Anda di halaman 1dari 29

Borang Portofolio Kasus Kegawatdaruratan

No. ID dan Nama Peserta dr. Rivo Dian Putra


No. ID dan Nama Wahana RSUD Muara Labuh
Topik Kasus Gawat Darurat
Tanggal (kasus) 25/07/2016
Nama Pasien An. M No. RM 07.21.79
Konsulen dr. Ronaldi Noor, Sp.A
Tanggal Presentasi
Pendamping dr. Yenny Dwi Kalisna
Tempat Presentasi Aula RSUD Muara Labuh
Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Pasien Anak Laki-laki, 5 tahun, datang ke IGD RSUD Muara Labuh dengan
Deskripsi
keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Tujuan

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara
Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas
Diskusi
Data Pasien Nama : An. M No. Registrasi : 07.21.79
Nama RS : RSUD Muara Labuh Telp : Terdaftar sejak : 25/07/2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Dengue Shock Syndrome, saat masuk ke RS pasien demam hari ke 5 dan dalam keadaan
shock, tanda perdarahan dijumpai.

2. Riwayat Pengobatan : Paracetamol


3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : -

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
Daftar Pustaka
1. Widoyono. Penyakit Tropis tentang Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Edisi II. Jakarta : Erlangga. 2011
2. Ampengan, Laurentz. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC. 1993
3. Soedarmo, Sumarmo Sunaryo Poorwo. Demam Berdarah (Dengue) pada
Anak.Jakarta : Universitas Indonesia. 2002
4. World Healf Organization. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta : EGC. 2004
Hasil Pembelajaran
1. Mampu mengidentifikasi pasien dengan keadaan shock
2. Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan Dengue Shock Syndrome
3. Diagnosis Dengue Shock Syndrome
4. Penatalaksanaan Dengue Shock Syndrome
Laporan Kasus

A. Subjektif (alloanamnesis) :
a. Keluhan Utama :
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik
turun, riwayat menggigil dijumpai. Mual dan muntah dialami pasien sejak
3 hari yang lalu, dengan frequensi 3-4 kali sehari, isi apa yang dimakan
dan apa yang diminum, namun hari ini sudah tidak muntah, nyeri ulu hati
dijumpai. Riwayat perdarahan dari bibir dialami pasien 1 hari ini. Pasien
tidak BAB sejak 2 hari ini. BAK dalam batas normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu: -
d. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
e. Riwayat Sosio Ekonomi dan Kebiasaan :
Keadaan sosial ekonomi : menengah

B. Objektif :
a. Vital sign
a).Keadaan umum : Tampak sakit berat Anemis (-/-)
b).Kesadaran : Compos Mentis Ikterik (-/-)
c).Tekanan darah : 80/50 mmHg Sianosis (-)
d).Frekuensi nadi : 130 x/menit Dyspnoe (-)
e).Frekuensi nafas : 22 x /menit Edema (-/-)
f).Suhu : 37,80C

b. Pemeriksaan sistemik
a). Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
diameter 2-3 mm
b). Leher : JVP 5-2 cmH2O
c). Telinga : Dalam Batas Normal
d). Hidung : Dalam Batas Normal
e). Mulut : Dijumpai bercak darah di mukosa bibir

f). Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus ka=ki
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Sp : vesikuler St : -/-
Irama teratur, bising (-)
g). Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Ren tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
h). Genitalia : Dalam batas normal
i). Ekstremitas : Superior : Akral dingin
Inferior : Akral dingin, Oedem (-)

c. Pemeriksaan Penunjang
a). Laboratorium ( 9/6/2016 )
Darah rutin:
Hb 13,3 g/dl
Leukosit : 4.700 /mm3
Trombosit : 54.000 /mm3
Hematokrit : 37,1%
Darah Lengkap:
GDS : 120 mg/dl
Widal:
Thipy O : + 1/80
Thipy H : + 1/160
C. ASSESSMENT :
Diagnosis klinis : Dengue Shock Syndrome

D. PLAN : Penanganan Shock di IGD


Berat Badan : 13 kg

09.00 WIB, tanggal : 25/07/2016


a). IVFD Line I : IVFD Ringer Lactat guyur 130 cc habis dalam 1 jam
IVFD Line II : IVFD Ringer Lactat guyur 130 cc habis dalam 1 jam
b). Setelah 1 jam cek kembali tekanan darah, jika masih tekanan darah <
100 mmHg, guyur kembali 130 cc habis dalam 1 jam di masing-
masing line.

