1. CARA PASIF
1.1.Metode gysi
Pada metode Gysi, operator meletakkan ibu jari telunjuk pada bagian
ventral muskulus masseter pasien. Pasien diinstruksikan untuk rileks dan
operator mendorong mandibular ke posterior. Pasien kemudian diinstruksikan
untuk menggigit sehingga posisi kondilus dalam fossa glenoid tidak tegang.
Kedua galengan gigit lalu difiksasikan.
1.2.Metode Rehm
Metode ini dilakukan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk di bagian
vestibulum menekan bite rim, lalu jari tengah dibengkokkan dibawah dagu,
mandibula didorong ke posterior secara perlahan, pasien mengigit dan
fiksasikan.
1.3.Metode Gravitasi
1. Pasien diminta duduk dikursi dan diinstruksikan agar kepala mengadah
ke atas
2. Oleh gaya gravitasi, mandibula akan terdorong ke posterior sehingga
kondilus akan menempati posisi paling posterior tetapi tidak tegang pada
fossa glenoid
3. Pasien disuruh menggigit dan kedua tanggul/galengan gigitan difiksasi
1.4.Metode Green
Pasien diminta menggigit kuat. Bila relasi sentrik benar maka otot
temporalis ventral akan terasa menggelembung pada saat diraba dengan jari-
jari tangan kanan dan kiri. Kedua galengan gigit difiksasi.
Perlekatan anatomis dari bagian belakang dan tengah otot-otot temporalis
dan suprahioid (terutama glenoideus dan digastrikus), diperkuat dengan
sebuah penelitian yang menunjukkan otot-otot ini menggerakkan dan
1
menghentikan mandibula dalam posisinya yang paling mundur terhadap
maksila. Otot-otot temporalis , masseter dan pterigoideus medial
menganggkat mandibula ke posisi vertikal tehadap maksila.
2. CARA AKTIF
2.1.Cara Menelan
a. Menempatkan ujung lidah pada bulatan malam yang ditempatkan pada
garis tengah landasan paling posterior.
b. Membantu pasien agar rahang bawah dalam posisi paling belakang,
dengan mendorong rahang bawah dalam keadaan otot kendor.
c. Menengadahkan posisi kepala pasien semaksimal mungkin.
Karena tidak ada satupun cara di atas yang mempunyai kelebihan dalam
ketepatannya maka paling sedikit harus dilakukan dengan 2 cara untuk menjadi
perbandingan. Misalnya kita lakukan dengan cara gerakan menelan (A) kemudian
dengan salah satu cara lain (B/C/D) dan hasilnya dibandingkan.
Sebagai pedoman dengan menarik garis de daerah geraham pada tanggul
gigitan atas yang diteruskan ke tanggul gigitan bawahnya. Pada setiap cara
dilakukan berkali-kali dan bila tampak sama lakukan cara yang lain. Bila belum
sama harus dicari sampai sama dan ambilah garis yang menempatkan pada posisi
paling belakang/dorsal.
2
b. metode nucleus walkhoff, yaitu pasien diinstruksikan untuk mengangkat dan
meletakan ujung lidahnya pada posisi paling atas dan belakang mulut
c. beritahu pasien untuk memajukan rahang atasnya dibandingkan mandibulanya
dalam keadaan bagian posterior berkontak, dan bantuan tekanan ringan dari
operator pada daerah dagu
d. menengadahkan pasien dengan bantuan kursi agar terdapat bantuan gravitasi
untuk meretrudkan posisi mandibular
3
pengunyahan bebas untuk kembali ke posisi fisiologis mereka yang benar. Selain itu,
central bearing dicatat melalui pergerakan protrusif dan excursive, dan kemudian titik-
titik dimana gerakan-gerakan ini berpotongan akan dicatat sebagai posisi relasi sentrik
pasien. Gothic arch tracing menggunakan tracing plates untuk menangkap dan merekam
gerakan lateral mandibula dan maksila. Teknik penggunaan gothic arch tracing dapat
dilakukan secara intraoral dan ekstraoral, berikut langkah penggunaan gothic arch tracing
secara intraoral:
1. Pertama, maksila occlusion rim dikontur : a. fasial, b. panjang insisial, c. oklusal
plane
2. Tracing plate yang memegang stylus disesuaikan dengan oklusal rim maksila dan
record base, kemudian plat diletakan pada mandibula occlusion rim dan record
base.
3. Poin tracing stylus harus berada pada titik perpotongan midline maksila dan garis
imajiner yang melewati permukaan distal bicuspid pertama.
4. Tracing plate diletakkan pada mandibula record base dan wax rim, sehingga
posisinya sejajar dengan plat maksila dan perpendicular untuk dilakukan tracing
stylus.
5. Record base dimasukkan ke dalam mulut dan pasien memposisikan posisi VDO
secara proporsional sehingga terlihat estetis dan benar secara fisiologis.
