Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia mengalami daur dalam pertumbuhan serta
perkembangan sejak ia di kandungan sampai lahir menjadi bayi hingga
menjadi tua atau usia lanjut. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal
1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut
usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).

Penurunan kemampuan tubuh merupakan sebuah proses yang


lazim dialami manusia seiring bertambahnya usia yang biasa disebut
proses penuaan atau aging process yang memberi dampak pada setiap
sistem tubuh termasuk sistem kardiovaskuler. Usia merupakan faktor
utama resiko untuk penyakit jantung. Penyakit jantung dan stroke
meningkat tajam setelah usia 65, terhitung lebih dari 40 persen dari
semua kematian antara orang usia 65-74 dan hampir 60 persen pada
usia diatas 85 (National Institute on Aging, 2005). Untuk memahami
mengapa penuaan begitu erat terkait dengan penyakit kardiovaskular,
maka dibutuhkan pemahaman tentang apa yang terjadi di jantung
beserta pembuluh darah yang normal selama penuaan-penuaan dengan
tidak adanya penyakit.

Masalah penuaan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler


selama ini masih saja dianggap sebagai momok menakutkan, sehingga
penanganan yang dilakukan seringkali terlambat. Penyakit yang terjadi
pada lansia yang berkaitan dengan penuaan sistem kardiovaskuler
sebenarnya dapat ditangani lebih dini dengan menjaga tingkat kesehatan
manusia usia dewasa. Upaya yang dapat dilakukan meliputi menjaga
asupan nutrisi dan olahraga seimbang serta melakukan pemeriksaan
berkala atas tingkat kesehatannya. Serangkaian upaya inilah yang
mampu meningkatkan kesejahteraan hidup lansia atas risiko penyakit
kardiovaskular dan selengkapnya akan kami bahas dalam makalah ini.

1
1.2 Tujuan

Menjelaskan proses penuaan pada sistem cardiovaskular yang


terjadi pada seseorang lanjut usia (lansia) beserta aktivitas fisik dan gizi
yang tepat untuk lansia.

1.3 Manfaat

Mahasiswa mampu menjelaskan proses penuaan sistem


kardiovaskuler yang terjadi pada lansia dan menjelaskan seperti porsi
latihan fisik dan gizi yang tepat untuk lansia dalam menjaga kestabilan
sistem cardiovaskuler pada lansia.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan

Proses penuaan seringkali dianggap sudah kodrat alam sehingga


tidak perlu dirisaukan dan seyogianya diterima sesuai dengan kehendak
Tuhan dan alam. Pemahaman ini seringkali dicampur baurkan dengan
pendapat tokoh-tokoh agama yang mendukungnya. Distribusi kelompok
penduduk di dunia mengalami perubahan yaitu makin meningkatnya
jumlah penduduk kelompok usia lanjut (lansia). Mulai abad 21 jumlah
penduduk lansia mendekati setengah miliar dan pada tahun 2025
jumlahnya akan meningkat menjadi satu setengah miliar (WHO, 1972).

Proses penuaan disbabkan oleh beberapa faktor antara lain :


aktivitas berlebih (Wear and Tear Theory), hormonal
(Neuroendocrinology Theory), genetik (The Genetic Control Theory),
dan radical bebas (The Free Radical Theory) (Goldman and
Klatz,2007). Proses penuaan mulai nampak pada umur 39 - 42 tahun
dan sejak itu pula sudah mulai terjadi penurunan fungsi pada berbagai
organ tubuh (Best, 2006).

Berbagai masalah yang berhubungan dengan proses penuaan


sudah mulai dialami tergantung seberapa jauh perubahan tersebut sudah
terjadi. Pada sebagian orang merasa cemas dan takut memasuki usia
lanjut. Semua mahluk hidup akan mengalami penuaan dan berakhir
dengan kematian. Sebelum mengalami proses kematian akan
mengalami kemunduran sedikit demi sedikit. Permasalahan yang
merupakan beban bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan keluarganya
ialah mereka mengalami kemunduran psikis maupun fisik dan
perilakunya yang kadangkadang lebih dini dibandingkan dengan
usianya, Panjang umur tetapi tidak sehat dan tidak bugar adalah bukan
harapan kita semua, tetapi lanjut usia dalam keadaan sehat dan bugar
adalah harapan kita semua. Kenyataannya bahwa sebagian besar
manusia selalu berupaya agar proses penuaan ini dihindari sekurang -
kurangnya dihambat. Berbagai cara telah dikemukakan untuk mencegah
proses penuaan antara lain ialah dengan pola hidup sehat. Pola hidup
merupakan penyebab utama terjadinya proses penuaan (Goldman and
Klatz, 2007).