10.00 WIB
a). TD : 95/50 mmHg
HR : 120 x/menit, kuat angkat
Ekstremitas : Akral dingin
b). Rawat di Ruang Anak :
- IVFD Ringer Lactat (10 cc/kg/jam) 44 tetes/menit (Makro)
- Paracetamol infus 3 x 15 cc (iv)
- Inj. Ranitidin 2 x 15 mg (iv)
- Cek tekanan darah dan nadi tiap 1 jam
JAM TD Nadi
11.00 WIB 100/60 mmHg 100 x/menit
12.00 WIB 100/70 mmHg 98 x/menit
13.00 WIB 100/60 mmHg 96 x/menit
14.00 WIB 100/70 mmHg 97 x/menit
15.00 WIB 100/70 mmHg 98 x/menit
16.00 WIB 100/60 mmHg 99 x/menit
17.00 WIB 100/70 mmHg 97 x/menit
18.00 WIB 100/70 mmHg 96 x/menit
19.00 WIB 100/60 mmHg 96 x/menit
20.00 WIB 100/70 mmHg 94 x/menit
21.00 WIB 100/70 mmHg 94 x/menit
22.00 WIB 100/70 mmHg 92 x/menit
23.00 WIB 100/70 mmHg 92 x/menit
00.00 WIB 100/80 mmHg 92 x/menit
01.00 WIB 100/70 mmHg 96 x/menit
02.00 WIB 100/60 mmHg 96 x/menit
03.00 WIB 100/80 mmHg 94 x/menit
04.00 WIB 100/70 mmHg 94 x/menit
05.00 WIB 100/80 mmHg 92 x/menit
06.00 WIB 100/70 mmHg 92 x/menit
07.00 WIB 100/80 mmHg 92 x/menit
08.00 WIB 100/70 mmHg 96 x/menit

Follow Up Hari ke 2
(26/07/2016)
S : Demam (+), nyeri ulu hati (+), muntah (-), perdarahan (-)
O:
Vital sign
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi: 91 x/menit
Frekuensi nafas: 20 x /menit
Suhu : 37,90C

A : DHF grade III (demam hari ke 6)

P:
Diet MB
IVFD Ringer Lactat (7 cc/kg/jam) 30 tetes/menit (Makro)
Paracetamol infus 3 x 15 cc (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 15 mg (iv)
Cek tekanan darah dan nadi tiap 4 jam
JAM TD Nadi
12.00 WIB 100/60 mmHg 92 x/menit
16.00 WIB 100/60 mmHg 96 x/menit
20.00 WIB 100/70 mmHg 96 x/menit
00.00 WIB 100/60 mmHg 90 x/menit
04.00 WIB 100/70 mmHg 98 x/menit
08.00 WIB 100/60 mmHg 92 x/menit
Follow Up hari ke 3
(27/07/2016)
S : Demam (-), nyeri ulu hati (+), muntah (-), perdarahan (-)
O:
Vital sign
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi: 92 x/menit
Frekuensi nafas: 20 x /menit
Suhu : 37,30C

A : DHF grade III

P:
Diet MB
IVFD Ringer Lactat (3 cc/kg/jam) 14 tetes/menit (Makro)
Paracetamol syr 3 x 11/2 cth
Inj. Ranitidin 2 x 15 mg (iv)
Cek tekanan darah dan nadi tiap 4 jam
JAM TD Nadi
12.00 WIB 100/70 mmHg 94 x/menit
16.00 WIB 100/70 mmHg 96 x/menit
20.00 WIB 100/60 mmHg 92 x/menit
00.00 WIB 100/60 mmHg 90 x/menit
04.00 WIB 100/70 mmHg 98 x/menit
08.00 WIB 100/70 mmHg 90 x/menit

Follow Up hari ke 4
(28/07/2016)
S : Demam (-), nyeri ulu hati (+), nafas sesak (+)muntah (-),
perdarahan (-), BAB (-)
O:
Mata : edema palpebral +/+
Vital sign
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi: 92 x/menit
Frekuensi nafas: 20 x /menit
Suhu : 37,40C

A : DHF grade III

P:
Diet MB
IVFD Ringer Lactat (3 cc/kg/jam) 14 tetes/menit (Makro)
Paracetamol syr 3 x 11/2 cth
Inj. Ranitidin 2 x 15 mg (iv)
Psidii Syr 3x1 cth
Inj. Lasix 10 mg (iv)

Follow Up hari ke 5
(29/07/2016)
S : Keluhan (-)
O:
Vital sign
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi: 92 x/menit
Frekuensi nafas: 20 x /menit
Suhu : 37,10C

A : DHF grade III

P : Pasien dibolehkan pulang


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan demam disertai dengan tekanan darah diastole di
bawah 100 mmHg desrtai akral dingin, nadi cepat dan lemah harus diwaspadai
sebagai salah satu kegawatdaruratan yang butuh penanganan tepat segera.

Obyektif :
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Gejala klinis ( TD(diastole) <100mmHg, Akral dingin, nadi cepat dan
lemah)
- Pemeriksaan Laboratorium darah menunjukkan Trombositopenia dan
peningkatan hematocrit lebih dari 20 %
Assesment :
Pasien yang datang dengan demam disertai dengan tekanan darah diastole di
bawah 100 mmHg desrtai akral dingin, nadi cepat dan lemah membutuhkan
algoritma penanganan awal tersendiri. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang awal akan menentukan arah dan keberhasilan dari penanganan pasien
dengan shock. Penanganan shock diberikan di IGD dan menunjukkan perbaikan
klinis. Kemudian pasien di rawat di ruang rawatan anak .
Plan :
Pemberian terapi cairan, obat-obatan dan terapi suportif, diberikan dengan
mengawasi klinis pasien secara ketat. Terjadinya shock berulang harus diwaspadai
agar tidak jatuh dalam keadaan yang lebih buruk.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Demam Berdarah Dengue


Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali
disertai dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan
lekopenia. Demam Berdarah Dengue ditandai dengan manifestasi klinis
utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali
dan pada kasus berat ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien dapat
mengalami syok hipovolemik (penurunan cairan) akibat kebocoran plasma.
Syok ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi fatal
yaitu kematian.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yangdisebabkan oleh virus Dengue yang berat yang ditandai gejala panas
yangmendadak, perdarahan dan kebocoran plasma yang dapat
dibuktikandengan adanya Penurunan jumlah trombosit, peningkatan
hematokrit,ditemukan efusi pleura disertai dengan penurunan kadar albumin,
protein dan natrium. Dengue Syok Syndrome (DSS) sebagai manifestasi
klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan ditandai syok yang dapat
mengancam kehidupan penderita.

2. Etiologi dan Cara Penularan Demam Berdarah Dengue


Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
Arbovirus B, yaitu Arthropod-borne virus dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti dengan bintik hitam putih padatubuhnya. Virus dengue
merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari family
Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu D1, D2, D3 dan D4. Struktur
antingen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu denganyang lain, namun antibodi
terhadap masing masing tipe virus tidak dapat saling memberikan
perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak
hanya menyangkut antar tipe virus, tetapi juga 6 di dalam tipe virus itu sendiri
tergantung waktu dan daerahpenyebarannya.
Perantara pembawa virus dengue, dalam hal ini nyamuk Aedes
disebutvector. Biasanya nyamuk Aedes yang menggigit tubuh manusia adalah
nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantanya lebih menyukai aroma
yangmanis pada tumbuh tumbuhan.

3. Patogenesis
Patogenesis Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih
kontrovesial dan belum dapat diketahui secara jelas. Terdapat dua teori yang
dikemukakan dan paling sering dianut adalah : Virulensi virus dan
Imunopatologi yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder Heterolog (The Secondary
Heterologous Infection). Teori lainnya adalah teori endotel, endotoksin,
mediator, dan apoptosis.

1. Virulensi Virus
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk
bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas
virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi.
Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan tingkatan
virulensi virus dalam hal kemampuan mengikat dan menginfeksi sel
target. Perbedaan manifestasi klinis demam dengue, DBD dan Dengue
Syok syndrome mungkin disebabkan oleh varian-varian virus dengue
dengan derajat virulensi yang berbeda-beda.

2. Teori Imunopatologi
Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous (secondary
heterologous infection) menyatakan bahwa pasien yang mengalami
infeksi kedua kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog akan
mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita Demam Berdarah
Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenali virus lain yang telah menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan reseptor dari membrane sel leukosit, terutama
makrofag. Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak dinetralisasi
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
yaitu suatu proses yang akan meningkatkan infeksi sekunder pada
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear yaitu terbentuknya
komplek imun dengan virus yang berkadar antibodi rendah dan bersifat
subnetral dari infeksi primer. Komplek imun melekat pada reseptor sel
mononukleus fagosit (terutama makrofag) untuk mempermudah virus
masuk ke sel dan meningkatkan multiplikasi. Kejadian ini menimbulkan
viremia yang lebih hebat dan semakin banyak sel makrofag yang terkena.
Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia dan syok.

3. Teori Endotoksin
Syok pada DBD menyebabkan iskemia usus, yang kemudian
menyebabkan translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi.
Endotoksin sebagai komponen kapsul luar bakteri gram negative akan
mudah masuk ke dalam sirkulasi pada keadaan iskemia berat. Telah
dibuktikan oleh peneliti sebelumnya bahwa endotoksin berhubungan erat
dengan kejadian syok pada Demam Berdarah Dengue. Endotoksinemia
terjadi pada 75% Sindrom Syok Dengue dan 50% Demam Berdarah
Dengue tanpa syok.

4. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokin yang
disebut monokin dan mediator lain yang memacu terjadinya peningkatan
permeabilitas vaskuler dan aktivasi koagulasi dan fibrinolisis sehingga
terjadi kebocoran vaskuler dan perdarahan.

5. Teori Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yang
merupakan reaksi terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosis
adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi sitoplasma, peningkatan
granulasi membran plasma menjadi DNA subseluler yang berisi badan
apoptotik.

6. Teori Endotel
Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro dan
menyebabkan pengeluaran sitokin dan kemokin. Sel endotel yang telah
terinfeksi virus Dengue dapat menyebabkan aktivasi komplemen dan
selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan
dilepaskannya trombomodulin yang merupakan pertanda kerusakan sel
endotel. Bukti yang mendukung adalah kebocoran plasma yang
berlangsung cepat dan meningkatnya hematokrit dengan mendadak.

