RS BELLA BEKASI
TAHUN 2017
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Bantuan Hidup Dasar mengacu pada penanganan pada pasien yang mengalami henti
napas, henti jantung, atau obstruksi jalan napas meliputi beberapa keterampilan berikut:
Bantuan hidup dasar inilah yang harus dikuasai oleh seluruh pegawai RS BELLA
BEKASI. Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan jantung bila
tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami kematian. Bantuan hidup
dasar (BHD) dibagi menjadi 3 tahapan yaitu CAB yang dilakukan secara simultan.
Sebelum melakukan tahapan C (Cirlucation) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/ korban, yaitu:
Memastikan keamanan lingkungan Aman bagi penolong maupun aman bagi korban
itu sendiri.
Memastikan kesadaran korban
Dalam memastikan kesadaran korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban sambil memanggil namanya atau Pak!/ Buk!/ Mas!/
Mbak!, dll.
Meminta pertolongan Bila diyakini korban tidak sadar atau tidak ada respon segera
minta pertolongan dengan cara: berteriak tolong! beritahu posisi dimana, pergunakan
alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/ sistem emergency yang ada (bel
emergency dirumah sakit).
Memperbaiki posisi korban Tindakan BHD yang efektif bila korban dalam
posisitelentang, berada pada permukaan yang rata/ keras dan kering. Bila ditemukan
korban miring atau telungkup korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikan
seluruh tubuh menjadi satu garis lurus untuk mencegah cedera/ komplikasi
TUJUAN
RUANG LINGKUP
BHD diberikan pada korban yang mengalami gangguan sumbatan jalan nafas, henti
nafas dan henti nadi.Beberapa keadaan korban dibawah ini dapat menyebabkan terjadinya
henti nafas :
Tenggelam
Stroke
Obstruksi jalan nafas
Epiglotitis
Overdosis obat obatan
Tersengat listrik
Infark miokard
Tersambar petir
Koma akibat berbagai macam kasus
BAB II
A. DEFINISI
Bantuan hidup dasar adalah upaya mempertahankan hidup seseorang untuk
sementara melalui membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara
melaluipenguasaan jalan nafas, memberikan bantuan penafasan dan membantu
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan
oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
Tujuan Bantuan Hidup Dasar ini adalah memberikan bantuan dengan cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung
paru akan berhasil terutama pada keadaan 'henti jantung' yang disaksikan (witnessed)
dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.
Untuk memberikan hal ini kita juga perlu untuk mengenali akan tanda-tanda
henti jantung dan juga henti nafas. Berikut adalah ciri tanda kriteria henti jantung
(cardiac arrest) :
Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung).
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis
pada bayi).
Henti nafas atau mengap-megap (gasping).
Terlihat seperti mati (death like appearance)
Warna kulit pucat sampai kelabu.
Pupil dilatasi (setelah 45 detik). {Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor
Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.}
Setelah mengenali akan beberapa tanda dari henti jantung, maka perlu juga
mengetahui penyebab seseorang mengalami henti jantung dan juga henti nafas. Penyebab
henti jantung bisa dikarenakan beberapa faktor seperti halnya :
Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia
lain, renjatan dan edema paru.
Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,
tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat,
kelainan gangguan susunan saraf pusat.
Gagal ginjal, karena adanya hyperkalemia.
BAB III
TATA LAKSANA
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya.Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya.Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme
bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana
kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera.Tercapainya kualitas
hidup penderita pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai
pertolongan yang diberikan.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan :
1. SURVEY PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi
serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer
dirumuskan dengan abjad C, A, B dan D, yaitu :
Circulation (sirkulasi)
Airway (jalan nafas)
Breathing (pernafasan)
A. CIRCULATION
Sebelum melakukan tahapan C (sirkulasi), harus terlebih dahulu dilakukan
prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
- Memastikan keamanan lingkungan bagi korban dan penolong
- Memastikan kesadaran dari korban
- Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat
dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan
lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau memberi raangsangan nyeri dengan menekan
area pertengahan dada.
- Meminta pertolongan
- Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan,
segera minta bantuan dengan cara berteriak Tolong !!! untuk
mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. penolong dapat
meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk menghubungi
panggilan darurat/ rumah sakit
1. korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang
rata dan keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah
posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus membalikkan korban
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-
sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi
horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping
tubuh.
2. Mengatur posisi penolong
3. Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas
dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.
B. AIRWAY
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas
oleh benda asing.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah
yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat
dibuka dengan tehnik swab Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan
jari telunjuk pada mulut korban.
2. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada
korban tidak sadar tonus otototot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala
topang dagu (Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik
membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas
kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.
C. BREATHING
Terdiri dari 2 tahap :
Memastikan korban / pasien tidak bernafas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas
dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik.
Memberikan bantuan
Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat
pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2
kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah
1,52 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan
napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang
dapat diberikan hanya 16 17%.Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan
udara ke paruparu korban / pasien.
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu
dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut
korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup
lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari
hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan
orang dewasa adalah 400 500 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang
terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki
lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari
mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada
Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang
berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung,
penolong harus menutup mulut korban / pasien.
Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang
(stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit.
Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus
dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
3. MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG.
1. Penilaian korban.
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut
dan mantap), jika tidak sadar, maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem
Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan
korban / pasien.