3
Ada 4 teori penuaan sebagai berikut:
1. Wear and Tear Theory
Teori ini menyatakan bahwa organ akan mengalami
kerusakan bila dipakai secara berlebihan dan makin sering dipakai
berlebihan akan makin banyak yang rusak sehingga tubuh tidak
mampu memperbaiki,
2. The Neuroendocrinology Theory
Ketidakmampuan produksi hormon untuk mengimbangi
fungsinya yang berlebihan sehingga tubuh akan mengalami
kekurangan hormon secara menyeluruh sehingga terjadila proses
penuaan. Walaupum mekanisme umpan balik mulai dari
hipotalamus, hipofise dan organ sasaran masih bekerja tetapi
berhubung kerjanya berlebih sehingga poros hipotalamus-hipofise
dan organ sasaran tetap tidak mampu mengimbanginya dan akhirnya
proses penuaan akan terjadi.
3. The Genetic Control Theory
Kontrol genetic mengatur manusia sesuai dengan apa yang
telah diatur di dalam DNA seseorang, namun sekarang berbagai
kemajuan ilmu kedokteran khususnya dalam bidang kedokteran anti
penuaan telah mulai dijajaki untuk memutus rantai dari DNA untuk
mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA.
4. The Free Radical Theory
Radikal bebas diyakini sebagai salah satu unsur yang
mempercepat proses penuaan sehingga berdasarkan teori ini maka
terbentuknya radikal bebas yang berlebihan harus segera dihindari.
(Weismann, 1882; Gerschman, 1954 dikutip oleh Goldman and
Klatz, 2007).

Penuaan yang terjadi pada manusia dimulai sejak usia


dewasa tua dan berlangsung secara bertahap hingga usia lansia.
Proses penuaan yang terjadi secara perlahan akan memengaruhi
kerja organ-organ dalam tubuh manusia menjadi berkurang
efektifitasnya. Organ-organ yang menjadi berkurang efektifitasnya
meliputi organ pada sistem respirasi, sistem pengindraan, sistem
endokrin, sistem neurologi, sistem gastrointestinal dan sistem
kardiovaskuler. Oleh sebab itu, mengetahui bagaimana
perkembangan kesehatan setiap organ dan mengetahui bagaimana
efek dari penurunan efektifitas dari setiap sistemnya perlu dipelajari
lebih lanjut, terlebih bagi orang yang mulai menginjak usia dewasa
tua agar mampu mempertahankan kualitas kesehatannya.

4
2.2 Penuaan Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular merupakan salah satu sitem dalam tubuh
yang mengalami penuaan seiring dengan berkurangnya umur manusia.
Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural
maupun fungsional. Pernurunan yang terjadi berangsur-angsur sering
terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktvitas, yang mengakibatkan
penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Jumlah detak jantung
saat istirahat pada orang tua (lansia) yang sehat tidak ada perubahan,
namun detak jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat akan
berkurang. Pada dewasa muda, kecepatan jantung di bawah tekanan
yaitu, 180-200 x/menit. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun
mmenjadi 140-160x/menit.
Penuaan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler tentunya juga
memiliki efek pada anatomis jantung sendiri, yakni berupa
bertambahnya massa jantung, ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin. Katub jantung mengalami
fibrosis dan klasifikasi. SA node dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya
berkurang sampai 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan
elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa
kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
sistole dan penurunan perfusi jaringan. Penurunan sensitivitas
baroreseptor menyebabkan terjadinya hipotensi postural.
Curah jantung (cardiac output) menurun akibat penurunan
denyut jantung maksimal dan volume sekuncup. Respons
vasokonstriksi untuk mencegah terjadinya pengumpulan darah (pooling
of blood) menurun sehingga respons terhadap hipoksia menjadi lambat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal (VO2 maks) berkurang
sehingga kapasitas vital paaru menurun. Latihan berguna untuk
meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat
badan. Perubahan yang terjadi seiring dengan proses penuaan pada
sistem kardiovaskular lebih jelasnya akan dijelaskan pada sub bab di
bawah ini.

2.2.1 Anatomi Jantung pada Lansia

Ketebalan dinding ventrikel kiri menebal seiring penuaan karena


peningkatan densitas kolagen dan penurunan fungsi serat-serat elastis.
Ventrikel kiri menjadi kaku dan 25% menjadi lebih tebal saat bekerja
lebih keras agar dapat memompa darah sebagai respon terhadap
peningkatan kekakuan aorta yang menua (Staab & Hodges, 1996).