4. Patofisiologi
Patofisiologi primer pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstra vaskuler, sehingga akan menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun
mencapai 20% pada kasus berat yang diikuti efusi pleura, hemokonsentrasi
dan hipoproteinemia. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan menimbulkan penurunan
hematokrit. Perubahan hemostasis pada Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Dengue Syok Syndrome (DSS) yang akan melibatkan 3 faktor yaitu: (1)
perubahan vaskuler; (2) trombositopenia; dan (3) kelainan koagulasi.
Setelah virus Dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang
biak didalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia
yang berlangsung 5-7 hari. Respon imun humoral atau seluler muncul akibat
dari infeksi virus ini. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM, pada infeksi Dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang ada telah meningkat.
Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
demam pada hari ke 5, meningkat pada minggu pertama sampai minggu
ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi
IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini pada infeksi primer hanya
dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari kelima,
sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan
pada sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue. Trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.
Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai
normal biasanya tercapai pada 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DBD.
Gangguan hemostasis melibatkan perubahan vaskuler, pemeriksaan
tourniquet positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan
koagulopati. DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis,
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus
yang berat dan disertai syok dan secara potensial dapat terjadi juga pada
kasus DBD tanpa syok. Terjadinya syok yangberlangsung akut dapat cepat
teratasi bila mendapatkan perawatan yang tepat dan melakukan observasi
disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostatis.

5. Manifestasi Klinik
Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai dengan manifestasi
klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit,
hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Patofisiologi yang membedakan dan menentukan drajat penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) yaitu peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopeni, dan distesis hemoragik.
Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Gejala Demam Berdarah Dengue yaitu demam tinggi mendadak antara
38 40 % C selama 2 7 hari, demam tidak dapat teratasi maksimal dengan
penularan panas biasa, mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri sendi atau
nyeri otot (pegal pegal), sakit kepala, nyeri atau rasa panas di belakang bola
mata, wajah kemerahan, sakit perut (diare), kelenjar pada leher dan
tenggorokan terkadang ikut membesar.
Gejala lanjutannya terjadi pada hari sakit ke 3 5, merupakan saat saat
yang berbahaya pada penyakit demam berdarah dengue yaitu suhu badan
akan turun, jadi seolaholah anak sembuh karena tidak demam lagi. Perlu di
perhatikan tingkah laku si anak, apabila demamnya menghilang, si anak
tampak segar dan mau bermain serta mau makan atau minum, biasanya
termasuk demam dengue ringan. Tetapi apabila demam menghilang tetapi si
anak bertambah lemah, ingin tidur, dan tidak mau makan atau minum apapun
apabila disertai nyeri perut, ini merupakan tanda awal terjadinya syok.
Keadaan syok merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena semua
organ tubuh kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Hari ke 6 demam dan seterusnya, merupakan saat
penyembuhan. Saat ini demam telah menghilang dan suhu menjadi
normalkembali, tidak dijumpai lagi perdarahan baru, dan nafsu makan timbul
kembali. Pada umumnya, setelah sembuh dari sakit, si anak masih tampak
lemah, muka agak sembab disertai perut agak tegang tetapi beberapa hari
kemudian kondisi badan anak pulih kembali normal tanpa gejala sisa.
Proses penyembuhan DBD dengan atau tanpa adanya syok berlangsung
singkat dan sering kali tidak dapat diramalkan, bahkan dalam kasus syok
stadium lanjut, segera setelah syok teratasi, pasien sembuh dalam waktu 2 3
hari. Timbulnya kembali selera makan merupakan prognostik yang baik. Fase
penyembuhan ditandai dengan adanya sinus bradikaridia atau aritmia jantung
serta petekie yang menyeluruh sebagaimana biasanya terjadi pada kasus DD.
Sebagai tanda penyembuhan kadangkala timbul bercak bercak merah
menyeluruh di kedua kaki dan tangan dengan bercak putih di antaranya. Pada
anak besar mengeluh gatal di bercak tersebut. Jadi, bila telah timbul bercak
merah yang sangat luas di kaki dan tangan anak itu pertanda telah sembuh
dan tidak perlu di rawat.

6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997).Terdiri
dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut :
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet
positif, petekie, ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, dan melena
c. Pembesaran hati
d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
pasien tampak gelisah.
2) Laboratorium
a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
WHO (1997) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu
:
Derajat I : Demam dengan uji bendung positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg) atau
hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien
menjadi gelisah.
Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dasarnya bersifat
suporatif, yaitu untuk mengatasi kehilangan suatu cairan plasma sebagai
akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Umumnya
penderita demam berdarah dianjurkan untuk dirawat dirumah sakit di ruang
perawatan biasa, akan tetapi pada kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan komplikasi diperlukan perawatan yang intensif. Untuk dapat
melakukan perawatan Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan baik perlu
dokter dan perawat yang terampil serta laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid serta bang darah yang siap bila diperlukan. Untuk
mengurangi angka kematian perlu dilakukan diagnosis dini dan edukasi untuk
dirawat bila terdapat tanda syok. Kunci keberhasilan penanganan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) terletak pada keterampilan dokter dalam
mengatasi peralihan fase, dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase
kritis, fase syok) dengan baik.

