Anda di halaman 1dari 5

Kisah ini dimulai tatkala Raja Lombok masih beragama Hindu, demikian pula sebagian besar

rakyatnya.

Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Raja Lombok, Prabu Kertajagat, pergi bersembahyang
ke Pura Kayangan.Prabu Kertajagat, pergi bersama istri dan keluarga kerajaan. Pendeta Istana,
para patih, punggawa, dan pembesar negeri ikut pula dalam rombongan itu.

Malam bersinar terang benderang, di sekitar pura dipasang lampu minyak kelapa sehingga
pelataran pura itu semakin terang. Para patih dan punggawa ikut bersembahyang dengan
khidmat.

Kebetulan di pura itu hadir pula sepasang pengantin baru bernama Demung Sandubaya dan
istrinya, Lala Seruni. Sandubaya adalah adik Demung Brangbantun, sedangkan Lala Seruni anak
dari Rangga Bumbang. Mereka adalah sepasang pengantin yang baru sebulan menikah.

Saat itu Raja sempat melihat wajah Lala Seruni yang cantik jelita. Raja terpesona melihat
kecantikan Lala Seruni. Kecantikan Lala Seruni seolah memudarkan semua wanita yang ada
disitu, bahkan termasuk permaisuri raja tiada mampu menandingi daya pesona dari wajah Lala
Seruni.

Cahaya wajah Seruni bagaikan bulan purnama yang sedang bersinar di langit. raja langsung
tergila-gila kepadanya dan ingin memperistri. Ketika hal itu disampaikan kepada menterinya,
maka suasana jadi rikuh. Sebab wanita yang diinginkan raja jelas sudah bersuami.

Pendeta Istana dan para patih menjadi gelisah, namun mereka tak berani menolak keinginan sang
Raja. Kemudian, para pembesar negeri berunding. Akhirnya mereka memutuskan untuk
mengambil Lala Seruni sebagai istri raja. Lalu, mereka mencari cara untuk memisahkan
Sandubaya dengan Lala Seruni, istrinya.Rencana diatur rapi. Sandubaya sengaja diajak pergi
berburu ke hutan Gebong.
Pada malam harinya sebelum berangkat ke hutan Gebong, Lala Seruni memperingatkan
suaminya akan niat busuk raja. Ia melarang suaminya pergi berburu bersama raja. Sandubaya
menolak bujukan istrinya karena tidak mau ingkar kepada raja untuk ikut berburu.

"Istriku Lala Seruni, relakanlah aku pergi ke hutan Gebong. Bila aku menemui ajal di situ, akan
kunantikan arwahmu di Menanga Baris (daerah di lombok)," kata Sandubaya kepada istrinya.
Sandubaya diam sejenak, lalu meneruskan pesannya,"Istriku, bila nanti kudaku, si Gagar
Mayang pulang sendiri, itu tandanya aku sudah mati. Segeralah engkau mencariku ke hutan
Gebong!"

Lala Seruni menangis sedih mendengar pesan suaminya itu.

Pagi-pagi sekali berangkatlah Sandubaya bersama rombongan raja ke hutan Gebong. Sewaktu
Sandubaya sedang asyik mengejar rusa, tiba-tiba beberapa orang prajurit menombaknya dari
belakang. Sandubaya pun terjatuh dari kudanya dengan berlumuran darah.

Kuda Gagar Mayang segera berlari pulang. Anjing pemburu Sandubaya yang bernama si Getah
menyerang para prajurit. Akan tetapi, si Getah ditombak dan mati bersama tuannya.

Lala Seruni yang gelisah menunggu kedatangan suaminya, melihat Gagar Mayang pulang
sendirian. Tahulah ia bahwa suaminya telah dibunuh. Ia segera melompat ke punggung Gagar
Mayang dan secepat kilat menuju hutan Gebong.

Sampai di tempat suaminya terbunuh, Lala Seruni turun dari kuda. Ia memeluk mayat suaminya
sambil menangis dengan derai air mata. Luka-luka suaminya diusap dengan rambutnya yang
panjang lebat.

Gagar Mayang menyepak-nyepak tanah untuk membuat kubur. Ketika matahari akan terbenam,
Sandubaya dikuburkan dibawah sebatang pohon maja. Keluarga dan kerabat hadir pula di situ
dalam keadaan sedih.

Esok harinya, datanglah rombongan raja ke rumah Lala Seruni. Mereka ingin membawa Lala
Seruni ke istana. Lala Seruni memberontak, tetapi tidak berdaya melawan para prajurit. Patih
Lombok juga ingin mengambil Gagar Mayang, tetapi kuda itu marah. Dia menggigit dan dan
menyepak sang patih sampai luka parah. Patih marah, diperintahkannya para prajurit menombak
si Gagar Mayang sampai mati.
Lala Seruni dibawa ke istana dengan tandu dalam keadaan tak sadarkan diri, pingsan. Sesampai
di istana, ia mengamuk seperti orang gila. Berhari-hari ia tidak mau makan dan minum. Raja
sangat sedih dan berusaha membujuk Lala Seruni setiap hari.

Suatu hari, mendadak Lala Seruni berubah menjadi tenang. Ketika raja mendekatinya, ia minta
agar sebelum dinikahi, hendaknya ia diberi kesempatan untuk mandi di pantai Menanga Baris.

Raja sangat bersuka cita mendengar permintaan Lala Seruni. Lalu dipanggilnya patih untuk
mempersiapkan para pengiring. Tidak lama kemudian, berangkatlah Lala Seruni bersama raja
dan rakyat menuju Menanga Baris.

