Anda di halaman 1dari 49

Aang Khoirul Anam LBM 4

Batuk lama disertai penurunan berat badan

STEP 7

1. Mengapa terjadi batuk berdahak 3 minggu ?


Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan semula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II

2. Interpretasi dari keluhan (demam ringan, nafsu makan turun, BB turun,


keringat pada malam hari ?
Demam Ringan
Stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, neutrofil) oleh pirogen
eksogen (toksin, mediator inflamasi, reaksi imun) sel darah putih
mengeluarkan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-a dan IFN) pirogen
eksogen dan pirogen endogen merangsang endotelium hipotalamus untuk
menghasilkan prostaglandin prostaglandin meningkatkan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus hipotalamus menganggap suhu sekarang lebih
rendah dari suhu patokan yang baru memicu kompensasi (menggigil)
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II

Nafsu makan turun


Aang Khoirul Anam LBM 4

Gambar A. Ada dua sistem di hipotalamus.

Melanocortin (Pro-opiomelanocortin) merupakan

sistem saraf serotoninergik. Jika melanocortin dirangsang maka akan terjadi anorexia (tidak

napsu makan. Kebalikannya, NPY bersifat prophagic., artinya jika dirangsang maka napsu

makan akan meningkat. Interaksi kedua sistem inilah yang mengatur imbang asupan dan

pemakaian energi.

Gambar B. Pada banyak penyakit sistemik, sitokin faktor pemicu proteolisis akan diproduksi

oleh sel darah putih, dan ini akan merangsang pembentukan serotonin dan merangsang

melanocortin. Efek perangsangan ini adalah anoreksia. Serotonin berasal dari triptofan.

Triptofan masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui saluran yang sama dengan BCAA

(branch-chained amino acids). Jadi triptofan bersaing dengan BCAA. Ada bukti bahwa

peningkatan triptofan di otak akan menyebabkan rasa letih( central fatigue).

Gambar C. Pemberian BCAA (leucine, isoleucine, valine) akan memblok masuknya

triptofan, disusul dengan penurunan serotonin. Kemudian napsu makan akan meningkat.
Aang Khoirul Anam LBM 4

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=734

Guyton & hall. 2008. Fisiologi kedokteran. Edisi 11. jakarta : EGC

Sistem saraf berperan besar dalam fisiologi selera makan. Ada banyak daerah pada otak yang

merupakan pusat-pusat selera makan, serta saraf-saraf tepi yang merupakan jaras untuk

menyampaikan sinyal dari jaringan ke sistem saraf pusat dan sebaliknya.

Hipotalamus adalah pusat pengendali selera makan terbesar. Ada dua daerah pada

hipotalamus yang merupakan pusat penting: nukleus lateralis dan nukleus

ventromedial. Nukleus lateralis terletak di setiap sisi lateral hipotalamus dan berperan

sebagai pusat lapar. Nukleus ini bekerja dengan cara mendorong sel saraf motorik untuk

mencari makanan. Stimulasi di daerah ini akan menyebabkan makan dalam jumlah banyak

(hiperfagia), sedangkan destruksi di daerah ini menyebabkan kehilangan selera makan, yang

dapat berujung pada kehilangan berat badan, massa otot, dan penurunan metabolisme tubuh.

Sedangkan nukleus ventromedial adalah pusat kenyang. Stimulasi di daerah ini akan

menyebabkan perasaan kenyang sehingga tidak mau makan (afagia), sebaliknya destruksi di

daerah ini akan menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat berakibat obesitas.

Daerah lain pada otak yang berperan dalam pengaturan selera makan adalah nukleus

paraventrikular, nukleus dorsomedial, dan nukleus arkuata pada hipotalamus. Lesi pada
Aang Khoirul Anam LBM 4
nukleus paraventrikular mengakibatkan makan dalam jumlah berlebih, sedangkan lesi pada

nukleus dorsomedial menyebabkan tidak mau makan. Adapun nukleus arkuata merupakan

daerah di mana hormon-hormon berpusat dan dikoordinasikan untuk mengatur pengambilan

makanan.

Batang otak juga berperan dalam pengambilan makanan. Dalam hal ini batang otak lebih ke

arah mekanisme makan, seperti sekresi air liur, menjilat, mengunyah, menelan dll.

Adapun daerah lain pada otak yang berperan dalam pengambilan makanan

adalah amygdala dan korteks prefrontalis. Keduanya berperan dalam pengindraan bau

makanan. Lesi pada amygdala dapat meningkatkan selera makan namun dapat juga

menurunkannya, bergantung kepada daerah lesi itu sendiri. Salah satu efek penting dari

kerusakan di daerah amygdala adalah kebutaan psikis, di mana penderita mengalami

kendala selera makan parsial dan tidak bisa menentukan jenis/kualitas makanan yang

dimakannya.

Pada daerah-daerah yang telah disebutkan di atas, neurotransmitter dan hormon memegang

peranan penting. Substansi biokimia tersebutlah yang menentukan apakah selera makan akan

dihambat (kenyang) atau dicetuskan (lapar). Untuk itu dikenal pengkategorian sebagai

berikut: (1) Substansi orexigenic yaitu substansi yang mencetuskan rasa lapar dan

(2) substansi anorexigenic yang menghambat selera makan (dengan kata lain, kenyang).

Neuron yang menghambat selera makan adalah neuronproopiomelanocortin (POMC), di

mana substansi yang diproduksinya adalah -melanocyte-stimulating hormone (-

MSH) bersama dengancocaine-and-amphetamine-related transcript (CART). Keduanya

bersifat anorexigenic. Sedangkan substansi yang mencetuskan rasa lapar adalah neuropeptide

Y (NPY) dan agouti-related protein (AGRP). Keduanya bersifar orexigenic.


Aang Khoirul Anam LBM 4
Neuron POMC bekerja dengan cara melepas -MSH yang akan berikatan dengan

reseptor melanocortin (MCR) pada nukleus paraventrikular. Aktivasi pada MCR akan

mengurangi pengambilan makanan dan meningkatkan pemakaian energi, sebaliknya inhibisi

(defek) akan meningkatkan pengambilan makanan dan mengurangi pemakaian energi

sehingga dapat menyebabkan obesitas. Khusus untuk peningkatan pemakaian energi, MCR

bekerja diperantarai oleh nucleus tractus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf

simpatis.

AGRP, yang bersifat orexigenic, adalah antagonis alami dari MCR. Dengan demikian, AGRP

bekerja dengan cara menginhibisi efek dari MCR dan meningkatkan pengambilan makanan.

Pembentukan AGRP yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas.

NPY, yang juga bersifat orexigenic, dilepaskan dari nukleus arcuata. NPY dilepaskan ketika

simpanan energi menurun, dan di saat bersamaan aktivitas POMC dihambat sehingga

mengurangi aktivitasmelanocortin dan meningkatkan pengambilan makanan.

