Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH EKOLOGI LAUT

BIOEKOLOGI MANGROVE

DISUSUN OLEH:

Wira Trysaputra Pulu

16051103072

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2016
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Bioekologi
Mangrove dengan baik. Dalam penulisan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan, arahan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Sebelumnya penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun.
Demikianlah makalah ini penulis buat, mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk kita semua.

Manado, 08 September 2017

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................................................................. i
Daftar Isi....................................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 1
BAB 2 Isi...................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Mangrove..................................................................... 2
2.2 Fungsi dan manfaat Mangrove....................................................... 3
2.3 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove..................... 7
2.4 Rehabilitasi hutan mangrove.......................................................... 10
BAB 3 Penutup............................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 16
Daftar Pustaka............................................................................................................... 17

ii
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Mangrove adalah tumbuhan daerah pasang surut di daerah tropis. Hutan mangrove
banyak memberikan keuntungan ekologi, seperti menstabilkan garis pantai, mengurangi
energi angin dan gelombang yang mengenai pantai, dan mendukung perikanan pesisir secara
langsung maupun tidak langsung melalui dukungan makanan dan pemberian habitat (Lewis
III, 2005). Selama beberapa dekade, peranan ekologi mangrove banyak diabaikan dan banyak
kawasan mangrove dikonversi menjadi peruntukan lain seperti pemukiman, infrastruktur
transportasi, pertanian dan budidaya pantai, khususnya pengembangan tambak udang
Sementara itu, Gilman et al (2008) mencatat bahwa berkurangnya kawasan mangrove akan
menyebabkan peningkatan tekanan terhadap keamanan manusia dan pembangunan kawasan
pesisir dari bahaya bencana pesisir seperti erosi, banjir, gelombang badai dan tinggi.
Di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini telah muncul kesadaran akan pentingnya
tumbuhan mangrove sebagai tumbuhan pelindung pantai dan pentingnya mangrove sebagai
sumber nutrien bagi kesuburan perairan telah meningkatkan upaya penanaman mangrove di
tepi pantai. Serangkaian bencana alam di kawasan pesisir seperti tsunami di Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam tanggal 26 Desember 2004 (Departemen Kehutanan, 2005; Green Coast
Indonesia, 2008a, 2008b; Bahagia, 2009), tsunami di Pangandaran tanggal 19 Juli 2006
(Mile, 2007), gelombang tinggi di bulan Maret 2007, serta pemberitaan media tentang erosi
pantai yang terjadi di banyak daerah di Indonesia, telah turut andil dalam peningkatan
kesadaran pentingnya mangrove tersebut (Hartadi, 2006; Karminarsih, 2007; Departemen
Komunikasi dan Informasi, 2008; Onrizal, 2010; Tim Sakawana, 2010). Kesadaran tersebut
juga terjadi di kalangan masyarakat pesisir Pantai Utara Jawa (Anonim-ARN, 2010).
1.2 Tujuan
1. Mengerti apa itu hutan mangeove
2. mengetahui Fungsi dan manfaat ekosistem mangrove
3. mengetahui Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove

1
Bab 2
ISI
2.1 Pengertian Hutan Mangrove
Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English).
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen,
atau juga hutan bakau. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari genangan di
saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas pesisir
pantai di daerah tropis & sub tropis yang didominasi oleh tumbuhan mangrove pada daerah
pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan
akumulasi bahan organik.
Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut dan tergolong dalam ekosistem peralihan atau
dengan kata lain berada di tempat perpaduan antara habitat pantai dan habitat darat yang
keduanya bersatu di tumbuhan tersebut. Hutan mangrove juga berperan dalam
menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar
nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan
tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Pada hutan mangrove: tanah, air, flora dan
fauna hidup saling memberi dan menerima serta menciptakan suatu siklus ekosistem
tersendiri. Hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air,
menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat
kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah
mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari
dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga).
Hutan mangrove sangat berbeda dengan tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan
subtropis, ia dapat dikatakan merupakan suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan
adaptasi yang luar biasa. Akarnya, yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap
kondisi alam yang ekstreem seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat
unik dan menjadi suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau.
Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah mangrove
digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah

2
pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya
pohon bakau yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang
hidup di dalamnya.
Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon
yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai
faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus
menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun
mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan
baik di air tawar. Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi.
Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis,
yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2
jenis parasit.
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak
ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp), bakau (Rhizophora sp), tancang
(Bruguiera sp), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp), merupakan tumbuhan mangrove
utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang
menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Fauna mangrove hampir
mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.
Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air
tawar dan fauna laut. Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Macaca spp.), Biawak
(Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi
oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda,
sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.