5
Kekakuan arteri terjadi seiring penuaan akibat penebalan tunika
media, fibrosis intima, penurunan sel otot polos, peningkatan deposit
kalsium, peningkatan kolagen, dan penurunan serat elastis. Perubahan
pada arteri yang menjadi kaku dan menebal dapat menyebabkan
ateriosklerosis (Lewis & Bottomley, 1994). Perubahan kekakuan pada
arteri meningkatkan resistansi pembuluh darah perifer (hambatan
aliran darah dalam perifer), yang meningkatkan beban kerja jantung
dan menurunkan aliran darah ke berbagai organ, terutama ginjal. Aorta
dan arteri yang mengalami dilatasi menerima lebih banyak volume
darah sebagai mekanisme kompensasi (Gerber, 1990). Vena menjadi
meregang dan mengalami dilatasi karena mengalami penebalan dan
kekakuan seiring penuaan akibatnya katup-katup vena tidak dapat
menutup secara sempurna. Pada lansia jumlah sel pacemaker semakin
berkurang menyebabkan gangguan irama jantung (Rowe & Besdine,
1988). Irama jantung yang tidak sesuai dalam mengoordinasi aliran
listrik yang mengendalikan siklus jantung menyebabkan disritmik
seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu terjadi peningkatan
lemak, kolagen, dan penebalan pada serat elastis terjadi pada daerah
nodus sinoatrial (SA) (Morgan, 1993). Area jantung yang mengalami
aliran darah dengan tekanan tinggi seperti pada katup aorta dan katup
mitral mengalami penebalan (Blair, 1990). Penebalan pada katup aorta
menyebabkan kekakuan pada bagian dasar pangkal aorta menghalangi
pembukaan katup, menyebabkan obstruksi parsial terhadap aliran
darah selama denyut sistole. Terjadi akumulasi lipofusin (aging
pigment) pada sel miokardium yang menua (Lewis & Bottomley,
1994). Penebalan dan kekakuan miokardium dengan katup-katup yang
kaku, peningkatan waktu pengisian diastolik dan peningkatan tekanan
pengisian diastolik diperlukan untuk mempertahankan preload yang
adekuat. Perubahan anatomi jantung pada lansia dapat dilihat pada
tabel dan gambar berikut:
Tabel 1. Perubahan anatomi jantung pada lansia
Perubahan Anatomi Jantung pada
Implikasi Klinis
Lansia
Penebalan dinding ventrikel kiri Penurunan kekuatan kontraksi
Penebalan katup jantung Gangguan aliran darah melalui katub
Jumlah sel pacemaker menurun Terjadi disritmia
Arteri menjadi kaku dan tidak lurus Penumpulan respon baroreseptor
pada kondisi dilatasi Penumpulan respon terhadap panas
dan dingin
Vena mengalami dilatasi, katup-katup Edema pada ekstremitas bawah
tidak kompete dengan penumpukan darah

6
Gambar 1. Perbandingan jantung muda dan lansia

Gambar 2

7
Gambar 3. Perbandingan jantung muda dan lansia saat istirahat

Young heart :

at rest During vigorous exercise

Old

heart :

At rest During vigorous exercise

2.2.2 Sirkulasi Jantung pada Lansia

Perubahan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh


darah, dan konsekuensi fungsional bervariasi, tergantung pada lapisan
yang terpengaruh. Perubahan pada lapisan pembuluh darah tersebut
dapat dicontohkan dalam perubahan tunika intima (lapisan terdalam)
memiliki akibat fungsional yang paling serius dalam perkembangan
aterosklerosis, sedangkan perubahan di tunika media (lapisan tengah)
berhubungan dengan hipertensi. Untuk lapisan terluar (tunika
eksterna) tampaknya tidak akan terpengaruh oleh perubahan yang
berkaitan dengan usia. Lapisan ini, terdiri dari adiposa dan jaringan
ikat, mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, suplai darah untuk
tunika media.

Tunika intima terdiri dari satu lapisan sel endotel pada lapisan
tipis jaringan ikat. Tunika intima berfungsi untuk mengontrol
masuknya lipid dan zat lain dari darah ke dalam dinding arteri. Sel

8
endotel yang utuh memungkinkan darah mengalir dengan lancar.
Semakin bertambahnya usia, tunika intima mengental karena fibrosis,
proliferasi sel, dan lipid dan akumulasi kalsium. Ukuran dan bentuk
sel-sel endotel menjadi tidak teratur. Perubahan pada intima tunika
dan sel-sel endotel menyebabkan arteri melebar dan memanjang
mengakibatkan dinding arteri lebih rentan terhadap aterosklerosis. Sel-
sel otot polos yang terlibat dalam fungsi jaringan pembentuk
memproduksi kolagen, proteogly cans, dan serat elastis. Karena
memberikan dukungan struktural, lapisan ini mengendalikan ekspansi
dan kontraksi arteri.

Perubahan usia mempengaruhi tunika media yaitu peningkatan


kolagen, tunika media menipis dan mengerasnya serat elastin,
sehingga pembuluh darah kaku. Perubahan pada tunika media
terutama terjadi di dalam aorta, diameter lumen meningkat untuk
mengkompensasi kakunya arteri yang berkaitan dengan usia. Vena
menjadi lebih tebal, lebih melebar, dan kurang elastis dengan
bertambahnya usia. Katup vena pada kaki mengalami pembesaran
sehingga menjadi kurang efisien dalam mengembalikan darah ke
jantung atau gangguan aliran balik vena (Gioiella & Bevil, 1985).

Gambar 4. Arteri dan vena normal

9
Gambar 5. Perbedaan arteri saat muda dan tua

tua
muda

Adventitia

Media

Intima

Arteriall
umen

Perubahan pada aliran darah mengakibatkan perubahan pada


curah jantung. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh
jantung per menit, merupakan ukuran penting dari kinerja jantung
karena mewakili kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh. Fungsi dan stabilitas seluruh jaringan tubuh tergantung
pada suplai oksigen dan zat gizi lain yang adekuat dari darah sirkulasi.
Suplai ini terutama ditentukan oleh curah jantung, sesuai dengan
rumus berikut:

CO = Curah Jantung (Cardiac output)

CO = HR x SV HR = Frekuensi Jantung (Heart rate)

SV = isi sekuncup (Stroke volume)