1. Tatalaksana Kasus tersangka DBD


Gambar 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD
1) Keterangan gambar 1
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik,
oleh Karena itu masyarakat atau orang tua diharapkan untuk waspada
jika melihat tanda atau gejala yang mungkin merupakan gejala awal
perjalanan penyakit DBD. Petama tama ditentukan terlebih dahulu
adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir
biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus,
kejang, kesadaranmenurun, muntah darah, berak hitam, maka pasien
perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan). Apabila tidak dijumpai tanda
kedaruratan, periksa uji tourniquet: apabila uji tourniquet positif
lanjutkan dengan pemeriksaan trombosit, apabila trombosit
100.000/ul pasien dirawat untuk observasi. Apabila uji tourniquet
positif dengan trombosit >100.000/ul atau normalatau uji tourniquet
negativ, pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali
setiap hari sampai suhu turun. Nilai gejala klinis dan lakukan
pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit setiap kali selama anak masih
demam. Bila terjadi penurunan kadar Hb dan/atau peningkatan kadar
Ht,segera rawat. Beri nasehat kepada orang tua : anak dianjurkan
minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain
lain, serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol
(kontraindikasi golongan salisilat). Bila klinis menunjukkan tanda
tanda syok seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin,
muntah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau ke
puskesmas, dan rumah sakit.
8. Urutan tata laksana kegawatan DBD
Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien
datang sebagai dasar perhitungan pengobatan dan untuk menilai
perjalanan penyakit. Pada tahap awal, penimbangan berat badan
dilakukan 23 kali sehari (dengan timbangan gantung), selanjutnya
paling kurang satu kali sehari. Perkiraan berat badan dapat dihitung
berdasarkan rumus: BB (kg) = 2 x umur (tahun) + 4.
Pemberian tunjangan hidup dasar. Obat pertama yang harus diberikan
pada kegawatan DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan
dikoreksi. Dimulai dengan resusitasi jantung paru yang memastikan
jalan napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi oksigen
dipertahankan antara 95100% dan kadar hemoglobin cukup.
Pemasangan akses vena. Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk
analisis gas darah, kadar hemoglobin, hemotokrit, jumlah trombosit,
golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl,
Ca, Mg, P dan asam laktat.
Pemasangan kateter urin. Pasang kateter urin dan lakukan
penampungan urin, pemeriksaan urinalisis, dan pengukuran berat jenis
urin. Jumlah diuresis dihitung setiap jam (normal: 2-3 ml/kgbb/jam).
Bila diuresis kurang dari 1 ml/kgbb/jam berarti terdapat hipoperfusi
ginjal. Oliguria lebih dahulu muncul dari pada penurunan tekanan darah
dan takikardia.
Pemasangan pipa oro / nasogastrik.Pemasangan pipa oro / nasogastrik
pada anak sakit gawat berguna untuk dekompresi, memantau
perdarahan saluran cerna (stres gastritis) dan melakukan bilasan
lambung dengan garam fisiologik.11-13 Stres Gastritis biasanya
memberi respons baik terhadap pembilasan lambung dan koreksi
hemodinamik.
Resusitasi cairan. Resusitasi cairan adalah pemberian bolus cairan
resusitasi secara cepat melalui akses intravaskular atau intraoseal pada
keadaan hipovolemia. Tujuan resusitasi cairan adalah menyelamatkan
otak dari gangguan hipoksikiskemik, melalui peningkatan preload dan
curah jantung, mengembalikan volume sirkulasi efektif,
mengembalikan oxygen-carrying capacity dan mengoreksi gangguan
metabolik dan elektrolit.

Jenis cairan resusitasi


Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruangintersisial, mudah
disediakan, tidak mahal, tidak menimbulkan reaksi alergik; namun
hanya seperempat bagian bolus tetap berada di ruang intravaskular,
sehingga diperlukan volume yang lebih besar 4-5 kali defisit dengan
risiko terjadi edema jaringan terutama paru. Contoh cairan kristaloid
isotonik adalah garam fisiologik (NaCl 0.9%), ringer laktat dan ringer
asetat.
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu
mempertahankan tekanan onkotik, namun selain lebih mahal, dapat
menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan
koloid adalah albumin 5%, hetastarch, dextran 40% dan gelatin.
Darah, fresh frozen-plasma dan komponen darah lain diberikan
untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen,
memberikan faktor pembekuan untuk mengoreksi koagulopati. Produk
darah perlu dihangatkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Risiko
penggunaan darah dalam jumlah besar dan cepat adalah infeksi blood-
borne, hipotermia dan hipokalsemia, karena clearance sitrat tidak
adekuat sehingga dapat mengganggu fungsi miokard.
Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk
bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik. Hiperglikemik yang sering
terdapat pada pasien syok akan terkontrol tanpa insulin oleh perbaikan
fungsi homeostatik apabila syok teratasi.

Cara pemberian cairan resusitasi


Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok
hipovolemik kompensasi, sehingga dapat mencegah terjadinya syok
dekompensasi dan ireversibel.
Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb diberikan dalam 6-10
menit, (WHO kurang dari 20 menit) melalui akses intravaskular atau
intraoseal dengan bantuan syringe pump dan three-way stopcock.
Setiap selesai pemberian bolus dilakukan penilaian keadaan anak.
Bila masih terdapat tanda syok diberikan bolus kristaloid kedua 10-30
ml/kgbb/6-10menit. Bolus selanjutnya baik kristaloid maupun koloid
diberikan sampai perfusi sistemik membaik dan syok teratasi.
Anak yang mengalami syok hipovolemik sering memerlukan
cairan resusitasi 60-80 ml/kgbb dalam satu jam pertama dan 200
ml/kgbb dalam beberapa jam kemudian.
Ekspansi volume intravaskular secara cepat dengan panduan
diuresis dapat mengembalikan tekanan darah dan perfusi perifer. Cairan
resusitasi dapat diberikan secara aman sampai 30% volume
intravaskular. Hal yang membatasi resusitasi cairan ialah apabila
peningkatan preload atau pengisian ventrikel tidak diikuti oleh
peningkatan curah jantung, tidak memperbaiki perfusi perifer dan
vascular bed, atau malah meningkatkan tekanan vena,
kebocoranvaskular, dan edema.
Bila volume yang diberikan lebih dari 50-100 ml/kgbb dalam 1-2
jam pertama perlu dilakukan pemantauan invasif tekanan vena sentral
(CVP) atau tekanan atrium kanan untuk menilai fungsi miokard. Bila
CVP <10 mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi
cairan dapat diteruskan. Bila CVP >10 mmHg berarti terdapat disfungsi
miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan
resistensi vaskular paru (afterload ventrikel kanan) atau syok
kardiogenik.
Perawatan di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
Anak yang menderita SSD perlu dirawat di PICU untukmemantau dan
mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik dan memberikan tindakan
suportif intensif.

Pemberian obat-obatan
Umumnya kegawatan DBD cukup diatasi dengan tunjangan ventilasi,
pemberian oksigen dan resusitasi cairan. Pada SSD berat obat yang mungkin
pula perlu diberikan saat resusitasi adalah bolus epinefrin, sodium
bikarbonat, atropin, glukosa dan kalsium klorida, dan pasca resusitasi untuk
stabilitas hemodinamik adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin
Bolus obat resusitasi dapat diberikan secara intravena (IV), intraoseal
(IO) atau endotrakeal. Penyuntikan obat resusitasi intrakardial tidak
dilakukan lagi mengingat risiko terjadinya laserasi arteri koroner,
tamponade dan aritmia jantung disamping pijatan jantung terpaksa harus
dihentikan sementara.
Infus obat resusitasi disiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik
atau ringer laktat menurut rule of six yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan
dalam 100 mL, diberikan dengan kecepatan 1 mL/jam = 1.0 mg/kgbb/menit.
Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikadia dan
hipotensi yang non-responsif terhadap resusitasi jantung paru dan
resusitasi cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah 0.01
mg/kgbb (0.1 ml/kgbb epinefrin 1:10.000). Bila perlu dosis IV dan IO
dinaikkan menjadi 0.1-0.2 mg/kgbb (0.1-0.2 ml epinefrin 1:1000), yang
diulang tiap 3-5 menit. Dosis epinefrin endotrakeal adalah 0.1 mg/kgbb
(0.1mL/kgbb epinefrin 1:1000).lah 0.01 mg/kg (0.1 mL/kgbbcairan
1:10.000) yang bila perlu dinaikkan menjadi0.1-0.2 mg/kgbb (0.1-0.2
mL/kgbb cairan 1:1000). Infus epinefrin diberikan bila masih terdapat
hipotensi, bradikardia dan perfusi sistemik buruk. Dosis infus epinefrin
adalah 0.1-1.0 mg/kgbb/menit
Epinefrin atau adrenalin adalah katekolamin endogen dengan efek
a dan b adrenergik yang bekerja langsung pada reseptor adrenergik
tanpa melalui pelepasan norepinefrin, karena itu dapat diberikan kepada
bayi dan anak walaupun cadangan norepinefrin miokard terbatas. Efek
b-adrenergik epinefrin yang muncul pada dosis rendah (<0.3
mg/kgbb/menit) adalah peningkatan kontraktilitas miokard, laju denyut
jantung, tekanan sistolik dan nadi, relaksasi otot polos vascular bed otot
rangka dan bronkus. Efek a-adrenergik epinefrin yang muncul pada
dosis tinggi (>0.3 mg/ kgbb/menit) adalah vasokonstriksi splanknik,
renal, mukosa usus dan kulit yang mengalihkan aliran darah ke otak dan
jantung, meningkatkan resistensi vascular sistemik, tekanan darah
sistolik dan diastolik, meningkatkan perfusi koroner dan pelepasan
oksigen di jantung. Masa paruh epinefrin sekitar 2 menit, karena itu
kecepatan infus epinefrin disesuaikan setiap 5 menit dengan
memperhatikan laju denyut jantung, tekanan darah dan perfusi. Untuk
mencegah ekstravasasi, infus epinefrin diberikan melalui kateter vena
atau kateter vena sentralis. Asidosis yang menekan katekolamin perlu
dikoreksi dengan pemberian oksigen, hiperventilasi dan perbaikan
perfusi sistemik. Epinefrin tidak aktif pada cairan alkali karena itu tidak
dicampurkan pada cairan bikarbonat atau alkali lain Epinefrin tersedia
dalam vial 1 mg/mL. Larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk IV
dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IV dan
IO dosis tinggi dan endotrakeal, masing-masing larutan perlu diberi
label supaya tidak terjadi kesalahan. Infus epinefrin disiapkan menurut
rule of six. (0.6 mg epinefrin x BB kg) dalam 100 mL bila diinfuskan
dengan kecepatan 1mL/jam akan memberikanmepinefrin 0.1
mg/kg/menit.