2.2 Fungsi Ekosistem dan Manfaat Mangrove


Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktifitasnya
(Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi terhadap produktifitas ekosistem pesisir.
Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:
1. Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari
makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis crustasea, ikan,
burung, biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit
seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya.
2. Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin
kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut.

3
3. Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam
biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang
laut lainnya..
4. Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan
kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau
perairan yang melalui ekosistem mangrove.
5. Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu.
6. Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi.

Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non
economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues).
Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah:
1. Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem
perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan
organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air
laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun
(seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan
pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan
garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan
memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan.
Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang
dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan
menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat
baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.

2. Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk
pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa
membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan mengalir ke
laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan.
Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat
dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat
daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah

4
agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan
menyebabkan pohon mati.

3. Mengawali rantai makanan.


Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan
oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi
larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta
hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.

4. Melindungi dan memberi nutrisi.


Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan
ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di
daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai
nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau
singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.

5. Manfaat bagi manusia.


Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan
dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove
adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu,
batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan
pohon mangrove yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain
adalah:
6. Tempat tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan bertambatnya perahu.
Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi
perahu dan kapal dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan
agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon
mangrove yang bersangkutan.
7. Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obat-obatan. Macam-
macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa
species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit.
Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik,

5
gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan
mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan
kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia
yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit
akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai
sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit
perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan,
buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan
pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan
ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
8. Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain dan jaring dengan
merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga
pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam
bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan
jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang
oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.
9. Pakan dan makanan.
Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat dimakan sebagai
sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan tambahan untuk pakan ternak. Bunga
mangrove jenis api-api mengandung banyak nectar atau cairan yang oleh tawon dapat
dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi bila memasaknya
hatihati dapat pula dimakan. .
10. Bahan mangrove dan bangunan.
Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar atau
dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Batang
pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove mencapai umur dan
ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas kapal layar dan
dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah tinggal. Batang kayunya yang kuat dan tahan
air dipakai untuk bahan bangunan dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang
besar dan keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi
nelayan kayu mangrove bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau
bahan jaring.

6
2.3 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu
lokasi adalah :
1) Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan
mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika
dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai
menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies
menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan
mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

2) Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan
komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh
pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

a. lama pasang : lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi


perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya
akan menurun pada saat air laut surut. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama
terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara
horizontal. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi
vertikal organisme.
b. durasi pasang, struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis
pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda. Komposisi spesies dan distribusi
areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya:
penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan
jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
c. rentang pasang (tinggi pasang), akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata
menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki
pasang yang tinggi.

7
3) Gelombang dan Arus
a. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada
lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove
mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
b. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya
buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang
sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
c. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan
pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-
padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
d. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi
nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil
dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan
mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
4) Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air).
Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan
angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Cahaya
a) Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik
mangrove
b) Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang
membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis)
pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove
c) Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari
lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
d) Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang
berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat
sinar matahari lebih banyak dari pada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.

b. Curah hujan
a) Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove

8
b) Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan
tanah

c) Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

c. Suhu
a) Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)

b) Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih
tinggi maka produksi menjadi berkurang

c) Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-
28C

d) Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada
suhu 21-26C

d. Angin
a) Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
b) Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya
proses reproduksi tumbuhan mangrove.

e. Salinitas
a) Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt

b) Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi


mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan

c) Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan
pasang

d) Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

f. Oksigen Terlarut
a) Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan
fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
b) Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen
terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari

g. Substrat

9
a) Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove

b) Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/ tebal dan
berlumpur

c) Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

d) Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya
jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih
rapat

h. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.

a) Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na

b) Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

2.4 Rehabilitasi hutan mangrove


Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.03/MENHUT-V/2004 rehabilitasi hutan
mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi,
kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis.

Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang
dapat diterapkan. Kedua konsep ini pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian
bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap
lestari. Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan
mangrove.

Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap Hutan-hutan yang telah gundul, merupakan
salah satu upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika,
namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan
mangrove tersebut. Kegiatan seperti ini menjadi salah satu andalan kegiatan rehabilitasi di
beberapa kawasan hutan mangrove yang telah ditebas dan dialihkan fungsinya kepada
kegiatan lain. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sendiri telah dirintis sejak tahun 1960 di
kawasan pantai utara Pulau Jawa.

Sekitar 20.000 ha hutan mangrove yang rusak di pantai utara Pulau Jawa dilaporkan telah
berhasil direhabilitasi dengan menggunakan tanaman utama Rhizophora spp
dan Avicennia spp dengan persentumbuh hasil penanaman berkisar antara 60-70%.

Fungsi dan Peranan Rehabilitasi Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan untuk memulihkan dan meningkatkan fungsi


lindung, fungsi pelestarian dan fungsi produksi (Kementrian Lingkungan Hidup, 1994).

10
Program rehabilitasi dan konservasi dimaksudkan untuk memulihkan atau memperbaiki
kualitas tegakan yang sudah rusak serta mempertahankannya. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menjaga fungsi hutan baik sebagai penghasil kayu, penjaga intrusi air laut,
abrasi, serta sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Aqsa, 2010).

Rehabilitasi hutan mangrove merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan mangrove
yang merupakan bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu yang
ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen.
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk memulihkan
sumberdaya hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat
kepada seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata
air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan pesisir, mendukung kelangsungan industri
berbasis sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat dicapai jika penanganan kawasan
dilakukan secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat, dan teknologi rehabilitasi yang
tepat guna berorientasi pada pemanfaatan yang jelas (DKP, 2010).

Pemilihan Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan produksi,
kawasan budidaya, dan di luar kawasan hutan pada daerah :

1. Pantai, dengan lebar sebesar 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan
terendah tahunan yang diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

2. Tepian sungai, selebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai yang masih terpengaruh
air laut.

3. Tanggul, pelataran dan pinggiran saluran air ke tambak.

Pemilihan jenis mangrove juga harus disesuaikan dengan lahan yang akan direhabilitasi.
Beberapa jenis mangrove yang cocok untuk kondisi lahan tertentu menurut Bengen (2006)
adalah sebagai berikut :

1. Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur,
dan dapat mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang agak berombak dengan
frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora stylosa) dapat ditanam pada
substrat pasir berkoral.

2. Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur terutama di
bagian terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.

3. Bogem/Prapat (Sonneratia spp.) dapat tumbuh baik dilolasi bersubstrat lumpur atau
lumpur berpasir dari pinggir pantai ke arah darat, dengan frekuensi genangan 30-40
kali/bulan.

4. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang lebih
keras yang terletak ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan 30-40
kali/bulan.

11
Cara Pemilihan Bibit Yang Baik

Menurut Bengen (2006) dalam proses pembibitan bibit mangrove diusahakan berasal dari
lokasi setempat atau lokasi terdekat, disesuaikan dengan kondisi tanahnya. Persemaian
dilakukan dilakukan di lokasi tanam untuk penyesuaian dengan lingkungan setempat.

Menurut Bengen (2006), untuk mengatasi hama pada tanaman mangrove sebaiknya
dilakukan beberapa cara sebagai berikut :

Buah Rhizophora spp. atau Bruguiera spp. yang akan digunakan sebagai bibit, dipilih yang
telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya buah dari
tangakai.

Buah kemudian disimpan ditempat yang teduh, ditutupi dengan karung goni yang
setengah basah selama 5-7 hari. Penyimpanan ini dimaksudkan untuk menghilangkan
bau/aroma buah segar yang dimiliki buah mangrove yang sangat disenangi oleh serangga.

Setelah itu buah mangrove siap untuk disemai pada kantong plastik/botol air mineral bekas
atau ditanam langsung ke lokasi tanam.

Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menanam langsung
buahnya atau melalui persemaian bibit. Penanaman langsung tingkat keberhasilan
tumbuhnya rendah (sekitar 20-30%), sedangkan penanaman dengan melalui persemaian
bibit tingkat keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Untuk memperoleh
bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan
September sampai dengan bulan Maret, dengan karak teristik sebagai berikut :

Bakau/Bakau-bakau (Rhizophora spp.)

Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia di atas 10 tahun.

Buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol dari batang buah.

Buah yang sudah matang dari Bakau Besar (R. mucronata) dicirikan oleh warna buah hijau
tua atau kecoklatan dengan kotiledon (cincin) yang berwarna kuning; buah Bakau Kecil (R.
apiculata) matang ditandai dengan warna buah hijau kecoklatan dan warna kotiledon
merah.

