiatan seperti
kunjungan ke dokter.
Pikiran tentang kebebasan mulai bertambah, sementara masih mengharapkan
dukungan dan bimbingan orang tua dapat mendiskusikan dan bernegosiasi
tentang perubahan-perubahan peraturan.
Saat diskusi dan negosiasi remaja sering ambivalen

5
Mulai mempertimbangkan berbagai tanggung jawab dalam banyak hal, tetapi
kemampuannya untuk berintegrasi dengan kehidupan sehari-hari agak jelek
karena identitas egonya belum terbentuk sepenuhnya dan pertumbuhan
kognitifnya belum lengkap.

3. Remaja Akhir (late adolescence): umur 1721 tahun.


Karakteristik:
Kematangan fisik sudah lengkap, body image dan penentuan peran jenis
kelamin sudah mapan
Hubungan-hubungan sudah tidak lagi narsistik dan terdapat proses memberi
dan berbagi
Idealistis
Emansipasi hampir menetap
Perkembangan kognitif lengkap
Peran fungsional mulai terlihat nyata.
Dampak:
Remaja mulai merasa nyaman dengan hubungan-hubungan dan keputusan
tentang seksualitas dan preteransi. Hubungan individual mulai lebih menonjol
disbanding dengan hubungan dengan kelompok
Remaja lebih tebuka terhadap pernyataan spesifik tentang perilaku
Idealisme dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan keluarga
Dengan mulainya emansipasi, anak muda tersebut mulai memahami akibat-
akibat dari tindakannya.
Sering tertarik dalam diskusi tentang tujuan tujuan hidup karena inilah
fungsi utama mereka pada tahap ini
Sebagian besar mampu memahami persoalan-persoalan kesehatan.

table 1. perkembangan biopsional selama masa remaja


Tipe Usia Karakteristik Dampak
(tahun)
Remaja dini 10-13 Masa pubertas, Memperhatikan tahapan
hubungan dengan fisik dan seksual, rasa
teman, kognisi tanggung jawab, interaksi
konkret dengan alat verbal dan
visual
Remaja 14-16 Muncul dorongan Menarik lawan jenis,
pertengahan seksual, perubahan kebebasan bertambah,
perilaku, kebebasan, sikap ambivalen, ego
kognisi abstrak belum stabil
Remaja akhir 17-21 Kematangan fisik, Hubungan individual,
saling berbagi rasa, lebih terbuka, memahami
idealis,emasipasi tanggung jawab, paham
mantap tujuan hidup, paham
kesehatan

6
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas
yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.

Perkembangan Biologis Remaja


Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
- Laki-laki: Perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang
semakin berotot
- Perempuan: Pinggulnya membesar dan munculnya lemak. Perempuan dua
tahun lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk, 1998)
Perkembangan Psikologis Remaja
Perkembangan identitas diri.
Identitas diri: adalah pikiran pikiran dan perasaan yang dimiliki mengenai
diri (Gardner, 1992); bagaimana remaja mendeskripsi diri secara
terorganisir, merupakan ekspansi dari rasa harga diri (Berk, 1998)
Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang
penuh persoalan
Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan
orang tua
Biasanya gampang tersinggung dan sulit dimengerti
Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis

7
Perkembangan sosial
Pengaruh teman sebaya sangat kuat
Terbentuknya pengelompokan sosial
Tugas perkembangan masa remaja dan pubertas :
Mencari relasi yang lebih matang dengan teman seusia (laki-perempuan)
Mencapai peran sosial feminim atau maskulin
Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggungjawab secara sosial
Mencapai kemandirian secara emosional
Mempersiapkan untuk karir ekonomi
Mempersiapkan untuk menikah dan berkeluarga
Memperoleh set nilai dan sistem etis untuk mengarahkan perilaku
c. Perilaku Berisiko Remaja
Perilaku berisiko adalah perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek
psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya.
Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat
memenuhi perkembangan psikologisnya.
Beberapa hal berikut adalah faktor risiko untuk masa remaja mengalami perilaku
berisiko yaitu;
a. Perubahan emosi menyebabkan remaja mudah tersinggung, mudah menangis,
cemas, frustasi dan sekaligus tertawa.
b. Perubahan intelegensi, sehingga menyebabkan remaja menjadi mudah
berfikir abstrak serta senang memberi kritik. Disamping itu remaja juga
mudah untuk mengetahui hal-hal baru, sehingga memunculkan perilaku ingin
mencoba-coba.
c. Keingintahuan yang tinggi, khususnya terkait dengan kesehatan reproduksi
remaja, mendorong ingin mencoba dalam bidang seks yang merupakan hal
yang sangat rawan, karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan
merugikan masa depan remaja, khususnya remaja putri.
d. Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja antara
lain adalah 1) masalah gizi, 2) masalah pendidikan, 3) masalah lingkungan
dan pekerjaan, 4) masalah seks dan seksualitas dan 5) masalah kesehatan
reproduksi remaja itu sendiri.
Tanda dan gejala perilaku remaja berisiko
a. Selalu ingin menang sendiri
b. Selalu memaksakan kehendaknya
c. Kebiasaan merokok
d. Agresif
e. Curiga
f. Mudah marah dan mudah tersinggung
g. Suka mencari alasan yang tidak logis

8
h. Sering pulang larut malam, bahkan terkadang suka menginap di rumah teman
dengan alasan yang cenderung di buat-buat
i. Berpenampilan tidak rapih, acuh tak acuh sampai tidak peduli terhadap
perawatan diri sendiri
j. Ada perubahan emosi atau mental secara tiba-tiba
Dampak perilaku remaja berisiko yang tidak diatasi
a. Dapat terjadi perilaku seks bebas pada remaja.
b. Terjadinya kehamilan diluar nikah
c. Dapat menjadi pengguna atau pengedar NAPZA
d. Perokok berat
e. Berperilaku kriminal yang menyebabkan konflik dalam keluarganya.
f. Cedera fisik
g. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada keluarga dengan perilaku remaja
berisiko

Perilaku menyimpang remaja


Masalah Remaja di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SMP/ SMA selalu
mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk
perilaku. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di
sekolah.
Perilaku Bermasalah (problem behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam
kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak
perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam
proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat.
Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah
misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan
seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan
merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat
perilakunya sendiri.
Perilaku menyimpang (behaviour disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang
menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak
terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami
behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang,
unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang
pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang
mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak
karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)
Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh
keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa

9
mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan
melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada
remaja di sekolah menegah (SMP/SMA).
Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara
perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara
pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di
sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan
perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orangtua harus mampu
memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang
salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan
perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam
conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal
maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya. Selain itu, conduct disorder juga dikategorikan pada
remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang
ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan
orang lain.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Attention Deficit Hyperactivity Disorder yaitu anak yang mengalami defisiensi
dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-
gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang
hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga
tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat
berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang
hiperaktif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak
hiperaktif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta
mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya.
Pencegahan
1. Promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang pentingnya memelihara
kesehatan reproduksi pada remaja.
2. Pelibatan remaja dalam kelompok sebaya seperti peer kounselor atau peer
educator.
3. Pelibatan remaja dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan di
masyarakat.
4. Pelatihan remaja dalam keterampilan perilaku hidup sehat tentang
pencegahan masalah kesehatan remaja.
Perawatan
1. Pelibatan remaja dalam alternatif solusi masalah yang dihadapi.
2. Pelatihan keterampilan perilaku hidup sehat tentang penanganan masalah
yang dihadapi remaja.

10
3. Bimbingan dan konsultasi terhadap keluarga tentang alternatif solusi
berdasarkan kemampuan dan kebutuhan keluarga.
4. Konseling keluarga dan atau dengan remaja tentang masalah yang
dihadapinya.
5. Bimbingan antisipasi berbagai kejadian yang dapat terjadi pada remaja dan
keluarganya serta cara menghadapinya.

Bagan 1. Factor-faktor prinsip dalam perilaku beresiko (sari pediatric,2001)

Perilaku Kesehatan
Menurut teori Green et al. (1999), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku
(nonperilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok
faktor meliputi: perilaku seseorang berhubungan faktor predisposisi, faktor
pemungkinan dan faktor penguat. Oleh sebab itu, akan diuraikan hal-hal yang
berkaitan dengan perilaku serta hal-hal yang berhubungan perilaku, adalah:

11
1. Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor predisposisi mencakup
pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi, berkenaan dengan motivasi
seorang atau kelompok untuk bertindak. Sedangkan secara umum faktor
predisposisi ialah sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau
kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Hal ini mungkin mendukung
atau menghambat perilaku sehat dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai
pengaruh. Faktor demografis seperti status sosial-ekonomi, umur, jenis
kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factor). Faktor pemungkin mencakup berbagai
keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku
kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia
klinik atau sumber daya yang serupa itu. Faktor pemungkin ini juga
menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya, jarak ketersediaan
transportasi, waktu dan sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcing factor). Faktor penguat adalah faktor yang
menentukan tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber
penguat tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan
pasien, faktor menguat bisa berasal dari perawat, bidan dan dokter, pasien dan
keluarga.

Sedangkan beberapa teori tentang perilaku lainnya, antara lain dikemukan oleh:

1. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi


manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya
(Notoatmodjo, 2010).
2. Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan lingkungan.
Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai,
sifat, keperibadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan
kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam
menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam
menentukan perilaku, bahkan kekuatannya lebih besar dari karakteristik
individu (Azwar, 2010).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)


terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok,
yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik
bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan
yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4
unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan
lingkungan

12
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit


yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya,
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,
(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga, dan sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons
untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu
untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya.
Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,
misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra,
dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional
(dukun, sinshe, dan sebagainya).
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet,
mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan


Adalah respons seseorang terhadap system pelayanan kesehatan baik sistem
pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut
respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-
obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan
fasilitas, petugas, dan obat-obatan.

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior),


Yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi),
pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)


Adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.
Perilaku ini antara lain mencakup:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen,
manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-
segi higien pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.

13
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah yang
sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector),
dan sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan


kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,
kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebaginya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga
kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap kesehatan/
kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada
anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya.

Menurut Indonesian public health, Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3


kelompok yaitu:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha seseorang


untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika
sedang sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health
seeking behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan
seseorang saat sakit dan atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self
treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya.

Jenis kegiatan dalam PKPR

Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dapat


dilaksanakan di dalam atau di luar gedung. Untuk sasaran perorangan atau
kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau
masyarakat, berdasarkan kemitraan.

14
Jenis kegiatan tersebut meliputi:

1. Pemberian informasi dan edukasi

Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau


berkelompok.
Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah,
atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau
sepengetahuan) puskesmas.
Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD),
diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media
elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS).
Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap,
dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru)
dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap
tidak menggurui serta perlu bersikap santai.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan


rujukannya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke


puskesmas adalah:

Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu
pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu
dan anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan dapat
menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus
remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila
diperlukan.
Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas loket atau
petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus
menjaga kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil
rujukan kasus per kasus.

3. Konseling

Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:

Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar


dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.
Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya
secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar mampu:

1. Mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.

15
2. Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi
pada dirinya.
3. Mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa
bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan
hidup sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE). Sedangkan life
skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk
memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara
efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan
dalam lingkup yang luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.

Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan
mengatasi masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi
stres dan tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang
kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. Pendidikan ketrampilan hidup sehat
dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, antara lain: di sekolah,
puskesmas, sanggar, rumah singgah, dan sebagainya.

Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:

Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak
jarang mengakibatkan masa depan menjadi suram.
Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisis.
Berpikir kreatif
Berfikir kreatif akan membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Berpikir kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif
yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan
diambil. Meski tak menghasilkan suatu keputusan, berpikir kreatif akan
membantu remaja merespons secara fleksibel segala situasi dalam keseharian
hidup.
Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif. Hal ini akan membantu mengenali dan menilai faktor yang memengaruhi
sikap dan perilaku, misalnya: tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan media.
Komunikasi efektif
Komunikasi ini akan membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara
verbal maupun non-verbal. Harus disesuaikan antara budaya dan situasi, dengan
cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini

16
akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana
mereka membutuhkan.
Hubungan interpersonal
Membantu menjalin hubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga
mereka dapat meciptakan persahabatan, meningkatkan hubungan baik sesama
anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial, dan yang terpenting
adalah mereka dapat mempertahankan hubungan tersebut; Hubungan
interpersonal ini sangat penting untuk kesejahteraan mental remaja itu sendiri.
Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang
tidak sehat dengan cara yang positif.
Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,
serta pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan
mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang
harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dimiliki untuk menciptakan komunikasi
yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati
terhadap orang lain.
Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja
mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja
untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya,
dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang
mengalaminya.
Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana
emosi dapat memengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan
merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan
karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila
tidak disikapi secara benar.
Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh,
membantu mengontrol stres, dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya
membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle).
Diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres
yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera
untuk menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak
ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak
menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara
efektif dan mengendalikan emosi, sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan
dengan mulus.
Dalam menghindari diri dari tindak kekerasan baik fisis ataupun mental, beberapa
kompetensi dari life skills ini dapat membantu remaja mengambil keputusan agar
dapat merespons ancaman atau tindak kekerasan tersebut. Kekerasan fisis
termasuk kekerasan seksual dapat dihindari dengan berpikir kritis dan kreatif serta
menggunakan komunikasi efektif untuk menghindari dan menyelamatkan diri dari
ancaman tersebut. Kekerasan mental (tekanan, pelecehan, penghinaan) tidak

17
menimbulkan akibat psikis apabila kompetensi life skills diterapkan seperti
berpikir kreatif, pengendalian emosi dan komunikasi efektif.
Pelaksanaan PKHS di puskesmas di samping meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja
sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong
melakukan promosi tentang adanya PKPR di puskesmas kepada temannya dan
menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada
teman-temannya.

5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya

Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai
salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader
kesehatan remaja atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan
diperoleh, yaitu kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di antara
kelompok sebayanya agar berperilaku sehat. Lebih dari itu, kelompok ini terlibat
dan siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Kader
yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat curhat bagi teman yang
membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam
keterampilan interpersonal relationship dan konseling.

Kesimpulan

Remaja bukanlah kelompok masyarakat yang tidak menghadapi masalah


kesehatan. Perilaku berisiko yang dijalani akibat tidak tepatnya keputusan yang
diambil pada masa remaja yang labil menghadapkan remaja kepada masalah
kesehatan. Di Indonesia, laju masalah kesehatan pada remaja sebagai akibat
perilaku berisiko jauh lebih cepat daripada penanganan yang dilakukan oleh
banyak pihak. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi menjadi esensial bagi upaya
penanganan masalah kesehatan pada remaja untuk menekan laju tersebut. Remaja
dengan sifat khasnya dilibatkan secara aktif dalam tiap upaya, selain dididik sejak
dini dan dibekali dengan pendidikan ketrampilan hidup sehat hingga terampil
dalam mengembangkan potensi dirinya untuk hidup secara kreatif dan produktif.
Remaja diberi kesempatan dan akses seluas-luasnya agar berperilaku positif dan
sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang
lain serta mampu menghadapi tantangan secara efektif dalam kehidupannya,
sehingga pembangunan manusia dan tujuan pembangunan milenium dapat
tercapai

d. Kesehatan Reproduksi Remaja


Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja:
Kesehatan reproduksi kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya (WHO)
Faktor yang mempengaruhi Kesehatan reproduksi:

18
1. Faktor sosio-ekonomi dan demografi
2. Faktor budaya dan lingkungan
3. Faktor psikologis
Faktor biologis
Prasyarat reproduksi sehat:
1. Supaya tidak terjadi kelainan anatomisfisiologis perempuan harus
memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah persalinan;
memiliki kelenjar penghasil hormon reproduksi yang sehat Diperlukan
gizi yang adekuat
2. Diperlukan landasan psikis yang kuat dan memadai dimulai sejak bayi
3. Terbebas dari penyakit organ reproduksi
4. Dapat melewati masa hamil dengan aman

Masalah kesehatan reproduksi remaja:


1. Perkosaan
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak
hanya remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan
rentan mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan untuk
menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks
bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat
memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV
(Human Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel kanker
pada rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun
mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas
biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan
remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang dihadapi
remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos
seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan
pacar merupakan bukti cinta atau mitos bahwa berhubungan seksual hanya sekali
tidak akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya
sekali juga dapat menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan dalam
masa subur.
4. Aborsi
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum
waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori

19
aborsi provokatus atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun
begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal
ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si remaja perempuan
yang mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis, karena secara
psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak
sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk
melangsungkan kehamilan.
Memahami dan Menjelaskan Langkah langkah Mengendalikan Kehamilan
pada Remaja
1. Sebelum terjadi kehamilan
Menjaga kesehatan reproduksi dengan jalan melakukan hubungan seksual
yang bersih dan aman.
Menghindari multipartner (umumnya sulit dihindari)
Mempergunakan KB remaja, diantaranya kondom, pil, dan suntikan sehingga
terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan.
Memberikan pendidikan seksual sejak dini.
Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai ajaran agama
masing-masing.
Segera setelah hubungan seksual mempergunakan KB darurat penginduksi
haid atau misoprostol dan lainnya.
2. Setelah terjadi kehamilan
Setelah terjadi konsepsi sampai nidasi, persoalannya makin sulit karena secara
fisik hasil konsepsi dan nidasi mempunyai beberapa ketetapan sebagai berikut :
Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai hak untuk hidup dan mendapatkan
perlindungan.
Hasil konsepsi dan nidasi merupakan zygote yang mempunyai potensi untuk
hidup.
Hasil konsepsi dan nidasi nasibnya ditentukan oleh ibu yang mengandung.
Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai landasan moral yang kuat, karena
potensinya untuk tumbuh kembang menjadi generasi yang didambakan setiap
keluarga.
(Syafrudin dan Hamidah, 2009)
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka langkah yang dapat
diambil antara lain:
1. Membiarkan tumbuh kembang sampai lahir, sekalipun tanpa ayah yang jelas
dan selanjutnya menjadi tanggung jawab Negara. Berdasarkan hak Negara
biaya dapat dialihkan haknya kepada orang lain. Mereka dinikahkan sehingga
bayi yang lahir mempunyai keluarga yang sah.
2. Di lingkungan Negara yang dapat menerima kehadiran bayi tanpa ayah, pihak
perempuan memeliharanya sebagai anak secara lazim.

20
3. Dapat dilakukan terminasi kehamilan dengan berbagai teknik sehingga
keselamatan remaja dapat terjamin. Undang-undang kesehatan yang mengatur
gugur kandung secara legal yaitu No. 23 Tahun 1992.
(Syafrudin dan Hamidah, 2009)

Penanganan kehamilan remaja:


1. Sikap bersahabat jangan mencibir.
2. Konseling kepada remaja dan keluarga meliputi kehamilan dan persalinan.
3. Membantu mencari penyelesaian masalah yaitu dengan menyelesaikan secara
kekeluargaan, segera menikah.
4. Periksa kehamilan sesuai standar.
5. Gangguan jiwa atau resiko tinggi segera rujuk.
6. Bila ingin abortus maka berikan konseling resiko abortus.

Memahami dan Menjelaskan Faktor Risiko Tinggi Kehamilan


A. Pengertian Resiko Tinggi Kehamilan
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional
ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa
muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara
emosional ketika ibu mengandung bayinya. (Ubaydillah, 2000).

Mempertahankan Kehamilan
1. Risiko Fisik:
Kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain (PEB, persalinan
prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
a. Pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau
menikahinya atau tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya.
b. Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik karena
sama-sama belum dewasa dan siap memikul tanggung jawab sebagai orang
tua.
c. Pasangan muda terutama pihak perempuan: dibebani oleh berbagai perasaan
yng tidak nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah
atau berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dll) hingga gangguan kejiwaan
3. Risiko Sosial
a. Berhenti atau putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu atau cuti
melahirkan.
b. Dikeluarkan dari sekolah: sekolah tidak mentolerir siswi hamil.
c. Menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati,
dan terkena cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah": kelahiran anak
di luar nikah masih menjadi beban orang tua maupun anak yang lahir.

21
4. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi atau anak membutuhkan
biaya besar

Mengakhiri Kehamilan
Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum
buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya
< 500 gram atau sebelum kehamilan usia 20 minggu.
Abortus terbagi 2:
1. Abortus spontan : Keguguran
2. Abortus buatan : Pengguguran, aborsi Imami/KRR 24
Risiko aborsi tidak aman:
1. Risiko Fisik
Pendarahan dan komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg rahim,
kerusakan leher rahim) kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi dan juga
mengakibatkan kemandulan.
2. Risiko Psikis
Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat
proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah dan dosa akibat
aborsi bisa berlangsung lama.
Depresi:
Perasaan sedih karena kehilangan bayi
Kehilangan kepercayaan diri
3. Risiko Sosial
Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa
sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.
4. Risiko Ekonomi.
Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin
tinggi.

Kerugian dan bahaya KTD pd remaja

Remaja jadi putus sekolah


Kehilangan kesempatan meniti karir
Menjadi orangtua tunggal dan pernikahan dini yng tidak terencana
Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis (sulit mengharapkan adanya
perasaan kasih sayang)
Kesulitan beradaptasi menjadi orangtua (tidak bisa mengurus kehamilannya
dan bayinya)
Perilaku yang tidak efektif (stress, konflik)

22
Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
Mengakhiri kehamilannya, aborsi illegal, kematian dan kesakitan ibu
Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan antara lain melalui beberapa yaitu:
1. Cara yang paling efektif adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah
2. Mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti olahraga,
seni dan kegiatan keagamaan
3. Hindari perbuatan yang dapat menyebabkan dorongan seksual seperti
meraba-raba tubuh pasangan maupun menonton video porno
4. Memperoleh informasi tentang manfaat dan menggunakan alat kontrasepsi,
cara menggunakannya serta kemungkinan kegagalannya
5. Pada pasangan yang telah menikah sebaiknya memakai kontrasepsi yang
aman seperti suntikan, sterilisasi, IUD dan implant.

B. Dampak Resiko Tinggi Kehamilan pada Usia Muda.


a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya: karena
terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh
tenaga nonprofesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang
serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada
akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim
yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR)
juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak
20 tahun. cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang
kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC)
kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di
sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal,
seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat
dan memijat perutnya sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang,
sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat
pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan
terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan
akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil
mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh
fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah
merah janin dan plasenta.lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah
akan menjadi anemis..
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).

