Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Negara Hukum dan HAM

KELOMPOK 6

Disusun oleh :

Wenny Nurmalita Yanti (081611133013)

Hudaya Hasanah rahma (081611133017)

Maulida Afiantari (0816111

Fakultas Sains dan Teknologi


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
A. Pengertian Negara Hukum
Negara adalah suatu wilayah yang didiami oleh suatu penduduk secara tetap dan
mempunyai system pemerintahan. Terbentuk Negara Indonesia di latar belakangi oleh
perjuangan seluruh bangsa, sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak Negara atau
bangsa lain, karena potensinya yang besar dilihat dari wilayah yang luas dengan kekayaan
alam yang banyak, kenyataannya ancaman dating tidak hanya dating dari luar tetapi juga
dari dalam. Dorongan kesadaran Negara yang dipengaruhi kondisi dan letak geografis
memberikan motivasi dalam menciptakan suasana damai. Oleh sebab itu, diperlukan
terbentuknya Negara hukum.
Negara Hukum dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari rule of law
(bahasa Inggris) dan dalam rumusan bahasa Belanda dan Jerman. Sedangkan secara
sederhana negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan
berdasarkan dan bersaranakan hukum yang berakar dalam seperangkat titik tolak normatif,
berupa asas-asas dasar sebagai asas-asas yang menjadi pedoman dan kriteria penilaian
pemerintahan dan perilaku pejabat pemerintah.