Di Menanga Baris mereka mandi sambil bersuka ria. Tiba-tiba dari tengah lautan datanglah
sekuntum teratai berwarna merah. Teratai itu menyala seperti api yang bercahaya. Lala Seruni
minta untuk dipetikkan bunga teratai merah itu. Raja memerintahkan para prajurit untuk
memetik bunga teratai itu. Begitu para prajurit turun ke laut, mereka diserang sekelompok ikan
laut dan kerang. Mereka menjerit kesakitan. Banyak prajurit terluka parah.

Akan tetapi, Lala Seruni tetap meminta raja agar memetik teratai itu. Akhirnya Prabu Kertajagat
sendiri berenang ke tengah laut. Ketika raja berenang, datang beratus-ratus ikan menyerangnya.
Raja berteriak minta tolong. Dengan cepat, patih menyelamatkan rajanya yang sudah pingsan
diserang ikan dan kerang.
Teratai merah semakin menepi ke arah Lala Seruni. Lala Seruni berdiri di tepi ombak menanti
teratai mendekatinya. Setelah dekat, ia melompat keatas bunga teratai merah itu. Kemudian,
teratai merah pergi membawa Lala Seruni ke tempat penantian suaminya di alam arwah.

Demung Brangbantun, kakak Sandubaya, sangat marah mendengar berita kematian adiknya.
"Hai Raja bengis, tunggu pembalasanku!" teriaknya di depan para pengikutnya. Ia
mempersiapkan pasukan untuk memberontak kepada Raja Lombok.

Pasukan Brangbantun sangat gesit dan sakti. Mereka mengendarai kuda-kuda yang sangat
kencang larinya. Namun jumlah pasukan Raja Lombok sangat besar sehingga pasukan
Brangbantun tidak segera dapat mengalahkan pasukan Raja Lombok.

Sebaliknya Raja Lombok sangat yakin, bahwa dengan kekuatan pasukannya yang berjumlah
besar itu akan dapat menumpas pasukan Brangbantun. Pasukan Branbantun ternyata sangat
cerdik. Mereka mengadakan serangan Gerilya. Hanya sesekali bertempur secara terbuka. Dengan
cara ini dan dalam tempo satu bulan, pasukan Raja Lombok dapat dikalahkan di medan
pertempuran. Raja Lombok sangat kecewa mendengar berita kekalahan pasukannya.

"Sungguh memalukan, pasukanku yang berjumlah besar ternyata dikalahkan Pasukan


Brangbantun yang hanya tak seberapa itu!" pekik Raja Lombok dengan berang.
Untuk melarikan diri sudah tidak mungkin. Pasti di tengah jalan ia akan ditangkap dan dilempari
batu oleh seluruh rakyat yang membencinya.

Dalam keadaan putus asa, Prabu Kertajagat membenturkan kepalanya ke batu sampai pecah.
Matilah raja kejam itu. Mayatnya dibakar di Pura Kayangan dan abunya dibuang di Selat Alas.

Sebagai pengganti Prabu Kertajagat, diangkatlah Prabu Rangkasari. Prabu Rangkasari berbeda
sifat dengan Prabu Kertajagat. Beliau sangat tidak menyukai peperangan. Begitu naik tahta, patih
segera diperintahkan untuk memanggil Demung Brangbantun.

Prabu Rangkasari mengajak Demung Brangbantun untuk berdamai. Demung Brangbantun


menerima ajakan damai itu.

"Paman Demung Brangbantun, marilah kita hentikan peperangan ini. Bukankah Paman keluarga
kami juga? Tak ada gunanya kita terus berperang. Jika perang diteruskan, rakyatlah yang akan
menjadi korban, mereka jadi sengsara dan harta benda akan musnah. "

Demung Brangbantun berkata dengan lembut," Paman menerima dengan senang hati ajakan
Tuanku. Paman sendiri tak suka berperang, tetapi bila kami disakiti, pastilah kami melawan. Jika
Tuanku menjual, kami akan beli."

Prabu Rangkasari berkata lagi," Paman Brangbantun, sebagai ganti perang dengan senjata, kita
berperang saja dengan makanan. Pasukan paman membawa senjata makanan berupa kue-kue dan
buah-buahan. Pasukan saya akan membawa senjata yang berasal dari laut, seperti ikan, kerang
dan penyu."

Kedua pihak setuju untuk berperang dengan cara aneh tersebut. Pasukan Prabu Rangkasari pergi
ke latu mengumpulkan berbagai jenis ikan, seperti cucut, guritam cumi-cumi, tongkol, kerang
mutiara, dan penyu. Pasukan Brangbantun sibuk membuat kue, ketupat, dan mengumpulkan
buah-buahan seperti labu, pisang, mangga dan jeruk.

Tepat di hari yang telah ditentukan, berkumpullah pasukan Prabu Rangkasari dan Pasukan
Demung Brangbantun di sebuah lapangan. Kemudian kedua pasukan mulai melakukan
permainan perang bersenjatakan aneka makanan. Permainan ini sangat meriah dan tampak sangat
lucu. Kedua pasukan saling melempar makanan yang dipakai sebagai senjata.

Setelah permainan itu selesai, kedua pasukan menyatu membentuk tali persahabatan. Sejak itu,
Kerajaan Lombok menjadi aman dan tenteram. Kehidupan rakyat damai dan sejahtera. Raja
memerintah dengan arif dan bijaksana.

Pemimpin atau penguasa yang bertindak kejam dan semena-mena pasti akan mendapat balasan
setimpal. Sedangkan pemimpin yang bijak dan arif pasti akan dicintai rakyatnya.

Anda mungkin juga menyukai