Faktor yang meregulasi kuantitas pengambilan makanan

Berdasarkan pemeliharaan simpanan energi pada tubuh, regulasi kuantitas pengambilan

makanan dapat dibagi menjadi (1) regulasi jangka pendek yang bertujuan untuk mencegah

seseorang makan terlalu banyak dalam suatu kesempatan demi optimalisasi sistem

pencernaan dan (2) regulasi jangka panjang yang bertujuan memelihara simpanan energi

secara konstan dalam waktu yang relatif lama dan erat kaitannya dengan status gizi.

Pembagian tersebut akan mempermudah menentukan faktor-faktor terkait kuantitas

pengambilan makanan.

Regulasi jangka pendek dalam pengambilan makanan


Aang Khoirul Anam LBM 4
Regulasi jangka pendek ini bertujuan mencegah seseorang makan terlalu banyak dalam suatu

kesempatan. Dengan demikian maka sistem perncernaan dapat bekerja secara optimal dalam

mengolah dan menyerap sari makanan. Jika hanya mengandalkan sinyal yang dihasilkan oleh

simpanan energi (regulasi jangka panjang), maka perlu waktu yang sangat lama untuk

menghentikan seseorang makan. Oleh karena itu, regulasi jangka pendek melibatkan

mekanisme yang mampu bekerja dengan cepat dalam menstimulasi dan menginhibisi selera

makan:

Inhibisi akibat pengisian lambung

Ketika makanan masuk ke lambung, maka lambung akan mengalami distensi. Peregangan

(mekanik) yang terjadi ini menyebabkan sinyal ditransmisikan melalui nervus vagus ke pusat

kenyang-lapar sehingga selera makan akan berkurang atau hilang.

Inhibisi yang disebabkan hormon gastrointestinal

Kolesistokinin (CCK) adalah hormon yang dilepaskan ketika lemak memasuki duodenum.

CCK ini akan menurunkan selera makan dengan cara mengaktivasi jaras melanokortin.

Peptide YY (PYY) adalah hormon yang dilepaskan oleh traktus gastrointestinal (khususnya

ileum dan kolon) yang bersifat menekan rasa lapar. Pengeluaran hormon PYY ini dipengaruhi

oleh jumlah kalori yang dicerna dan komposisi makanan, di mana semakin banyak lemak

yang masuk semakin banyak hormon PYY yang dikeluarkan.

Selain itu, keberadaan makanan pada saluran cerna menstimulasi sekresi glucagon-like

peptide yang memperkuat sekresi insulin. Baik glucagon-like peptide dan insulin sama-sama

bersifat menekan selera makan.

Stimulasi yang disebabkan hormon gastrointestinal


Aang Khoirul Anam LBM 4
Ghrelin adalah hormon yang dilepaskan oleh sel-sel oxyntic di saluran cerna khususnya

lambung. Hormon ini mengalami peningkatan pada saat puasa, sesaat menjelang makan, dan

mengalami penurunan setelah makan. Diduga hormon ini bersifat orexigenic karena

meningkatkan pengambilan makanan pada penelitian menggunakan hewan coba.

Reseptor oral

Sebuah penelitian menggunakan hewan coba dengan memiliki fistula (kebuntuan)

esofageal yang diberi makanan. Kendati makanan tersebut tidak akan pernah

sampai ke usus (karena adanya fistula), derajat lapar hewan tersebut menjadi

berkurang setelah makan. Diduga ada faktor-faktor tertentu terkait aktivitas

mulut saat makan seperti mengunyah, membasahi, mengulum dan mengecap yang

memberi sinyal ke hipotalamus untuk menghentikan rasa lapar. Namun

mekanisme inhibisi rasa lapar ini hanya bertahan 20-40 menit, jauh lebih singkat

dibandingkan inhibisi rasa lapar yang disebabkan oleh pengisian sistem

gastrointestinal.

BB turun

Berat badan menurun pada penderita TBC, karena penderita TBC akan cenderung

mengalami Anoreksia, sehingga nafsu makan akan menurun dan badan akan

cenderung makin kurus (Berat badan akan menurun)

(Buku IPD, FK UI)

Keringat di malam hari

Keringat malam mungkin merupakan gejala klinis TB penting pada dewasa dan bukan gejala

utama pada anak. Pada orang dewasa yang sehat pada malam hari istirahat atau tidur,

metabolisme (BMR) menurun, sedangkan pada keadaan sakit TB yang merupakan proses

infeksi atau sakit TB metabolisme meningkat sehingga akan berkeringat pada malam hari.
Aang Khoirul Anam LBM 4
Pada anak, yang masih fase tumbuh, growth hormon malam hari, metabolisme meningkat,

sehingga akan timbul keringat pada malam hari

(Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan

Dokter Anak Indonesia 2005)

Selain diproduksi, suhu juga dikeluarkan dari tubuh, tergantung pada suhu

sekitarnya. Bila suhu sekitar rendah,maka suhu yang akan dikeluarkan dari

tubuh melalui radiasi / konveksi, sedangkan bila suhu sekitar tinggi, maka

suhu akan dikeluarkan dari tubuh melalui evaporasi (berkeringat). Tubuh dapat

mengatur pengeluaran suhu dari tubuh melalui peningkatan aliran darah ke

permukaan tubuh (kulit) sehingga suhu dapat diangkut ke perifer oleh darah

dan dikeluarkan. Cara lain adalah dengan evaporasi (berkeringat yang diatur

oleh saraf simpatik dan sistem vagus)


IPD Jilid I hal 23

Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang

diakibatkan oleh irama temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal

manusia memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu

36.1C dan meningkat menjadi 37.4 C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00

(Young, 1988; Boulant, 1991, Dinarello and Bunn, 1997) sehingga kejadian demam/

keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini. Variasi antara suhu tubuh

terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda- beda tetapi konsisten pada setiap orang.

Belum diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam hari.

Ada pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu

molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-) yang dikeluarkan oleh sel-
Aang Khoirul Anam LBM 4
sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis).

Monosit yang merupakan sumber TNF- akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan

kuman M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi.

Walaupun makrofag ini tidak dapat mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada

orang imunokompeten makrofag dan sel-sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks

bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya. TNF-

yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam,

keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat badan di mana semua ini merupakan

karakteristik dari tuberkulosis (Tramontana et al, 1995). Demam timbul sebagai akibat

respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang suhu

tubuh ke temperatur yang lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali

normal dan panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya

berikut adalah fase demam. Pertama yaitu fase inisiasi di mana vasokonstriksi kutaneus akan

menyebabkan retensi panas dan menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set

point baru tercapai maka menggigil akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi

normal, vasodilatasi kutaneus menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk

berkeringat.

