Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang mengikat negara-


negara berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK dinegara- negara pihak. 1 Perjanjian
ini merupakan hasilkesepakatan dalam rangka melaksanakan Konvensi Kerangka
Kerja PBB mengenai perubahan iklim (UNFCCC). Hal tersebut menjadi fokus
masyarakat internasional karena meningkatnya emisi GRK ke atmosfer sejak masa
mulainya industrialisasi hingga saat ini, hal tersebut dapat berakibat buruk bagi
lingkungan hidup. Untuk menangani masalah tersebut diperlukan kerjasama secara
multilateral, yang diikuti oleh negara didunia, bukan hanya sebagian saja namun
keseluruhan. Karena untuk menangani masalah pemanasan global usaha secara
multiateral sangat diperlu kan, jika tidak usaha tersebut akan sia-sia.

Pada saat itu Jepang memiliki peran besar dalam Kyoto Protokol dimana
Jepang melakukan lobby kepada negara-negara yang belum menjadi negara pihak
untuk ikut serta bergabung didalam Protokol Kyoto. Protokol Kyoto menjadi lebih
kuat pada 18 November 2004 setelah 55 anggota meratifikasi emisinya termasuk
negara-negara industri. Kebijakan negara Annex didalam Kyoto Protokol juga
berbeda dengan UNFCCC karena didalam Protokol Kyoto hanya terdapat 2 Annex.

1
Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfer agar berada pada tingkat yang tidak
membahayakan sistem iklim bumi. Untuk mencapai tujuan itu, Protokol mengatur pelaksanaan
penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5 % di bawah tingkat emis i tahun 1990 dalam periode
2008-2012 melalui mekanisme Implementasi Bersama (Joint Implementation), Perdagangan Emisi
(Emission Trading), dan Mekanisme PembangunanBersih (Clean Development Mechanism).
UNFCCC, The Mechanisms under the Kyoto Protocol:
Emissions Trading, the Clean Development Mechanism and Joint Implementation, di akses dari:
<http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/items/1673.php> (21 september 2013)

1
Negara Annex I dan negara non Annex. Negara Annex I terdiri dari negara pihak
yang memiliki ekonomi maju sedangkan non Annex merupakan negara dengan
ekonomi yang sedang berkembang.

Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfer agar berada


pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim bumi. Untuk mencapai tujuan
itu, Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5 %
di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012 melalui mekanisme
Implementasi Bersama (Joint Implementation), Perdagangan Emisi (Emission
Trading), dan Mekanisme PembangunanBersih (Clean Development Mechanism). 2

Pada bulan Desember 2012 Pertemuan Negara Pihak dari Protokol Kyoto
serta sidang COP 18-UNFCCC di Doha -Qatar, bersepakat bahwa Protokol Kyoto ini
akan diperpanjang masa berlakunya hingga tahun 2020, karena didalam perundingan
tidak memperoleh kesepakatan mengenai komitmen baru. Untuk memperjelas
kerangka waktunya dalam tulisan ini disebut sebagai Protokol Kyoto bagian ke-2.3
Tujuan dari Protokol Kyoto Bagian ke-2 untuk mengisi kekosongan hukum
internasional akibat berakhirnya masa berlaku Protokol Kyoto. Namun usaha tersebut
tidak disetujui oleh tiga negara pihak yaitu Jepang, Kanada dan Rusia. Karena mereka
menginginkan ada komitmen baru dari negara pihak karena semakin meningkatnya
emisi GRK dan meminta semua negara polutor menanggung beban dan kewajiban
yang sama.
2
BPKP,.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Kyoto
Protocol To The United Nations Framework C'onvention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas
Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim). www.BPKP.go.id
. (pada 17 sept 2013)
3
Dalam Protokol Kyoto bagian kedua tidak banyak perubahan mengenai mekanisme. Namun adanya
pembatasan emisi karbon dioksida global dalam sebesar 16% karena kurangnya partisipasi Kanada,
Jepang, Rusia, Belarus, Ukraina, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Selain itu, fakta bahwa negara -
negara berkembang seperti RRC (emitor terbesar di dunia), India dan Brazil juga tidak tunduk pada
pengurangan emisi di bawah ketentuan Protokol Kyoto. UN Climate Conference throws Kyoto a
Lifeline". The Globe and Mail.