B. Ciri-ciri Negara Hukum


Menurut A.C. Dicey, suatu negara hukum (rule of law) harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Supremasi Hukum dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seorang
hanya boleh dihukum jika melanggar hukum,
2) Kedudukan yang sama di depan hukum.
3) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan keputusankeputusan
pengadilan.
Ciri-ciri negara hukum yang lebih terperinci dikemukakan oleh Scheltema, sebagaimana
dikutip B. Arief Sidharta, sebagai berikut ini:
1) Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Azasi Manusia yang berakar dalam
Penghormatan Atas Martabat Manusia (Human Dignity).
2) Asas Kepastian Hukum. Negara Hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian
hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam
hubungan antarmanusia, yakni menjamin predict stabilitas, dan juga untuk mencegah bahwa
hak yang terkuat yang berlaku, beberapa asas yang terkandung dalam asas kepastian hukum
adalah:
a. Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum.
b. Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang pemerintah dan
para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan.
c. Asas non-retroaktif perundang-undangan; sebelum mengikat, undang-undang harus
diumumkan secara layak
d. Asas peradilan bebas: objektif-imparsial dan adil-manusiawi.
e. Asas non-liquet: hakim tidak boleh menolak perkara yang dihadapkan kepadanya
dengan alasan undang-undang tidak jelas atau tidak ada.
f. Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam undang-
undang (UUD).
3) Asas Similia Similibus (Asas Persamaan). Dalam negara hukum, pemerintah tidak boleh
mengistimewakan orang tertentu (harus nondiskriminatif). Aturan hukum berlaku sama untk
setiap orang, karena itu harus dirumuskan secara umum dan abstrak. Dua hal penting yang
terkandung dalam asas ini adalah:
a. Persamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan.
b. Tuntutan perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.
4) Asas Demokrasi. Asas demokrasi memberikan suatu cara atau metode pengambilan
keputusan. Asas ini menuntut bahwa tiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama
untuk mempengaruhi tindakan pemerintahan. Asas ini diwujudkan lewat sistem representasi
(perwakilan rakyat) yang mempunyai peranan dalam pembentukan undang-undang dan
kontrol terhadap pemerintah. Beberapa hal penting dalam asas demokrasi:
a. Pemilihan Umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil.
b. Pemerintah bertanggung jawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh badan
perwakilan rakyat.
c. Semua warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan putusan politik dan mengontrol pemerintah.
d. Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian rasional semua pihak.
e. Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan pendapat.
f. Kebebasan pers dan lalu lintas informasi.
g. Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk memungkinkan partisipasi
rakyat secara efektif.
5) Pemerintah dan pejabat pemerintah mengemban fungsi pelayanan masyarakat.
Pemerintah mengemban tugas untuk memajukan kepentingan warga negara, semua
kegiatan pemerintahan harus terarah kepada kesejahteraan umum. Beberapa hal yang
terdapat pada asas ini:
a. Asas-asas umum pemerintahan yang layak.
b. Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi
dijamin dan dirumuskan dalam aturan perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi.
c. Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya, memiliki tujuan yang jelas
dan berhasil guna (doelmatig), jadi harus efektif-efisien.
C. Makna Indonesia sebagai Negara Hukum
Bukti yuridis atas keberadaan Negara hukum Indonesia dalam arti material
tersebut harus dimaknai bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum dinamis, atau
Negara kesejahteraan (welfare state), yang membawa implikasi bagi para penyelenggara
Negara untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara luas dan komprehensif
dilandasi ide-ide kreatif dan inovatif
Makna Negara Indonesia sebagai Negara hukum dinamis, esensinya adalah
hukum nasional Indonesia harus tampil akomodatif, adaptif dan progresif. Akomodatif
artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang dinamis. Makna
hukum seperti ini menggambarkan fungsinya sebagai pengayom, pelindung masyarakat.
Adaptif artinya, mampu menyesuaikan dinamika perkembangan jaman, sehingga tidak
pernah using. Progresif, artinya selalu berorientasi kemajuan, perspektif masa depan.
Makna hukum seperti ini menggambarkan kemampuan hukum nasional untuk
tampil dalam praktiknya mencairkan kebekuan-kebekuan dogmatika. Hukum dapat
menciptakan kebenaran yang berkeadilan bagi setiap anggota masyarakat.
Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum
atau Rechtsstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945,
dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, Negara Indonesia
adalah Negara Hukum. Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus
dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik
ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk
menyebut prinsip Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut
pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang
hanya bertindak sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya.
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum
itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan
menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan social yang
tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang
rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing)
sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi
kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai hukum dasar yang
berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk pula sebuah Mahkamah
Konstitusi yang berfungsi sebagai the guardian dan sekaligus the ultimate interpreter
of the constitution.
Konsep negara hukum Indonesia dipertegas dengan pengaturan kekuasaan
kehakiman dalam UUD 1945 pasca perubahan.Dinyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna
menegakkan hukum dan keadilan.Kekuasaan kehakiman tersebut dilakukan oleh
Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).Selain itu, untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan untuk menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, dibentuk Komisi Yudisial (KY).
Uraian di atas menunjukkan bahwa konsepsi negara hukum di Indonesia tetap
merupakan konsepsi sintetis dari beberapa konsep yang berbeda tradisi hukumnya.
Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa negara hukum Indonesia diwarnai baik oleh
konsep rechtsstaat maupun the rule of law, baik negara hukum formal maupun negara
hukum material, yang selanjutnya diberi nilai keindonesiaan sebagai nilai spesifik
sehingga menjadi negara hukum Pancasila.
Konsepsi yang bersifat sintetis tersebut, meskipun lahir dari kebutuhan
lingkungan masyarakat Indonesia yang spesifik, bukannya tanpa resiko. Di dalam praktik
seringkali muncul perdebatan tentang pandangan mengenai konsep Negara hukum,
namun dengan acuan yang berbeda, antara rechtsstaat dan the rule of law,atau yang satu
mengacu pada negara hukum formal dengan legismenya sedangkan yang lain mengacu