6. Penguncian mur digunakan ketika VDO dapat diterima sehingga tidak mengalami
perubahan (Gambar 3)
4
9. Setelah gothic arch tracer ditandai pada alumunium plate, dibuat lubang bur pada
plat alumunium dan ini digunakan sebagai posisi pasien untuk static record.
(Gambar 5)
10. Record base dimasukkan ke dalam mulut kembali dan pasien diminta untuk
menutup mulut , mengerakkan mandibula ke depan dan belakang serta ke lateral,
sehingga stylus dapat masuk ke lubang yang telah dibuat pada plat alumunium.
11. Plaster dengan setting time yang cepat dapat diinjeksi atau ditempatkan diantara
rim untuk mendapatkan static record posisi relasi sentrik pada predeterminan
VDO pada pasien (Gambar 6)
12. Cast ditempatkan pada artikulator dan posisi gigi diatur, wax pada gigi harus
dievaluasi agar didapatkan VDO dan sentrik relasi yang benar. (Gambar 7)
5
2.4.Cara Chew In dari Patterson dan Needle House
a. Metode Needle-House
1. Metode ini merupakan metode fungsional yang paling umum digunakan.
2. Pada metode ini, oklusal rim dibuat dari compound.
3. 4 jarum metal diletakan pada rim maksila di daerah premolar dan molar.
4. Rim dimasukan ke dalam mulut pasien dan pasien di intruksikan untuk melakukan
gerakan fungsional mandibula.
5. Selama gerakan ini, jarum metal tersebut akan mengukir 4 Gothic Arch
Recordings secara terpisah ke dalam compound tadi.
6. Metode ini disebut dengan chew-in recordings.
7. Catatan ini ditempatkan pada articulator dan condylar elements di sesuaikan.
b. Metode Patterson
1. M. F. Patterson (1923) menggunaan oklusal rim dari wax.
2. Palung (cekungan) di buat pada rim mandibula dan diisi dengan campuran plaster
dan corborundum paste.
3. Pasien di instruksikan untuk menggerakkan mandibula. Hal ini terus dilakukan
hingga lengkungan terbentuk pada rim.
6
4. Hal ini dikatakan untuk menyamakan tekanan dan memberikan kontak yang sama
pada semua gerakan ekskursi.
5. Gerakan mandibula menghasilkan bekas kurva kompensasi pada plaster dan
corborundum.
6. Ketika pasta ini telah direduksi hingga dimensi vertikal yang telah ditentukan,
pasien di instruksikan untuk menggerakan mandibula ke belakang .
7. Gerakan ini menentukan hubungan rahang secara horizontal dan hasil akhir dari
kedua rim.
1. CARA MEKANIS
1.1.Relasi Linggir
7
Metode:
Dasar papila insisif dan konveksitas labial yang paling menonjol dari gigi insisif
sentral diambil sebagai referensi untuk mengukur jarak insisivus papila. Garis
horizontal ditandai di dasar papila insisif. Garis kedua ditandai di bidang
midsagital untuk membagi dua papilla. Titik persimpangan diambil sebagai titik
acuan untuk pengukuran. Jarak papilla insisif dicatat sampai 0,1 milimeter
dengan menyesuaikan lengan runcing caliper vernier untuk menghubungkan titik
referensi di dasar papilla insisif dan konveksitas maksimum gigi insisivus sentral.
Kerugian: absennya gigi bawah sehingga hanya berguna pada perawatan satu
gigi tiruan.
8
b. Jarak antara Linggir
- Klas 3 : kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik)
Linggir alveolar yang lebar dan lereng sejajar (bentuk U atau square) akan mendapatkan
retensi dan stabilisasi yang baik pada gigi tiruan. Bentuk linggir sisa atau tajam (bentuk
V) menyebabkan tidak dapat menahan tekanan dibandingkan dengan linggir alveolar
yang lebar. Bentuk linggir sisa disertai adanya undercut bentuk jamur dapat memberikan
retensi yang baik, tapi dapat menimbulkan rasa sakit pada saat membuka dan memasang
gigi tiruannya, bentuk linggir alveolar perlu dilakukan perbaikan secara bedah.
1.2. Pengukuran GT
Gigi tiruan yang masih dipakai oleh pasien dapat diukur dan ukurannya diperbandingkan
dengan hasil pengamatan terhadap wajah pasien untuk menentukan besarnya perubahan
yang perlu dilakukan.Pengukuran ini dilakukan antara tepi gigi tiruan atas dan bawah
dengan bantuan jangka boley kemudian, dilakukan perbadingan terhadap wajah pasien.
Jika pengamatan terhadap wajah pasien menunjukkan bahwa jaraknya terlalu pendek,
dapat dilakukan perubahan yang sesuai pada gigi tiruan yang baru.