2
Tabel 1.1 Perbedaan Protokol Kyoto 2008 dan 2012

Aspek Protoko Kyoto 2008 Protokol Kyoto 2012

Jumlah 1. Memiliki target 1. memiliki target


Emisi pengurangan emisi penurunan emisi
GRK sebesar 5 % di GRK sebesar 18%
bawah tingkat emisi dari tahun 1990 yang
tahun 1990 dalam dimulai pada tahun
periode 2008-2012. 2013 2020.4
Mekanisme
2. Mekanisme 2. Memiliki mekanisme
Implementasi Bersama yang sama dengan
(Joint sebelumnya. Namun
Implementation), surplus yang didapat
Perdagangan Emisi pada periode
(Emission Trading), sebelumnya tidak
dan Mekanisme dapat digunakan pada
Pembangunan Bersih tahun 2012.
(Clean Development
Mechanism) .

Keluarnya Jepang dari negara pihak merupakan keputusan yang cukup besar
mengingat jasa-jasa yang telah ia lakukan bagi Protokol Kyoto. Hal tersbut dilakukan
oleh Jepang melihat bahwa negara- negara berkembang menyumbang emisi GRK tapi
tidak memiliki kewajiban untuk mengurangi GRK secara signifikan. Hal tersbut
terjadi pada China dimana ia merupakan emiter tertinggi. Kabut asap telah
menyelimuti 850 ribu kilometer persegi wilayah daratan China Kota Jinan dan Xi'an
merupakan kota terparah terdampak polusi udara di China, selain sejumlah kota
lainnya seperti Beijing, Shijia-zhuang, Tianjin, Zhenzhou, dan Chendu Konsentrasi
udara kotor mencapai titik 250 mikrograms per meter kubik - nya, ini merupakan titik

4
UNFCCC. Doha Amendment To The Kyoto Protocol Doha, 8 December 2012 Pasal 3. (21
December 2012) <http://treaties.un.org/doc/Publication/CN/2012/CN.718.2012-Eng.pdf> (21
september 2013)

3
berbahaya dan seharusnya konsentrasi udara kotor hanya berada di angka 25. 5
Keluarnya Jepang dari negara pihak dikatakan dalam pernyataan yang disampaikan
oleh Masahiko Horie, dari tim negosiasi Jepang, mengatakan: "Hanya negara-negara
maju yang secara hukum terikat oleh Protokol Kyoto dan emisi negara maju hanya
26% dari emisi global, Jika hal tersebut terus dilakukan maka hanya seperempat dari
dunia yang terikat secara hukum didalam Protokol Kyoto dan tiga perempat negara di
dunia tidak terikat sama sekali". 6

Posisi Jepang menyatakan tidak ingin lagi berkomitmen dalam protokol kyoto
bagian ke dua, sudah dinyatakan sejak COP ke 16 di Meksiko,Cancun. Menurut
negosiator Jepang Akira Yamada, mereka tidak ingin mengakhiri Protokol Kyoto.
Mereka hanya tidak mau ada komitmen kedua bila Amerika dan negara berkembang
utama, seperti Cina, India, dan Brazil tidak kunjung ikut berkomitmen
mereduksiemisi, Protokol Kyoto hanya mencakup sekitar 30 persen emisi global
karena dua penyebab polusi utama, Cina dan Amerika tidak tercakup , Yamada
menyatakan tanpa Amerika dan Cina, Protokol kyoto bukanlah jalan yang adil dan
efektif untuk perubahan. 7 Ketidak berhasilan Protokol K yoto
dibuktikandengangagalnyabeberapaNegaradidalammengurangiemisi GRK. Terdapat

