Anda di halaman 1dari 3

DELSIA APRILIASARI

ILMU POLITIK/ KELAS A

071611333060

Politik Luar Negeri RI era Demokrasi Parlementer (KAA dan Peningkatan Peran
RI di Dunia)

Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 di Bandung merupakan salah satu momen signifikan
bagi politik luar negeri Indonesia yang bersejarah terlebih lagi melihat pelaksanannya yang
terjadi saat usia kemerdekaan RI masih kecil layaknya biji jagung. Bukan hanya menjadi tuan
rumah, Indonesia berhasil menjadi salah satu pelopor yang memimpin jalannya konferensi ini
yang secara historik luar biasa karena bersatunya berbagai negara di Asia-Afrika untuk menolak
pengaruh dan juga tidak memihak dengan kedua negara yang berselisih pada saat perang dingin
yakni antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Konferensi tersebut dengan sukses menghasilkan
Dasa Sila Bandung yang berisi pernyataan hasil jiwa toleransi yang tidak hanya berlaku untuk
negara-negara di wilayah Asia-Afrika tapi juga ke seluruh dunia. Dan sebagaimana yang tertulis
pada Pembukaan UUD 1945 alinea IV, bahwa Indonesia ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, KAA adalah salah
satu bukti kontribusi Indonesia dalam menciptakan perdamaian di dunia internasional yang
berlandaskan politik luar negeri Bebas Aktif.

Hasil KAA 1955 memiliki andil signifikan bagi politik luar negeri Indonesia dengan
memberi ruang gerak yang jauh lebih luas serta arah tujuan yang lebih tegas bagi bangsa kita
dalam mempraktekkan politik bebas dan aktif. Pidato pembukaan oleh Presiden Soekarno
sebagai kepala negara bangsa Indonesia berhasil menarik perhatian dunia dengan menyatakan
bahwa kolonialisme itu bukan hanya dalam bentuk penjajahan fisik tetapi juga bisa dalam wujud
yang modern yakni dengan kontrol ekonomi maupun intelektual serta bahwa menjadi pengikut
Blok Barat maupun Blok Timur merupakan tindakan yang tidak kredibel dengan martabat serta
kemerdekaan baru bangsa-bangsa di Asia-Afrika (Abdulgani, 1955). Pengaruh Indonesia di
KAA bukan hanya berhenti saat konferensi saja yang berlangsung pada tanggal 18-24 April
1955, tapi juga menghilhami kelanjutan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Salah satu diplomasi politik yang dilakukan Indonesia adalah saat kunjungan ke Uni
Soviet, Yugoslavia dan Cekoslovakia pada bulan Agustus-Oktober 1956 sekaligus dimanfaatkan
untuk memperjuagkan pembebasan Irian Barat dan pembatalan Perjanjian KMB 1949 serta
bantuan untuk melaksanakan pembangunan nasional yang tidak mengikat antara dua blok
(Abdulgani, 1981,hlm. 321). Kunjungan tersebut juga untuk menjelaskan dan mengenalkan
kepada dunia internasional akan ideologi Pancasila dan landasan politik luar negeri Indonesia
yang bebas aktif. Hal itu semua memungkinkan karena keberhasilan KAA 1955 di Bandung
yang berhasil menarik perhatian dunia internasional dan meningkatkan prestise bangsa
Indonesia.

Dasa Sila Bandung yang merupakan hasil KAA 1955 juga memiliki arti penting dalam
dalam hubungan diplomasi internasional bagi Indonesia sampai sekarang. Salah satu poin yang
bisa dilihat adalah sila kelima yakni menjunjung tinggi hak setiap negara untuk mempertahankan
dirinya dan melihat kondisi dunia internasional sekarang yang sepertinya meleburkan batasa-
batasan jelas wilayah geografis dengan adanya globalisasi. Terlebih lagi dengan sila ketiga yang
mengakui adanya persamaan antara suku bangsa sangatlah relevan untuk tetap ditegakkan oleh
seluruh negara di dunia dalam menghadapi masalah-masalah yang sedang terjadi terkini seperti
protes oleh kelompok white supremacist yang memakan korban di Charlottesville, Amerika
Serikat dan ancaman serangan misil Korea Utara. Kondisi politik internasional kita sekarang
menjadi jauh lebih kompleks dan tidak ada batasan yang jelas dibandingkan pada era perang
dingin.

Pada tahun 2005 lalu, dilaksanakan pertemuan negara-negara Asia-Afrika untuk


mengembalikan Semangat Bandung dengan seiringnya kemajuan teknologi untuk menjaga
kesejahteraan baik dalam bidang politik maupun lingkungan dengan hasil NAASP (New Asian-
African Strategic Partnership) dimana Indonesia menjadi co-chair dengan Afrika Selatan untuk
menjaga solidaritas kedua benua. Indonesia memiliki andil besar dalam NAASP yang berperan
penting untuk menjadi forum kerjasama berbagai aspek seperti sekuriti pangan, sekuriti ekonomi
maupun usaha pemberdayaan wanita yang berarti akan memantapkan posisi strategis bagi
Indonesia di dunia Internasional. Indonesia juga mempastikan dirinya sebagai sosok besar di
kawasan Asia-Afrika dengan komitmennya untuk membantu Palestina untuk menciptakan
stabilitas dan kemerdekaan negarannya. Inilah salah satu cara Indonesia menunjukkan praktek
politik luar negeri bebas aktif dalam panggung internasional demi menyelesaikan konflik
maupun berperan aktif untuk menciptakan kesejahteraan dunia.

Dapat disimpulkan bahwa KAA Bandung 1955 merupakan titik awal yang cemerlang
bagi kebangkitan Indonesia dalam peran aktif dan posisinya di dunia internasional khusunya di
kawasan Asia-Afrika. Pengaruh Konferensi Bandung terhadap hubungan internasional untuk
mengambil kembali martabat dari penguasa kolonial yang selama beberapa generasi menindas,
mempermalukan dan mengabaikan partisipasi negara-negara yang dijajah telah mengubah
definisi kehidupan hubungan internasional yang awalnya saat itu hanya dibatasi antara Blok
Barat dan Blok Timur. Hal itulah juga yang memberikan sukses kepada Indonesia untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional dan posisi strategis untuk
mendukung terciptanya kehidupan dunia dengan bebas aktif yang diimplementasikan dengan
setiap kebijakan atau keputusan politik luar negeri. Negara Indonesia yang pada saat itu masih
muda juga berhasil mengokohkan pendiriannya sebagai bangsa yang bebas dari intervensi
asing dan memiliki tingkat kemandirian dan independen yang kuat dengan berhasilnya menggaet
negara-negara partisipan konferensi meskipun di tengah-tengah perselisihan dua negara super
power yang memiliki pengaruh dan kekuatan militer yang besar.

Referensi :

Abdulgani, Roeslan. 1981. Sekitar Konperensi Asia-Afrika dan Maknanya bagi Politik Luar
Negeri Indonesia, Analisa,4, hlm. 311-328.

Abdulgani, Roeslan. 1955. Asia-Africa speaks from Bandung. Djakarta: Ministry of Foreign
Affairs, Republik of Indonesia.

Feith, Herbert. 2007. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Singapore:


Equinox Publishing Asia.

Anda mungkin juga menyukai