10
Kemampuan otot jantung untuk menghasilkan tegangan
dapat dipertahankan dengan baik meskipun terjadi penuaan, demikian
juga fungsi ventrikel kiri saat istirahat, respon terhadap reseptor
simpatetik beta pada jaringan jantung menurun drastis dan
dimanifestasikan sebagai penurunan respons inotropik otot jantung
terhadap stimulasi katekolamin, penurunan respons frekuensi jantung,
dan penurunan vasodilatasi arteri. Frekuensi jantung saat istirahat
tidak berubah drastis namun frekuensi jantung saat melakukan latihan
fisik sedikit menurun seiring penuaan (Brocklehurst, Tallis, & Fillit,
1992). Penurunan ini dikaitkan dengan perkembangan jaringan ikat
pada nodus SA, nodus atrioventrikular (AV), dan cabang berkas
(Farrel, 1990; Gioiella & Bevil, 1985). Selama melakukan latihan
fisik, lansia mengalami peningkatan penggunaan mekanisme Frank-
Starling untuk mengompensasi peningkatan beban jantung dan status
inotropik jantung yang lebih rendah (Alexander, 1998). Hukum Frank-
Starling merupakan prinsip mekanisme yang digunakan oleh jantung
yang mengalami penuaan untuk meningkatkan curah jantung adalah
dengan meningkatkan volume akhir diastolik yang meningkatkan
volume isi sekuncup (Fernandez, 1996; Gerber, 1990). Seiring
penuaan terdapat bukti pemanjangan relaksasi dan kontraksi otot
jantung yang mengakibatkan fase isovolumik diastole memanjang dan
pengisian diastolik ventrikel kiri melambat.

Pada lansia, penyebab potensial penurunan curah jantung dapat


dikaitkan dengan ketidak seimbangan cairan, disritmia, dan penurunan
kontraktilitas akibat infark miokardium atau cedera miokardium
(Harizi, Bianco, & Alpert, 1988; Wong, Gold, Fukuyama, &
Blanchette, 1989). Perubahan terkait usia pada tingkat anatomik dan
tingkat sel, dapat dihubungkan dengan penurunan fungsi sistolik dan
diastolik. Perubahan pada pertautan silang jaringan ikat interseluler
menyebabkan peningkatan kekakuan miokardium (Lakatta, 1990).
Hipertrofi ventrikel kiri dan penyusutan ruang ventrikular kiri
merupakan gambaran jantung yang menua, meskipun tidak ada
penyakit kardiovaskular (Lakatta, 1990).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang berhubungan


dengan sistem kardiovaskular pada lansia. Hipertensi dicirikan dengan
peningkatan tekanan darah diastolik atau sistolik yang intermiten atau
menetap. Pada lansia, hipertensi akibat dari vasokonstriksi terkait
dengan penuaan, yang menyebabkan resistansi perifer. Penyebab
lainnya mencakup hipertiroidisme, parkinsonisme, penyakit Paget,
anemia, dan kekurangan tiamin. Hipertensi diklasifikasikan
berdasarkan tipe, penyebab, dan keparahannya. Dua tipe mayor

11
hipertensi disebut hipertensi esensial, yang terhitung sebanyak 90%
sampai 95% dari kasus yang terjadi, dan hipertensi sekunder, akibat
dari penyakit ginjal atau penyebab yang teridentifikasi lainnya.
Hipertensi maligna merupakan bentuk hipertensi berat yang fulminan
yang umumnya berasal dari hipertensi esensial dan sekunder.

Sejalan dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor-


faktor risiko hipertensi lainnya meliputi diabetes, riwayat, keluarga,
dan jenis kelamin. Faktor faktor gaya hidup, seperti obesitas, asupan
garam yang tinggi, asupan alkohol yang berlebihan, dan penggunaan
kontrasepsi oral, juga membuat pasien beresiko tinggi mengalami
hipertensi.

Riwayat keluarga, ras, obesitas, diet tinggi natrium atau lemak


jenuh, penggunaan tembakau atau kontrasepsi oral, gaya hidup yang
banyak duduk, dan penuaan semuanya telah diteliti untuk menentukan
peran faktor-faktor tersebut dalam terjadinya hipertensi. Hipertensi
sekunder dapat diakibatkan oleh penyakit renovaskuler, penyakit
parenkim ginjal, feokrotoma, hiperaldosteronisme primer, sindrom
cushing, diabetes mellitus, penyempitan aorta, penyakit neurologik,
dan disfungsi kalenjar tiroid, hipofisis, atau paratiroid.

Tatalaksana gizi klinik pada hipertensi (menurut Pedoman


Tatalaksana Gizi Klinik, Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik
Indonesia 2008). Tujuan penatalaksanaan gizi pada penyakit hipertensi
adalah untuk mengendalikan tekanan darah, memperbaiki status gizi
seperti menurunkan berat badan pada kegemukan, mengurangi
keluhan dan gejala (pendekatan simptomatik), mencegah komplikasi
seperti stroke, gagal jantung. Subjektif berdasarkan anamnesis tentang
riwayat penyakit umum dan riwayat gizi termasuk riwayat keturunan
atau genetik (hipertensi esensial), dan riwayat penyakit dahulu
(hipertensi sekunder): obesitas (abdominal), penyakit ginjal,
hipertiroidisme, eklamsia, feokromositoma, hipertensi kehamilan.
Riwayat penggunaan obat: (kortikosteroid, obat KB), inhibitor MAO
yang digunakan bersama konsumsi tiramin. Keluhan utama berupa
sakit kepala tegang otot, iritabilitas. Gaya hidup ditanya pola makana
khususnya makan makanan yang kaya garam dan lemak jenuh,
kebiasaan merokok, minum alkohol, kurang kegiatan fisik (sedentary
life), stres, defisiensi kalsium, magnesium serta kalium.