5
Metrotv. Tingkat Polusi di China Memprihatinkan.Di unggah pada Jum'at, 01 February 2013
<http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/02/01/7/170217/Tingkat-Polusi-di-China-
Memprihatinkan> (10 September 2013).
6
Fiona Harvey. UN: methane released from melting ice could push climate past tipping point.
Diunggah pada 27 November 2012 <http://www.theguardian.com/environment/2012/nov/27/doha-
climate-conference-un-methane> (19 september 2013)
7
Andi Noviriyanti. Jepang Tolak Periode Kedua Protokol Kyoto. Di unggah pada 12 Desember
2010. <http://idehijau.com/2010/12/12/jepang-tolak-periode-kedua-protokol-kyoto/>. (20 September
2013).

4
beberapa negara yang tidak dapat mengurangi emisi GRK yang ditargetkan oleh
Protokol Kyoto sebesar 5% dari tahun 1990. Yaitu:8

- Australia, negara dengan tingkat pertumbuhan lebih baik, berjanji


membatasi kenaikan emisi karbon kurang dari 8%. Nyatanya, pada
rentang 1990-2010, emisi karbon menanjak 47,5%.

- Kanada, salah satu pendukung awal yang paling bersemangat, berjanji


mengurangi emisi 6%. Lagi- lagi, janji itu diingkari dengan
melonjaknya emisi sebesar 24% dari level 1990

- Belanda berjanji memangkas emisi sebesar 6%. Namun, angka emisi


yang dicatatkannya justru meningkat 20% pada akhir 2010.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Jepang merasa kecewa dengan


implementasi Protokol Kyoto. Posisi Jepang dalam Protokol Kyoto pada COP 18 di
Doha adalah tidak berpartisipasi, hal tersebut karena posisi negara non - Annex yang
tidak memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi GRK.9 Hal inimengejutkan
berbagai pihak karena Jepang merupakan negara yang sangat aktif mendukung
lahirnya Protokol Kyoto dan juga berperan besar pada waktu
implementasinya.Sampai berakhirnya COP-18 di Doha, posisi Jepang tetap menolak
terlibat dalam Protokol Kyoto pada COP 18 di Doha ini. Sikap Jepang ini tak urung

8
Wall Street Jurnal. Rapor Merah Protokol Kyoto. Di unggah pada 8 Januari 2013.
<http://indo.wsj.com/posts/2013/01/08/rapor-merah-protokol-kyoto/>. (20 September 2013)
9
MOFA. MOFA: Summary and Evaluation of COP 18/CMP 8(the 18th Conference of Parties to the
UNFCCC and the 8th Session of the Converence of the Parties Serving as the meeting of the Parties to
the Kyoto Protokol. Di unggah pada 8 Desember 2012.
<http://www.mofa .go.jp/policy/environment/warm/cop/cop18/summary.html> (25 September 2013 ).

5
mengecewakan banyak pihak, karena Jepang adalah tuan rumah COP3 ketika
Protokol Kyoto ditandatangani tahun 1997. 10

Jepang merupakan motor penggerak Protokol Kyoto, sehingga keluarnya


Jepang sebagai negara pihak dari Protokol Kyoto sangat disayangkan oleh banyak
negara pihak karena Protokol Kyoto kehilangan motor penggerak didalam
pelaksanaanya. Disamping itu Jepang juga memiliki andil yang cukup besar didalam
mengimplementasikan Protokol Kyoto yaitu didalam mengurangi emisi GRK.