(Young, 1988; Boulant, 1991, Dinarello and Bunn, 1997;

3. Apa hubungan sakit penderita dengan teman yang menderita sakit yang sama ?
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang terdapat dalam paruparu penderita, pesebaran kuman tersebut di udara melalui
dahak berupa droplet. Penderita TB Paru yang mengandung banyak sekali kuman
dapat terlihat langung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta
positif) adalah sangat menular.
Penderita TB paru BTA positif mengeluarkan kumankuman keudara dalam bentuk
droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini
Aang Khoirul Anam LBM 4
mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis
dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam.
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman
tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman
mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang ke
orang lain.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-hiswani12.pdf

4. Mengapa batuk bercampur dengan darah ?

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan semula. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tubrkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi juga terjadi pada ulkus dinding bronkus

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II

E-Book Horison CommonViralRespiratoryInfections.pdf

5. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan dahak sampai 3 kali ?


Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui mulut
Biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian (Dorland, 1992).
Sputum, dahak, atau riak adalah sekret yang dibatukkan dan berasal dari
tenggorokan, hidung atau mulut. Perbedaan ini hendaknya dijelaskan kepada pasien
yang dahaknya akan diperiksa.
Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber,
warna, volume, dan konsistennya karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan
secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri.
Pemeriksaan sputum diperlukan jika diduga terdapat penyakit paru-paru. Membran
mukosa saluran pernafasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan
keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab-penyakit.
Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan sputum lebih
kental dan tidak terdapat gelembung busa di atasnya, sedangkan cairan sputum yang
bercampur air liur encer dan terdapat gelembung busa di atasnya. Sputum diambil
dari saluran nafas bagian bawah sedangkan sputum yang bercampur air liur diambil
dari tenggorokan.
Tes Kuantitatif :
Pengumpulan sputum selama 24 sampai 72 jam. Pemeriksaan kualitatif harus sering
dilakukan untuk menentukan apakah sekresi merupakan saliva, lendir, pus, atau
bukan. Jika bahan yang diekspektorat berwarna kuning-hijau biasanya menandakan
infeksi parenkim paru (pneumonia). Untuk pemeriksaan kualitatif, klien diberikan
Aang Khoirul Anam LBM 4
wadah khusus untuk mengeluarkan sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam.
Jumlah serta karakter isinya dicatat dan diuraikan.

Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopik dan penting untuk diagnosis etiologi


berbagai penyakit pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organism
penyebab penyakit pada berbagai pneumonia bacterial, tuberkulosa, serta berbagai
jenis infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu
diagnosis karsinoma paru-paru. Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam
mengidentifikasi organisme patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel
malignan atau tidak. Aktifitas ini juga digunakan untuk menkaji sensitivitas (di mana
terdapat peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin
diperlukan untuk klien yang mendapat antibiotik, kortikosteroid, dan medikasi
imunosupresif dalam jangka panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan infeksi
oportunistik. Secara umum, kultur sputum digunakan dalam mendiagnosis untuk
pemeriksaan sensitivitas obat dan sebagai pedoman pengobatan.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemeriksaan Sputum


Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan untuk
mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa diambil sputum sewaktu.
Waktu yang diperlukan untuk pengambilan sputum adalah 3 kali pengambilan sputum
dalam 2 kali kunjungan, yaitu Sputum sewaktu (S), yaitu ketika penderita pertama
kali datang; Sputum pagi (P) , keesokan harinya ketika penderita datang lagi dengan
membawa sputum pagi ( sputum pertama setelah bangun tidur), Sputum sewaktu (S),
yaitu saat penderita tiba di laboratorium, penderita diminta mengeluarkan sputumnya
lagi.
Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi. Agar sputum mudah
dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum
pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk
berkumur-kumur dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu (bila ada). Sputum
diambil dari batukkan pertama (first cough). Cara membatukkan sputum dengan Tarik
nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum dari bronkus
trakea mulut wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar
dan berpenutup (Screw Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva,
maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih sputum yang
mengandung unsur-unsur khusus seperti : darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum
susah keluarkan lakukan perawatan mulut Perawatan mulut dilakukan dengan obat
glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis saat
malam sebelum pengambilan sputum.

DAFTAR PUSTAKA
Somantri,Irman.2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara, & Glenora Erb.2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi
5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Aang Khoirul Anam LBM 4
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

KMK NO.364 TTG PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


Aang Khoirul Anam LBM 4
Aang Khoirul Anam LBM 4

PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB)

PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA

6. Mengapa didapatkan pemeriksaan fisik keredupan di daerah apex paru dan


ronkhi ?
Redup atau gangguan resonansi di akibatkan oleh setiap keadaan yang menganggu
getaran resonan normal dalam paru-paru atau keadaan yang menggangu penghantaran
dari getaran tersebut dari luar. Oleh karena itu konsilidasi parenkim paru-paru
mengakibatkan suara perkusis resup contoh penyakit seperti penumonia, neoplasma,
atelektasis, fibrosis pleura, efusi pleura. Suara resonansi skodaik bagian bawah paru
mengalami kompresi oleh setiap efusi pleuritik dan volume bagian atasnya berkurang,
suara bagian atas toraks akan bersifat timpani (pneumonia lobaris) di atas daerah
konsolidasi.
Perkusi: redup (infiltrat luas, schwarte), hipersonor (kavitas yang besar) , pekak (efusi
pleura).
Aang Khoirul Anam LBM 4

Ilmu Penyakit Dalam, FK UI


E-Book Horison CommonViralRespiratoryInfections.pdf
DELF, Mohlan. H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Ed 9. Jakarta :EGC

Beda Infiltrat, transudat, eksudat

Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak
disebabkan proses peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat pada umumnya
kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan protein yang rendah
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020)
dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang
Aang Khoirul Anam LBM 4
melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya
tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.

Transudat adalah penimbunan cairan dalam rongga serosa sebagai akibat karena
gangguan keseimbangan cairan dan bukan merupkan proses radang, misalnya karena
gangguan sirkulasi. Transudat mengandung sedikit protein, berat jenisnya rendah dan
tidak membeku. Transudat misalnya terjadi pada penderita penyakit jantung, penderita
payah jantung, menyebabkan tekanan dalam pembuluh dapat meninggi sehingga
cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke dalam jaringan
Eksudat adalah cairan patologis dan sel yang keluar dari kapiler dan masuk ke dalam
jaringan pada waktu radang. Bila radang terjadi pada pleura, maka cairan radang juga
dapat mengisi jaringan sehingga terjadi gelembung, misalnya terjadi pada kebakaran.
Cairan yang terjadi akibat radang mengandung banyak protein sehingga berat jenisnya
lebih tinggi daripada plasma normal. Begitu pula cairan radang ini dapat membeku
karena mengandung fibrinogen
Infiltrat: gambaran densitas paru yang abnormal yang umumnya berbentuk bercak-
bercak atau titik-titik kecil dengan densitas sedang dan batas tidak tegas. Merupakan
gambaran suatu proses aktif paru.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf.

7. Diagnosis dan DD dari skenario ?


TB paru
Sebanyak 80% kasus TB berasal dari paru, tapi proporsi penyakit ekstraparu

sekarang meningkat dan > 50% di antaranya terjadi pada pasien HIV.