Secara objeltif dilakukan pemeriksaan fisik mulai keadaan


umum, tanda vital, pengukuran tekanan darah (>140/90 mmHg),
denyut nadi memantul (bounding pulse) dan keras, jantung ditemukan

12
kardiomegali. Pemeriksaan antropometrik terdiri dari tinggi badan,
berat badan, indeks massa tubuh, lingkar perut, lingkar panggul,
lemak tubuh total, pemeriksaan Bio-electrical Impedance Analysis
untuk mengetahui komposisi tubuh. Pemeriksaan laboratorium hitung
darah lengkap, kadar asam urat, ureum dan kreatinin. Pemeriksaan
fungsional dilakukan sesuai kondisi fiisik pasien. Analisis asupan
mencangkup dietary assessment, dietary history, jumlah dan jenis, foof
frequency questionnaire, pemeriksaan penunjang dengan EKG, foto
roentgen toraks.

Diagnosis kerja, hipertensi esensial, sekunder, status gizi


antropometrik apakah obesiatas/normal/malnutisi:
ringan/sedang/berat. Status metabolik apakah hipometabolik,
hipermetabolik. Komplikasi dapat stroke, serangan jantung koroner
(angina pektrosis, infark), gagal ginjal.

Perencanaan penatalaksanaan terapi nutrisi pada hipertensi


dengan komposisi nitrisi diet rendah garam. Memilih makan dengan
kandungan garam rendah (<3 gr/hari). Asupan cairan yang cukup (1,5
2,0 lt/hari). Energi dihitung kebutuhan kalori dengan memerhatikan
proporsi makronutrien dengan komposisi karbohidrat 60%, lemak
20%, protein 20%. Mikronutrien mengandung vitamin E, kalsium,
kalium, magnesium.

Metode pemberian nutrisi pada hipertensi dengan cara


pemberian nutrisi oral, dengan jadwal pemberian makanan pokok 3
kali perhari, makanan ringan 3 kali perhari, dengan interval tiap 3 jam.
Bentuk nutrisi bentuk makanan (per oral) makanan padat. Monitoring
dan evaluasi, monitoring sesuai dengan jalur pemberian nutrisi dan
kondisi pasien. Disesuaikan dengan cara pemeberian nutrisi,
monitoring pada jalur pemberian nutrisi enteral perlu penilaian residu
cairan lambung dengan cara dinilai setiap 4 6 jam sampai
tercapainya kecepatan pemberian yang diharapkan. Pemebrian
dihentikan selama 1 jam bila residu cairanlambung >1 1,5 kali
kecepatan tetesan per jam (feeding pump) atau residu >150 ml
sebelum pemberian nutrisi enteral secara bolus atau intermiten.
Monitoring pada jalur pemberian enteral termasuk tanda vital dan
berat badan.

Monitoring pada jalur pemberian nutrisi parenteral (NPT) pada


hipertensi berdasarkan fungsi metabolik dengan pemeriksaan
laboratorium dengan pengukuran kadar elektrolit, kreatinin, BUN,
hitung jenis sel darah, alkali fosfatase, asparat amino transferase,

13
bilirubin, albumin, prealbumin, kalsium, fosfat hdan magnesium
diperiksa pada saat dimulainya NPT dan 48 jam sesudahnya. Bila
kadar parameter tersebut normal maka pemeriksaan ulang dapat
dilakukan secara mingguan, kecuali elektrolit dan BUN diulang
seminggu 3 kali. Pemeriksaan kadar glukosa darah setiap 6 jam dalam
48 jam pertama dan setiap pagi sesudahnya. Pengukuran kadar
trigliserida di awal pemberian NPT pada 48 jam pertama, kemudian
seminggu satu kali sesudahnya. Monitoring pemberian nutrisi
parenteral berdasarkan fungsi metabolik adalah pengukuran berat
badan untuk mengamati adanya kelebihan cairan. Untuk monitoring
mengetahui terpenuhinya kalori dan protein dimonitor perubahan
berat badan sedangkan untuk monitor perbaikan status protein
diperiksa albumin darah, prealbumin, transferin, dan RBP (Retinol
Binding Protein). Berat badan juga secara umum monitor keberhasilan
NPT.

Evaluasi pemberian nutrisi pada hipertensii mulai dari penilaian


keadaan umum dengan pemeriksaan tekanan darah. Analisis asupan
zat gizi, pola makan dengan melakukan 24-hour food recalls serial
dan pola aktivitas fisik. Selanjutnya penilaian status gizi dengan
perubahan berat badan. Penilaian status metabolik beurdasarkan
pemeriksaan laboratorium, seperti trigliserida, kolesterol LDL,
kolesterol HDL, kolesterol total.