Selain itu ketidak ikut sertaan Jepang dalam Protokol Kyoto bagian ke-2 ini
menimbulkan ketakutan bagi negara- negara pihak lain karena dapatmenimbulkan
efek negatif bagi implementasi Protokol tersebut. Bila negara-negara maju dengan
kapasitas industri yang tinggi tidak ikut serta dalam usaha mengurangi emisi GRK
maka usaha kolektif dunia akan menjadi sia -sia dan akan menjadi ancaman besar
bagi eksistensi Protokol Kyoto. Hal tersebut karena Jepang merupakan negara
penyumbang emisi terbesar ke lima setelah Rusia, India, China, dan Amerika Serikat.
Jika dilihat lebih lanjut (lihat tabel 1.2 ) ke empat negara diatas Jepang ( US, China,
India, Rusia ) mereka tidak memiliki kewajiban hukum untuk mengurangi emisi
GRK. Amerika Serikat memang tidak berkomitmen sejak Protokol Kyoto bagian
pertama karena tidak meratifikasi Protokol Kyoto sehingga bukan merupakan negara
pihak yang berkewajiban melaksanakan ketentuan pelaksanaan Protokol Kyoto.
Sedangkan China dan India tidak termaksud kedalam negara Annex 1, karena masih
termasuk kedalam kelompok negara berkembang. Rusia dan Kanada memiliki posisi
yang sama dengan Jepang bahwasanya ia tidak berkomitmen didalam Protokol Kyoto
pada COP 18 di Doha. Hal tersebut dapat menjadi ancaman besar bagi Protokol
Kyoto karena jika kelima penyumbang emisi terbesar didunia tidak ikut serta didalam

10
Adi. Jepang Tetap Tolak Komitmen Kedua Protokol Kyoto. Di unggah pada03 Desember
2012<http://www.siej.or.id/?w=article&nid=435>.(10 maret 2013).

6
Protokol Kyoto maka usaha untuk mengurangi emisi GRK akan sia-sia karena lima
besar penyumbang emisi terbesar tidak mengurangi emisi GRK.

Tabel 1.2 World Rank Emissions

RES
Rank % Change
1990 2010 2011 investment
(prev Country 1990-
mt CO2 mt CO2 mt CO2 needed
yr) 2011
(bln euro)

World 22,682 33,158 33,992 +50 543.9

1 (1) China 2,452 8,333 8,876 +262 142.0

2 (2) U.S. 5,461 6,145 6,027 +10 96.4

3 (3) India 626 1,708 1,787 +185 28.6

4 (4) Russia 2,369 1,700 1,674 -29 26.8

5 (5) Japan 1,179 1,308 1,311 +11 21.0

6 (6) Germany 1,029 828 804 -22 12.9

7 (7) S. Korea 257 716 739 +187 11.8

8 (8) Canada 485 605 628 +30 10.1

Saudi-
9 (9) 242 563 609 +152 9.7
Arabia

10(10) Iran 199 558 598 +201 9.6

Sources: IWR Research, BP Statistical Review, German Economy Ministry , 2011

1.2 Rumusan Masalah

Mengapa Jepang menyatakan tidak lagi berkomitmen terhadap Protokol Kyoto pada
amandemen Doha?

1.3 Landasan Konseptual

7
- Ekologi Politik
Terdapat hubungan antara kebijakan dan lingkungan yang biasa kita sebut
dengan kebijakan lingkungan. Dalam pebuatan kebijakan tersebut melibatkan
campurtangan pemerintah, dalam hal ini manusia merupakan pelaku utama didalam
pembuatan kebijakan. Permasalahan lingkungan menjadi masalah ekologi politik
ketika terdapat campur tangan manusia dalam menyelesaikan permasalahan
lingkungan dan terdapat policy yang mengatur untuk menyelesaikan permasalahan
tersbut.
Ekologi politik memliki makna yang berbeda menurut para ahli, menurut Peet
and Watts, ekologi dapat diartikan sebagai, pendekatan yang dihasilkan membantu
mengungkapkan kaitan-kaitan antara dinamika lingkungan setempat dengan proses
politik dan ekonomi yang lebih luas. 11 Menurut Bryant (1997:21) asumsi pokok
ekologi politik ialah perubahan lingkungan tidak bersifat netral, tetapi merupakan
suatu bentuk politik lingkungan yang banyak melibatkan aktor-aktor yang
berkepentingan baik pada tingkat lokal, regional, maupun global. 12 Ekologi Politik
menurut Bryant merupakan bidang yang luas dan intelektual eklektik 13
Dalam studi kasus ini electic approach yang terdapat dalam kasus ini adalam
mengenai politik dan ekonomi. Politik / peran elit merupakan peran penting didalam
membuat kebijakan serta menjalankan sebuah keb ijakan di Jepang hal tersebut tidak
lain karena posisi elit yang sangat kuat dan memiliki pengaruh di Jepang. Peran elit di
Jepang memiliki pengaruh dalam sistem politik di Jepang.