pada negara hukum material dengan just law-nya. Tidak jarang pula, para penafsir dan
penegak hukum bersikap tidak konsisten dengan memilih konsep yang berbeda-beda
untuk kepentingan perkara yang berbeda-beda.
Sebenarnya sejauh sikap dasar yang bersangkutan konsisten dan murni untuk
menegakkan keadilan, maka perubahan-perubahan orientasi seperti itu dapat dibenarkan
dalam arti bahwa orang boleh saja mengambil cara campuran dan memanfaatkannya
untuk memperjuangkan keadilan.Hukum yang masih resmi berlaku dapat dipertahankan
sejauh mengandung atau bersesuaian dengan rasa keadilan masyarakat.Tetapi, hukum itu
juga dapat dikesampingkan jika memuat halhal yang dirasakan tidak adil.Di sini prinsip
yang diutamakan adalah menegakkan keadilan dan kebenaran dengan dukungan
penegakan hukum. Jadi setiap orang yang disebut sebagai penegak hukum sebaiknya
memfungsikan diri sebagai penegak keadilan, bukan menjadi penegak hukum an sich.
Pernyataan tersebut penting karena pada praktiknya kegiatan penegakan hukum tidak
dengan sendirinya berarti menegakkan keadilan.Banyak sekali orang menggunakan
hukum hanya dengan membangun kebenaran formal tetapi substansinya sangat
bertentangan dengan rasa keadilan karena yang dibangun adalah hukum untuk hukum dan
bukan hukum untuk keadilan.
D. Negara Hukum dan HAM
a. Pengertian dan Sejarah Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) dalam istilah asing sering dikenal dengan sebutan
human right (Inggris), droit de lhome (perancis), mensen rechten (Belanda), yang dalam
bahasa Indonesia semua istilah tersebut diartikan sebagai hak-hak kemanusiaan atau hak-
hak asasi manusia.
Hak Asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa
hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Pengertian ini terdapat
dalam ABC Teaching Human Rights, yang merumuslkan HAM sebagai Human rights
could be generally defined as those rights which are inhenrent in ournature and without
which cannot live as human being.
Dalam ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998, Hak asasi manusia diartikan
sebagai hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia,
bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
Sedangkan dalam pasal 1 butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak Asasi Manusia,
dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintahan, dan sertiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Dari beberapa pengertian di atas jelas bahwa HAM untuk memeluk kepercayaan
agama merupakan hak yang esensial dalam kehidupan manusia yang harus dihormati,
dan dilindungi oleh siapapun termasuk oleh hukum sebuah negara. Oleh karena itu, di
antara ciri negara hukum adalah negara yang memberikan pengakuan, penghormatan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar dalam Penghormatan Atas Martabat
Manusia (Human Dignity).
Pada umumnya para pakar HAM berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta (1215) yang memberikan hak-hak bagi rakyat dan
sekaligus membatasi kekuasaan raja. Selanjutnya dibeberapa negara sebagai bentuk
perjuangan terhadap HAM, dibuat beberapa peraturan atau perundang-undangan; di
Amerika pada tahun 1776 dibuat document The Virginia Bill og Right dan Declaration of
Independent yang memberikan jaminan kebebasan individu terhadap kekuasaan negara;
di Perancis tahun 1789 juga dibuat Declaration des Droites LHome et Du Cituyen, yang
mengakui bahwa pada prinsipnyamanusia adalah baik dan karenanya harus diberikan
kebebasan dankesamaan kedudukan dalam hukum. Akhirnya, puncak dari deklarasi hak-
hak Asasi Manusia (HAM) terjadi pada tanggal 10 Desember 1948, di mana Persatuan
bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasikan
Piagam hak asasi manusia, yang kemudian dikenal dengan Declaration of Human
Rights. Deklarasi tersebut memuat tiga puluh (30) pasal tentang hakhak asasi manusia,
yaitu antara lain: hak untuk hidup, tidak menjadi budak, tidak disiksa dan ditahan,
dipersamakan di muka hukum (equality before the law), mendapatkan praduga tidak
bersalah dan sebagainya. Hak-hak lain juga dimuat dalam deklarasi tersebut seperti hak-
hak akan nasionalitas, pemilikan, pemikiran, agama, pendidikan, pekerjaan dan
kehidupan berbudaya.
b. Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak-hak Asasi Manusia (HAM) menjadi diskurus di Indonesia sejak awal
pendirian negara ini, yaitu pada saat BPUPKI menyiapkan rancangan UUD pada tahun
1945. Pro dan kontra untuk memasukan HAM dalam UUD mewarnai perdebatan saat itu.
Akhirnya, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai UU
negara republik Indonesia, yang di dalamnya memuat hak-hak asasi manusia Indonesia
dan kewajiban-kewajiban asasi manusia yang bersifat dasar. Ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan HAM di dalamm UUD 1945 antara lain terdapat pada:
a. Pembukaan UUD 1945 alinea 1-4.
b. Batang Tubuh:
(1) Pasal 27 ayat 1: kesamaan didepan hukum dan kewajiban menjunjung tinggi
hukum dan pemerintahan.
(2) Pasal 27 ayat 2: hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak.
(3) Pasal 28: hak atas kebebasan berserikat berkumpul, mengeluarkan pendapat
lisan maupun tulisan.
(4) Pasal 29: jaminan kebebasan beragama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannnya.
(5) Pasal 30: Hak dan kewajiban bela Negara.
(6) Pasal 31: hak atas pengajaran/pendidikan.
(7) Pasal 33 dan 34: hak atas kesejahteraan sosial.
Kurangnya ketentuan HAM dalam UUD 1945 mendorong MPRS pada awal Orde
Baru merumuskan Piagam hak-hak Asasi manusia dan Hak-hak Serta Kewajiban warga
Negara. Namun kemudian rumuskan itu gagal dilanjutkan. Baru pada tahun 1998 setelah
runtuhnya Orde baru oleh orde reformasi, melalui ketetapan MPR No. XVII.MPR.1998,
di tetapkan Hak Asasi Manusia Inti ketetapan ini adalah, pertama, menugaskan kepada
Kepala Lembagalembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada
seluruh masyarakat. Kedua, menugaskan kepada presiden dan DPR untuk meratifikasi
berbagai instrument Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM, sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu di Era Reformasi, telah lahir UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi
Manusia. UU ini merupakan kelanjutan dari amanah Tap MPR. No. XVII.MPR.1998 di
atas. Hak-hak asasi manusia yang ditetapkan UU ini antara lain meliputi: hak untuk hidup
(pasal 9), hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 10), hak mengembangkan
diri (pasal 11-16), hak memperoleh keadilan (pasal 17-18), hak atas kebebasan Pribadi
(Pasal 20-27), hak atas rasa aman (28-35), hak atas kesejahteraan (pasal 36-42), hak turut
serta dalam pemerintahan (43-44), hak wanita (45-51), dan hak anak (52-66). Selain itu
UU ini juga mengatur kewajiban dasar manusia (pasal 69-70).
Untuk lebih memantapkan dukungan konstitusi terhadap HAM di Indonesia, pada
saat Perubahan (amandemen) Kedua UUD 1945 tanggal 7-18 Agustus 2000 ditetapkan
bab khusus dalam UUD 1946 yang mengatur tentang hak asasi manusia dalam Bab
XA. Isi Bab tersebut merupakan perluasan pasal 28 UUD 1945 yang semula hanya satu
pasal menjadi beberapa pasal dan beberapa ayat. (Pasal 28 A sampai 28 J). Namun
demikian secara subtansial tambahan aturan HAM yang terdapat dalam UUD 1945 hasil
amandemen hampir serupa dengan yang ada dalam ketetapan MPR No. XVII.MPR.1998
dan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

E. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Bentuk pelanggaran HAM yang sering muncul biasanya terjadi dalam dua bentuk
sebagai berikut:

a.Diskriminasi
Diskriminasi yaitu suatu pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang laingsung maupun
tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, jenis kelamin, bahasa, keyakinan dan politik yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik secara individual maupun kolektif dalam semua aspek kehidupan.
b.Penyiksaan
Penyiksaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani pada seseorang
untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau orang ketiga.
Berdasarkan sifatnya pelanggaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelanggaran HAM berat, yaitu pelanggaran HAM yang berbahaya dan mengancam
nyawa manusia seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, perbudakan,
penyanderaan dan sebagainya.
b. Pelangaran HAM ringan, yaitu pelanggaran HAM yang tidak mengancam keselamatan
jiwa manusia, akan tetapi dapat berbahaya jika tidak segera ditanggulangi. Misalnya,
kelalaian dalam pemberian pelayanan kesehatan, pencemaran lingkungan yang disengaja
dan sebagainya.

Pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang


pengadilan HAM dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Kejahatan genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh ataus ebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

1. membunuh anggota kelompok;

2. mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota


kelompok;

3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan


secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;

4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam


kelompok; atau

5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

b. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1. pembunuhan;

2. pemusnahan;

3. perbudakan;

4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;

5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-


wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;

6. penyiksaan;

7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,


pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara;

8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari


perasmaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut
hukum internasional;

9. penghilangan orang secara paksa;

10. kejahatan apartheid, yaitu sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu
pemerintahan dengan tujuan untuk melindungi hak-hak istimewa dari suatu ras atau
bangsa.

Anda mungkin juga menyukai