9
1.3. Pencatatan Pra Pencabutan
Sering pada beberapa kasus terdapat kemungkinan operator untuk melihat keadaan pasien
sebelum pasien mengalami edentulous. Pada beberapa kasus, relasi rahang dapatk kita
dapatkan dan dapat digunakan pada kondisi edentulous. Hal ini merupaka prosedur yang
mudah dan dapat didapatkan dengan berbagai cara.
a. Radiografi profil
1. Pemotretan radiografi pertama secara full lateral dilakukan pada saat
gigi beroklusi.
2. Setetah dilakukan ekstraksi, trial bases dengan occlusal rims dibuat
untuk mengkoreksi relasi vertikal dan dimasukkan ke mulut pasien.
3. Pemotretan radiografi kedua secara full lateral didapatkan dengan
occlusal rims yang masih berkontak.
4. Kedua foto dibandingkan dan dilakukan penyesuaian untuk
mensimulasi posisi yang tepat seperti pemotretan radiografi pertama
sebelumnya.
5. Gambaran radiografi harus memiliki ratio mendekati 1:1 dengan
pasien
10
medial ke
lateral, menghasilkan permukaan superioranterior yang datar dan permuk
aan postero-superior yang cembung. Permukaan superior sedikit cembung
ke arah medial-lateral.
Gambaran radiografi processus condylus :
Terlihat gambaran radiopaque di bagian posterior mandibular
Arah mesiolateral: 15-20 mm
Arah anteroposterior: 8-10 mm
Dilihat dr anterior: ujung medial dan lateral (ujung medial pada umumnya
lebih menonjol).
c. Foto Profil
Tipe wajah :
1. Euryprosope (pendek,lebar) : 79-83,9
2. Mesoprosope (Sedang) : 84-87,9
3. Leptoprosope (Tinggi,sempit) : 88-92,9
Jika indeks wajah :
< 78,9 (hypereuryprosope)
11
> 93 (hyper-leptoprosope)
1. Cembung (convex)
2. Cekung (Concave)
3. Lurus (Straight)
12
Dimensi vertikal (DV) adalah tinggi vertikal dari wajah. Hal tersebut
ditentukan oleh hubungan otot, menggunakan posisi istirahat fisiologis rahang
bawah sebagai faktor petunjuk. Pengetahuan praktis mengenai posisi istirahat
fisiologis sangat penting dalam menentukan dimensi vertikal oklusi (DVO) yang
adekuat
Metode yang sering digunakan di klinik adalah metode two dot. Pasien
dengan posisi kepala tegak yang nyaman di kursi dental ditetapkan dua titik
pengukuran pada garis tengah wajah; satu di hidung dan satu di dagu. Keduanya
dipilih pada daerah yang tidak mudah bergerak akibat otot ekspresi.
13
Gambar : alat pengukuran bimeter boss, sharry jj, complete denture
prosthodontic, 3rdEd. New York Mc Graw Hill Book Company,
1974;213
e. Pengukuran Wajah
Willis (1935) salat satu penemu alat dalam penentuan dimensi vertikal
dengan cara pengukurab wajah. Disini Willis menyatakan bahwa jarak antara
garis yang menghubungkan pupil mata ke garis pertemuan bibir atas dan bibir
bawah sama dengan jarak dari dasar hidung ke tepi dagu pada saat gigi geligi
oklusi sentrik atau oklusal rim dalam keadaan relasi sentrik. Alat yang
digunakan adalah Willis bite gauge.
Caranya pasien didudukan dengan posisi kepala tegak tanpa sandaran dan
pandangan mata lurus ke depan, oklusal rim yang sudah memenuhi syarat
dipasangkan ke dalam mulut pasien diposisikan dalam keadaan relasi sentrik.
Dengan alat Willis bite gauge yang terdiri dari lempeng logam berbentuk huruf
I, dengan ukuran milimeter, pada sisi lainnya mempunyai lengan yang dapat
digeser dan dapat dikunci pada skala tertentu, diukur jarak garis yang
menghubungkan pupil mata dengan sudut mulut dan jarak dari dasar hidung ke
tepi dagu. Alat tersebut diletakkan harus berkontak dengan wajah tanpa tekanan.
Bila jarak dari pupil mata ke sudut mulut sama dengan jarak dari dasar hidung
ke tepi dagu maka dimensi vertikal telah benar.
Pengukuran dimensi vertikal secara langsung menggunakan metode Willis
dengan mengukur jarak antara ujung hidung ke ujung dagu menggunakan
digital vernier caliper. Metode Willis juga mengukur jarak antara canthus mata
ke sudut mulut sama dengan jarak antara ujung hidung ke ujung dagu. Metode
14
ini mudah digunakan karena stabil dan lebih akurat saat merekam jarak antara
dasar hidung ke ujung dagu (Debnath dkk., 2014).