23
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau
eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena
dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan
infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup
tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga nonprofesional (dukun).
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
a. Resiko bagi ibunya:
1. Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang
terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban
stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan
darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
2. Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik
dengan obat-obatan maupun memakai alat.
3. Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari
persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul,
kelaina kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salahKematian
ibu.
4. Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan
infeksi.

b. Dari bayinya :
1. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi
karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
2. Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram.
kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil
kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh
ibu hamil.
3. Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom,
infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
4. Kematian bayi.
Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau kematian
perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang
dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan
asfiksia.(Manuaba,1998).
Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:

24
1. Umur
a. Terlalu muda yaitu < 20 tahun.
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga
perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
b. Terlalu tua yaitu > 35 tahun.
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35
tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan
lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena
semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3. Interval
Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak
terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl
diwaspadai persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau
perdarahan.
4. Tinggi badan
Tinggi badan <145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai
panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
5. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas <23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK
(Kekurangan Energi Kronik) atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini
perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga
mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.
6. Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan
riwayat cacat kongenital.
7. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul

Faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan kurang dari
145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih dari 3
orang, usia >35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.
Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:
1. Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi
diperlukannya operasi Caesaria
2. Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa
terjadi adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3. Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya
berada pada posis yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti
pada bagian pantat atau kaki yang berada di bawah.
4. Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik
sescara keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan
diperlukannya operasi Caesar.
FAKTOR PENYEBAB KEHAMILAN RESIKO
Kehamilan risiko rendah

25
1. Primipara tanpa komplikasi --- Primipara adalah wanita yang pernah 1 kali
melahirkan bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup (viable).
Kehamilan dengan presentase kepala, umur kehamilan 36 minggu dan kepala
sudah masuk PAP.
2. Multipara tanpa komplikasi adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin
viabel atau lebih.
3. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup --- Persalinan
spontan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu, tetapi berat
badan lahir melebihi 2500 gram.
Kehamilan risiko sedang
Kehamilan yang masuk ke dalam kategori 4 terlalu:
Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun)
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan relatif
masih kecil, biologis sudah siap tetapi psikologis belum matang.
Sebaiknya tidak hamil pada usia di bawah 20 tahun. Apabila telah menikah pada
usia di bawah 20 tahun, gunakanlah salah satu alat/obat kontrasepsi untuk
menunda kehamilan anak pertama sampai usia yang ideal untuk hamil
Menurut Caldwell dan Moloy ada 4 bentuk pokok jenis panggul:
1. Ginekoid: paling ideal, bentuk bulat: 45
2. Android: panggul pria, bentuk segitiga: 15
3. Antropoid: agak lonjong seperti telur: 35 %
4. Platipelloid: menyempit arah muka belakang: 5 % (Prawirohardjo,
2008, p. 105-106).
Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun)
Pada usia ini kemungkinan terjadi problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes
mellitus, anemis, saat persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan dan risiko
cacat bawaan.
Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun)
Bila jarak anak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan
baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama, atau perdarahan.
Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak)
Ibu yang memiliki anak lebih dari 4, apabila terjadi hamil lagi, perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya persalinan lama, karena semakin banyak anak, rahim ibu
makin melemah.
Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm

26
Pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam keadaan
seperti itu perlu diwaspadai adanya panggul sempit karena dapat mengalami
kesulitan dalam melahirkan.
Kehamilan lebih bulan (serotinus)
Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi persalinan, dihitung
berdasarkan rumus Naegele. Gejala dan tanda: Kehamilan belum lahir setelah
melewati waktu 42 minggu, gerak janinnya makin berkurang dan kadang-kadang
berhenti sama sekali, air ketuban terasa berkurang, kerentanan akan stres.
Penanganan: Persalinan anjuran atau induksi persalinan. Bila keadaan janin baik
maka tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan
janin dan tes tanpa tekanan 3 hari. Bila hasil positif, segera lakukan seksio sesarea
Persalinan lama
Partus lama adalah partus yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk primigravida
dan 18 jam bagi multigravida. Penyebabnya adalah kelainan letak janin, kelainan
panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan.
Gejala dan tanda: KU lemah, kelelahan, nadi cepat, respirasi cepat, dehidrasi,
perut kembung dan edema alat genital. Bahaya: Bisa terjadi infeksi, fetal distres
dan ruptur uteri.
Penanganan: Memberikan rehidrasi dan infus cairan pengganti, memberikan
perlindungan antibiotika-antipiretika.
Kehamilan risiko tinggi
Penyakit pada ibu hamil
Anemia
Anemia Adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan ibu pada saat
proses persalinan (BKKBN, 2003, p.24). Kondisi ibu hamil dengan kadar
Hemoglobin kurang dari 11 g% pada trimester 1 dan 3 dan <10,5 g % pada
trimester 2. Anemia dapat menimbulkan dampak buruk terhadap ibu maupun
janin, seperti infeksi, partus prematurus, abortus, kematian janin, cacat bawaan
Gejala dan tanda: Pusing, rasa lemah, kulit pucat, mudah pingsan, sementara tensi
masih dalam batas normal perlu dicurigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat
dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat
Penanganan umum: Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan
mengkonsumsi makanan bergizi dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori
300 kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari kiranya cukup mencegah
anemia
Malaria
Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman (plasmodium) dapat
mengakibatkan anemia dan dapat menyebabkan keguguran. Gejala dan tanda:
Demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut dan malaria berat lainnya.
Penanganan: Dengan pemberian obat kemoprofiksis jenis klorokuin dengan dosis
300 mg/minggu.

27
TBC paru
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru,
sehingga dapat menyebabkan perubahan pada sistem pernafasan.
Gejala dan tanda: Batuk menahun, batuk darah dan kurus kering.
Penanganan: Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan
dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal. Penderita dengan proses
aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam kamar
isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan
makanan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
Penyakit jantung
Bila ibu hamil mempunyai penyakit jantung harus ekstra hati-hati. Jangan sampai
terlalu kecapaian dan jaga kenaikan berat badan agar beban kerja jantung bisa
berkurang.
Gejala dan tanda: Cepat merasa lelah, jantungnya berdebar-debar, sesak napas
apabila disertai sianosis (kebiruan), edema tungkai atau terasa berat pada
kehamilan muda, dan mengeluh tentang bertambah besarnya rahim yang tidak
sesuai.
Diabetes mellitus
Diabetes merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak menghasilkan insulin
dalam jumlah cukup, atau sebaliknya, tubuh kurang mampu menggunakan insulin
secara maksimal. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas, yang
berfungsi mensuplai glukosa dari darah ke sel-sel tubuh untuk dipergunakan
sebagai bahan bakar tubuh.
Gejala dan tanda: Pada masa awal kehamilan, dapat mengakibatkan bayi
mengalami cacat bawaan, berat badan berlebihan, lahir mati, dan gangguan
kesehatan lainnya seperti gawat napas, hipoglikemia (kadar gula darah kurang
dari normal), dan sakit kuning.
Penanganan: Menjaga agar kadar glukosa darah tetap normal, ibu hamil harus
memperhatikan makanan, berolahraga secara teratur, serta menjalani pengobatan
sesuai kondisi penyakit pada penderita penyakit ini.
Infeksi menular seksual pada kehamilan
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual dengan pasangan yang menderita penyakit
tersebut
Riwayat obstetrik buruk
1. Persalinan dengan tindakan: (a) Induksi persalinan yaitu tindakan ibu hamil
untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan.
Dilakukan tindakan ini karena adanya komplikasi pada ibu maupun janin,
misalnya ibu hamil dengan KPD, pre eklamsia, serotinus. (b) Sectio Caesaria
merupakan tindakan untuk melahirkan bayi melalui abdomen dengan

28
membuka dinding uterus dengan cara mengiris dinding perut dan dinding
uterus. Tindakan ini dilakukan karena ada komplikasi pada kehamilan,
misalnya plasenta previa totalis, panggul sempit, letak lintang, sudah pernah
SC dua kali, dan lain- lain.
2. Pernah gagal kehamilan (keguguran) Abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan pada usia kurang dari 20 minggu (berat janin kurang dari 500
gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
Gejala dan tanda: Perdarahan bercak hingga derajat sedang dan perdarahan
hebat pada kehamilan muda. Penanganan: Lakukan penilaian awal untuk
segera menentukan kondisi pasien (gawat darurat, komplikasi berat atau
masih stabil). Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien
sebelum melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk)
Pre eklamsi
Pre eklamsi adalah suatu keadaan dengan timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
lahir.
Gejala dan tanda: Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan
kaki, jari tangan dan muka, sakit kepala hebat, tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg, proteinuria sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam.
Penanganan umum: Istirahat (tirah baring), diet rendah garam, diet tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium, obat antihipertensi dan dirawat di rumah sakit bila
ada kecendrungan menjadi eklamsia.
Eklamsia
Eklamsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia berat ditambah dengan kejang
atau koma yang dapat berlangsung mendadak.
Gejala dan tanda: Eklamsia ditandai oleh gejala-gejala pre eklamsia berat dan
kejang atau koma.
Penanganan: Pengobatan tetap isolasi ketat di rumah sakit. Hindari kejang yang
dapat menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Hamil kembar (gemelli)
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kejadian
kehamilan ganda dipengaruhi oleh faktor keturunan, umur dan paritas.
Gejala dan tanda: Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya
kehamilan, gerakan janin dirasakan lebih banyak, uterus terasa lebih cepat
membesar, pada palpasi bagian kecil teraba lebih banyak, teraba ada 3 bagian
besar janin, teraba ada 2 bollatmen, terdengar 2 denyut jantung janin.
Penanganan dalam kehamilan: Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal
kehamilan kembar dan mencegah komplikasi yang timbul, periksa darah lengkap,
Hb, dan golongan darah.
Kehamilan dengan kelainan letak

29
1. Letak lintang --- Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-
kira tegak lurus dengan sumbu memanjang tubuh ibu. Etiologi: Kelemahan
dinding perut/uterus karena multiparitas, kesempitan panggul, plasenta
previa, prematuritas, gemeli dan lain-lain.
2. Letak sungsang --- Janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong di bagian bawah kavum uteri. Penyebabnya: Prematuritas,
gemeli, multiparitas, plasenta previa dan lain- lain.
Perdarahan dalam kehamilan
1. Plasenta previa --- Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Gejala
dan tanda: Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada
kehamilan lanjut, sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang,
kadang-kadang perdarahan terjadi pada pagi hari sewaktu bangun tidur.
Penanganan: Menurut Eastman bahwa tiap perdarahan trimester ketiga yang
lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa
dilakukan manipulasi apapun, baik rektal maupun vaginal. Apabila pada
penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu,
kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin dibawah 2500 gr,
maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat- obatan
dan observasilah dengan teliti.
2. Solusio plasenta --- Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal,
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Gejala dan tanda: Perdarahan
dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin berkurang, palpasi bagian
janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan
sedang, dapat terjadi gangguan pembekuan darah. Penanganan: Perdarahan
yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan
perawatan inap dan pada plasenta tingkat sedang dan berat penanganannya
dilakukan di rumah sakit
a. Faktor Risiko Tinggi Kehamilan
Faktor risiko kehamilan adalah sebuah keadaan dimana seorang wanita hamil di
perkirakan akan mengalami gangguan yang akan menganggu kehamilannya dan
berdampak pada wanita hamil tersebut ataupun bayi yang sedang di kandungnya.
Kehamilan Risiko Rendah
Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki
faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik
dirinya maupun janin yang dikandungnya. Contohnya adalah primipara tanpa
komplikasi, multipara tanpa komplikasi, dan persalinan spontan dengan
kehamilan prematur dan bayi hidup.

30
Kehamilan Risiko Sedang
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang,
contohnya adalah ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
tinggi badan kurang dari 145 cm, jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun),
jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak), kehamilan lebih bulan, dan persalinan
yang lama. Faktor ini dianggap nantinya akan mempengaruhi kondisi ibu dan
janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu persalinan.
Kehamilan Risiko Tinggi
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara
lain adanya anemia pada ibu hamil, pernah gagal kehamilan (keguguran),
kehamilan kembar, kehamilan dengan kelainan letak, pendarahan, dan penyakit
pada ibu hamil (malaria, TB Paru, penyakit jantung, DM, infeksi menular seksual
pada kehamilan, eklampsia, pre eklampsia,). Faktor risiko ini dianggap akan
menimbulkan komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan janin baik pada
saat hamil maupun persalinan nanti.
Bahaya Kehamilan Berisiko
Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko adalah bayi lahir
belum cukup bulan, bayi lahir dengan BBLR, keguguran (abortus), partus macet,
perdarahan ante partum dan post partum, IUFD, keracunan dalam kehamilan,
kejang (Prawirohardjo, 2008)
b. Faktor Penyebab Risiko Tinggi Kehamilan
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri
dan 20 % oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah 3
Terlambat dan 4 Terlalu.
3 faktor terlambat:
Terlambat dalam mengambil keputusan
Terlambat sampai ke tempat rujukan
Terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan
Tiga fase terlambat (3T) yaitu:
1. Terlambat Satu: terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan baik
secara individu, keluarga atau keduanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
fase satu ini adalah terlambat mengenali kehamilan dalam situasi gawat, jauh
dari dari fasilitas kesehatan, biaya, persepsi mengenai kualitas dan efektivitas
dari pelayanan kesehatan.
2. Terlambat Dua: terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor-
faktor fase dua ini adalah lamanya pengangkutan, kondisi jalan, dan biaya
transportasi.
3. Terlambat Tiga: terlambat mendapatkan pelayanan yang adekuat. Faktor-
faktor yang mempengaruhi fase tiga ini adalah terlambat mendapatkan
pelayanan pertama kali di RS (rujukan). Keterlambatan ini dapat dipengaruhi

31
oleh kelengkapan peralatan rumah sakit, ketersediaan obat dan ketersediaan
tenaga terlatih.