Kebanyakan kasus adalah hasil dari reaktivasi; reinfeksi juga dapat terjadi. Gejala

utamanya adalah batuk, penurunan berat badan, malaise, demam, dan keringat

malam. Batuk darah muncul pada sepertiga kasus. Temuan pada pemeriksaan fisis

sering tidak jelas. Foto thoraks biasanya abnormal-pada kasus klasik, terdapat

infiltrasi dan kavitas pada apeks yang sembuh dan meninggalkan perubahan

fibrotik. Komplikasinya adalah batuk darah yang hebat, fistula bronkopleural, dan

aspergiloma di dalam kavitas.


TB ekstraparu
TB Pleura
Paling sering muncul setelah infeksi primer. Gejalanya sistemik,

batuk, dan nyeri pleuritik. Efusi unilateral sering terjadi. Sering


Aang Khoirul Anam LBM 4
sembuh dengan sendirinya, kadang dengan gejala-gejala resolusi.

Kebanyakan berkembang menjadi penyakit aktif dalam 3 tahun.


TB nodus limfatikus
Muncul setelah infeksi primer, reaktivasi, dan penyebaran

langsung. Nodus soliter membesar, tidak nyeri, dan bentuknya

tidak teratur. Nodus-nodus ini akhirnya pecah menyebabkan sinus

dan lesi kulit yang kronis.


TB tulang/sendi
Mengenai sendi atau tulang manapun. Paling sering menyerang

tulang belakang (penyakit Pott). Destruksi vertebra menyebabkan

kolaps tulang dan kadang-kadang angulasi yang parah pada tulang

belakang (gibbus). Abses-abses paravertebra dapat timbul. Hati-

hati terhadap kompresi medula spinalis.


TB meningen
Penting, ada risiko terjadi kerusakan saraf permanen atau kematian

bila tidak segera diterapi. Pada awalnya TB menyebar secara

hematogen, kemudian diikuti oleh rupturnya fokus ke dalam LCS.

Gejala yang tidak spesifik terjadi selama 2-8 minggu, seringkali

dengan onset yang bertahap. Demam, sakit kepala jelas terlihat,

kaku kuduk ringan, kelumpuhan saraf kranial, edema papil, gejala

traktur panjang. Kejang pada anak-anak umum terjadi. Diagnosis

banding : meningitis bakterialis, yang tidak mendapat terapi sam

pai tuntas, meningitis akibat jamur, dan abses serebri.


TB perikardium
Biasanya disebabkan oleh penyebaran dari paru atau kelenjar limfe

mediastinum. Tiga gejala klinisnya adalah : perikarditis akut

efusi, efusi perikardial kronis, dan perikarditis konstriktiva kronis.

Gejala sistemik, napas pendek [SOB], tanda-tanda efusi atau

konstriksi. Pada perikarditis konstriktiva stadium lanjut, ditemukan


Aang Khoirul Anam LBM 4
kalsifikasi perikardium pada foto thoraks. Ekokardiograf dapat

membantu.
TB milier
Penyakit diseminata akibat penyabaran melalui darah pada orang-

orang dengan penyakit yang mendasari kronis atau imunosupresi.

Gejala-gejala timbul bertahap : penurunan berat badan, demam

dan malaise. Paling sering menyerang paru, SSP, dan hati. Tuberkel

koloid (15%) adalah tanda patognomonik TB milier. Gambaran

foto thoraks yang klasik; nodul multiple berdiameter 1-2 mm di

lapang paru.
Sumber : At A Glance Medicine. Patrick Davey

PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB)

PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA

8. Apa patofisiologi dari skenario ?


Infeksi Primer
Aang Khoirul Anam LBM 4
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe
akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah 4 ? 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
(http://www.infeksi.com/hiv/articles.php?lng=in&pg

TUBERKULOSIS PRIMER :
Kuman TBmasuk di jar paruterbentuk sarang primer/afek primerperdangan
saluran getah bening menuju hilus(llingfangitis local)&pembesaran KGB di
hilus(limfangitis regional)komplek primer
Komplek primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
b. sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran dihilus)


c. menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
- Penyebaran secara bronkogen, baik diparu bersangkutan maupun

keparu sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah, penyebaran ini

juga terjadi kedalam usus


- Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini

sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi


Aang Khoirul Anam LBM 4
basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan

tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat , penyebaran ini akan

menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,

meningitis tuberkulosa, typhobacillosis landouzy. Penyebran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya

tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia, dsb. Komplikasi dan penyebaran

ini mungkin berakhir dengan :


Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma)
Meninggal

TUBERKULOSIS SEKUNDER :
TB primer bertahun-tahun TB post primer (usia 15-40 th) sarang dini

biasanya disegmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior berbentuk

sarang pneumonik kecil


- Diresobsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak menimbulkan cacat
- Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan

dengan pembentukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri

menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk

perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju

dibatukkan keluar.
- Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Nasib kaviti ini :


a. mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.

Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang

disebutkan diatas
Aang Khoirul Anam LBM 4
b. dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan

disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,

tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. kaviti bisa juga menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open

healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,

akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang

terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sebagai bintang (stellate

shaped)
(TUBERKULOSIS, PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

DIINDONESIA, PDPI, 2003)

9. Apa etiologi dari skenario ?


Mycobacterium Tuberkulosis. Jenis Kuman ada 4, yaitu :

Tipe atipik

Tipe avia menyerang jenis unggas

Tipe Bovine menyerang kerbau, sapid an dapat menyerang manusia

Tipe Human menyerang manusia

Ciri-ciri :

Sejenis kuman berbentuk batang dg ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-

0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),

peptidoglikan dan arabinogalaktan. Lipid inilah yg membuat kuman lebih

tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam

(BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat

bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan

bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini disebabkan karena kuman bersifat

dormant.
Aang Khoirul Anam LBM 4
Di dalam jaringan, kuman hidup sbg parasit intraseluler yakni dalam

sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula menfagositasi malah kemudian

disenanginya karena banyak mengandung lipid.


Sifat lain adalah aerob Lebih menyenangi jaringan yg tinggi kandungan

oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru lebih

tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apical merupakan tempat

predileksi penyakit tuberculosis.


(IPD FKUI Jilid II Edisi IV)

10. Apa manifestasi klinis dari skenario ?


Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih

Gejala lain yang sering dijumpai :


- Dahak bercampur darah
- Batuk darah
- Sesak nafas dan rasa nyeri dada
- Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari satu bulan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-hiswani12.pdf.