Tancang (Bruguiera spp.)

Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun.

Buahnya dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari
batangnya.

Api-api (Avicennia spp.), Bogem (Sonneratia spp), dan Nyirih (Xilocarpus granatum)

12
Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna kecoklatan, agak keras
dan bebas dari hama penggerek.

Buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.

Pembibitan

Buah disemaikan langsung ke kantong-kantong plastik atau ke dalam botol air mineral bekas
yang yang sudah berisi media tanah. Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong plastik atau
botol air mineral bekas diberi lubang agar air yang berlebihan dapat keluar. Khusus untuk
buah bakau (Rhizophora spp.) dan Tancang (Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya
disimpan dulu di tempat yang teduh dan ditutupi dengan karung basah selama 5-7 hari. Ini
bermanfaat untuk menghindari batang bibit dimakan oleh serangga atau ketan pada saat
ditanam nanti (Bengen, 2006).

Persemaian bibit mangrove menurut Bengen (2006) dilakukan pada lahan yang lapang dan
datar, dekat dengan lokasi tanam. Terendam dengan air pasang, dengan frekuensi lebih
kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan penyiraman

Pembuatan bedeng persemian

1. Ukuran disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1x5 m atau 1x10 m dengan
tinggi 1 m

2. Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenis.

3. Media bedengan berasal dari tanah lumpur sekitarnya.

4. Bedeng berukuran 1x5 m dapat menampung bibit dalam kantong plastik (10x50 cm) atau
dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak 1200 unit, atau sebanyak 2250 unit untuk
bedeng berukuran 1x10 m.

Cara pembibitan mangrove adalah dengan cara buah disemaikan langsung ke kantong-
kantong plastik atau ke dalam botol air mineral bekas yang sudah berisi media tanah.
Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong plastik atau botol air mineral bekas diberi
lubang agar air yang berlebihan dapat keluar. Khusus untuk buah Bakau (Rizophora spp.)
dan Tancang (Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di tempat yang
teduh dan ditutupi karung basah selam 5-7 hari. Daun muncul setelah 20 hari, setelah
berumur 2-3 bulan bibit sudah bisa ditanam di lokasi.

Penanaman

Menurut Bengen (2006) penanaman mangrove dapat dilakukan melalui dua sistem, yaitu :
(1) sistem banjar harian, dan (2) sistem tumpang sari, atau lebih dikenal dengan sistem
wanamina (silvofishery).

(1) Sistem banjar harian

13
a. Menggunakan benih

Didekat ajir, buat lubang tanam pada saat air surut, dengan kedalaman lubang
disesuaikan dengan benih yang akan ditanam. Penanaman benih sebaiknya dilakukan
sedalam kurang lebih sepertiga dari panjang benih.

Benih ditanam secara tegak, dengan bakal kecambah menghadap ke atas.

b. Menggunakan bibit

Buat lubang didekat ajir pada saat air surut, dengan ukuran lebih besar dari ukuran
kantong plastik atau botol air mineral bekas.

Bibit ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah di buat, dengan melepaskan bibit
dari kantong plastik atau botol air mineral secara hati-hati agar tidak merusak akarnya.

Sela-sela lubang disekeliling bibit ditimbun dengan tanah sebatas leher akar

c. Jarak tanam tergantung pada tujuan penanaman mangrove, bila untuk perlindungan
pantai bibit ditanam ada jarak 1x1 m, tetapi bil untuk produksi digunakan jarak 2x2 m.

d. Jenis tanaman mangrove yang ditanam disesuaikan dengan zonasi ataupun tujuan dari
penanaman mangrove di lokasi tersebut. Bila untuk penahan abrasi gunakann jenis bakau
(Rhizophora spp.), namun bila untuk penghjauan saja cukup ditanam jenis api-api
(Avicennia spp.)

(2) Sistem wanamina (Silvofishery)

Pada prinsipnya penanaman benih atau bibit mangrove dengan sistem wanamina sama
seperti pada sistem banjar harian. Perbedaannya adalah pada penanaman mangrove
dengan sistem wanamina dibuatkan tambak/kolam dan saluran air untuk membudidayakan
sumber daya ikan (ikan, udang, dsb), sehingga terdapat perpaduan antara tanaman
mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya ikan (mina).