4 faktor terlalu:
Terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun)
Terlalu tua saat melahirkan (> 35 tahun)
Terlalu banyak anak (> 4 anak)
Terlalu dekat jarak melahirkan (< 2 tahun)
Indikator Penurunan AKI
Pemantauan dan Evaluasi penurunan AKI tidak hanya didasarkan pada
pengukuran perubahan kematian ibu, namun meliputi pemantauan proses dan
luaran. Untuk itu, selain indikator dampak igunakan pula indikator proses, output
dan outcome.
1. Indikator proses, output, dan outcome. Indikator proses, output, dan outcome
merupakan indikator yang berhubungan dengan proses, output, dan outcome
dalam upaya Safe Motherhood. Beberapa contoh indikator yang termasuk
kedalamnya adalah sebagai berikut:
a. Persentase bidan yang terlatih menangani kegawatan obstetri (indikator
proses)
b. Indikator hasil pelayanan, misalnya cakupan pelayanan antenatal dan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (indikator output)
c. Proporsi komplikasi obstetri yang mendapat penanganan adekuat dan case
fatality rate.

2. Indikator Dampak
a. Rasio kematian ibu. AKI adalah kematian ibu dalam satu periode satu per
100.000 kelahira hidup pada periode yang sama.
b. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu dalam satu periode per
100.000 wanita subur
c. Risiko kematian ibu seusia hidup. Risiko wanita terhadap kematian ibu terjadi
sepanjang usia suburnya.
d. Proporsi kematian ibu pada wanita usia reproduksi (proportion al mortality
ratio). Indikator ini merupakan presentase kematian ibu dari kematian total
pada wanita usia 15-49 tahun.

Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan


Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang
mengancam jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.Tanda bahaya pada kehamilan
adalah:
a. Perdarahan pervaginam
b. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c. Perubahan visual yang hebat
d. Nyeri abdomen yang hebat
e. Bayi kurang bergerak seperti biasa
f. Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan

32
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan
sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan. Pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu :
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke
petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2.
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering
dan lebih intensif.
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda
kehamilan beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan
tanda-tanda bahaya kehamilan.
Penanganan kehamilan resiko tinggi
1. Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi berbeda-beda
tergantung dari penyakit apa yang sudah di derita sebelumnya dan efek
samping penyakit yang dijumpai nanti pada saat kehamilan. Tes penunjang
sangat diharapkan dapat membantu perbaikan dari pengobatan atau dari
pemeriksaan tambahan.
2. Kehamilan dengan risiko tinggi harus ditangani oleh ahli kebidanan yang harus
melakukan pengawasan yang intensif, misalnya dengan :
Mengatur frekuensi pemeriksaan prenatal.
Konsultasi diperlukan dengan ahli kedokteran lainnya terutama ahli
penyakit dalam dan ahli kesehatan anak.
Pengelolaan kasus merupakan hasil kerja tim antara berbagai ahli.
Keputusan untuk melakukan pengakhiran kehamilan perlu
dipertimbngkan oleh tim tersebut dan juga dipilih apakah perlu di
lakukan induksi persalinan atau tidak

Pencegahan Risiko Tinggi Kehamilan dan AKI yang Tinggi


Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan
yang adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah
bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan, antara lain: Sering memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan
teratur, minimal 4x kunjungan selama masa kehamilan yaitu: (a) Satu kali
kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama). (b) Satu kali kunjungan
pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan keenam). (c) Dua kali
kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan kesembilan).
Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan dengan
jarak satu bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Bila
ditemukan risiko tinggi, pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan intensif.
Makan makanan yang bergizi Asupan gizi seimbang pada ibu hamil dapat
meningkatkan kesehatan ibu dan menghindarinya dari penyakit- penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan zat gizi. Menghindari hal-hal yang dapat
menimbulkan komplikasi pada ibu hamil: (a) Berdekatan dengan penderita
penyakit menular. (b) Asap rokok dan jangan merokok. (c) Makanan dan
minuman beralkohol. (d) Pekerjaan berat. (e) Penggunaan obat-obatan tanpa

33
petunjuk dokter/bidan. (f) Pemijatan/urut perut selama hamil. (g) Berpantang
makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil. Mengenal tanda-tanda kehamilan
dengan risiko tinggi dan mewaspadai penyakit apa saja pada ibu hamil. Segera
periksa bila ditemukan tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi. Pemeriksaan
kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan. desa, Puskesmas/Puskesmas
pembantu, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau swasta.
Program, perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
Suatu Kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di Desa dalam rangka peningkatan
peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan Persalinan yang
aman dan persiapan menghadapi komplikasi pada ibu hamil, termasuk
perencanaan pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan dengan menggunakan
stiker sebagai media notifikasi sasaran untuk meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir KB.
Tujuan Pemasangan Stiker P4K
Penempelan stiker P4K di setiap rumah ibu hamil dimaksudkan agar ibu
hamil terdata, tercatat dan terlaporkan keadaannya oleh bidan dengan
melibatkan peran aktif unsurunsur masyarakat seperti kader, dukun dan
tokoh masyarakat.
Masyarakat sekitar tempat tinggal ibu mengetahui ada ibu hamil, dan apabila
sewaktuwaktu membutuhkan pertolongan, masyarakat siap sedia untuk
membantu. Dengan demikian, ibu hamil yang mengalami komplikasi tidak
terlambat untuk mendapat penanganan yang tepat dan cepat.
Manfaat P4K
Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin.
Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran aktif keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir bagi ibu
sehingga melahirkan bayi yang sehat.

34
Mekanisme P4K

Langkah-langkah pelaksanaan P4K dengan Pemasangan Stiker


Orientasi P4K dengan Stiker untuk pengelola program dan stakeholder terkait
di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas.
Sosialisasi di tingkat desa kepada kader, dukun, tokoh agama, tokoh
masyarakat, PKK serta lintas sektor di tingkat desa.
Pertemuan bulanan di tingkat desa (Forum Desa Siaga, Forum KIA, Pokja
Posyandu, dll) yang melibatkan Kades, Toma, Toga, Kader dengan
difasilitasi oleh BdD, yang dipimpin oleh kades.
Mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa (setiap bulan)
Membahas dan menyepakati calon donor darah, tranportasi dan pembiayaan (
Jamkesmas, Tabulin )
Membahas tentang pembiayaan pemberdayaan masyarakat (ADD, PNPM,
GSI, Pokjanal Posyandu, dll)
BdD bersama dengan kader atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil,
suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk
pemakaian KB pasca persalinan
BdD bersama kader Mengisi dan menempel Stiker di rumah ibu hamil.
BdD Memberikan Konseling pada ibu hamil, suami dan keluarga tentang
P4K terutama dalam menyepakati isi dalam stiker sampai dengan KB pasca
persalinan yang harus tercatat dalam Amanah Persalinan yang dilakukan

35
secara bertahap yang di pegang oleh petugas kesehatan dan Buku KIA yang
di pegang langsung oleh ibu hamil, dll.
BdD Memberikan Pelayanan saat itu juga sesuai dengan standar ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium (Hb, Urine, bila endemis malaria lakukan
pemeriksaan apus darah tebal, PMTCT, dll)
Setelah melayani, BdD merekap hasil pelayanan ke dalam pencatatan Kartu
Ibu, kohort ibu, PWS KIA, Peta sasaran Bumil, Kantong
Persalinan, termasuk kematian ibu , bayi lahir dan mati di wilayah desa
(termasuk dokter dan bidan praktek swasta di desa tsb)
Melaporkan hasil tersebut setiap bulan ke Puskesmas
Pemantauan Intensif dilakukan terus pada ibu hamil, bersalin dan nifas.
Stiker dilepaskan sampai 40 hari pasca persalinan dimana ibu dan bayi yang
dilahirkan aman dan selamat
Peran Masyarakat/Kader/Dukun
Membantu bidan dalam mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa binaan.
Memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan kesehatan ibu (Tanda
Bahaya Kehamilan, Persalinan dan sesudah melahirkan)
Membantu Bidan dalam memfasilitasi keluarga untuk menyepakati isi Stiker,
termasuk KB Pasca melahirkan.
Bersama dengan Kades, Toma membahas tentang masalah calon donor darah,
transportasi dan pembiayaan untuk membantu dalam menghadapi
kegawatdaruratan pada waktu hamil, bersalin dan sesudah melahirkan.
Menganjurkan suami untuk mendampingi pada saat pemeriksaan kehamilan,
persalinan, dan sesudah melahirkan
Menganjurkan Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

1. Memahami dan Menjelaskan Audit Maternal Perinatal


a. Definisi
Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada
patient safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu penerapan
patient safety sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka
globalisasi. Dalam World Health Assembly pada tanggal 18 Januari 2002, WHO
Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara anggota telah
mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program patient safety. Isi dari
program patient safety adalah:
1. Penetapan norma, standard dan pedoman global mengenai pengertian,
pengaturan dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan
penerapan aturan untuk menurunkan resiko.
2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti
dengan standard global, yang menitik beratkan terutama dalam aspek produk
yang aman dan praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical
product dan medical devices yang aman digunakan serta mengkreasikan
budaya keselamatan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan dan organisasi
pendidikan.
3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk

36
unggulan dalam keselamatan dan keamanan pasien secara internasional. Dan
yang terakhir adalah mendorong penelitian terkait dengan patient safety.
Sesuai dengan isi program patient safety yang pertama, maka perlu dilaksanakan
Audit Maternal-Perinatal (AMP) sebagai salah satu upaya pencegahan sekaligus
penerapan aturan untuk menurunkan risiko kematian ibu dan bayinya.
Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan
berbagai informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk
mendapatkan masukan mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam
upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu wilayah.
Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas
pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan
pembinaan, ruang lingkup wilayah dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit
efektif yang mempunyai kemampuan pelayan obstetrik-perinatal dan didukung
oleh pelayanan KIA sampai ketingkat masyarakat.
Audit maternal perinatal merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan
kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga
kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan
kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal
merupakan kegiatan death and case follow up.
Lebih lanjut kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan
pengaruh keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari
kegiatan ini dapat ditentukan:
Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah
kematian
Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan:
Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat
pelayanan kesehatan
Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara
otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang
mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang
diperoleh sebelum penderita meninggal sehingga dapat diketahui perkiraan
sebab kematian.

b. Tujuan
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA
di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan perinatal.

37
Tujuan khusus audit maternal adalah:
Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal
secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah
bersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan
dilintas batas kabupaten/kota provinsi
Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam
pembahasan kasus
Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit
bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
terhadap intervensi yang disepakati

c. Indikator Mortalitas

Kematian Ibu
Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah
kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa
memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh
kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini
terbagi dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung. Kematian yang bersifat
koinsidental, terjadi selama masa kehamilan atau 42 hari pascaterminasi
kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.
Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem
klasifikasi kematian ibu bertujuan:
Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa
kematian ibu yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi
penelitian
Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas
Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas
maternal berat.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan
sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian,
gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan
pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV
dan Anemia. Prinsip sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu:
Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh
dokter, ahli epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait.
Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah
dari kondisi lainnya.
Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of
Diseases (ICD)

38
Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar
berikut:

Angka Kematian Ibu (AKI)


WHO memperkirakan, bahwa 98% penyebab kematian maternal di negara
berkembang masuk katagori dapat dicegah. Menurut data WHO, pada periode
1997 s/d 2007, penyebab kematian maternal berturut-turut adalah hemorrhagic
(35%), Hipertensi (18%), Inderect Cause (18%), other direct cause (11%),
abortion and miscarriage (9%), Sepsis (8%), embolism (1%).

Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi
pada ibu hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat
dari kelainan yang berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang
diperburuk oleh kehamilan, dan bukan karena kecelakaan. Beberapa ahli
menyebut kematian ibu adalah ukuran penting dari kematian suatu bangsa dan
masyarakat serta mengindikasikan kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke
pelayanan kesehatan (Daniel, dkk, 2002). Kematian ibu merupakan permasalahan
kesehatan publik global dan penurunan kematian ibu adalah prioritas agenda
kesehatan dan politik di setiap negara (Chichakli, dkk, 2000).

39
Penyebab tertinggi kematian ibu (http://www.indonesian-publichealth.com)

Sementara WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat


hamil atau 42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan
dan lokasi persalinan, karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau
komplikasi dan manajemennya namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau
insidental.