Edukasi pemberian nutrisi mulai dengan penyuluhan dan


pendidikan, selanjutnya aktivitas fisik dan olahraga yang sesuai,
manajemen stres termasuk relaksasi dan meditasi, perubahan gaya
hidup, kontrol dan berobat teratur.

2.3 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan-gerakan bagian tubuh yang


meningkatkan penggunaan energi atau pemakaian kalori. Aktivitas fisik
dapat berupa latihan dan olahraga. Beda antara kegiatan fisik dan olahraga
adalah gerakan volunter atau sadar yang dapat membakar energi. Kegiatan
fisik merupakan gerakan tubuh seperti melakukan pekerjaan aktivitas rumah
tangga sehari-hari.

Berikut adalah tabel hubungan antara konsumsi oksigen, denyut jantung, dan
penggunaan energi untuk berbagai aktivitas fisik :

Konsumsi Pengeluaran
Aktivitas Fisik Denyut Jantung
Oksigen Energi
(dengan contoh) (denyut/menit)
(liter/menit) (kkal/menit)

14
Sangat ringan : <0,5 <80 <2,5
Tidur, tiduran duduk,
mengemudi,
menjahit, berdiri,
menyetrika
Ringan : 0,5 1,0 80 100 2,5 5,0
Jalan (2,5-3,5 2,5 3,0
mil/jam), trade work,
belanja, tenis meja,
golf
Sedang : 1,0 1,5 100 120 5,0 7,5
Jalan (3,5 4
mil/jam), dansa,
mencakul, bersepeda,
tenis
Berat : 1,5 2,0 120 140 7,5 10,0
Naik gunung dengan
beban, menyekop,
berenang, basket
Sangat Berat : 2,0 2,5 140 160 10,0 12,5
Lari, memanjat
Berat, tidak wajar 2,5 3,0 160 180 12,5 15,0
Menghabiskan tenaga 180 15,0

2.3.1 Faktor Penentu Kebutuhan Energi atau Penggunaannya

Faktor penentu penggunaan energi untuk metabolisme bebas (supaya


mempertahankan tetap hidup) termasuk memelihara tubuh, jaringan, dan
temperatur, fungsi respirasi, denyut jantung, fungsi ginjal, dan fungsi dasar
lain. Determinan ini di pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, penyakit/luka,
temperatur, lingkungan, status hormon, stres, pada ibu hamil dan laktasi.
Pemakaian energi pada aktivitas fisik dipengaruhi oleh tingkat penggunaan,
temperatur lingkungan, umur, jenis kelamin dan berat badan.

Kebutuhan energi untuk spesific dynamic effect (heart increment)


makanan mulai dari pencernaan, penyerapan, distribusi, modifikasi,
penyimpanan zat makanan terkonsumsi tergantung dari jenis makanan.
Pemakaian energi utnuk pertumbuhan atau respirasi dipengaruhi oleh
perkembangan normal, pada kehamilan atua laktasi, adanya penyakit atau
luka. Faktor yang menentukan efisiensi penggunaan energi tergantung dari
diet, genetik, status hormon.

2.3.2 Pemakaian Energi pada Manula

15
Menurut U.S. National Institute of Health. National Institute on
Aging Exercise and Physical Activity : your every day guide from the
National Intitute on Aging. Olah raga teratur dan kegiatan fisik untuk
kesehatan fisik dan mental untuk semua orang termasuk usia lanjut. Aktif
secara fisik tentu membantu melakukan sesuatu dengan senang hati dan
tidak tergantung pada usia. Kegiatan fisik teratur untuk jangka panjang akan
menghasilkan keuntungan kesehatan dalam jangka panjang pula. Para pakar
kesehatan mengatakan bahwa usia lanjut harus aktif setiap hari untuk
mempertahankan kesehatannya. Olahraga teratur dan kegiatan fisik dapat
mengurangi risiko berkembangnya penyakit dan kecacatan dengan
bertambahnya usia. Penelitian menunjukkan pada pasien dengan arthritis,
penyakit jantung, atau diabetes mendapatkan keuntungan dengan olahraga
teratur. Olahraga juga membantu pada tekanan darah tinggi, masalah
gangguan keseimbangan berat badan maupun pada kesulitan berjalan.

Banyak cara kesehatan fisik menjadi aktif seperti banyak bergerak


sepanjang hari, mengatur waktu untuk berolahraga dalam seminggu.
Aktivitas fisik dapat dengan melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari,
seperti berkebun, menimba air, menyapu halaman, mencuci pakaian, naik
tangga. Lari atau jalan cepat sejauh 3 mil merupakan olahraga yang mudah
dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuh.