Sorenson (1947) juga menyatakan penentukan dimensi vertikal dengan
pengukuran wajah yaitu dengan cara mengukur jarak antara tepi atas dahi ke
glabella adalah sama dengan jarak dari glabella ke subnasion dan sama pula
dengan jarak dari subnasion ke gnation. Jadi wajah seorang terbagi atas tiga
bagian yang sama panjang dalam arah vertikal.
15
1.4. Kesejajaran Linggir alveolar Posterior
Kesejajaran linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah bagian belakang
dijelaskan oleh Sears(1975), dapat memberikan petunjuk untuk memperoleh jarang
rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan terpisah. Kesejajaran linggir alveolus
rahang atas dan rahang bawah bagian posterior bersifat alamiah karena pada saat gigi
geligi beroklusi linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah sejajar satu sama lain. Ini
membuktikan bahwa tidak terjadi keabnormalan pada linggir alveolus.
Teori ini didasarkan pada premis bahwa gaya penutupan maksimum dapat
diberikan saat mandibula berada pada dimensi vertikal posisi istirahat. Sebuah meter gaya
dilekatkan ke pelat dasar atas dan bawah dan mencatat tekanan yang dapat pasien gunakan
sebagai dimensi vertical yang bervariasi. Smith menyatakan bahwa bimeter Boos adalah
pendekatan terbaik untuk perangkat sederhana yang dapat diandalkan untuk menentukan
dimensi vertikal posisi istirahat. Namun, bimeter telah ditentang, karena kekuatan
penutupan pasien dipengaruhi oleh rasa sakit dan ketakutan.
Korelasi dari hasil dengan bimeter dan yang diperoleh dengan metode klinis dan
elektromiografik menunjukkan bahwa penggunaan bimeter menghasilkan dimensi
vertikal yang meningkat.
16
2. CARA FISIOLOGIS
Gambar a. Pengukuran dilakukan antara dua titik pada wajah saat rahang
berada pada hubungan vertikal physiological rest position
17
Gambar b. Dengan tanggul gigitan di dalam mulut dan rahang pada
dimensi vertikal posisi istirahat, jarak interoklusal tampak memuaskan.
Perhatikan ruangan antara tanggul gigitan
18
insisif bawah akan bergerak ke depan ke posisi hampir langsung dibawah dan hampir
menyentuh insisif sentral atas. Bila jarak terlalu besar, artinya bahwa dimensi vertikal
saat oklusi yang didapatkan terlalu kecil. Bila gigi anterior bersentuhan ketika suara
dihasilkan, kemungkinan dimensi vertikal saat oklusi terlalu besar. Sebaliknya, bila gigi
mengunci bersama saat berbicara kemungkinan dimensi vertikal saat oklusi terlalu besar.
Bila bibir tidak memiliki dukungan yang tepat pada bagian anterior, maka bagian
tersebut akan lebih ke vertikal daripada ketika didukung secara alami oleh jaringan. Pada
kondisi seperti itu terdapat kecenderungan meningkatnya dimensi vertikal oklusi untuk
menyediakan dukungan bagi bibir, dan hal ini bisa menimbulkan kegagalan.
Panduan estetis untuk relasi rahang atas terhadap rahang bawahvertikal yang
benar adalah, yang pertama, untuk memililih gigi yang memiliki ukuran yang sama
dengan gigi asli dan, kedua, untuk memperkirakan dengan tepat jumlah kehilangan
jaringan dari linggir alveolar. Jumlah kehilangan jaringan dapat dinilai dari riwayat gigi
geligi dan lamanya gigi telah hilang.
Tanggul gigitan rahang atas dibuat kontur sehingga permukaan labial akan
menyerupai landasan dan gigi artificial gigi tiruan akhir. Dari samping, pandangan
oklusal menunjukkan kontur dan dimensi zona netral, yang telah disesuaikan pada
tanggul gigitan ini. Prinsip yang sama diterapkan pada pembuatan kontur tanggul gigitan
rahang bawah.
19
2.3. Penelanan
Awalnya sekrup disetel dengan ketinggian yang cukup tinggi, kemudian secara
bertahap skrup diturunkan hingga pasien merasa rahangnya menutup terlalu dalam,
20
kemudian kembali disetel ke arah sebaliknya hingga pasien kembali merasa terlalu tinggi,
lalu disetel kembali kearah berlawanan sehingga pasien merasa nyaman. Pengukuran ini
dilakukan secara berulang-ulang hingga pasien benar- benar merasa telah mendapatkan
posisi yang paling nyaman. Bagaimanapun pengukuran menggunakan tehnik ini
dipengaruhi oleh adanya benda asing di daerah palatum dan berkurangnya ruang lidah.
Pada metode ini keikutsertaan pasien sangat dibutuhkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22