Sementara terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan
kehamilan, yaitu:
- Kematian maternal lanjut (late maternal death)Kematian yang diakibatkan
penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun
kurang dari 1 tahun (antara 42 hari1 tahun) setelah melahirkan (after
termination of pregnancy).
- Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death)Kematian ibu yang
terjadi selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat
penyebabnya, obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun).
Kematian ibu terkait kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna
ketika penyebab kematian sulit ditentukan dan ketika semua kematian di
daerah itu disebabkan karena kehamilan.

Waktu Kritis Kematian Ibu (http://www.indonesian-publichealth.com)

Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)


Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu
untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan
kematian ibu. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang
mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah
menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini,

40
diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada
akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang
telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang
dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun
demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih
membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015
(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994
sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia
sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut
masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

Penyebab Kematian Ibu Melahirkan


Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab
mayor dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

41
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan
untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi
yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang,
aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup
penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang
pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,
kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif
dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah
ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian
laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara
sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan
upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat
tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.
Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak,
bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan
dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan
pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.
Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen
kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan
kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan
yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.

42
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu
di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah
jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi
serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 20022003
menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran
penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 20022003
menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam
pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami
banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2
persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI
20022003 menunjukkan angka 60.3 persen.
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab
kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat
serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting
dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan
bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis
dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen
pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi ini bervariasi
antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen,
dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 20028 (Tabel 2 dan 3).
Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu
dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh
tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39

43
persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan
kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya
anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan
HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat
tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil
mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir
rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain
yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6
persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi
juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu.
Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama adalah terlambat
deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam
mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal.
Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan
sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai di tempat rujukan.

4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat
keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang
cepat dan berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:


1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak

Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif
masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen
Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis
pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang
ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI
2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di
mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%.
Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini
tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan

44
tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu
meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan
beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan
berbeda satu sama lain.
Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah
lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

45
Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan
dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter
dari tahun trendnya meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah
perkotaan angka pertolongan persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih
dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan persalinan oleh bidan relatif tidak
banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun 2007 dan 2004 secara
total pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya menjadi turun.

Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

Upaya safe motherhood


Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan
konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya
bertujuan mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga
penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait. Pada waktu
itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator
dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita
(sekarang: Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan). Tahun 1990-1991,
Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi
Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi
tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000
kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan
Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya
kesehatan resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada
pertengahan tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu
upaya advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKI

46
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

SAFE MOTHERHOOD

PELAYAN
ASUHAN PERSALINAN
AN
BERSIH DAN
ANTE OBSTETRI
AMAN
NATAL ESENSIAL
KB

PELAYANAN KEBIDANAN
DASAR

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

PEMBERDAYAAN WANITA

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar
safe motherhood, yaitu:
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan
mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat
merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan
jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang tak
diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori 4 terlalu, yaitu terlalu
muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu
banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin
serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan
pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas
kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik
untuk resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang
membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan
dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.

47
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI Tingginya AKI di
Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1994) tertinggi di
ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah
pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai
penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi
dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang
memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.
Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi
kronis (KEK) dan keadaan 4 terlalu (terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu
banyak). Tahun 1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko
KEK pada ibu hamil (lingkar/lengan atas kurang dari 23,5 cm) sekitar 30%.
Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal
nonteknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status
wanita, ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini
ditangani oleh sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan
lebih memfokuskan intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak
langsung dari kematian ibu.
Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap
memerlukan dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan
Departemen Kesehatan tersebut dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada
dasarnya mengacu kepada inventarisasi strategis Empat pilar Safe Mothehood .
Dewasa ini, program keluarga berencanasebagai pilar pertamatelah dianggap
berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI,
diperlukan penajaman sasaran agar kejadian 4 terlalu dan kehamilan yang tak
diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal
sebagai pilar keduacukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya
masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang amansebagai pilar ketiga - yang
dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun
1997 baru mempunyai 60%.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik
esensialsebagai pilar keempatmasih sangat rendah, dan mutunya belum
optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan
dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering
tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan
untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap persalinan
ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik sedekat
mungkin kepada semua ibu hamil.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan
tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama
1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994
diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II (Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke
tingkat kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait) dalam upaya
mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-
masing.

48
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita
VII:
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik (resiko tinggi dan komplikasi obstetrik)
minimal meliputi 10% seluruh persalinan.
- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
obstetrik neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-
neonatal esensial dasar (PONED), yang didukung oleh RS Dati II sebagai
fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan obstetrik-
neonatal esensial komprehensif (PONEK) 24 jam; sehingga tercipta jaringan
pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung
tombaknya.
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan
standar pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan
kegiatan audit maternal-perinatal.
d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi (KIE) untuk mendukung
upaya percepatan penurunan AKI
e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung
untuk mempercepat penurunan AKI.
Keterlibatan Lintas Sektor
Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan
sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya
penurunan AKI adalah sebagai berikut :
a. Gerakan Sayang Ibu (GSI)
GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8
propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social.
Dalam pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan
Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga
macam keterlambatan, yaitu :
- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan
membuat keputusan untuk segera mencari pertolongan.
- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat
pertolongan yang dibutuhkan.
Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah
keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan
Rumah Sakit Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga.
Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan
Rakerkesnas. Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke
wakil-eakil semua propinsi dan selanjutnya mereka diharapkan akan
melaksanakan kegiatan GSI. Sampai pertengahan 1998 upaya perluasan kegiatan
GSI masih terus dilaksanakan.
b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak
Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri,
dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan
menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan
dari berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB.
Kegiatan utamanya adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait

49
dalam upaya itu. Propinsi yang dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan
UNICEF, namun pola ini akan diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.
c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat (GRKS)
GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat
Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya
keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di
antara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu,
promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk
kesejahteraan ibu.
Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang
dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia,
PKK, dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing

Pemantauan dan Evaluasi


Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator
cakupan, yaitu: cakupan antenatal (K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan
layanan antenatal), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan
kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan
alat pantau berupa Pemantauan Wilayah SetempatKesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan adanya PWS-KIA,
data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahunnya dari
semua propinsi.
Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan
gambaran untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa
mengukur AKI, sebagai indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang
dari 5-10 trahun tidak realistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian
indikator praktis atau indikator outcome. Indicator tersebut antara lain :
a. Cakupan penanganan kasus obstetrik
b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.
c. Jumlah kematian absolute
d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED
e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII,
agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum
dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi
umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam
penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

50
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah,


hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di
daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang
dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan
thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut.
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali
selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan
sebagai berikut:
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan
penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal
kepada Ibu hamil adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang
aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di
lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan
dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap
seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan
ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

Mempercepat Penurunan AKI

51
1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI
2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan
3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal
4. Peningkatan pembinaan teknis bidan
5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS
6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA
7. Peningkatan peran serta lintas program
Indikator Keberhasilan
1. Jumlah kematian maternal menurun
2. Cakupan akses dan pelayanan ANC
3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi
4. Adanya fasilitas POED dan POEK
5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat
6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali
100%
7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan
Program Dari Puskesmas
Standar minimal ANC:
1. Medical record
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik 7K
4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein,
reduksi)
5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi
6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine
7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40
8. USG:
Minggu 12: kondisi janin
Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta
Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

Surveilans Kematian Ibu


Menurut Depkes RI, surveilans merupakan proses sistematis dan terus-menerus
berkesinambungan yang meliputi pengumpulan data, analisis data dan
interpretasinya dan mendeseminasikan bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk
dapat dilakukan tindak lanjut. Pengukuran kematian ibu dinyatakan dalam tiga
ukuran, yaitu (Graham et al, 2008).

1. Maternal mortality ratio (MMR) atau angka kematian ibu, menggambarkan


risiko yang mungkin terjadi pada setiap kehamilan sebagai risiko obstetrik
yang dihitung dari seluruh jumlah ibu meninggal pada tahun tertentu per
100.000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
2. Maternal mortality rate- Jumlah ibu yang meninggal pada periode waktu
tertentu per 100.000 wanita usia subur (usia 15-49 tahun).
3. Life time risk atau risiko kematian seumur hidup adalah hasil dari suatu
perhitungan kemungkinan hamil dan kemungkinan meninggal sebagai
dampak dari kehamilan tersebut selama seorang wanita berada pada usia
reproduktif.

52
Surveilans kematian ibu adalah suatu proses terus-menerus berkesinambungan
untuk identifikasi kematian terkait kehamilan, mengkaji faktor-faktor penyebab
kematian, menganalisis dan menginterpretasi informasi yang terkumpul, dan
bertindak sesuai hasil yang ada untuk mengurangi kematian ibu di masa
mendatang. Tujuan utama dari proses surveilans adalah untuk merangsang
tindakan bukan hanya menghitung kasus dan angka atau rasio. Semua langkah-
langkah identifikasi, pengumpulan dan analisis data, dan tindakan diperlukan
dalam proses yang berkelanjutan untuk menentukan usaha dan mengurangi
kematian terkait kehamilan (Berg, dkk, 2004).

Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional penting


mendapat prioritas karena akan sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya
manusia pada generasi mendatang. Beberapa kendala dimungkinkan menjadi
penyebab sulitnya menurunkan angka kematian ibu (AKI), seperti masih
lemahnya sistem manajemen program kesehatan. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah
program Making Pregnancy Safer (MPS) dan Safe Motherhood, yang merupakan
strategi sektor kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian dan
kesakitan ibu.

Manfaat AKI
Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan
kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan
secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.

Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:

,
AKI = x 100.000 bayi lahir

hidup

Metode alternatif adalah mereview semua kematian wanita pada usia reproduksi
(Reproductive Age Mortality Survei atau RAMOS).
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar,
mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita
umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.

Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR)

53
Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan
berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000
penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur
penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang masih muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan
pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain
angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan
penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka
kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah.
Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per
1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.

Catatan: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi


yang umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka
jumlah dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data
dengan tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap
sebagai penduduk tengah tahun.

Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

Angka Kematian Bayi (AKB)

54
Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal;
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk
pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi
yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang
berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka
kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan
kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti
tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak
serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi,
serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.
Faktor Resiko
a. Usia
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35
tahun. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk
hamil dan melahirkan. Komplikasi yang sering timbul pada kehamilan di usia
muda adalah anemia, partus prematur, partus macet. Sedangkan kehamilan di atas
usia 35 tahun menyebabkan ibu terkena risiko terjadinya hipertensi kehamilan,
diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan gangguan fungsi paru.
Dengan resiko-resiko tersebut sangat besar kemungkinan untuk menyebabkan
kematian pada ibu. Sehingga usia kehamilan yang paling aman adalah usia 20
35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum
matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda
cenderung tergantung pada orang lain.

b. Kebiasaan Hidup

55
Banyak kebiasaan hidup yang tidak sehat dan berpengaruh pada kesehatan ibu dan
bayi yang dikandungnya. Kebiasaan tersebut antara lain merokok dan juga
mengkonsumsi minuman beralkohol. Bagi wanita yang sedang hamil atau
mengandung, merokok sama halnya dengan membunuh janin, karena karbon
monoksida dan nikotin akan ikut kedalam aliran darah ke peredaran darah janin
yang dikandungnya. Hal ini akan mengakibatkan ketersediaan oksigen bagi janin
akan berkurang, termasuk mempercepat denyut jantung janin.
Selain merokok, ada juga kebiasaan hidup lain yang berpengaruh pada kesehatan
ibu dan janin yang dikandungnya, yaitu mengkonsumsi minuman beralkohol.
Alcohol yang masuk kedalam tubuh ibu yang sedang mengandung akan dengan
mudah menembus kedalam plasenta. Ibu yang sering mengkonsumsi alcohol akan
memungkinkan terjadinya pembentukan janin yang tidak sempurna seperti bibir
terbelah, lumpuh, keabnormalan funsi jantung, dan visceral. Bayi yang dilahirkan
dari ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol akan memiliki berat badan
yang rendah serta mengalami perkembangan yang lambat. Hal ini dikenal dengan
sebutan The Fetal Alcohol Syndrome. Selain akibat yang timbul pada bayi yang
dikandungnya, alcohol juga dapat berpengaruh pada proses kelahiran bayi yang
dikandung oleh sang ibu. Sang ibu akan kesulitan dalam proses melahirkan dan
dapat meninggal akibat kegagalan jantung yang berdenyut cepat akibat pengaruh
alcohol yang terkandung dalam darahnya.
c. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik akan menghasilkan kualitas hidup yang baik pula. Dari
pengetahuan yang didapat, subyek atau host tersebut akan menerapkan
pengetahuan atau informasi tersebut kedalam kehidupannya contohnya
pengetahuan tentang gizi yang cukup selama masa kehamilan, mengingat gizi
merupakan salah satu factor penting dalam menentukan kualitas hidup. Oleh
karena itu, untuk menjaga agar seseorang tetap sehat, harus diperhatikan
kecukupan dan keseimbangan gizi yang ada didalam makanannya setiap hari.
d. Jumlah Anak
Jumlah kelahiran yang paling aman adalah 2-3 anak. Untuk ibu yang akan
melahirkan untuk pertama kali mempunyai resiko untuk mengalami kematian
maternal dikarenakan sang ibu belum siap secara mental dan secara fisik untuk
melakukan kelahiran. Sedangkan ibu yang akan melahirkan lebih dari 4 kali juga
beresiko untuk mengalami kematian maternal karena secara fisik sang ibu sudah
mengalami kemunduran untuk menjalani proses kehamilan. Jarak kehamilan yang
terlalu dekat, yaitu kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan resiko kematian
maternal pada ibu. Jarak antar kehamilan yang paling baik adalah di atas dua
tahun agar tubuh sang ibu dapat pulih dari kebutuhan ekstra saat proses kehamilan
dan kelahiran.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana
transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk
menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana
kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan,
melahirkan dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan
nifas) akan terus bertambah besar.
f. Masalah sosial ekonomi.

