Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN RUPTUR LIEN

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus,
usus besar, pembuluh pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
(Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000). Trauma abdomen adalah cedera
pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut
dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan
laparatomi (FKUI, 1995). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat,
1997).

B. ETIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan
tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan
karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat
melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut
dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

1. Terdapat luka robekan pada abdomen.


2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan.
4. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan
dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

F. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis

G. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine
yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
f. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1) Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b) Trauma pada bagian bawah dari dada
c) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
e) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
f) Patah tulang pelvis
2) Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator tidak berpengalaman
d) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
2. Penatalaksanaan medis
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Pemberian antibiotic
Mencegah infeksi.
e. Laparotomi

3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai
indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
1) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
2) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
3) Gunting baju dari luka.
4) Hitung jumlah luka.
5) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
6) Kaji tanda dan gejala hemoragi.
c. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
d. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi
luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan
mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
e. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah kekeringan visera.
f. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria
dan pantau haluaran urine.
g. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), polana pas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma Tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera, kekuatan tusukan/tembakan, kekuatan
tumpul (pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan
tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan
dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan
intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan
laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan
syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat,
atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur
limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang
digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit dan medikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h. Alergi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006)
adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan
trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami
perubahan secara tidak diinginkan.
a. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
b. Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi:
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,


perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan
kulit.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
b. Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan
dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari
intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
a. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
b. Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
c. Intervensi:
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup
mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi
kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
b. Kriteria hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
c. Intervensi :
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi
terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas
secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
a. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
b. Kriteria hasil :
- Penampilan yang seimbang.
- Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi:
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk teratasi
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit tidak
terjadi
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringa teratasi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum teratasi
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi
6. Jakarta: EGC

Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. :
Jakarta: EGC.

Lutfyaini. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Askep Trauma Abdomen.(dalam


http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-trauma.html).
Diakses pada tanggal 8 September 2014 Pukul 18.00 Wita.

Anda mungkin juga menyukai