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak adanya trauma
leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position),
dengan tetap menjaga jalan napas tetap
Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan napas. Di
Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali,
sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal
terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau
ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali
ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari
benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan
Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh
benda
Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan
Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai kembali tanda tanda adanya
sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan
kembali bantuan
Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tandatanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan
cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas
kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.
Jika ada tandatanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya
menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
Jika tidak ada tandatanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi dada :
Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per
Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30
kali dengan kecepatan 100 kali per
Penilaian Ulang
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasion 30 : 2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali permenit
dan monitor nadi setiap
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas
tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada posisi sisi yang benar.
Neonatus
- Kompresi dada dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan adekuat setidaknya 100
x/ menit.
- Setiap siklus terdiri dari 3 kali kompresi dan 1 kali ventilasi (3 : 1).
2. Bayi
Melingkari dada bagian lateral dengan kedua tangan serta menempatkan ibu jari pada tulang
dada dan jari-jari tangan.
Letakkan jari telunjuk diantara puting susu lalu, letakkan jari tengah dan jari manis di
sampingnya. Gunakan jari tengah dan jari manis dari satu tangan untuk menekan.
- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan setidaknya 100 x/menit.
- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) jika penolong hanya satu
orang. Jika dua orang penolong maka 15 kompresi dan 2 ventilasi (15 : 2).
- Nadi dievaluasi setiap 2 menit.
3. Anak
- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan dengan posisi
lengan 90o terhadap dada korban.
- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan setidaknya 100 x/menit.
- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) jika penolong hanya satu
orang. Jika dua orang penolong maka 15 kompresi dan 2 ventilasi (15 : 2).
4. Dewasa
- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan dengan posisi
lengan 90o terhadap dada korban.
- Kompresi dilakukan di sternum, tepatnya dua jari di atas prosesus simfoideus ke sisi
kiri menggunakan dua tangan, tangan pertama diatas tanag yang lain dengan jari saling
bertaut.
- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan setidaknya 100 x/menit.
Kedalam kompresi 2 inchi atau 5 cm.
- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) oleh satu atau dua
penolong.
- Nadi dievaluasi setiap 2 menit.
5. Ibu Hamil.
- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan dengan posisi
lengan 90o terhadap dada korban.
- Kompresi dilakukan di sternum, tepatnya dua jari di atas prosesus simfoideus ke sisi
kiri menggunakan dua tangan, tangan pertama diatas tanag yang lain dengan jari saling
bertaut.
- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan setidaknya 100 x/menit.
Kedalam kompresi 2 inchi atau 5 cm.
- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) oleh satu atau dua
penolong.
Teknik ini dilakukan jika korban tidak mengalami cedera servikal. Membaringkan korban
terlentang pada permukaan yang datar dan kerasb. Meletakkan telapak tangan pada dahi
pasien. Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan. Meletakkan ujung
jari telunjuk dan jari tengahdari tangan lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang pasien.
Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala
pasien pada posisi ekstensi.
- Jaw Trust
Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datar dan keras. Mendorong ramus
vertikal mandibula kiri dan kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan
barisan gigi atas.
2. Cek Jalan napas.
Miringkan pasien ke salah satu sisi. Keluarkan apa saja objek yang terlihat dalam mulut.
Ambil gigi/palsu yang lepas. Tinggalkan gigi palsu yang utuh pada tempatnya
Pertahanakan jalan napas terbuka dan cek adanyapernapasan normal Jika dalam beberapa
menit terdengar suara sepertigurgling, atau batuk dengan pergerakan dada danabdomen,
perlakukan tetap seperti tidak bernapas,karena pernapasan ini tidak efektif.
E. Breathing
Pada dua penolong atau lebih, setelah alat intubasi terpasang selama pemberian RJP, ventilasi
diberikan setiap 6-8 detik sekali atau dalam satu menit 8-10 ventilasi tanpa usaha sinkronisasi
antara kompresi dan ventilasi. Kompresi dada tidak dihentikan untuk pemberian ventilasi.
Ventilasi diberikan dalam waktu satu detik dengan volume sesuai tidal. Penolong
menggunakan mouth barrier untuk proteksi.
- Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan
rasio 30 : 2. Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan pasien pada posisi mantap
(recovery position)
- Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10- 12x/menit
dan monitor nadi setiap 2 menit. Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta
nadi teraba, jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
BAB IV DOKUMENTASI
Untuk pencatatan kasus bukan pasien RS pencatatan cukup didokumentasikan di status
gawat darurat.Untuk pasien Rawat inap didokumentasikan pada file RM 07(Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi).
REFERENSI
Latief Said A,dkk. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Karo, Santoso dkk (2009) Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS
(Advanced Cardiac Life support) Indonesia. Jakarta; PERKI-2008.
Muhiman, Muhardi, dkk. (1989) Anestesiologi. Jakarta; bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
HET (2010) Materi Diklat Medis, KAT serta Pengabdian Masyarakat Angkatan XXI.
Padang; Hipocrates Emergency Team FK Unand 2010.
Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998.
Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal 193.
SPO BANTUAN HIDUP DASAR
B. Persiapan alat
a. Lariongskop
e. Papan resusitasi
f. Balon resusitasi
C. Pelaksanaan
Note:
tentukan titik atau lokasi mid sternum / tulang iga kanan atau
kiri dengan cara menelusuri dengan jari telunjuk dan jari tengah
penolong sehingga bertemu
UGD