56
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil,
melahirkan dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh
sebab itu, mereka cenderung memilih dukun beranak karena biaya yang
dikeluarkan tentu jauh lebih murah dibanding puskesmas. Sehingga, banyak ibu
yang meniggal saat melahirkan karena pendarahan atau mengalami infeksi akibat
proses melahirkan yang tidak steril, dan berujung pada kematian.
Cara menurunkan angka kematian ibu
Banyak cara yang dapat ditempuh uintuk menanggulangi tingginya kasus
kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas). Seperti metode promosi kesehatan,
peningkatan pelayanan dan perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan dapat
menjadi awal yang tepat untuk mengatasi terulangnya kasus tersebut.
Selain itu, perhatian pemerintah dan instansi terkait setempat juga sangat
dibutuhkan dalam hal ini. Salah satunya dengan bantuan dana yang cukup agar
aktivitas puskesmas dan sarana kesehatan dapat berjalan dengan normal dan
sesuai dengan fungsinya. Karena tanpa dana yang memadai, kinerja puskesmas
tentu akan terganggu atau terhenti sama sekali.

Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah
satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan : K = Konstanta (1000)

Angka kematian neo-natal


Definisi
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur
satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan:
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan

57
D 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun
tertentu di daerah tertentu.
lahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000

Angka kematian post neo-natal


Definisi
Angka Kematian Post Neo-natal atau Post Neo-natal Death Rate adalah kematian
yang terjadi pada bayi yang berumur antara 1 bulan sampai dengan kurang 1
tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Rumus

Catatan:
Angka Kematian Post Neo-Natal = angka kematian bayi berumur 1 bulan sampai
dengan kurang dari 1 tahun
D 1bulan-<1tahun = Jumlah kematian bayi berumur satu bulan sampai dengan
kurang dari 1 tahun pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
lahir hidup = Jumlah kelahiran hidup pada satu tahun tertentu & daerah tertentu
K = konstanta (1000)

4. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)


Konsep
Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir,
yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada
umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun.
Definisi
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama
satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu
(termasuk kematian bayi)

58
Rumus

Catatan :
Jumlah Kematian Balita (0-4) th = Banyaknya kematian anak berusia 0-4 tahun
pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
Jumlah Penduduk Balita (0-4) th = jumlah penduduk berusia 0-4 tahun pada
pertengahan tahun tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000

5. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)


Konsep
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang berusia satu
sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4 tahun 11 bulan 29
hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang
langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian Anak akan
tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan
kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak, atau
kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah.

Definisi
Angka Kematian Anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama
satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu.
Jadi Angka Kematian Anak tidak termasuk kematian bayi.

59
Catatan :
Jumlah kematian Anak (1-4)th =Banyaknya kematian anak berusia 1-4 tahun
(yang belum tepat berusia 5 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
Jumlah Penduduk (1-4) th =jumlah penduduk berusia 1-4 tahun pada pertengahan
tahun tertentu di daerah tertentu
K = Konstanta, umumnya 1000

6. Angka Kematian IBU (AKI)


Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam
kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain
sepertikecelakaan, terjatuh dll.
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya,
dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan
per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka
fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal
per 100.000 kelahiran.

Catatan:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada
tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun
tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.

60
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar,
mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita
umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.
d. Kebijaksanaan dan Strategi
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut,
kebijaksanaan Indonesia Sehat 2010 dan strategi Making Pregnancy Safer (MPS)
sehubungan dengan audit maternal perinatal adalah sebagai berikut :
Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui
program jaga mutu puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan
pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain melalui
kegiatan audit perinatal.
Meningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan
pelayanan KIA diseluruh wilayahnya
Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat pelayanan dasar
(puskesmas dan jajarannya) dan tingkat rujukan primer RS kabupaten/kota
Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para
pengelola dan pelaksanaan program KIA melalui kegiatan analisis
manajemen dan pelatihan klinis
Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah:
a) Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan
program KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain
dilakukan melalui AMP diwilayahnya ataupun diikut sertakan
kabupaten/kota lain
b) Dinas kesehatan kabupaten atau kota berfungsi sebagai koordinator fasilitator
yang bekerja sama dengan rumah sakit kabupaten/kota dan melibatkan
puskesmas dan unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu
diwilayah kabupaten/kota
c) Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP, yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus, membahas dan membuat
rekomendasi tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit
(penghargaan dan sanksi bagi pelaku)
d) Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan dari
kegiatan audit, sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah
setempat
e) Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, bersama-sama RS
dilaksanakan langsung pada saat audit atau secara rutin, dalam bentuk yang
disepakati oleh tim AMP.

61
e. Langkah dan Kegiatan
Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota sebagai
berikut:
Pembentukan tim AMP
Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
Pelaksanaan kegiatan AMP
Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit
maternal oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bekerjasama dengan RS
Pemantauan dan evaluasi
Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Tingkat kabupaten /kota
Menyampaikan informasi dan menyamakan presepsi dengan pihak terkait
mengenai pengertian dan pelaksanaan AMP dikabupaten/kota
Menyusun tim AMP dikabupaten atau kota, yang susunannya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat.
Melaksanakan AMP secara berkala dan melibatkan:
- Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA dipuskesmas dan
jajarannya
- Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis
anak dokter ahli lain RS kabupaten/kota
- Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan staf pengelola program terkait
- Pihak lain yang terkait, sesuai kebutuhan misalnya bidan praktik swasta
petugas rekam medik RS kabupaten/kota dan lain-lain.
Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan
tim AMP
Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya,
dan melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon
dukungan
Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengelolaan program KIA, secara berkelanjutan

B. Tingkat puskesmas
Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya
peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP
Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal
dan penanganan atau rujukannya, untuk kemudian dilaporkan kedinas
kesehatan kabupaten kota
Mengikuti pertemuan AMP di kabupaten/kota
Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal) selambat-
lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan.
Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit dikabupaten /kota.

62
Mengikuti/melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA,
sebagai tindak lanjut dari kegiatan audit
Membahas kasus pertemuan AMP di kabupaten/kota
Membahas hasil tindak lanjut AMP nonmedis dengan lintas sektor terkait.

C. Tingkat propinsi
Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kabupaten/kota
Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan
kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kabupaten/kota yang
akan difasilitasi secara intensif.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dikabupaten/kota
Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kabupaten/kota sesuai
kebutuhan
Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak
lanjut temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar
kesehatan
Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi

D. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP, sebagai salah satu bentuk upaya
peningkatan mutu pelayanan KIA di wilayah kabupaten/kota serta peningkatan
kesinambungan pelayanan KIA di tingkat dasar dan tingkat rujukan primer.
f. Metode Pelaksanaan
Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut:
Penyelenggaran pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota bersama dengan RS kabupaten/kota, berlangsung
sekitar 2 jam.
Kasus yang dibahas dapat berasal dari RS kabupaten/kota atau puskesmas.
Semua kasus ibu/perinatal yang meninggal dirumah sakit
kabupaten/kota/puskesmas hendak nya di audit, demikian pula kasus
kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya
Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus
sejak dari:
- Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga /tenaga kesehatan
dirumah
- Proses rujukan yang terjadi
- Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan
- Sampai kemudian meninggal dan dapat dipertahankan hidup. Dari
pengkajian tersebut diperoleh indikasi dimana letak kesalahan/kelemahan
dalam penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola
program KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mencegah
kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi.
- Pertemuan ini bersifat pertemuan menyelesaikan masalah dan tidk bertujuan
menyalahkan atau memberi sanksi, salah satu pihak

63
- Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan
rencana tindak lanjut, yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan
tim AMP yang akan dating
- RS kabupaten /kota/puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu dan
perinatal kedinas kesehatan kabupaten/kota, dengan memakai format yang
disepakati

g. Pencatatan dan Laporan


Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan
yang akurat, baik ditingkat puskesmas, maupun ditingkat RS kabupaten/kota.
Pencatatan yang diperlukan adalah sebagai berikut :

Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas, ditambahkan
pula:
- Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal)
Formulir ini dipakai oleh puskesmas, bidan didesa maupun bidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
- Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal)
Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal
sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal. untuk mengisi
formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh
tenaga puskesmas.

RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
- Form MP (formulir maternal dan perinatal)
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
- Form MA (formulir medical audit)
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit
perinatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian
kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus
perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang, yaitu:
Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta
sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit
kandungan serta bagian anak.
Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas, dan jumlah kasus
yang dirujuk ke RS kabupaten/kota
Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi

64
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani
oleh Rs kabupaten /kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya, serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan. Laporan merupakan
rekapitulasi dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak
terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
Pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling
sering terjadi pada ibu

Memahami dan Menjelaskan Kehamilan pada Remaja


Definisi
Menurut Monks (1999) dalam Nasution (2007) batasan usia secara global
berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa
muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

Reproduksi sehat untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20-30 tahun, jika terjadi
kehamilan di bawah atau di atas usia tersebut maka akan dikatakan berisiko akan
menyebabkan terjadinya kematian 2-4x lebih tinggi dari reproduksi sehat.

Kehamilan yang terjadi diusia muda merupakan salah satu resiko seks pranikah
atau sesk bebas (kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Kehamilan pranikah
adalah kehamilan yang pada umumnya tidak direncanakan dan menimbulkan
perasaan bersalah, berdosa dan malu pada remaja yang mengalaminya, ditambah
lagi dengan adanya sangsi sosial dari masyarakat terhadap kehamilan dan
kelahiran anak tanpa ikatan pernikahan.

Jika remaja sampai mengalami KTD, dalam hal ini pihak yang banyak dirugikan
adalah pihak perempuan. Beban berat ketika seorang perempuan harus
menghadapi kenyataan bahwa dirinya mengalami kehamilan sebelum waktunya.
Bagaimana ia harus berusaha menyembunyikan kehamilannya dari orang lain,
belum lagi ketika nanti bayinya telah lahir, akan menjadi beban baru baginya.
Resiko kehamilan pada remaja, rentan bagi diri remaja dan kandungannya. Sistem
reproduksi pada remaja masih sangat labil untuk mengalami kehamilan, masih
sangat rentan organ reproduksinya. Besar kemungkinan dikeluarkan dari
sekolahnya, dan sanksi sosial.

Faktor yang Mempengaruhi


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi remaja untuk menikah di usia muda,
yang selanjutnya akan hamil dan melahirkan di usia muda antara lain:
a. Tingkat Pendidikan
Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya perkawinan usia
muda.