11. Apa saja klasifikasi penyakit dari skenario ?


Aang Khoirul Anam LBM 4
Aang Khoirul Anam LBM 4

KMK NO.364 TTG PEDOMAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


Aang Khoirul Anam LBM 4

12. Apa intrepetasi dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus di
skenario ?
Anamnesis
Untuk mengetahui :
Keluhan umum : kelemahan, nafsu makan berkurang, BB turun,demam
ringan, keringat banayk di malam hari.
Keluhan berhubungan dg TB Paru
Keluhan penyakit lain yg menyertai(penyakit komorbid)
Riwayat perjalanan penyakit
Bila penderita pernah menderita TB, tanyakan bagaimana riwayat
pengobatannya(lamanya, teratur/tdknya minum obat, jenis OAT yg
diterima, hasil pengobatannya, efek samping obat)

Dari anamnesis dapat diketahui, apakah penderita ini termasuk ;

a. Kasus baru

b. Kasus kambuh

c. Kasus gagal pengobatan

d. Kasus kronik

(Ilmu Penyakit Paru Jilid 2 Prof.dr. Pasihan)

Pemeriksaan Fisik :

Ditemukan konjungtiva mata/ kulit pucat karena anemia, suhu demam(subfebril),

badan kurus/ BB turun. Pada PF pasien sering tdk menunjukkan suatu kelainan

terutama pada kasus dini atau yg sudah terinfiltrasi sacara asimtomatik. Tempat

kelainan lesi TB Paru yg paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila

dicurigai adanya infiltrate yg agak luas, maka didapatakan perkusi yg redup dan

auskultasi suara napas bronchial, suara tambahan berupa ronki basah, kasar,dan

nyaring. Bila infiltrate diliputi oleh penebalan pleura , suara napasnya mnjd

vesiluler melemah. Bila terdapat cavitas yg cukup besar, perkusi memberikan

suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.


Aang Khoirul Anam LBM 4

Pemeriksaan Radiologi :

Lokasi lesi tuberculosis biasanya di apeks paru (segmen apical lobus atas ataua

segmen apical lobus bawah) tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bag. Inferior)

atau daerah hilus menyerupai tumor paru.

Gambaran radiologisnya berupa :

- Bayangan lesi terletak dilapangan ataas paru atau segmen apical lobus

bawah

- Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular)

- Adanya cavitas, tunggal atau ganda

- Kelainan bilateral , terutama di lapangan atas paru

- Adanya kalsifikasi

- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

- Bayangan milier
Aang Khoirul Anam LBM 4

KMK NO.364 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN

TUBERKULOSIS
Aang Khoirul Anam LBM 4

PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB)

PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke
arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran
normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah
menurun.

Pemeriksaan sputum
Aang Khoirul Anam LBM 4
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman
BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah
bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-hiswani12.pdf.

Tes Mantoux/ Tuberkulin


Dgn menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (Purified Protein Deritative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi
hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Bila
dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250
T.U (second strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative
berarti Tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U
sudah berarti.
Biasanya hampir seluruh pasien Tuberculosis memberikan reaksi Mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini jg terdapat positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu
lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi Tuberkulin berkurang (negative

palsu ) :
o Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis
o Alergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
o Penyakit eksantematous dengan panas yg akut : morbili, cacar air,

poliomyelitis
o Reaksi hipersensivitas menurun pada penyakit limforetikuler

(Hodgkin)
o Pemberian kortikosteroid yang lama (pemberian obat-obat

imunosupresi lainnya)
o Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
(IPD FKUI Jilid II Edisi IV)

13. Tatalaksana dari skenario ?

Obat TBC dibagi 2 kelompok :

Kelompok obat primer/first line drugs

Isoniazid ( INH )

Dosis harian : - dewasa 5 mg/KgBB/hari

- anak 6 mg/KgBB/hari
Aang Khoirul Anam LBM 4
Efek samping

1. Neuropati perifer, berkurang jika diberi piridoksin (vit B6)

2. Hepatotoksik (hepatitis)

3. Hipersensitifitas, demam, UUK morbiliform, urtikaria

4. Sakit sendi

5. Pusing, mual, kejang

6. Hematologis : trombositopeni, agranulosis

Rifampisin

Dosis anjuran :

1. Dewasa harian 450 mg/hari

2. Intermitten 600 mg/hari

3. Anak 20 mg/KgBB/hari

Efek samping

1. Gangguan faal hepar

2. Gangguan renal syndrome hepatorenal

Streptomisin

Dosis : - Dewasa 0.75 gr 1 gr/hari

- Anak 20 40 mg/KgBB/hari

selanjutnya 2 3 x/minggu

Efek samping
Aang Khoirul Anam LBM 4
1. Nefrotoksis

2. Ototoksik

3. Neurotoksis dengan gejala paresthesia disekitar mulut

4. Hipersensitifitas, sampai shok

Ethambutol

Dosis 15-25 mg/Kg/hari diberikan 1 atau 2 kali

Efek samping neuritis optic :

1. Ketajaman penglihatan menurun

2. Lapangan pandang menurun

3. Kemampuan membedakan warna menurun

Pirazinamid

Dosis 20 30 mg/KgBb/hari

1. 500 mg 4x/hari

2. 750 mg 2x/hari

Efek samping : Ganggual faal hepar, pirai

Kelompok obat sekunder/second line drugs (Digunakan bila ada kontra

indikasi/ resistensi) :

Etionamid
Aang Khoirul Anam LBM 4
Tersering adalah gangguan saluran cerna : anoreksia, mual, muntah,

dan diare. Gangguan fungsi hati yg paling reversible bila obat

dihentikan

PAS

Dosis 10 12 gr/hari dlam 3-4 kali pemberian

Efek samping :

1. Gejala sal. Cerna

2. Nyeri sendi

3. Hipersensitifitas

Sikloserin

Gangguan SSP : kantuk, sakit kepala, tremor, disatria, vertigo,

bingung, gelisah, iritabilitas, psikosis dg kecenderungan bunuh diri,

gangguan penglihatan.

Amikasin

Efek samping : Toksisitas terhadap pendengaran dan fungsi ginjal.

Hanya digunakan bila kuman penyebab resisten terhadap streptomisin

dan kanamisin

Kanamisin

Efek toksik umum ditemukan pada pasien yg mendapat 1gram/hari.

Efek toksik cukup berat berupa paralisis neuromuscular, depresi

napas, agranulositosis, tulu, anafilaksis dan nefrotoksisitas


Aang Khoirul Anam LBM 4
Kapreosin

Tinitus, ketulian, proteinemia, silinduria dan resistensi nitrogen.

Dapat terjadi leukositosis, leucopenia, urtikaria dan reaksi kulit

makulopapular dan demam obat. Obat ini dapat menyebabkan nyeri di

tempat suntikan.

Prinsip Pengobatan :

Terapi harus merupakan kombinasi obat (minimal 2 macam baktericid)

menghindari resistensi

Jangka panjang - short treatment ( 6-9 B1n)

- long treatment ( 18 24 Bln)

Sesuai perjalanan hidup POPULASI bakteri

(Frekuensi pembelahan dan aktivitas metabolisme )

Bi fasik - fase inisial menghentikan pembiakan

penularan menurun

- fase intermitten sterilisasi kuman

Komplikasi

Komplikasi dini : pleuritis, empiema, efusi pleura, laryngitis, usus, Poncets

arthropathy

Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafasSOFT(Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,


Aang Khoirul Anam LBM 4
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa, sering terjadi TB

Milier dan Cavitas TB.