Untuk membahas masalah elit penulis menggunakan pemikiran dari Thomas


R. Dye dan Harmon. Kedua pemikir tersebut bersepakat bahwa masyarakat dibagi

11
Ahmad Tarmiji Alkhudri. Ekologi Politik: Body Of Knowledge, Sejarah Pemikiran, Dan
Perkembangan Empirik Terkini. Jurnal Komunitas Volume 6 Nomor 2, Desember (2012) : 174
12
ibid
13
W.M.Adams . Green Development, 2nd edition Environment and sustainability in the Third
World. (New York: Routledge.1990) : 251

8
menjadi dua kelompok yaitu masyarakat yang besar dan kelompok elit yang kecil.
Masyarakat dengan skala kecil inilah yang di sebut elit serta kebijakan yang diambil
bukan merupakan refleksi dari pandangan masyarakat yang besar namun merupakan
cerminan persepsi dan nilai- nilai elit yang berlaku. 14

Dalam hal ini yang dimaksud dengan elit adalah birokrat, politisi dan
pengusaha. Ketiga komponen tersebut berada didalam iron triangle . 15 Iron triangle
memiliki pengaruh yang besar didalam sistem politik Jepang. Hubungan yang terjadi
didalam iron triangle saling menguntungkan dan menguatkan. Dalam gambar 1.1
menjelaskan bahwa Politisi, Birokrat serta Pengusaha merupakan pemegang
kekuasaan di Jepang. Hal tersebut karena ketiga posisi tersebut merupakan peran
kunci dalam membuat dan meng-goalkan sebuah kebijakan.

Gambar 1.1 Iron Triangle

Politisi
(LDP)

Pengusaha Birokrat

Sumber: disarikan dari Haffner John, Thomas Casas, Jean Pierre Lehman. Japans Open future : An
Agenda for Global Citizenship. 2009

14
Winarno,Budi. Kebijakan Public : Teori Dan Proses (Yogyakarta : Medpress, 2006) : 43-44
15
Haffner John, et al.Japans Open future : An Agenda for Global Citizenship. (United Kingdom :
Wimbledon Publishing Company. 2009) : 148

9
Dalam hal ini peran pengusaha didalam sistem politik Jepang cukup besar
karena hubungan antara pengusaha, politisi dan birokrat cukup dekat dan saling
mempengaruhi. Pegusaha memiliki kedekatan dengan Politikus dan Birokrat, hal
tersebut membuat pengusaha memiliki peran penting didalam pengambilan keputusan
di Jepang.

Keterkaitan antara politik dan lingkungn di Jepang sangan erat pada awal
industrialisasi belum ada kebijakan / perjanjian secara multilateral untuk mengatur
emisi GRK namun setelah terjadi Industrialisasi tepatnya pada tahun 1990an terdapat
perjanjian multilateral yang juga di sepakati oleh Jepang, dimana Jepang harus
mengurangi emisi GRK-nya.