2.3.3 Olahraga Bagi Lansia

Olahraga yang baik dilakukan secara seimbang yakni dengan


memperhatikan:

1. Intensitas olahraga
Intensitas latihan adalah jumlah kekerasan melakukan latihan.
Intensitas latihan dapat diketahui dengan menghitung denyut nadi
dengan meraba pergelangan tangan. Pada saat latihan olahraga,
denyut nadi harus bisa melampaui 60% dari denyut nadi maksimal
(DNM), namun jangan sampai melampaui 80% dari DNM. Denyut
nadi maksimal yang dirumuskan dengan DNM = 60% x (220-usia)
denyut nadi per menit.
2. Zona Latihan
Sebanyak 60-80% dari denyut nadi maksimal disebut zona
latihan dari orang lansia. Seorang lansia yang melakukan latihan
namun denyut nadi nya tidak mencapai zona sebagaimana yang
dirumuskan, maka bisa dikatakan bahwa latihan tidak bisa
meningkatkan nilai kebugaran meskipun sudah dilakukan berulang-
ulang. Sebaliknya, apabila DNM melampaui batas atas dari zona
latihan dalam kurun waktu cukup lama, maka daya kekebalan akan
menurun secara bertahap. Dengan kata lain, kita hendaknya

16
melakukan olahraga sampai denyut nadi kita masuk dalam zona
latihan, tidak kurang dan tidak lebih.

3. Lama Olahraga
Untuk olahraga yang bersifat aerobik (jalan, jogging,
bersepeda, berenang, dll) sebaiknya kita berlatih selama 20-45 menit
dalam zona latihan, ditambah 5-10 menit untuk pemanasan dan 5-10
menit untuk pendinginan. Alokasi waktu seperti ini bermanfaat
untuk meningkatkan latihan otot-otot jantung dan rangka.
Berolahraga melebihi waktu tersebut kurang bermanfaat lagi untuk
meningkatkan kekuatan atau ketahanan otot-otot, bahakan dapat
meningkatkan risiko cidera karenan kelelahan.
Lamanya waktu seseorang untuk berolahraga bermanfaat untuk
meningkatkan dan mempertahankan daya tahan jantung serta
peredaran darah. Sebaiknya berlatih sampai denyut nadi masuk
dalam zona latihan dan biasanya paling sedikit 20-40 menit.
Semakin lama dalam zona latihan akan semakin baik bagi kebugaran
tubuh.
4. Frekuensi Olahraga
Jadwal olagraga yang baik adalah bergantian melatih otot-
otot bagian atas tubuh dan pada latihan berikutnya melatih otot-otot
bagian bawah tubuh, atau secara bergantian dilakukan untuk
keduanya.hal yang perlu dilakukan adalah secara rutin merubah jenis
latihan/olahraga yang dilakukan. Lansia sebaiknya mengurangi porsi
latihan apabila melakukan hal-hal berikut:
a. Denyut nadi mendadak naik turun
b. Merasa pusing, kepala terasa ringan atau keluar keringat dingin
c. Mual atau muntah
d. Sehari setelah latihan sepanjang hari masih merasa terlalu lelah
e. Tidak dapat tidur

Jenis olahraga yang paling tepat untuk lansia adalah jalan


kaki cepat, senam, berenang, latihan dengan beban ringan untuk
mengutakan tulang dan otot-otot tubuh, serta lari-lari santai. Berikut
ini tips untuk menjadikan latihan fisik/olaharaga bagi lansia menjadi
efektif:

a. Frekuensi latihan setiap hari atau 3 kali seminggu


b. Memilih latihan fisik/olahraga yang sesuai dengan kemampuan
tubuh/fisik.
c. Segera minum air putih untuk menggantikan keringat dan
membuat tubuh lebih segar setelah melakukan olahraga,
terutama olahraga berat.

17
2.3.4 Angka Kecukupan Gizi pada Lansia

Angka kecukupan gizi adalah banyaknya zat gizi minimal


yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang
adekuat. Adapun rincian anjuran kecukupan zat gizi bagi lansia
yakni:

1. Kebutuhan energi akan mulai menurun pada usia 40-49 tahunsekitar


5% dan pada usia 50-69 tahun menurun 20% sehingga jumlah
makanan yang dikonsumsi akan berkurang. Oleh karena itu,
sebaiknya lansia mengkonsumsi jenis karbohidrat kompleks 60-65%
karena banyak mengandung vitamin, mineral, dan serat.
2. Sebaiknya lansia mengkonsumsi lemak nabati daripada lemak
hewani untuk mencegah penumpukan lemak tubuh.
3. Tingkatkan asupan makanan sumber vitamin A,D dan E untuk
mencegah degeneratif serta B12, asam folat, vitamin B1, dan vitamin
C untuk mencegah penyakit jantung.
4. Tingkatkan konsumsi makanan sumber besi (Fe), zinc (Zn), selenium
(Se), dan kalsium (Ca) untuk mencegah anemia dan osteoporosis
serta meningkatkan daya tahan tubuh.
5. Tingkatkan asupan zat gizi mikro: fosfor, kalium, natrium,
magnesium untuk metabolisme dalam tubuh.
6. Perbanyak minum air putih minimal 8 gelas perhari untuk
melancarkan proses metabolisme tubuh dan mengeluarkan sisa
pembakaran energi dalam tubuh serta tingkatkan konsumsi serat agar
buang air besar lancar, mencegah penyerapan kolesterol dan
menghindari penumpukan kolesterol total dalam tubuh.