Sodium bikarbonat
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan
keadaan hemodinamik tidak stabil yang menyebabkan asidosis berat
dan hiperkalemia. Bila dengan resusitasi jantung paru, pijat jantung dan
pemberian bolus epinefrin masih terdapat henti jantung, di berikan
bolus sodium bikarbonat 1 mEq/kgbb IV/ IO (tidak endotrakeal).
Sesudah sirkulasi spontan terjadi, dosis sodiumbikarbonat selanjutnya
didasarkan pada pemeriksaan pH dan PaCO2. Bila pemeriksaan analisis
gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0.5
mEq/kgbb tiap 10 menit secara infus pelan selama 1-2 menit.
Pemberian bikarbonat akan menimbulkan reaksi H+ + HCO3 -
H2CO3 H2O + CO2 di dalam darah sehingga pH plasma meningkat.
Larutan sodium bikarbonat 8.4% (1 mEq/L) sangat hiperosmolar (2000
mOsm/L) dibandingkan plasma 280 mOsm/L, dapat menyebabkan
hiperosmolaritas, dan hipernatremia. Pipa IV dan IO harus dibilas dulu
dengan garam fisiologik sebelum dan sesudah dipakai untuk
memberikan sodium bikarbonat. Sodium bikarbonat menyebabkan
katekolamin tidak aktif dan pengendapan garam kalsium. Sodium
bikarbonat tidak diberikan melalui endotrakeal Ekstravasasi sodium
bikarbonat menyebabkan sklerosis vena dan nekrosis jaringan.

Atropin
Curah jantung pada anak adalah rate dependent, karena itu
bardikardia simptomatik (<60 kali/menit) akibat perfusi buruk,
hipotensi dan hipoksemia harus diobati dengan resusitasi jantung paru,
pemberian epinefrin atau atropin. Atropin adalah obat parasimpatolitik
yang mempercepat sinus atau pacemaker atrial dan konduksi
atrioventrikular. Atropin digunakan juga untuk mencegah bradikardia
karena refleks vagal pada tindakan intubasi endotrakeal.
Dosis atropin harus cukup untuk menimbulkan efek vagolitik dan
mencegah bradikardi paradoks. Dosis atropin 0.02 mg/kgbb dengan
dosis minimal 0.1 mg, Dosis atropin tunggal maksimal adalah 0.5 - 1
mg/kali yang dapat diulang tiap 5 menit dengan dosis total maksimal 1
mg untuk anak dan 2 mg untuk remaja. Atropin dapat diberikan melalui
IV/IO dan endotrakeal. Atropin tersedia dalam kemasan 0.4 mg/mL.

Glukosa
Glukosa hanya diberikan bila terdapat hipoglikemia dan pasien tidak
memberikan respons terhadap tindakan resusitasi standar. Cadangan
glikogen bayi dan anak sakit gawat terbatas dan cepat habis. Gejala
hipoglikemia serupa dengan gejala hipoksemia yaitu perfusi buruk,
takikardia, hipotermia, letargi dan hipotensi, karena hipoglikemia
menekan fungsi miokard. Glukosa diberikan dengan dosis 0.5-1.0 g/kg
secara IV atau IO. Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl
0.9% atau RL 10-20 mL/kgbb dapat diberikan dalam 20 menit untuk
mengobati hipoglikemia, walaupun cairan resusitasi mengandung
glukosa tidak rutin digunakan. Konsentrasi maksimum D25W hanya
diberikan secara IV.