Secara umum terdapat tiga pola dalam sistem wanamina (Menurut Bengen, 2006), , yaitu;

Wanamina dengan pola empang parit, pada pola empang parit lahan untuk hutan
mangrove dengan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air.

Wamina dengan pola empang parit yang disenpurnakan. Lahan untuk hutan mangrove
dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah.

Wamina dengan pola komplangan. Lahan untuk hutan mangrove dan hutan mangrove
terpisah dalam dua hamparan ynag diatur oleh saluran air dengan dua pintu yang terpisah
untuk hutan mangrove dan empang.

Pemeliharaan

Langkah-langkah pemeliharaan mangrove menurut Bengen (2006) adalah sebagai berikut :

Penyiangan dan Penyulaman

14
Tiga bulan setelah penanaman dilaksanakan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui
tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila ada tanaman yang mati, harus segera dilaksanakan
penyulaman dengan tanaman yang baru.

Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi genangan air pasang kurang, perlu
mendapat perhatian lebih intensif dalam pemeliharaannya. Hal ini disebabkan pad alokasi
tersebut cepat ditumbuhi kembali oleh sejenis pakisan atau Piyai (Acrosthicum aureumi).
Jadi apabila kelihatan tumbuhan Piyai mengganggu tumbuhan anakan, perlu segera
dilakukan penebasan kembali. Kegiatan penyiangan dan penyulaman ini dilakukan samapai
tanaman berumur lima tahun.

Penjarangan

Kegiatan penjarangan diperlukan untuk memberi ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman,
yaitu agar pertumbuhan tanaman dapat meningkat dan pohon-pohon yang tumbuh sehat
dan baik. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku arang, industri kertas,
kayu bakar, bahkan untuk makanan kambing.

Perlindungan tanaman

Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa kritis. Oleh karena itu


perlindungan tanaman mangrove dari hama yang merusak, mulai dari pembibitan hingga
mencapai anakan, perlu dilakukan agar pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik.

Sejak usia pertumbuhan satu tahun, batang mangrove sangat disukai oleh serangga atau
ketam/kepiting. Menurut pengalaman 60-70% mangrove akan mati sebelum berusia satu
tahun karena digerogoti oleh seranggga atau ketam/kepiting.

Hama lain yang sering menyerang tanaman mangrove pada usia muda adalah kutu lompat
(mealy bug). Serangan pleh hama ini dicirikan oleh warna daun tanaman menjadi kuning,
kemudian rontok dan tanaman mati. Bila serangan hama ini terjadi sebaiknya tanaman yang
terserang dimusnahkan saja agar menghambat penyebarannya pada tanaman lain.

15
BAB 3

Penutup
3.1 Kesimpulan
1. Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English).
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen,
atau juga hutan bakau. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai.
2. mangrofe memiliki beberapa fungsi sebagai tempat asuhan, sebagai penghalang
terhadap erosi pantai, mangrove dapat membantu kesuburan tanah, mangrove dapat
membantu kesuburan tanah, dan sebagai penghasil kayu dan non kayu.
3. mangrove juga memiliki beberapaa manfaat yaitu, Menumbuhkan pulau dan
menstabilkan pantai, Menjernihkan air, Mengawali rantai makanan, Melindungi dan memberi
nutrisi, Tempat tambat kapal, Pengawet, Pakan dan makanan, Bahan mangrove dan
bangunan.
4. Rehabilitasi hutan mangrove merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan
mangrove yang merupakan bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu
yang ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen.
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk memulihkan
sumberdaya hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat
kepada seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata
air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan pesisir, mendukung kelangsungan industri
berbasis sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat dicapai jika penanganan kawasan
dilakukan secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat, dan teknologi rehabilitasi yang
tepat guna berorientasi pada pemanfaatan yang jelas.

16
Daftar Pustaka
Harger,1982dalamhttp://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/3-mangrove-di-
p-jawa-ok.pdf.
TITISARI, 2014 http://ekosistemmangrove6a.blogspot.co.id/2014/07/makalah-ekologi-
tumbuhan.html (diakses pada 06 november 2016)

https://worldofnaveezha.wordpress.com/2013/04/07/makalah-hutan-mangrove/comment-
page-1/ (diakses pada 06 November 2016)

id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau diakses tanggal 2 april 2015

Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem
Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

17

Anda mungkin juga menyukai