Industrialisasi merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan lingkungan


hal tersebut tidak lain karena sektor ekonomi. Kondisi lingkungan Jepang pada masa
high growth economy sangat buruk yang diakibatkan industrialisasi dan
pembangunan ekonomi. Kerusakan lingkungan pada saat itu berasal dari beberapa
sektor yangdominan seperti industri dan manufaktur. Pertumbuhan ekonomi
dimasyarakat Jepang pasca perang dan juga disertai dengan kerusakan lingkungan,
menunjukkan bahwa Jepang memiliki catatan terburuk me ngenai kerusakan
lingkungan di antara negara-negara maju. 16 Hal tersebut dilakukan oleh Jepang tidak
lain untuk meningkatkan perekonomian Jepang.
Indutrialisasi yang terjadi di Jepang merupakan dampak dari kalahnya Jepang
dalam PD II. Jepang yang pada saat itu menduduki beberapa negara jajahan dan pada
akhirnya Jepang kalah perang hal tersebut membuat Jepang harus membayar hutang
kalah perang kepada beberapa negara dan memperbaiki sektor ekonomi serta
infrastruktur dalam negerinya. Sektor industri dipilih oleh Jepang membuahkan hasil

16
F. Harutoshi. Environmental Problems in Postwar Japanese Society. International Journal of
Japanese Sociology. No. 1, (1992) : 3

10
yang sangat baik. Jepang dapat meningkatkan perekonomian negaranya hingga dapat
dikatakan Japan miracle. Namun keadaan tersebut tidak berlangsung lama.

Kondisi ekonomi Jepang yang mengalami stagnasi ekonomi yang sudah


terjadi mulai tahun 1990an membuat Jepang harus berpikir ulang dalam menjaga
pertumbuhan ekonomi negaranya. Hal tersebut diperparah dengan tragedi tsunami
Jepang yang memperparah ekonomi Jepang khususnya di sektor usaha kecil
menengah yang selama ini membantu pereko nomian Jepang. Produk domestik bruto
tumbuh 0,6% pada periode April-Juni, berdasarkan statistik yang dikeluarkan
pemerintah, sehingga mencerminkan pertumbuhan tahunan sebesar
2,6%Pertumbuhan tahunan itu lebih rendah dari 4,1% yang tercermin pada
pertumbuhan kuartal pertama 2013. Juga lebih kecil dari perkiraan analisis sebesar
3,6%. 17 Stagnasi ekonomi ini berlangsung cukup lama dan mengganggu
perekonomian Jepang. Ekologi Politik global menghubungkan ekonomi politik
kapitalisme global dengan ekologi politik. 18 Ekologi politik menurut Bryant
menjelaskan interaksi antara manusia dan lingkungan, atau 'dinamika dan memiliki
sifat yang dipolitisasi (Bryant 1998, p. 82). 19

Menurut Bryant terdapat interaksi antara manusia dan lingkungan.


Lingkungan bukan hanya masalah lingkungan semata namun juga masalah manusia.
Kerusakan lingkungan yang terjadi tidak lain karena ulah manusia. Maka manusia
memiliki tanggung jawab didalam menyelesaikan masalah tersebut. Lingkungan yang
dipolitisasi merupakan sifat dari lingkungan dan campurtangan manusia, hal tersebut
yang diungkapkan oleh Bryant, ketika terdapat kaitan antara lingkungan dan

17
BBC Indonesia. Ekonomi Jepang tumbuh lebih lambat dari perkiraan. Di unggah pada12 Agustus 2013.
<http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/08/130812_bisnis_jepang.shtml> . (17 September
2012).
18
Edited by Richard Peet, et al.Global Political Ecology. (New York. Routledge. 2011) : 2
19
W.M.Adams, Green Development, 2nd edition Environment and sustainability in the Third World.
( New York. Routledge. 1990) : 251

11
campurtangan manusia. Ketika terdapat masalah lingkungan maka akan muncul
masalah sosial. Ketika terdapat solusi mengenai lingkungan maka terdapat pula solusi
mengenai masalah sosial bagi manusia. Hal tersebut terjadi tidak lain hubungan
antara manusia dan lingkungan sangat erat dan memiliki keterkaitan.