(IPD FKUI Jilid II Edisi IV)

Hemoptoe(blood streak, hemoptysis masif)

Carvane paru

Pneumothorax spontan

Pleuritis : - Pleuritis Sicca (paling sering)

-Pleuritis Eksudatif/ fibronosapleural schwarte(penebalan pleura)

Efusi pleura/ empiema

Abses paru

Infeksi sekunder ISPA

Infeksi M. Atipik

Infeksi jamur

Gagal napas, PPOM

Kor Pulmonal Kronik (CPC)

Karsinoma Bronkus

(Ilmu Penyakit Paru Jilid 2 Prof.dr. Pasihan)

a. Menggunakan obat antiTB (OAT) yang harus diberikan dalam kombinasi

sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid (membunuh kuman) dengan atau

tanpa obat ketiga. Pengobatan dilakukan dalam dua tahap yaitu

i. tahap awal (intensif) dengan kegiatan bakterisit untuk memusnahkan

populasi kuman yang membelah dengan cepat


Aang Khoirul Anam LBM 4
ii. tahap lanjutan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka

pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvesional

DOSIS

dosis
Obat Efek samping
Setiap hari 2x/minggu 3x/minggu
Isoniazid 5 mg/kg 15 mg/kg 15 mg/kg Neuropati

(INH) Maks. 300mg Maks. 900mg Maks. 900mg perifer

(dicegah dg

vit B6)

hepatotoksik
Rifampisin 10 mg/kg 10 mg/kg 10 mg/kg hepatotoksik

(R) Maks. 600mg Maks. 600mg Maks. 600mg


Pirazinamid 15-30 mg/kg 50-70 mg/kg 50-70 mg/kg Ganggual faal

(Z) Maks. 2 g Maks. 4 g Maks. 3 g hepar


Etambutol 15-30 mg/kg 50 mg/kg 25-30 mg/kg Ketajaman

(E) Maks. 2,5 g penglihatan

menurun

Kemampuan

membedakan

warna menurun
Streptomisin 15 mg/kg 25-30 mg/kg 25-30 mg/kg Nefrotoksis

(S) Maks. 1 g Maks. 1,5 g Maks. 1 g Ototoksik

Neurotoksis

dengan gejala

paresthesia

disekitar mulut
Aang Khoirul Anam LBM 4
Hipersensitifita

s, sampai shok

Mansjoer, Arif et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran ed III jilid 1. Jakarta: Media

Aesculapius.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi III, Jakarta: FK UI


Aang Khoirul Anam LBM 4
Obat-obat yang digunakan dal,am pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori

yaitu OAT primer dan OAT sekunder.

a. OAT primer lebih tinggi kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari OAT

sekunder. OAT primer adalah isoniazid, rifampin, ethambutol, pyrazinamide.

Dengan keempat macam OAT primer itu kebanyakan penderita tuberkulosisdapat

disembuhkan. Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6

bulan. Keempat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan,

kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (isoniazid dan rifampin) selama 4 bulan

berikutnya.. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu digantikan

dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten,

sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan yang

dianjurkan oleh WHO adalah DOTs (directly observed treatment, short course) untuk

penggunaan OAT primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT sekunder. OAT sekunder

adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide, thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida

dan capreomycin, cycloserine, penghambat betalaktam, clarithromycin, linezolid,

thioacetazone, dan lain-lain.

Asam Para-amino Salisilat (PAS)

Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama yang disunakan bersama

dengan isoniazid dan streptomycin; kemudian kedudukannya digantikan oleh ethambutol.

PAS memperlihatkan efek bakteriostatik terhadap M tuberculosis dengan menghambat secara

kompetitif pembentukan asam folat dari asam para-amino benzoat1. Penggunaan PAS sering

disertai efek samping yang mencakup keluhan saluran cerna, reaksi hipersensitifitas (10%

penderita), hipotiroid, trombositopenia, dan malabsorpsi.

Ethionamide
Aang Khoirul Anam LBM 4
Setelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji dan ditemukan

ethionamide dan prthionamide memperlihatkan aktifitas antimikobakteri2. Mekanisme

kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu menghambat sintesis asam mikolat. In-viro kedua

turunan pyridine ini bersifat bakterisid, tetapi resistensi mudah terjadi.

Dosis harian adalah 500-1000 mg, terbagi dua dosis. Efek samping utama adalah gangguan

saluran cerna, hepatotoksisitas (4.3% penderita); ethionamide memperlihatkan kekerapan

efek samping yang sedikit lebih rendah dari efek samping prothioamide. Efek samping yang

lain adalah neuritis, kejang, pusing, dan ginekomastia. Untungnya, basil yang sudah resisten

terhadap 24 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2 isoniazid masih rentan dengan

ethioamide, walaupun keduanya berasal dari senyawaan induk yang sama yaitu asam

nikotinat. Antara ethionamide dan prothionamide terjadi resistensi silang.

Thioacetazone

Secara in-viro dan in-vivo diperlihatkan mempunyai khasiat bakteriostatik terhadap M.

tuberculosis. Resistensi silang sering terlihat antara thioacetazone dengan isoniazid dan

ethioonamide. Karena kerap menimbulkan reaksi hipersensitifitas berat ( sindroma Steven-

Johnson), thioacetazone tak dianjurkan untuk digunakan pada penderita dengan HIV3.

Fluokinolon

Fluorokinolon menghambat trpoisomerase II (DNA gyrase), dan tropoisomerase IV tetapi

enzim ini tak ada pada mikobakteri. Sifat penting fluorokinolon adalah kemampuannya untuk

masuk ke dalam makrofag dan memperlihatkan efek mikobakterisidnya di dalam sel itu. Yang

diakui berkhasiat sebagai OAT adalah fluorokinolon generasi kedua, yaitu ciprofloxacin,

ofloxacin, dan levofloxacin. Akan tetapi jumlah kajian klinik yang meneliti peran

fluorokinolon paada pengobatan multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) masih terbatas.

Pada kajian-kajian itu oxofloxacin diberikan dalan dosis 400 mg sekali hari dan ciprofloxacin

dalam dosis 500-750 dua kali sehari. Akan tetapi belakangan ini oxofloxacin dan
Aang Khoirul Anam LBM 4
ciprofloxacin dirubah dosisnya masing-masnig menjadi 800 mg dan 1000 mg yang diberikan

satu kali sehari.. Di dalam satu uji banding dinyatakan bahwa levofloxacin lebih unggul

khasiatnya daripada ofloxacin yang dicakupkan kedalam pengobatan penderita multiple-

drug- resistant tuberculosis (MDR-TB). Efek samping yang berkaitan dengan penggunaan

fluorokinolon mencakup gangguan saluran cerna, efek

neurologik, artopathy dan fotosensitifitas.