Untuk mengetahui perhitungan angka kecukupan gizi pada


lansia berikut cara perhitungan yang dapat dilakukan:

1. Energi
Komposisi zat gizi yang dianjurkan bagi lansia adalah 60-65%
karbohidrat, 15-25% protein dan 10-15% lemak. Kebutuhan
kalori pada usia 50-60 tahun akan menurun kurang lebihnya 10%.

Perhitungan kebutuhan energi menggunakan rumus WHO yakni:


Langkah 1:
Menimbang berat badan lansia, kemudian hitung BMR dengan
rumus:
BMR Pria = (13,5 berat badan) + 487 kalori
BMR Wanita = (10,5 berat baadan) +596 kalori

Langkah 2:

18
Menghitung AKG energi lansia dengan rumus:
BMR x faktor aktifitas individu (ringan, sedang, berat) pada
umumnya yang digunakan adalah ringan karena aktivitas lansia
adalah tingkat ringan.

Aktivitas Aktivitas
Jenis kelamin Aktivitas Berat
Ringan Sedang

Pria 1,56 x BMR 1,76 x BMR 2,10 x BMR

Wanita 1,55 x BMR 1,70 x BMR 2,00 x BMR

2. Protein
Kebutuhan protein lansia perhari dalam kondisi sehat adalah 0,8
gram atas 15-25% dari kebutuhan energi. Kelebihan protein dapat
membebani beban kerja ginjal.
3. Lemak
Asupan lemak harian bagi lansia tidak melebihi 15% kebutuhan
energi. Lansia sebaiknya menggunakan minyak nabati (asam
lemak tak jenuh), dan mengkonsumsi ikan yang mengandung
asam lemak tak jenuh adalah lebih baik dibandingkan protein
hewani lainnya.

19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungsi utama dari sistem kardiovaskular adalah untuk
mempertahankan homeostasis oleh sirkulasi sel darah yang mengandung
oksigen dan nutrisi ke organ dan jaringan serta untuk mengangkut karbon
dioksida dan produk limbah lainnya untuk dikeluarkan oleh sistem tubuh
lainnya. Seperti sistem fisiologis lainnya, sistem kardiovaskular memiliki
kapasitas adaptif yang luar biasa untuk mengimbangi perubahan yang
berkaitan dengan usia. Dengan adanya faktor risiko, sistem kardiovaskular
kurang efisien dalam mempertahankan hidup, dan konsekuensi fungsional
negatif yang serius dapat terjadi.
Seperti banyak aspek lain dari fungsi fisiologis, sulit untuk
menentukan apakah perubahan dalam fungsi kardiovaskular yang
disebabkan penuaan normal atau proses patologis. Pengetahuan tentang
perubahan usia atau penyakit yang berhubungan berbeda dalam fungsi
kardiovaskular, sampai saat ini, tidak ada teknologi medis yang ada untuk
mendeteksi proses patologis kardiovaskular tanpa gejala. Dengan demikian,
studi awal memberikan informasi yang lebih lanjut tentang perubahan
kardivaskular umum yang mempengaruhi orang-orang yang tua dan kurang
informasi tentang perubahan yang berkaitan dengan usia.
3.2 Saran
Rahasia umur panjang pada orang yang berusia lanjut lebih dari 100
tahun, hidup teratur sepanjang hari, lebih cepat tidur di malam hari dan lebih
cepat bangun di pagi hari, serta istirahat satu jam di siang hari. Makan lebih
banyak buah dan sayur teratur tiga kali sehari, aktif dalam kegiatan rumah
tangga, menghindari rokok, diet dengan makanan sederhana, kurangi makan
daging, lebih banyak asupan makan jenis sayuran . aktif secara fisik setiap
hari, hidup penuh ketenangan, rukun dan damai.
Bagi orang yang memiliki riwayat resiko hipertensi, dianjurkan
memakan makanan yang kaya serat, kurangi garam dapur, olahraga secara
teratur, kendalikan stress, minum obat penurun tekanan darah. Hal-hal ini
dapat dilakukan karena memiliki fungsi untuk menjaga dan bahkan mampu
menurunkan tekanan darah. Karena, pada manula tekanan darah tinggi
kadang-kadang tanpa gejala.

20
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry dan Makhfudli.2009.Keperawatan Kesehatan Komunitas


Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Fatimah.2010.GiziUsia Lanjut.Jakarta:Erlangga

Maas,Meridean L,dkk.2011.Asuhan Keperawatan Geriatric Diagnosis


NANDA, Kriteria Hasil NOC, Intervenci NIC.Jakarta:EGC

Miller,Carol A.2009.Nursing for Wellness in Older Adults fifth


editions.China:Lippincont

National Institute on Aging.2005.Aging Heart and Arteries a Scientific


Quest.National Istitute of Health Publication

Oenzilk,Fadil.2012.Gizi Meningkatkan Kualitas Manula.Jakarta:EGC

Pangkahila, J. Alex.2013. Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik


Meningkatkan Umur Harapan Hidup.THESIS
Stanley&Patricia.2006.Buku Ajar Keperawatan Geriatrik Edisi
2.Jakarta:EGC

Stockslager,Jaime L.2008.Buku Saku Keperawatan Geriatrik Edisi


2.Jakarta:EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26951/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=9A9E4EC9B1E4135169893F3B2118373F?
sequence=4

21

Anda mungkin juga menyukai