1.4 Argumen Utama

Lingkungan dan politik di Jepang memiliki ketergantungan yang cukup besar


khususnya didalam membuat sebuah kebijakan yang ramah lingkungan. Hal tersebut
berdasarkan kepentingan pemerintahan Jepang terhadap masalah ekonomi. Didalam
pemerintahan Jepang terdapat perdebatan mengenai peningkatan industrialisasi yang
berdampak terhadap emisi GRK yang menyebar di atmosfer yang akan berdampak
terhadap lingkungan atau fokus terhadap lingkungan yang belum tentu dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat Jepang. Jepang mengalami dilema yang
cukup besar saat ini. Dalam pendekatan ekologi politik, tidak berkomitmennya
Jepang dalam Protokol kyoto ini karena faktor politik dan ekonomi.

Secara politik terdapat kepentingan elit Jepang khususnya dalam sektor


industri dan manufaktur. Elit Jepang memiliki peran yang sangat besar didalam
membuat sebuah keputusan. Peran elit yang saling terikat dan saling membantu ini
memiliki peran yang cukup besar didalam pengambilan sebuah keputusan. Peran elit
untuk memutuskan tidak lagi berkomitmen dalam Protokol Kyoto dalam Doha
amandemen tidak lain karena farktor ekonomi.

Keputusan Jepang untuk keluar menjadi anggota pihak dalam Protokol Kyoto
didasari oleh kepentingan domestiknya. Pertama, stagnasi ekonomi Jepang menjadi
urgensi untuk membangkitkan dan meningkatkan perekonomian berbasis industri.
Kedua, perubahan persepsi elit mengenai proritas nasional. Kondisi ekonomi Jepang
yang diwarnai oleh stagnasi ekonomi yang telah terjadi cukup lama. Hal tersebut
membuat Jepang harus segera keluar dari stagnasi ekonomi dengan cara

12
meningkatkan perekonomian di sektor industri. Prioritas nasional Jepang pada tahun
1997 memiliki fokus kepada masalah lingkungan. Namun pada tahun 2012
perekonomian Jepang semakin mengkhawatirkan karena stagnasi ekonomi yang
sangat lama. Sehingga persepsi elit mengenai prioritas nasional cenderung kepada
peningkatan ekonomi dan hal ini tidak sesuai dengan Protokol Kyoto pada COP 18 di
Doha. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara politik dan
lingkungan.

1.5 Metode Penelitian

Dalam tugas akhir mengenai Posisi Jepang Dalam Amandemen Doha


Terhadap Protokol Kyoto penulis menggunakan metode kualitatif dengan
menggunakan data sekunder seperti buku, jurnal, artikel, website resmi, e-book, yang
membahas mengenai ekologi politik, ekonomi Jepang, Protokol Kyoto dan hal- hal
yang berkaitan dengan posisi Jepang dalam Doha amandemen 2012.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam tugas akhir ini penulis membagi menjadi 4 bab, yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I penulis akan menulis mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, metode
penelitian dan sistematika penulisan
BAB II PERDEBATAN MENGENAI PROTOKOL KYOTO
Pada bab II, penulis akan meneliti bagaimana posisi elit Jepang yang
berada dalam iron triangle yaitu: Politisi, Birokrat dan Pengusaha dalam
Protokol Kyoto pada Doha Amandemen dan melihat siapa yang memiliki
peran paling dominan dan mengapa.
BAB III KONTEKS EKONOMI POLITIK

13
Pada bab III, penulis akan mengkolaborasi bagaimana hubungan antara
perekonomian Jepang dengan keadaan lingkungannya pada saat
industrialisasi, serta bagaimana perubahan persepsi elit Jepang mengenai
prioritas nasional.
BAB IV KESIMPULAN
Bab terakhir dari penelitian ini akan berisi kesimpulan dari rangkaian
penelitian yang telah dilakukan.

14

Anda mungkin juga menyukai