Percobaan in-vitro dengan fluorokinolon baru yakni gatifloxacin dan moxifloxacin,

memperlihatkan aktifitas antimikobakteri yang lebih baik dari levofloxacin.. Kedua kinolon

baru itu memperlihatkan kadar hambat minimal (MIC) yang lebih rendah dari kinolon lama.

Sparfloxacin juga memperlihatkan aktifitas antimikroba yang

kuat, tetapi fotosensitifitasnya yang berat

menghambat penggunaan klinis. Aktifitas

farmakodinamik fluorokinolon bersifat concentration-dependent. Parameter

farmakokinetiknya, yaitu kadar puncak (Cmax) dan rasio luas area dibawah kurva (area

under the concentration-time curve/AUC) terhadap MIC ikut menentukan kemanjuran

antimkobakteri fluorokinolon. Berdasarkan kedua parameter ini, moxifloxacin dalam dosis

harian yang direkomendasikan 400 mg terlihat paling aktif terhadap M tuberculosis (Tabel

1)4,5. Pada penderita dengan tuberculosis aktif, diperlihatkan moxifloxacin mempunyai

aktifitas bakterisidal awal yang setara dengan rifampicin. Sampai saat ini pengalaman klinik

penggunaan moxifloxacin masih terbatas dan belum ada izin penggunaan

untuk tuberculosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2 25

Tabel 1. Karakteristik farmakodinamik/farmakokinetik fluorokinolon terhadap M

tuberkulosis

Fluorokinolon MIC Cmax Cmax/ AUC/ (mg/L) (mg/L) MIC MIC

Ciprofloxacin 0.5-4.0 1.5 1-2 10-20


Aang Khoirul Anam LBM 4
Ofloxacin 1.0-2.0 4.0 2 24

Levofloxacin 1.0 6.21 5-7 40-50

Sparfoxacin 0.2-0.5 1.18 2 40

Gatifloxacin 0.2-0.25 3.42 8.4 68

Moxifloxacin 0.12-0.5 4.34 9 96

Aminoglikosida dan Capreomycin

Kelompok obat suntik ini mempunyai mekanisme kerja mengikat ribosom di subunit 30S,

yang selanjutnya berakibat pengambatan sistesi protein6. Obat ini harus dapat melintasi

dinding sel upaya tempat kerjanya di ribosom. Pada pH rendah yaitu di dalam kavitas dan

abses,penetrasi obat meliwati dinding sel mikobakteri terhalang, dan ini dapat menerangkan

kekurangmanjuran aminoglikosida sebagai antitiberkulosis7. Lebih lanjut aminoglikosida tak

dapat melintasi dinding sel, sebab itu tak berkhasiat terhadap mikobakteri intrasel.

Aminoglikosida berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang sedang membelah

dan sedikit sekali efeknya terhadap basil yang tak

sedang membelah. Oleh karena itu

aminoglikodsida hanya bermanfaat pada

pengobatan fase induksi, ketika mikobakteri dalam jumlah besar sedang membelah diri,

sedangkan pada pengobatan fase lanjut yang diperlukan adalah OAT yang aktif terhadap

mikobakteri intrasel yang sedang membelah diri secara lambat.

Resistensi terhadap streptomycin biasanya sering dijumpai pada wilayah dimana obat itu luas

digunakan. Tempat kerja masing-masing aminoglikosida di ribosom 30S adalah tak sama.

Amikacin umumnya aktif terhadap mikobakteri yang sudah resistant terhadap streptomycin,

tetapi antara amikacin dengan kanamycin selalu ada resistensi silang. Di lain fihak

mikobakteri yang sudah resisten dengan amikasin selalu resisten pula dengan streptomycin.

Capreomycin adalah obat mahal, tetapi aktif terhadap strain mikobakteri yang sudah resisten
Aang Khoirul Anam LBM 4
terhadap streptomycin. Strain yang sudah resisten dengan capreomycin masih dapat diatasi

dengan amikacin, tetapi sebaliknya tidak.

Beta-laktam

Co-amoxiclav dan ampicillin/sulbactam in-vitro mempunyai aktifitas terhadap M

tuberculosis. Penghambat beta-laktamase adalah esensial untuk menghambat hidrolisis oleh

beta-laktamase yang dihasilkan oleh mikobakteri, sehingga memungkinkan penetrasi

aminopenicillin meliwati dinding sel8. Aktifitas bakterisidal dini coamoxiclav yang

dilaporkan sebanding dengan oxofloxacin menyokong penggunaan obat ini di klinik9. Akan

tetapi aktifitas bakterisid hanya terhadap mikobakteri pada fase eksponensial dan tidak pada

fase stasioner, sehingga diperkirakan obat ini hanye bermanfaat untuk mencegah timbulnya

resistensi terhadap obat-obat lainnya yang diberikan bersama.Kemanjuran coamoxiclav

dalam regimen pengobatan pada kasus tuberkulosis yang resisten sudah dilaporkan, tetapi

belum ada uji klinik yang menilai efeknya secara definitif.

Rifabutin

26 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2 Rifabutin dan rifampicin adalah turunan

rifamycin, resitensi silang dapat terjadi antara keduanya, akan tetapi masih ada sekitar 15%

strain M tuberculosis yang sudah resisten dengan rifampicin ditemui masih sensitif dengan

rifabutin10. Rifabutin lebih disukai dari rifampicin pada pengobatan penderita tuberkulosis

dengan HIV yang sedang diobati dengan protease inhibitor, karena rifabutin merupakan

metabolic inducer yang lebih lemah daripada rifampicin

Cycloserine

Cycloserine memperlihatkan efek

mikobakteriostatiknya melalui penghambatan sintesis dinding sel. Penelitian klinis yang

dilalukan pada tahun 1950-an memperlihatkan kemanjuran yang lebih rendah disbanding

dengan PAS, disertai dengan efek samping neueopsikiatrik yang terlihat pada 50% penderita
Aang Khoirul Anam LBM 4
yang menerima dosis 1 gram perhari. Gejalanya mencakup serangan kejang, psikosis,

berbicara tak jelas, mengantuk, dan koma11. Pyridoxin dalam dosis 100-200 mg mungkin

dapat digunakan untuk mencegah atau meringankan kejadian efek samping

neurotoksisk.Dalam dosis rendah efek samping kurang kerap; dosis yang digunakan adalah 2-

3 kali 250 mg perhari, dan kadarnya dalam darah dianjurkan tak lebih dari 30 ng/ml

Clarithromycin

Makrolid ini mempunyai spectrum yang mencakup mikobakteri., dan sering digunakan untuk

pengobatan infeksi Mycobacterium avium. Kadar clarithromycin yang tercapai dalam darah

dan jaringan paru adalah diatas MIC90, sehingga efektif terhadap M tuberculosis. Pada

hewan coba diperlihatkan adanya penumpukan clarithromycin di dalam sel makrofag, dan ini

kelihatannya terkait dengan kasiat antimikrobanya. Yang menarik adalah obat

penghambat sintesis dinding sel dalam kadar subinhibitory dapat meniadakan resistensi M

tuberculosis terhadap clarithromycin, barangkali dengan cara mempermudah masuknya

clarithromycin ke dalam sel. Lebih lanjut telah diperlihatkan clarithromyci dapat

mengembalikan aktifitas antimikroba OAT primer (isoniazid, rifampicin dan ethambutol)

terhadap mikobakteri yang sudah resisten12. Akan terapi sampai sekarang belum ada data

klinis tentang penggunaan clarithromycin terhadap penderita MDR-TB.