Kalsium klorida
Kalsium diberikan untuk mengobati hipokalsemia, hiperkalemia
dan hipermagnesemia. Kandungan elemen kalsium pada kalsium
glukonat 10% adalah 9 mg/mL dan pada kalsium klorida 10% adalah
27.2 mg/mL. Dosis kalsium klorida 10% adalah 0.2-0.5 mL/kgbb atau
5-7 mg/kgbb elemen kalsium sama dengan 20-25 mg/kgbb garam
kalsium yang diberikan secara infus pelan (100 mg/menit) untuk
mencegah bradikardia dan asistol. Dosis ini dapat diulangi satu kali lagi
sesudah 10 menit. Dosis selanjutnya hanya
diberikan biila dilakukan pengukuran kadar kalsium. Kalsium tidak
dicampur dengan sodium bikarbonat karena dapat terjadi pengendapan.
Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer
buruk pada anak dengan volume intravaskular cukup dan irama jantung
stabil. Dopamin tersedia dalam kemasan 40 mg/mL. Cairan infus
dopamin disiapkan menururt rule of six, yaitu 6 x BB(kg) mg dopamin
dalam cairan 100 ml. Apabila diinfuskan dengan kecepatan 1ml/jam
akan memberikan
dopamin 1 mg/kgbb/menit. Masa paruh dopamin pendek karena itu
diberikan secara infus kontinu dengan bantuan pompa infus. Infus
dopamin
harus diberikan melalui kateter vena yang besar atau kateter vena
sentraliis. Ekstravasasi dopamin dapat menyebabkan iskemia dan
nekrosis jaringan lokal. Dopamin dan katekolamin lain tidak diberikan
bersamaan dengan sodium bikarbonat karena di nonaktifkan. Infus
dopamin dimulai dengan 10mL/ jam atau 10mg/kgbb/menit yang
selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi sistemik, dan
tekanan darah. Pada dosis rendah (25mg/kgbb/ menit), efek langsung
dopamin pada reseptor adrenergik jantung sedikit, namun pada vascular
bed dopamin merangsang reseptor dopaminergik dengan efek
vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal, splangnik, koroner
dan serebral. Pada dosis tinggi (>5mg/kgbb/menit) dopamin memberi
efek langsung dan tidak langsung melalui pelepasan norepinefrin saraf
simpatis jantung pada reseptor b-adrenergik jantung dan efek
vasokonstriksi a-adrenergik. Efek inotropik
dopamin pada anak terbatas sesuai dengan inervasi simpatis miokard
ventrikel yang belum sempurna. Infus dopamin 5-10 mg/kgbb/menit
meningkatkan kontraktilias jantung tanpa efek pada tekanan darah dan
denyut jantung. Infus dopamin 10-20 mgbb/kg/ menit terjadi
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul masalah
takikardia. Infus dopamin >20mg/kgbb/menit menyebabkan
vasokonstriksi
perifer hebat dan iskemia tanpa tambahan efek inotropik. Karena itu
bila diperlukan efek inotropik, dopamin >20mg/kgbb/menit diberikan
secara infus untuk memperoleh efek a dan b adrenergic lebih kuat.

Dobutamin
Dobutamin diberikan pada pengobatan hipoperfusi yang berhubungan
dengan peninggian resistensi vaskular sistemik. Dobutamin adalah
katekolamin sintetik dengan efek selektif langsung pada reseptor
badrenergik dan tidak tergantung pada cadangan norepinefrin.
Dobutamin tidak mempunyai efek dopaminergik dan tidak berpengaruh
pada aliran darah renal dan splangnik. Dobutamin paling efektif untuk
mengobati gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik terutama yang
disebabkan oleh kardiomiopati karena merendahkan resistensi vaskular
paru dan sistemik sehingga meningkatkan curah jantung. Dobutamin
kurang efektif dibandingkan epinefrin pada syok septik dan hipotensi
karena memperburuk vasodilatasi sistemik yang sudah terjadi. Karena
masa paruhnya rendah dobutamin diberikan secara infus kontinu
melalui kateter vena dengan bantuan pompa infus. Dobutamin tersedia
dalam vial 25 mg dan 12.5 mg/mL. Infus dobutamin disiapkan menurut
rule of six. Ekstravasasi dobutamin dapat menyebabkan iskemia
jaringan dan nekrosis lokal. Dobutamin non aktif dalam cairan alkali.
Infus dopamin dimulai dengan dosis 5-10 mg/kgbb/menit (5-10
mL/jam). Kecepatan infus dobutamin disesuaikan dengan tekanan darah
dan perfusi pasien. Biasanya tidak diperlukan dosis dobutamin yang
lebih besar daripada 20 mg/kgbb/menit.

Kesimpulan
Tata laksana kegawatan demam berdarah dengue dengan syok perlu
dilakukan secara agresif dan simultan, dimulai dengan resusitasi
jantung paru untuk memastikan keterbukaan jalan napas, kecukupan
ventilasi dan suplai oksigen, resusitasi cairan untuk meningkatkan
preload yang diberikan secara cepat, kurang dari sepuluh menit.
Umumnya resusitasi jantung paru dan terapi cairan sudah memenuhi
seluruh kebutuhan kegawatan DBD, bila terjadi syok kardiogenik perlu
diberikan obat resusitasi.

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam
tanpa pemberian antipiretik, nafsu makan membaik, tampak terdapat
perbaikan secara klinis, Ht stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah
trombosit >50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai
distress pernafasan yang biasanya disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis
Daftar Pustaka

1. Widoyono. Penyakit Tropis tentang Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Edisi II. Jakarta : Erlangga. 2011
2. Ampengan, Laurentz. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC.
1993.
3. Soedarmo, Sumarmo Sunaryo Poorwo. Demam Berdarah (Dengue) pada
Anak.Jakarta : Universitas Indonesia. 2002.
4. World Healf Organization. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC. 2004.

Anda mungkin juga menyukai