65
b. Ekonomi
Apabila anak perempuan telah menikah, berarti orang tua bebas dari tanggung
jawab sehingga secara ekonomi mengurangi beban dengan kata lain sebagai jalan
keluar dari berbagai kesulitan (Romauli, S.dkk.2009). Kemiskinan mendorong
terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk melakukan
hubungan seksual pranikah. Karena kemiskinan ini, remaja putri terpaksa bekerja.
Namun sering kali mereka tereksploitasi, bekerja lebih dari 12 jam sehari, bekerja
di perumahan tanpa di bayar hanya diberi makan dan pakaian, bahkan beberapa
mengalami kekerasan seksual.
c. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan
reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja
tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai
hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi dianggap tabu dibicarakan
dengan anak (remaja). Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi menjadi sangat kurang.
d. Hukum atau Peraturan
Dalam agama Islam menikah diisyaratkan oleh beberapa pemeluknya dianggap
sesuatu yang harus disegerakan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
yaitu wanita umur 16 tahu dan pria umur 19 tahun. Dari segi lain makin mudah
orang bercerai dalam suatu masyarakat makin banyak perkawinan usia muda.
e. Adat Istiadat atau Pandangan Masyarakat
Adanya anggapan lingkungan dan adat istiadat jika anak gadis belum menikah di
anggap sebagai aib keluarga. Banyak di daerah ditemukan pandangan dan
kepercayaan yang salah, kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan,
status janda lebih baik daripada perawan tua.
f. Dorongan Biologis
Adanya dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting
alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan
dapat meningkat karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau
melihat film/ majalah yang menanpilkan gambargambar yang membangkitkan
erotisme. Di era teknologi informasi yang tinggi sekarang ini, remaja sangat
mudah mengakses gambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu di
bawa dalam setiap langkah remaja
g. Kepatuhan Terhadap Orang Tua
Perkawinan dapat berlangsung karena adanya kepatuhan remaja terhadap orang
tua atau sifat menentang.

66
h. Ketidakmampuan Mengendalikan Dorongan Biologis
Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilainilai moral
dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan
melakukan seks pra nikah, karena mengingat ini adalah dosa besar yang harus
dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Namun keimanan ini
dapat sirna tanpa tersisa bila remaja dipengaruhi obatobatan misalnya
psikotropika. Obat ini akan mempengarui pikiran remaja sehingga pelanggaran
terhadap nilainilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah.
i. Adanya Kesempatan Melakukan Hubungan Seks Pra Nikah
Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pra nikah sangat penting untuk
dipertimbangkan, karena bila tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu
maka hubungan seks pra nikah tidak akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada
remaja untuk melakukan hubungan seks didukung oleh kesibukan orang tua yang
menyebabkan kurangnya perhatian pada remaja. Tuntutan kebutuhan hidup sering
menjadi alasan suami istri bekerja di luar rumah dan menghabiskan hariharinya
dengan kesibukan masing masing sehingga perhatian terhadap anak remajanya
terabaikan. Selain itu pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara
berlebihan. Adanya ruang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk
membeli fasilitas, misalnya menginap di hotel/motel atau ke night club sampai
larut malam. Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pra nikah.
j. Pandangan terhadap Konsep Cinta
Menyalahartikan atau kebingungan dalam mengartikan konsep cinta, keintiman,
dan tingkah laku seksual sehingga remaja awal cenderung berfikir bahwa seks
adalah cara untuk mendapatkan pasangan, sedangkan remaja akhir cenderung
melakukan tingkah laku seksual jika telah ada ikatan dan saling pengertian dengan
pasangan. Seks sering dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan pasangan
(Lesnapurnawan, 2009 dan Dianawati,2005).

Dampak yang Terjadi


Perkawinan dan kehamilan yang dilangsungkan pada usia muda (remaja)
umumnya akan menimbulkan masalahmasalah sebagai berikut:
a. Masalah Kesehatan Reproduksi
Remaja yang akan menikah kelak akan menjadi orang tua sebaiknya mempunyai
kesehatan reproduksi yang sehat sehingga dapat menurunkan generasi penerus
yang sehat. Untuk itu memerlukan perhatian karena belum siapnya alat reproduksi
untuk menerima kehamilan yang akhirnya akan menimbulkan berbagai bentuk
komplikasi. Selain itu kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 25 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.

67
b. Masalah Psikologis
Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang,
sehingga masih lebih dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan.
Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi
pada pasangan yang umurnya pada waktu kawin relatif masih muda. Tetapi untuk
remaja yang hamil di luar nikah menghadapi masalah psikologi seperti rasa takut,
kecewa, menyesal, rendah diri dan lain-lain, terlebih lagi masyarakat belum dapat
menerima anak yang orang tuanya belum jelas.
c. Masalah Sosial Ekonomi
Makin bertambahnya umur seseorang, kemungkinan untuk kematangan dalam
bidang sosial ekonomi juga akan makin nyata. Pada umumnya dengan
bertambahnya umur akan makin kuatlah dorongan mencari nafkah sebagai
penopang. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress
(tekanan batin).
Dampak kebidanan yang terjadi pada kehamilan usia muda adalah :
a. Abortus (Keguguran)
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan
remaja yang tidak dikehendaki. Abortus yang dilakukan oleh tenaga non-
profesional dapat menimbulkan tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan Prematur
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Kelainan Bawaan Kekurangan berbagai
zat yang dibutuhkan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan tingginya prematur,
BBLR dan cacat bawaan.
c. Mudah Terinfeksi
Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan stres
memudahkan terjadinya infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.
d. Anemia Kehamilan
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis)
Merupakan kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia
makin meningkatkan terjadinya keracunan saat hamil dalam bemtuk eklampsi dan
pre eklampsi sehingga dapat menimbulkan kematian. Dimana keracunan
kehamilan merupakan penyebab kematian ibu yang terbesar ketiga.
f. Kematian Ibu yang Tinggi
Remaja yang stres pada kehamilannya sering mengambil jalan yang pintas untuk
melakukan abortus oleh tenaga non-profesional. Angka kematian abortus yang
dilakukan oleh dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian
ibu terutama karena perdarahan dan infeksi. Penyebab kematian ibu dikenal
dengan trias klasik yaitu perdarahan, infeksi dan gestosis.

Penanggulangan
Penanggulangan masalah kehamilan usia muda atau remaja sangat sukar dan
kompleks yang menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat diantaranya:

68
a. Pengaruh Globalisasi
Dengan derasnya arus informasi yang mendorong remaja mempunyai prilaku seks
yang bebas dan jumlah anak dalam suatu keluarga tidak terbatas sehingga kualitas
pendidikan rohani kurang mendapat perhatian. Untuk itu perlu ditanamkan nilai-
nilai moral dan etika agama yang baik mulai dari masa anak- anak, karena semua
agama berpendapat bahwa kehamilan dan anak harus bersumber dari perkawinan
yang syah menurut adat agama dan bahkan hukum yang disaksikan masyarakat.
Untuk itu diperlukan sikap dan prilaku orang tua yang dapat dijadikan panutan
dan suri tauladan bagi remaja.
b. Pendidikan Seks
Pendidikan seks pada remaja sangat berguna untuk memberikan pengetahuan
tentang seks dan penyakit hubungan seks. Program pendidikan seks ini lebih besar
kemungkinannya berhasil apabila terdapat pendekatan terpadu antara sekolah dan
layanan kesehatan. Staf layanan kesehatan dapat dilibatkan dalam penyampaian
pendidikan seks, dan sekolah dapat mengatur kunjungan kelompok ke klinik
sebagai pengenalan dan untuk meningkatkan rasa percaya diri dari para remaja
yang mungkin ingin mendapatkan layanan klinik tersebut.
c. Keluarga Berencana untuk Remaja
Kenyataannya perilaku seks remaja menjurus kearah liberal, tidak dapat
dibendung, dan hanya mungkin mengendalikannya sehingga penyebaran penyakit
hubungan seks dan kehamilan dikalangan remaja dapat dibatasi. Untuk itu perlu
dicanangkan program keluarga berencana dikalangan remaja sehingga
pengendalian perilaku seks dapat tercapai.
d. Pelayanan Gugur Kandungan
Pelayanan gugur kandungan pada remaja banyak dilakukan oleh lembaga tertentu
atau dilakukan secara perorangan untuk menghilangkan keadaan dalam
persimpangan jalan pada remaja. Melakukan gugur kandungan merupakan
tindakan yang paling rasional untuk menyelesaikan masalah hamil remaja dengan
keuntungan :
- Bebas dari stres hamil yang tidak dikehendaki
- Bebas dari tekanan stres dan masyarakat
- Masih dapat melanjutkan sekolah atau bekerja
- Bila dilakukan secara legalitas penyulit sangat minimal dan tidak
mengganggu fungsi reproduksi
- Biaya ringan, dibandingkan bila kehamilan diteruskan. Walaupun
pelaksanaan gugur kandungan merupakan tindakan yang paling rasional dan
menguntungkan kedua belah pihak tetapi bukanlah dapat dilakukan begitu
saja karena undang-undang kesehatan telah menetapkan petunjuk
pelaksanaannya dan disertai sangsi hukum. Dengan demikian melakukan
gugur kandungan bukan berarti bebas dari tuntutan hukum dan tuntutan moral
pelaku dan yang meminta dilakukannya

69
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI12) merupakan SDKI
yang ketujuh mengenai kondisi demografi dan kesehatan di Indonesia. Survei
pertama adalah Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia yang dilakukan pada
tahun 1987, kedua sampai kelima adalah SDKI 1991, SDKI1994, SDKI 1997,
SDKI 2002-2003, dan SDKI2007. SDKI12 adalah suatu survei yang dirancang
untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga
berencana dan kesehatan.

SDKI memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

Menyediakan data mengenai perilaku fertilitas, keluarga berencana,


kesehatan ibu dan anak, kematian ibu, dan pengetahuan tentang AIDS dan
PMS yang dapat digunakan oleh para pengelola program, pengambil
kebijakan, dan peneliti dalam menilai dan meyempurnakan program yang
ada.
Mengukur perubahan-perubahan yang terjadi pada angka kelahiran dan
pemakaian KB, serta mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya,
seperti pola dan status perkawinan, daerah tempat tinggal, pendidikan,
kebiasaan menyusui, dan pengetahuan, penggunaan, serta penyediaan alat -
alat kontrasepsi.
Mengukur pencapaian sasaran dari program kesehatan nasional, khususnya
yang berkaitan dengan program pembangunan kesehatan ibu dan anak.
Menilai partisipasi dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh pria bagi
seluruh keluarganya.
Menyediakan data dasar yang secara internasional dapat dibandingkan
dengan negara - negara lain dan dapat digunakan oleh para pengelola
program, pengambil kebijakan, dan peneliti dalam bidang fertilitas, KB, dan
kesehatan

A. Kuesioner
SDKI 2012 menggunakan empat macam kuesioner, masing-masing untuk rumah
tangga, untuk wanita usia subur, untuk pria kawin, dan untuk remaja pria. Terkait
perubahan cakupan sampel individu wanita dari wanita pernah kawin (WPK) usia
15-49 tahun menjadi wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, maka kuesioner WUS
merupakan gabungan kuesioner WPK dengan kuesioner remaja yang dalam SDKI
2007 terpisah. Kuesioner rumah tangga maupun kuesioner individu SDKI 2012
mengacu pada versi terbaru (Maret 2011) kuesioner standar yang digunakan
program DHS. Kuesioner tersebut mencakup isu dan pertanyaan baru sesuai
kebutuhan dan untuk memenuhi keterbandingan internasional. Beberapa
pertanyaan di kuesioner standar DHS tidak dicakup dalam SDKI 2012 karena
kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Selain itu, kategori jawaban serta
tambahan pertanyaan disesuaikan dengan muatan lokal terkait program di bidang
kesehatan dan keluarga berencana di Indonesia.

70
Kuesioner rumah tangga digunakan untuk mencatat seluruh anggota rumah tangga
dan tamu yang menginap di rumah tangga terpilih sampel malam sebelum
wawancara, dan keadaan tempat tinggalrumah tangga terpilih. Pertanyaan dasar
anggota rumah tangga yang dikumpulkan adalah umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, dan hubungan dengan kepala rumah tangga. Keterangan
mengenai tempat tinggal yang dikumpulkan meliputi sumber air minum, jenis
kakus, jenis lantai, jenis atap, jenis dinding, dan kepemilikan aset rumah tangga.
Informasi mengenai kepemilikan aset menggambarkan status sosial-ekonomi
rumah tangga tersebut. Kegunaan utama kuesioner rumah tangga adalah untuk
menentukan responden wanita dan pria yang memenuhi syarat untuk wawancara
perseorangan.
Kuesioner untuk wanita digunakan untuk mengumpulkan informasi dari wanita
umur 15-49 tahun. Topik yang ditanyakan kepada wanita tersebut adalah:
Latar belakang responden
Riwayat kelahiran
Pengetahuan dan pemakaian kontrasepsi
Perawatan kehamilan, persalinan, dan pemeriksaan setelah
melahirkan
Pemberian air susu ibu dan makanan anak
Imunisasi dan kesakitan anak
Perkawinan dan kegiatan seksual
Preferensi fertilitas
Latar belakang suami/pasangan dan pekerjaan responden
Kematian anak
Pengetahuan tentang HIV-AIDS dan infeksi seksual lain
Kematian saudara kandung, termasuk kematian ibu
Isu kesehatan lainnya

Khusus untuk wanita usia 15-24 tahun yang belum pernah kawin, ditanyakan:
Latar belakang tambahan responden
Pengetahuan mengenai sistem reproduksi manusia
Sikap tentang perkawinan dan anak
Peran keluarga, sekolah, masyarakat, dan media
Rokok, minuman beralkohol, dan obat-obatan terlarang
Pacaran dan perilaku seksual4

Kuesioner pria kawin (PK) digunakan untuk mengumpulkan informasi dari pria
berstatus kawin umur 15-54 tahun pada sepertiga sampel rumah tangga SDKI
2012. Informasi yang dikumpulkan dalam kuesioner PK hampir sama dengan
kuesioner wanita namun lebih pendek karena tidak mencakup riwayat kelahiran,
dan kesehatan ibu dan anak. Sebaliknya, pria berstatus kawin ditanya mengenai
pengetahuan dan partisipasi mereka dalam perawatan kesehatan anak.

71
Kuesioner untuk remaja pria (RP) mencakup pengetahuan dan sikap remaja
tentang kesehatan reproduksi, perilaku dalam hal merokok, minum minuman
beralkohol dan pemakaian obat-obatan terlarang, persepsi terhadap perkawinan
dan anak, pengetahuan tentang HIV-AIDSserta perilaku pacaran dan hubungan
seksual.

B. Rancangan Sampel
Metode sampling yang digunakan adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama
adalah memilih sejumlah primary sampling unit (PSU) dari kerangka sampel PSU
secara probability proportional to size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus
yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim (kortim) Sensus
Penduduk (SP) 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di
setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap
blok sensus terpilih secara sistematik.
Jumlah sampel SDKI 2012 adalah 1.840 blok sensus, 874 blok sensus di daerah
perkotaan dan 966 blok sensus di daerah perdesaan. Sampel SDKI 2012 bertujuan
untuk menghasilkan estimasi karakteristik penting dari wanita umur 15-49 tahun
dan pria kawin umur 15-54 tahun di tingkat nasional, di daerah perkotaan dan
perdesaan, dan di masing-masing provinsi. Jumlah sampel yang ditargetkan
adalah 46.000 rumah tangga, 55.200 wanita 15-49 tahun, 13.248 pria kawin, dan
23.000 remaja pria belum pernah kawin.

C. Pelatihan dan Lapangan


Sejumlah 922 orang (376 laki-laki dan 546 wanita) dilatih sebagai pewawancara.
Pelatihan berlangsung pada awal bulan Mei 2012 di sembilan pusat pelatihan
(Batam, Bukit Tinggi, Banten,Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, Makasar,
Manokwari dan Jayapura). Pelatihan mencakup pembelajaran materi di kelas,
latihan berwawancara dan tes. Pelatihan dibedakan menjadi tiga kelas: kelas
WUS, kelas PK, dan kelas RP. Seluruh peserta dilatih menggunakan kuesioner
rumah tangga dan kuesioner perseorangan sesuai jenis kelasnya.
Data SDKI 2012 dikumpulkan oleh 119 tim petugas. Satu tim terdiri dari delapan
orang: 1 orang pengawas pria, 1 orang wanita editor WUS dan PK, 4 orang wanita
pewawancara WUS, 1 orang pria pewawancara PK (merangkap sebagai editor
RP), dan 1 orang pria pewawancara RP.Untuk Papua dan Papua Barat, satu tim
terdiri dari dari lima orang: 1 oang pengawas pria (merangkap sebagai editor PK
dan RP), 1 orang wanita editor WUS, 2 orang wanita pewawancara WUS dan 1
orang pria pewawancara PK dan RP. Kegiatan lapangan berlangsung dari 7 Mei
sampai 31 Juli 2012.

D. Pengolahan Data
Seluruh kuesioner SDKI 2012 yang sudah diisi termasuk lembar pengawasan
dikirim ke kantor pusat BPS di Jakarta untuk diolah. Pengolahan terdiri dari
pemeriksaan isian, pemberian kode pada jawaban pertanyaan terbuka, perekaman
data, verifikasi, dan pengecekan kesalahan di komputer. Tim pengolahan terdiri
dari 42 orang editor, 58 orang perekam data, 14 orang secondary editor, dan 14

72
orang pengawas perekaman data. Perekaman dan pemeriksaan data dilakukan
menggunakan program komputer Census and Survey Processing System (CSPro),
yang khusus dirancang untuk mengolah data semacam SDKI.
Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Hubungan Suami
Istri di Luar Pernikahan dan Aborsi
a. Hukum Zina
Pengertian zina
Zina (bahasa Arab : , bahasa Ibrani : zanah ) adalah perbuatan
bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan
pernikahan (perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah
melakukan hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat
merusak kehormatan manusia termasuk dikategorikan zina.
Sedangkan zina secara harfiah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.
Hukuman untuk orang yang berzina
Hukumnya menurut agama Islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela
(tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam,
berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib atau cukup dirajam, tanpa didera
dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-
Shiddiq, dan Umar bin Khatthab.
Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali.
Kemudian diasingkan selama setahun.
Syarat-syarat mendapatkan hukuman bagi pezina
Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan
dengan syaarat-syarat sebagai berikut:
Orang yang berzina itu berakal/waras
Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh)
Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya
sendiri
Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan
Larangan berbuat zina
Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus sangat
buruk. Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah
perbuatan yang membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan
merupakan perbuatan yang sangat nista. Allah SWT berfirman:

73
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu
adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk. (QS. al-Isra
:32)

b. Hukum Aborsi
Pengertian
Aborsi menurut Bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata
ajhadha - yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa
dalam keadaan belum sempurna penciptaannya atau juga bisa berarti bayi yang
lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam
istilah fikih juga sering disebut dengan isqhoth (menggugurkan) atau ilqaa
(melempar) atau tharhu (membuang).
Pandangan Islam Terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan
Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan
merubah ciptaan tersebut, maupun mengranginya dengan cara memotong
sebagiananggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun
dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya,
sebagaiman firman Allah swt :
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia ( Qs. al-Isra:70)
Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan
nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan
nyawa manusia semuanya. (Qs. Al Maidah:32)
Dilarang membunuh anak (termasuk di dalamnya janin yang masih dalam
kandungan) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt:
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah
yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar. (Qs al Isra: 31)
Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana
firman Allah swt

74
Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami
selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi. (QS al Hajj : 5)
Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan
alasan yang benar ( Qs al Isra : 33 )
Hukum Aborsi Dalam Islam
Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum
aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt:
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya, dan Allah murka
kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An
Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah
saw bersabda:
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut
ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah sejumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk
meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu
penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun
yang bahagia. (Bukhari dan Muslim)
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua
bagian sebagai berikut:
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian
dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. (Hasyiat Al
Qalyubi : 3/159) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi,
SyafiI, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua
orang tuanya, (Syareh Fathul Qadir : 2/495) Mereka berdalil dengan hadist Ibnu
Masud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup
ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga
boleh digugurkan.
Pendapat kedua :

75
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai
pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu
peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin
jika telah mendekati waktu peniupan ruh, demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini
dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang
ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj :
7/416)
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air
mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita
sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi
(Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan), telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar
hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah
peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur
empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di
atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu,
dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini
berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat.
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap
haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan
keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas
Ulama. Dalilnya adalah firman Allah swt: Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. (Q.S. Al Israa: 33)

76
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika
hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian.
Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan
janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan
kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausuah Fiqhiyah :
2/57) Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syari
hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan
Allah swt. Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk
penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.

77
DAFTAR PUSTAKA
Bagian SMF Obgin UNHAS. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Makssar.
Djuhari, Wiranarta Kusumah. 1993. Ciri Demografi Kualitas Penduduk dan
Pengembangan Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

http://cyber.unissula.ac.id/journal/dosen/publikasi/210104090/635Kespro_Remaja
.pdf
http://imambuqori.blogspot.com/2013/02/hukum-hamil-di-luar-nikah-menurut-
islam.html
http://staff.ui.ac.id/internal/132147454/material/PelatihanKesehatanReproduksiRe
maja.pdf
http://www.acityawara.com/Detail-104-audit-maternal-perinatal--amp.html
http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=20104710112
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2013/01/Factsheet_AMP.pdf
http://www.noormuslima.com/hukum-anak-di-luar-nikah-dalam-islam/
http://www.slideshare.net/candra19/7-audit-maternal-perinatal

78

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Trikotilomania
    Referat Trikotilomania
    Dokumen19 halaman
    Referat Trikotilomania
    Putri Rachmawati
    100% (1)
  • I. Identitas Pasien
    I. Identitas Pasien
    Dokumen4 halaman
    I. Identitas Pasien
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Mandiri SK 1
    Mandiri SK 1
    Dokumen78 halaman
    Mandiri SK 1
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • HGJH
    HGJH
    Dokumen3 halaman
    HGJH
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • SK 1
    SK 1
    Dokumen58 halaman
    SK 1
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Mandir I
    Mandir I
    Dokumen90 halaman
    Mandir I
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Pemba Has An
    Pemba Has An
    Dokumen4 halaman
    Pemba Has An
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Hbjin
    Hbjin
    Dokumen19 halaman
    Hbjin
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Tambahan SK3 Urin
    Tambahan SK3 Urin
    Dokumen2 halaman
    Tambahan SK3 Urin
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • KEHAMILAN DI LUAR NIKAH
    KEHAMILAN DI LUAR NIKAH
    Dokumen53 halaman
    KEHAMILAN DI LUAR NIKAH
    Dewi Nadila
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen1 halaman
    Tonsilitis
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Naskah Publikasi
    Naskah Publikasi
    Dokumen15 halaman
    Naskah Publikasi
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Mandiri SK 2 Urin
    Mandiri SK 2 Urin
    Dokumen45 halaman
    Mandiri SK 2 Urin
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up SK 1 B9
    Wrap Up SK 1 B9
    Dokumen48 halaman
    Wrap Up SK 1 B9
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Cover SK2 B16
    Cover SK2 B16
    Dokumen1 halaman
    Cover SK2 B16
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up SK2 B16
    Wrap Up SK2 B16
    Dokumen61 halaman
    Wrap Up SK2 B16
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen4 halaman
    Daftar Isi
    Putri Rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Proposal
    Daftar Pustaka Proposal
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka Proposal
    Putri Rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Mandiri Edem
    Mandiri Edem
    Dokumen9 halaman
    Mandiri Edem
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen4 halaman
    Bab I Pendahuluan
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Ambil bagian atas tinja dengan spatel (jangan sedikit
    Ambil bagian atas tinja dengan spatel (jangan sedikit
    Dokumen3 halaman
    Ambil bagian atas tinja dengan spatel (jangan sedikit
    putri rachmawati
    100% (1)
  • Journal Reading THT-2
    Journal Reading THT-2
    Dokumen9 halaman
    Journal Reading THT-2
    Putri Rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Case Omsk
    Case Omsk
    Dokumen44 halaman
    Case Omsk
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Case Report OMSK
    Case Report OMSK
    Dokumen49 halaman
    Case Report OMSK
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Jaga
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat
  • Yuni
    Yuni
    Dokumen1 halaman
    Yuni
    putri rachmawati
    Belum ada peringkat