Linezolid

Linezolid adalah turunan oxazolidinone yang terutama digunakan untuk infeksi kuman gram

positif yang juga mempunyai khasiat antimikobakteri. Cara kerjanya adalah menghambat

sintesis protein dengan cara berikatan dengan ribosom subunit 5013.Pengalaman klinik

penggunaan obat ini pada penderita tuberkulosis masih sangat terbatas.

Obat-obat lain

In-vitro, clofazimin aktif menghambat

pertumbuhan M tuberculosis di dalam sel.


Aang Khoirul Anam LBM 4
Clofazimin terkonsentrasi di dalam makrofag dan

dilaporkan manjur dalam pengobatan tubekulosis

pada hewan coba.. Belum ada data klinis tentang penggunaannya pada tuberkulosis yang

resisten terhadap obat-obat garis pertama. Chlorpromazine dan turunan phenothiazine lainnya

diperlihatkan in-vitro menghambat pertumbuhan intrasel dari M tuberculosis yang Jurnal

Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2 27

resisten terhadap OAT primer. Tetapi kemanjurannya belum diuji pada penderita

tuberkulosis. Senyawaan baru, turunan nitroimidazopyran, polipeptida dan pyrrole sedang

dalam pengujian in-vitro dan in-vivo terhadap M tuberculosis yang resisten.

Beberapa Pedoman Penggunaan OAT

Sekunder

Penggunaan OAT sekunder ditujukan untuk pengobatan tuberkulosis yang disangka resisten

dengan OAT primer. Adanya resistensi mikobakteri terhadap OAT seharusnya ditegakkan

melalui drug-susceptibility testing (DST), namun fasilitas laboratorium tak selalu tersedia

atau tak semua laboratorium mampu melakukannya dengan baik14 Secara klinis seorang

penderita TB disangka mengandung mikobakteri yang resisten bila terjadi kegagalan

pengobatan atau kekambuhan. Yang dimaksud dengan kekambuhan adalah keadaan dimana

seorang penderita, selama pengobatan, tetap negative hasil

pemeriksaan sputumnya, kemudian setelah

pengobatan selesai hasil pemeriksaan sputum kembali positif atau pemeriksaan radiologic

kembali memburuk dan sesuai dengan gambaran tuberculosis aktif. Kekambuhan penyakit

secara retrospektif dikaitkan dengan hasil pemeriksaan sputum yang masih tetap positif

setelah pengobatan fase awal/induksi dan adanya cavitas di awal pengobatan. Pengobatan

tuberculosis dinyatakan gagal bila pemeriksaan sputum tetap memperlihatkan hasil positif

selama pengobatan berlangsung. Penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya tetap positif
Aang Khoirul Anam LBM 4
pada bulan keempat dapat dinyatakan sebagai gagal pengobatan. Sebab utama dari kegagalan

pengobatan adalah penggunaan obat yang tak memadai yang mencakup ketakpatuhan minum

obat. Penyebab lain adalah penggunaan OAT bermutu rendah, dan regimen pengobatan yang

tak memadai, atau penderita yang terinfeksi dengan mikobakteri yang sudah resisten terhadap

OAT primer. Penggunaan OAT yang tak memadai (suboptimal) mempermudah pembelahan

mikobakteri yang resisten. Dalam keadaan tidak dapat dilakukan DST, pengobatan empirik

dapat dimulai dengan menganggap penderita mengidap MDR-TB, yang berarti penderita itu

mengandung mikobakteri yang sudah resisten dengan paling sedikit dua obat utama yaitu

isoniazid dan rifampicin. Bila DST dapat dilakukan dan memberi hasil, maka regimen

pengobatan dapat ditentukan (Tabel2)14,15.

Tabel 2. Regimen yang disarankan bagi penderita dengan berbagai jenis resistensi

Obat yang resisten Regimen yang disarankan Lama pengobatan minimal

(Dalam satuan bulan)

INH RIF,PZA,EMB,FQN 6

RIF INH, PZA, EMB, FQN 9

INH, RIF PZA, EMB, FQN, AMK, PAS 18

INH, RIF, EMB PZA, FQN,AMK, PAS, beta-laktam 18

INH, RIF, EMB, PZA FQN, AMK, PAS, ETA, beta-laktam 18

28 Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2

Regimen pengobatan pada penderita tuberculosis yang resisten terdiri atas OAT primer yang

masih sensitif, ditambah dengan salah satu fluorokinolon, OAT suntik ( biasanya amikacin)

dan dua atau lebih OAT sekunder oral (thioacetazone, PAS, ethionamide,

cycloserine)14,15,16.

Pengobatan dengan OAT sekunder memerlukan waktu yang lebih lama, mengandung risiko

efek samping yang lebih berat, sehingga ancaman ketidakpatuhan mengikuti pengobatan
Aang Khoirul Anam LBM 4
adalah tinggi. OAT sekunder belum dapat menandingi keampuhan pasangan INH dan

rifampicin. INH adalah bersifat bakterisid terhadap kuman inrasel dan ekstrasel pada fase

pembelahan, sedangan rifampin bersifat bakterisid terhadap kuman yang dorman. Pengobatan

dengan OAT sekunder menghasilkan konversi sputum setelah 4-7 bulan, dan dilanjutkan

selama minimal 18 bulan, jauh lebih lama dari pengobatan yang berintikan isoniazid dan

rifampicin pada penderita yang masih sensitive terhadap OAT primer. Obat diberikan setiap

hari, tidak ada regimen intermiten dengan OAT sekunder. Bila fasilitasmemungkinkan,

selama masih berpotensi mernularkan, penderita sebaiknya dirawat dan diisolasi di rumah

sakit atau di sanatorium sambil memantapkan kepatuhan penderita melalui edukasi yang

intensif. Karena tingginya ancaman kegagalan pengobatan dan tingginya biaya pengobatan

MDR-TB, jalan yang terbaik adalah menekan sekecil mungkin terjadinya kasus MDRTB

melalui peningkatan kemanfaatan pengobatanpenyakit tubekulosis melalui program DOTS.


Aang Khoirul Anam LBM 4
Efek samping OAT

EVALUASI PENGOBATAN TBC


Aang Khoirul Anam LBM 4
Aang Khoirul Anam LBM 4
Aang Khoirul Anam LBM 4
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TB- PERHIMPUNAN DOKTER
PARU INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai