Anda di halaman 1dari 10

ESTIMASI SEBARAN CO DI TIGA PERSIMPANGAN LAMPU MERAH KOTA

SURAKARTA YANG MENERAPKAN ATCS (AREA TRAFFIC CONTROL SYSTEM)


DENGAN METODE MODELLING CAL3QHCR
Rafif Fuadi*), Dr. Budi P Samadikun, S.T., M.Si.**), Dr. Haryono S Huboyo, S.T., M.T.**)

Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro


Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
email : rafif180@gmail.com

Abstrak

Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan kota transit yang
biasa dilewati kendaraan dari Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Kondisi ini membuat jalanan
Kota Surakarta padat oleh kendaraan bermotor. Kepadatan lalu-lintas yang tinggi ini berpotensi
memberikan penurunan kualitas udara di perkotaan akibat dari emisi kendaraan yang ditimbulkan.
Salah satu usaha pemerintah Kota Surakarta dalam menangani kepadatan lalu lintas adalah dengan
menerapkan Area Traffic Control System (ATCS). Kota Surakarta telah menerapkan sistem ATCS
meliputi 43 titik pantau CCTV dari 53 persimpangan yang ada.Aktivitas kendaraan bermotor yang
padat di Kota Surakarta merupakan aktivitas yang menghasilkan polutan karbon monoksida (CO),
sehingga dilakukan pengukuran lapangan menggunakan alat CO meter dan estimasi sebaran CO
dengan metode modelling CAL3QHCR pada saat hari libur (weekend) dan hari kerja (weekday)
pada jam padat kendaraan pagi dan sore hari dengan lokasi penelitian di Simpang 4 Tugu Wisnu,
Simpang 3 Sriwedari dan Simpang 4 Ngapeman. Hasil konsentrasi CO pengukuran validasi di
lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi CO yang terukur masih di bawah baku mutu PP NO.
41 Tahun 1999. Konsentrasi CO hasil estimasi menggunakan CAL3QHCR dibandingkan dengan
konsentrasi CO hasil pengukuran validasi di lapangan menggunakan metode Independent Sample
T-Test dengan hasil terdapat perbedaan signifikan antara data konsentrasi CO hasil estimasi
menggunakan CAL3QHCR dengan konsentrasi CO hasil pengukuran validasi di lapangan dengan
perbedaan nilai rerata sebanyak 0,915 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa pengunaan software
CAL3QHCR tidak efektif untuk mengestimasi sebaran konsentrasi CO di Simpang 4 Tugu Wisnu,
Simpang 3 Sriwedari dan Simpang 4 Ngapeman Kota Surakarta.

Kata Kunci : CO, Area Traffic Control System, Kota Surakarta, CAL3QHCR

*Penulis
**Dosen Pembimbing
1. PENDAHULUAN kenyamanan pengguna jalan yang lebih baik
Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan (Noor, 2007).
Kota Solo merupakan kota transit yang biasa Kota Surakarta telah menerapkan sistem
dilewati kendaraan dari Semarang, Yogyakarta manajemen lalu-lintas Area Traffic Control
dan Surabaya. Kondisi ini membuat jalanan Kota System (ATCS) meliputi 43 titik pantau CCTV
Surakarta padat oleh kendaraan bermotor. dari 53 persimpangan yang ada. Penerapan sistem
Berdasarkan data UP3AD Kota Surakarta, pada ATCS ini telah dikembangkan sejak tahun 2006.
tahun 2014 jumlah penduduk Kota Surakarta Saat ini sistem ATCS di Kota Surakarta dianggap
adalah 586.978 jiwa dengan jumlah kendaraan telah baik dan seringkali dijadikan sebagai
bermotor sebanyak 439.418 unit atau rasio percontohan manajemen lalu-lintas yang baik di
kepemilikan obyek kendaraan bermotor mencapai Indonesia (Anonim, 2017).
0,75 unit/jiwa (Anonim, 2014). Kepadatan lalu- Meskipun penerapan ATCS memiliki banyak
lintas yang tinggi ini berpotensi memberikan manfaat, saat ini masih banyak daerah yang belum
penurunan kualitas udara di perkotaan akibat dari menerapkan manajemen lalu lintas menggunakan
emisi kendaraan yang ditimbulkan. sistem tersebut. Di sisi lain selama penerapan
Salah satu pencemar yang dihasilkan oleh sistem manajemen lalu lintas dengan pemasangan
emisi kendaraan adalah karbon monoksida (CO). Area Traffic Control System (ATCS) di Kota
CO dapat bersifat berbahaya karena dapat Surakarta belum pernah dilakukan suatu penelitian
mengakibatkan berkurangnya fungsi panca mengenai dampak penerapannya terhadap sebaran
indera dan jika CO berikatan dengan emisi CO yang berasal dari kendaraan bermotor
Hemoglobin (Hb) dalam darah selama jangka yang melintasi simpang tersebut. Oleh karena itu
waktu tertentu dapat menyebabkan kematian peneliti menganggap keadaan tersebut sebagai
(Kanaf, 2010). urgensi untuk dilakukan penelitian.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan Pengolahan informasi persebaran polutan
suatu strategi pengendalian kualitas udara dalam dapat dilakukan menggunakan bantuan software
sektor transportasi untuk mengurangi jumlah emisi tertentu. Pemilihan software dapat dilakukan
kendaraan bermotor yang dihasilkan. Salah satu dengan merujuk kepada lembaga yang berwenang
cara yang dapat dilakukan adalah dengan seperti US EPA (Environmental Protection
melakukan strategi manajemen lalu lintas dengan Agency). Untuk memodelkan persebaran polutan
penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di persimpangan jalan, US EPA memiliki
(Jatmiko, 2013). rekomendasi software bernama CAL3QHCR yang
Area Traffic Control System (ATCS) adalah merupakan versi program CAL3QHC yang telah
suatu sistem pengendalian simpang lalu lintas disempurnakan.
jalan raya dengan menggunakan lampu lalu lintas
(traffic light) sehingga pengaturan lampu lalu 2. METODOLOGI PENELITIAN
lintas pada masing-masing simpang saling Penelitian ini dilakukan pada persimpangan di
terkoordinasi dan pengguna jalan (kendaraan) Kota Surakarta yang telah memiliki sistem Area
mendapatkan tundaan yang minimum. Dengan Traffic Control System (ATCS). Lokasi yang
penerapan ATCS atau lampu lalu lintas dipilih dalam penelitian ini terdiri dari tiga
terkoordinasi maka akan terjadi efisiensi persimpangan yang berbeda yaitu Simpang 4 Tugu
pergerakan dan akan meningkatkan kapasitas Wisnu, Simpang 3 Sriwedari dan Simpang 4
simpang untuk melayani lalu lintas, waktu Ngapeman. Waktu penelitian dilaksanakan pada
perjalanan yang lebih pendek, penurunan tingkat minggu ke-3 bulan Juli sampai dengan minggu ke-
resiko kecelakaan bagi pengendara dan 5 bulan Juli, penelitian dilakukan selama 6 hari
kesempatan juga keselamatan yang lebih tinggi dengan pembagian 4 hari dilakukan saat weekdays
bagi pejalan kaki/penyeberang jalan serta dan 2 hari saat weekend.

2
Jenis penelitian yang dilakukan adalah 3. Tahap Analisis Data
penelitian survei/deskriptif dengan menggunakan Teknik analisis data dalam tahap ini setelah
data primer dan data sekunder. Data primer yang dilakukan penelitian yang dilakukan
dibutuhkan adalah konsentrasi CO, background dilapangan serta didapat hasil penelitian,
polutant CO, panjang dan lebar jalan, suhu, kemudian dilakukan pembahasan berupa
kelembaban udara, kecepatan angin dan jumlah analisa data-data yang diperoleh selama tahap
kendaraan. Data sekunder yang dibutuhkan adalah pelaksanaan penelitian dengan literatur yang
rekaman video ATCS dan data cycle lampu lalu terkait. Data primer maupun data sekunder
lintas yang diperoleh dari Dinas Perhubungan yang telah didapatkan kemudian dianalisis
Kota Surakarta, serta data meteorologi dari TNI sesuai dengan identifikasi masalah.
AU Lanud Adi Soemarmo Kota Surakarta.
Teknik pengolahan dan analisis data terdiri 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dari: 3.1 Analisis Konsentrasi CO di Simpang 4 Tugu
1. Tahap Persiapan Wisnu
Tahap persiapan dalam penelitian ini terdiri
dari studi literatur dan persiapan alat dan bahan
penelitian : 3.1 Karakteristik Awal Limbah Batik
a. Studi Literatur Untuk mengetahui karakteristik limbah batik
Studi literatur dilakukan terhadap referensi- dilakukan pengujian pada parameter-parameter
referensi yang berhubungan dengan pencemar limbah batik sesuai bakumutu Permenlh
pengukuran karbon monoksida (CO), No. 5 Tahun 2014. Limbah batik berasal dari
penelitian mengenai ATCS dan software kolam penampungan inlet pada Instalasi
CAL3QHCR. Pengolahan Air Limbah (IPAL) Batik Pekalongan.
b. Menentukan lokasi penelitian. Pengambilan sampel air limbah batik dilakukan
c. Membuat surat izin permintaan data dnegan metode grab sampling sesuai dengan SNI
kepada instansi terkait, seperti Dinas 6989.59:2008 tentang Metode Pengambilan
Perhubungan Kota Surakarta Contoh Air Limbah. Berikut gambar 4.1 Tempat
2. Tahap Pelaksanaan pengambilan sampel air limbah batik
Tahap pelaksanaan penelitian dibagi Pengujian limbah dilakukan oleh
menjadi beberapa tahap yaitu : Laboratorium Badan Pengujian dan Informasi
a. Meminta data sekunder yang dibutuhkan Konstruksi Semarang. Hasil uji air limbah dapat
ke instansi terkait dibandingkan dengan baku mutu air limbah batik
b Pengumpulan data sekunder untuk Permenlh No. 5 tahun 2014. Berikut tabel 1 Hasil
perhitunganvemisi kendaraan bermotor Pengujian Limbah Batik dan Perbandingan dengan
sebagai dampak adanya pengaturan Baku Mutu Air Limbah
manajemen waktu ATCS Kota Semarang, Tabel 1 Hasil Pengujian Limbah Batik
No. Parameter Satuan Hasil Pengujian Baku Mutu*
meliputi data pola pengaturan ATCS berupa 1. Amonia NH3-N mg/l 3,80 8,0
penambahan waktu nyala lampu hijau traffic 2. Sulfida mg/l 11,08 0,3
3. Minyak dan mg/l 22,00 3,0
light di tiga simpang di Kota Surakarta yang Lemak
diteliti. Metode yang digunakan adalah 4. BOD mg/l 498,94 60
5. COD mg/l 1.100 150
pemantauan langsung di Kantor ATCS Kota 6. TSS mg/l 50
Surakarta. *Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014
c. Mengukur konsentrasi karbon monoksida 3.1.1 Karakteristik Awal Zat Warna Azo Rapid
(CO), suhu, kelembaban, dan kecepatan Merah
angin. Berdasarkan hasil pengujian karakteristik awal
limbah batik diketahui nilai ammonia masih

3
memenuhi baku mutu yaitu 3,8 mg/L, tetapi dalam 1 liter air. Sekitar (30-70)% zat warna
kandungan sulfide memiliki nilai 11,08 mg/l yang reaktif azo yang digunakan akan terfiksasi pada
tidak memenuhi baku mutu dari Permenlh yaitu kain dan sisanya sebagai air buangan tekstil
0,3. Selain itu kandungan minyak dan lemak pada (Ambrosio, 2004 dalam Rohmah & Sugiarto,
limbah batik juga jauh dari nilai baku mutu yaitu 2008). Diasumsikan sekitar 30% zat warna azo
22 mg/l sedangkan baku mutu hanya 3 mg/l. Pada yang tersisa pada limbah adalah sekitar 4,5-6
Nilai BOD perbedaan nilai baku mutu dan limbah gram. Kemudian dipilih dosis pertengahan yaitu 5
batik juga memiliki selisih yang cukup jauh. Baku gram dalam 1000 ml atau 5000 ppm.
mutu nilai BOD untuk limbah batik hanya 60 mg/l Karakteristik limbah batik lainnya adalah
namun nilai BOD yang terkandung pada limbah warna yang menonjol seperti abu gelap, kehitam-
batik adalah 498,9 mg/l. Sebanding dengan nilai hitaman dan keruh. Meskipun nilai konsentrasi
BOD pada nilai COD perbedaan dengan baku warna tidak menjadi baku mutu oleh Permenlh,
mutu juga cukup besar. Pada limbah batik nilai namun hal ini tetap menjadi perhatian khusus
COD yaitu sebesar 1100 mg/l, nilai COD tidak karena warna yang mencemari badan air dapat
memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh mengganggu proses fotosintesis karena intensitas
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun cahaya matahari tidak dapat masuk.
2014 yaitu melebihi 150 mg/l. Hal ini disebabkan Nilai konsentrasi warna dapat diukur dengan
oleh banyaknya kandungan organik yang terdapat nilai absorbansi menggunakan Spectrophotometer
pada limbah. Uv-vis. Perubahan nilai absorbansi akan
Nilai COD merupakan gambaran kebutuhan mengindikasikan perubahan konsentrasi warna
oksigen total untuk mendegradasi senyawa pada limbah. Nilai absorbansi maksimum diukur
senyawa organik dan kimia yang terlarut pada pada panjang gelombang warna diantara 300-600
limbah batik secara kimiawi. Kandungan senyawa nm. Berdasarkan pengukuran nilai absorbansi
organik ini disebabkan oleh penggunaan pewarna maksimum zat warna Azo Rapid Merah adalah
kimia pada proses produksi seperti pewarnaan dan 4,317 pada panjang gelombang 351 nm.
pencelupan sehingga air limbah tercemar dengan 3.2 Dosis Optimum FeSO4 pada Reaksi Fenton
berbagai bahan kimia (Tichonovas et al. 2013). dalam Penurunan Nilai Absorbansi Warna
Oleh karena itu nilai COD dapat menjadi
penentu untuk mengetahui perubahan kualitas air Untuk menurunkan nilai absorbansi warna
limbah dengan metode pengolahan yang dilakukan pengolahan limbah buatan zat warna
digunakan. Nilai COD pada zat warna Azo jenis Azo Rapid Merah dengan metode Fenton
Rapid Merah dengan konsentrasi pewarna limbah (FeSO4+H2O2). Fenton merupakan salah satu
buatan 5000 ppm adalah 1.012 mg/l. Nilai COD metode pengolahan Advanced Oxidation Process
pada limbah pewarna buatan cukup mendekati yang mengandalkan reagen Fenton. Reagen fenton
limbah batik pada Penampungan Unit Pengolahan adalah larutan yang berisi campuran hydrogen
Limbah Batik Pekalongan sehingga ditentukan peroksida (H2O2) dan katalis garam besi [II]
dosis pewarna yaitu 5000 ppm. Konsentrasi ini di (Fe2+). Reagen Fenton yang digunakan dalam
buat dengan melarutkan 5 gr pewarna rapid merah proses fenton berperan sebagai sumber radikal
ke dalam 1000 ml aquades. Berdasarkan hidroksil (HO) (Watt (1998) dalam Elfiana,
perhitungan dosis penggunaan pewarna untuk 2013). Garam besi [II] (Fe2+) dapat diperoleh dari
pembatikan juga mendekati nilai konsentrasi ini. senyawa FeSO4H2O, FeSO44H2O, FeSO45H2O,
Konsentrasi limbah buatan yang digunakan FeSO46H2O, FeSO47H2O. Pada penelitian ini
berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu digunakan (FeSO4.7H2O) garam besi [II] sulfat
pengrajin batik di Pekalongan yang menyatakan dalam bentuk hidrat karena lebih mudah
bahwa dosis pemakaian pewarna yang digunakan didapatkan daripada jenis garam besi lainnya.
untuk pencelupan adalah sebesar 15-20 gram Untuk penelitian ini digunakan variasi dosis
0,25 gram, 0,5 gram, dan 1 gram FeSO4 dan 1 ml

4
H2O2. Dosis ini diperoleh berdasarkan perhitungan HO+PewarnaPewarna teroksidasi+H2O
konversi dari penelitian sebelumnya yang
menggunakan reagen Fenton dengan konsentrasi Adanya penambahan Fe2+ dan H2O2 dapat
H2O2 80 mM dan FeSO4.7H2O 4 mM (Agustina meningkatkan penurunan nilai warna. Radikal
dan Amir, 2012). Pada dosis H2O2 80 mM apabila hidroksil yang terbentuk karena adanya reaksi
dikonversikan kedalam satuan mililiter akan antara ion besi [II] (Fe2+) dan H2O2 menghacurkan
mendekati 0,93 ml. Sedangkan FeSO4.7H2O molekul-molekul pewarna yang ada menjadi lebih
sebanyak 4 mM dikonversikan menjadi massa kecil (Fu, Wang, and Tang 2010).
adalah 0,556 gram. Berdasarkan hasil konversi ini Zat Pewarna yang terdapat pada limbah buatan
digunakan dosis yang paling mendekati yaitu ini adalah Zat Warna turunan Azo. Zat warna azo
H2O2 1 ml, dan tiga variasi dosis FeSO4 yaitu 0,25 memiliki ikatan khusus yaitu ikatan rangkap dari
gram, 0,5 gram, dan 1 gram. Nitrogen (-N=N-). Hasil dari penurunan nilai
Limbah buatan rapid merah yang digunakan absorbansi warna ini mengidikasikan bahwa
memiliki pH awal 10,5. Limbah buatan dibiarkan radikal hidroksil yang terbentuk dari reaksi reagen
tetap basa tanpa diubah menjadi pH tertentu. Pada Fenton, akan menyerang ikatan grup azo pada
saat pengolahan sampel diambil sekitar 15-20 ml molekul pewarna (Tunc, Grkan, and Duman,
setiap variasi waktu untuk pengukuran nilai 2012).
absorbansi warna. Sebelum melakukan Penurunan nilai absorbansi warna pada setiap
pengukuran sampel akan disimpan pada tabung dosis memiliki efisiensi yang berbeda-beda.
reaksi 25 ml selama kurang lebih 24 jam untuk Namun, efisiensi penurunan nilai absorbansi
diendapkan. Kemudian sampel disaring dengan warna telah mencapai lebih dari 75%. Sehingga
kertas saring dan dilakukan pengukuran. dapat disimpulkan bahwa pengolahan zat warna
Terjadinya perubahan nilai absorbansi warna Azo Rapid Merah dapat dilakukan dengan metode
disebabkan oleh adanya reaksi dari reagen Fenton Fenton. Dosis FeSO4 dalam reaksi Fenton yang
(Fe2++H2O2) yang mendegradasi kandungan dibutuhkan untuk menurunkan nilai absorbansi
senyawa organik terlarut pada limbah buatan. warna dapat digunakan dari 0,25 gram sampai
Menurut Bismo (2006) Campuran antara dengan 1 gram dalam 500 ml limbah warna.
peroksida (H2O2) dengan ion fero atau Fe(II) atau
besi(II) dapat menghasilkan radikal hidroksil
seperti reaksi berikut
Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH- + HO
0,25 gr 0,5 gr 1 gr

87.9
80

60
Efisiensi (%)

40

20

0
0' 5' 10' 15' 30' 45' 60' 90' 120'
Waktu (menit)

Grafik 1. Efisiensi Absorbansi warna terhadap Pengolahan dengan Metode Fenton


absorbansi warna mengalami penurunan optimum
Hasil pengukuran nilai absorbansi warna yang pada dosis 0,5 gram FeSO4 dalam 500 ml limbah
telah dilakukan menyatakan bahwa nilai warna.

5
Oleh karena itu dosis optimum FeSO4 Radikal bebas hidroksil (HO) sangat reaktif,
pengolahan menggunakan metode Fenton pada berumur pendek dan detrimental. Reaksi pada
zat warna Azo Rapid Merah adalah 1 gram dalam umumnya antara radikal OH dengan limbah
500 ml air limbah warna. organik dengan produk reaksinya dapat
Pengolahan menggunakan metode Fenton dirumuskan sebagai reaksi berikut
dengan reagen peroksida (H2O2) sebanyak 1 ml HO + O2 + CnOmH(2n-2m+2) nCO2 + (n-m+1)
dan FeSO4.7H2O sebanyak 1 gram adalah dosis H2O
yang cocok untuk menurunkan nilai warna secara Keunggulan ozon dalam degradasi limbah
maksimum pada limbah buatan pewarna azo jenis organik cair adalah ozon larut dalam air dan dapat
rapid merah. Dosis ini kemudian digunakan dalam bergerak diantara molekul cairan sehingga
pengolahan ozonasi, tetapi dikalikan dua, karena mempunyai interaksi cukup kuat dengan polutan
volume pengolahan ozonasi dibutuhkan limbah terlarut dalam air tersebut, namun kelemahan ozon
pewarna buatan sebesar dua kali volume yang utama adalah ozon hanya bekerja untuk
pengolahan metode fenton yaitu 1000 ml. suasana pH yang tinggi, sehingga kemampuan
3.3 Dosis Optimum Ozon (O3) dengan ozon dalam mendegradasi limbah juga terbatas
Penambahan FeSO4 Terhadap Penurunan (Usada dan Purwadi, 2007). Pada penelitian ini pH
Nilai Absorbansi pada Limbah Buatan Zat awal limbah buatan adalah 10,5. Sehingga nilai
Warna Azo Rapid Merah absorbansi warna dapat turun pada pengolahan
Penurunan nilai absorbansi warna pada limbah dengan ozonasi.
buatan zat warna Azo Rapid Merah dengan Penambahan 2 gram FeSO4 pada pengolahan
ozonasi dan penambahan FeSO4 dilakukan dengan dengan ozonasi bertujuan untuk mempercepat
variasi dosis ozon 30 ppm, 60 ppm dan 90 ppm. reaksi penurunan nilai absorbansi warna.
Dosis FeSO4 yang digunakan yaitu 2 gram dalam Agar dapat menentukan dosis ozon dengan
1000 ml air limbah zat warna buatan. penurunan nilai absorbansi warna yang maksimal
Pengolahan limbah buatan zat warna Azo maka diberikan perlakuan dosis ozon yang
Rapid Merah dengan metode ozonasi dan berbeda. Dosis ozon yang diberikan pada limbah
penambahan FeSO4 sebanyak 2 gram dapat yaitu 30 ppm, 60 ppm, dan 90 ppm. Dosis Ozon
menurunkan nilai absorbansi warna. Melalui diukur dengan alat ozon meter.
proses oksidasi, ozon mampu membunuh berbagai Untuk menghasilkan ozon digunakan ozon
macam mikroorganisme, perlakuan air minum, air reaktor DBD (Dielectric Barrier Discharge).
limbah, sterilisasi bahan makanan mentah, dan Reaksi pembentukan ozon dengan teknologi
peralatan medis (Usada dan Purwadi, 2007). lucutan plasma diperlihatkan pada reaksi di bawah
Ozon mampu mengoksidasi berbagai senyawa ini (Usada dan Purwadi, 2007). Pada reaktor
dalam air dengan dua cara yaitu reaksi langsung pembentuk ozon dibutuhkan energi listrik dan
dan reaksi tidak langsung. Secara langsung oksigen. Energi listrik yang diberikan dapat di atur
dilakukan oleh ozon itu sendiri yang terlarut dalam tegangan listrik dengan HV (High Voltage) dari
air. Sedangkan cara tidak langsung yaitu dengan sumber tegangan. Semakin tinggi tegangan yang
memproduksi OH radikal sebagai hasil dari proses dialirkan maka ozon yang dihasilkan akan
dekomposisi (Fessenden, 1990 dalam Krisnawati semakin besar. Pada ozonasi dosis ozon ditentukan
dkk 2014). Ozon dapat menghasilkan radikal dengan mengatur tegangan. Sedangkan oksigen di
hidroksil dari reaksi dengan ion OH- dan H+ dari atur tetap mengalir dengan debit 5 lpm pada semua
suatu larutan. Sebanyak 3 molekol ozon dapat variasi dosis ozon.
menghasilkan 2 ion radikal hidroksil, seperti e- + O2 2 O
reaksi berikut O + O2 O3
3O3 + OH- + H+ 2(HO) + 4O2

6
Efisiensi Penurunan Nilai Absorbansi Warna
Pada Variasi Dosis Ozon

30 ppm 60 ppm 90 ppm


99.9%
100
80
Efisiensi (%)
60
40
20
0
0' 5' 10' 15' 30' 45' 60' 90' 120'
Waktu (menit)
Grafik 2. Efisiensi absorbansi warna terhadap Pengolahan dengan Metode Ozonasi
Ozon+katalis FeSO4 dan warna telah dapat
Berikut grafik 2. efisiensi penurunan nilai diturunkan. Meskipun efisiensi pada setiap dosis dan
absorbasnsi warna pada setiap variasi dosis ozon. perlakuan menghasilkan persentase yang berbeda
Efisiensi penurunan nilai absorbansi warna pada tetapi telah dapat membuktikan bahwa terjadi
dosis ozon 30 ppm adalah pada menit ke-60 yaitu perubahan pada limbah buatan. Zat-zat organik yang
83% dari nilai absorbansi awal. Penurunan nilai ada sebagian besar dapat diuraikan. Kesamaan pada
absorbansi warna pada dosis ozon 30 ppm cukup perlakuan Fenton dan Ozon ini yaitu adanya
konstan setelah menit ke-5, dengan nilai absorbansi tambahan FeSO4. Oleh karena itu untuk dapat
berkisar antara 0,76 sampai 0,83. Berbeda dengan mengamati efektifitas sebenarnya yang paling
dosis 30 ppm, pada dosis ozon 60 ppm dan dosis berperan dalam penurunan absorbansi warna ini
ozon 90 ppm, penurunan nilai absorbansi pada menit dilakukan pengolahan limbah buatan dengan cara
ke-5 berada dibawah 0,1 yaitu 0,028-0,005 pada koagulasi dan penambahan FeSO4.7H2O.
dosis 60 ppm, dan 0,06-0,02 pada dosis 90 ppm. Pengolahan dilakukan dengan alat jartest pada
Berdasarkan hasil pengukuran nilai absorbansi gelas kimia dengan volume limbah buatan sebanyak
dengan Spectrophotometer Uv-vis pada panjang 1000 ml. Koagulasi dilakukan dengan kecepatan
gelombang 351 nilai absorbansi warna turun pengadukan sebesar 200 rpm, disamakan dengan
maksimum pada dosis ozon sebesar 60 ppm. perlakuan pada Fenton dan Ozonasi. Penambahan
3.4 Efektifitas Ozon dan FeSO4 dalam Penurunan FeSO4 adalah sebanyak 2 gram. Berikut grafik 3.
Nilai Absorbansi warna hasil penurunan nilai absorbansi warna pada
Setelah limbah pewarna buatan azo rapid merah pengolahan limbah buatan pewarna Azo Rapid
diberikan perlakuan dengan reagen Fenton dan Merah dengan koagulasi dan penambahan FeSO4.

7
Perbandingan Efisiensi Penurunan Nilai Absorbansi Warna pada
FeSO4 Saja, Oz onasi saja (tanpa FeSO4), dan Oz onasi+FeSO4

2 gr FeSO4 Ozon 60 ppm 2 gr FeSO4 + 60 ppm

100

80
Efisiensi (%)

60

40

20

0
0' 5' 10' 15' 30' 45' 60' 90' 120'
Waktu (menit)
Grafik 3. Efisiensi Pengolahan Metode Ozonasi+FeSO4, Koagulasi FeSO4, Ozonasi saja
1. Karakteristik awal limbah batik dari Instalasi
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui Pengolahan Air Limbah (IPAL) Batik Pekalongan
bahwa FeSO4 memiliki efektifitas yang sangat besar sebagian besar parameter memiliki nilai yang
dalam penurunan nilai absorbansi warna pada limbah melebihi baku mutu dari Permenlh No. 5 Tahun
buatan pewarna rapid merah. Pada pengolahan 2012, terutama nilai COD yaitu 1100 mg/l.
dengan koagulasi FeSO4 absorbansi warna turun Limbah buatan yang digunakan adalah Pewarna
sebesar 96% pada menit ke-5. Kemudian pada menit Azo Rapid Merah dengan konsentrasi 5000 ppm
selanjutnya hanya berubah beberapa persen tapi tetap memiliki nilai COD 1021 mg/l dan nilai
berada di sekitar angka 93%-96%. Apabila FeSO4 absorbansi maksimum 4,317 pada panjang
dikombinasikan dengan ozonasi maka dapat gelombang 351 nm
mencapai efisiensi penurunan absorbansi warna 2. Dosis optimum FeSO4 pada pengolahan limbah
tertinggi. Pada metode ozonasi dengan penambahan buatan pewarna Azo Rapid merah dengan metode
FeSO4, efisiensi penuruanan nilai absorbansi warna Fenton penurunan absorbansi warna berada pada
berada pada rata-rata 99%. Sehingga pengolahan ini persentase 77%-87%.
adalah pengolahan terbaik untuk menurunkan warna 3. Pengolahan limbah buatan pewarna Azo Rapid
pada air limbah Namun, pengolahan dengan merah dengan ozonasi dan penambahan FeSO4
menggunakan penambahan FeSO4 ini memberikan sebanyak 2 gram pada volume limbah 1000 ml
hasil samping berupa endapan atau suspensi yang memiliki penurunan nilai absorbansi warna pada
dibutuhkan tambahan pengolahan untuk pengolahan ini turun sampai dengan 99%.
memisahkannya. Pada penelitian skala laboratorium 4. Pengolahan limbah buatan pewarna Azo Rapid
ini sebelum pengukuran dilakukan pengendapan dan merah dengan metode ozonasi saja, hanya mampu
penyaringan terlebih dahulu. Berbeda dengan menurunkan nilai absorbansi warna hanya sebesar
ozonasi saja, suspensi yang terbentuk hampir tidak 4%. Sedangkan pengolahan koagulasi saja dengan
ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengolahan FeSO4 penurunan nilai absorbansi warna berkisar
limbah dengan metode ozonasi diperlukan waktu diantara 95-96% Kombinasi dari ozonasi dan
pengolahan yang lebih lama dibandingkan dengan FeSO4 mampu memaksimalkan pengolahan
metode ozonasi bersama katalis FeSO4. dengan efisiensi penurunan nilai absorbansi
4. PENUTUP warna mencapai 99%.
4.1 Kesimpulan 4.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berikut 1. Penelitian pada pemanfaatan hasil samping
kesimpulan yang dapat diperoleh (endapan) dari pengolahan limbah dengan metode
Fenton.

8
2. Studi lanjutan mengenai waktu ozonasi yang Konvensional dan Advanced Oxidation Processes
diperlukan untuk menurunkan nilai COD pada (AOP). Institut Teknologi Nasional: Bandung.
limbah buatan pewarna Azo Rapid Merah. Laksono, Sucipto. 2012. Pengolahan Biologis
3. Pengembangan inovasi pengolahan limbah lain Limbah Batik dengan Media Biofilter (Skripsi).
dengan menggunakan FeSO4.7H2O PS Teknik Lingkungan UI. Depok
Daftar Pustaka Latief, Dhinintya Hyta Narissi. 2014. Analisis
Agustina, T. E, dan Muhammad Amir. 2012. Frekuensi Mikronukleus Usapan Epitel Mukosa
Pengaruh Temperatur Dan Waktu Pada Bukal Pengrajin Batik di Yogyakarta Akibat
Pengolahan Pewarna Sintetis Procion Paparan Pewarna Azo (Skripsi). Fakultas
Menggunakan Reagen Fenton. Jurnal Teknik Kedokteran Gigi UGM. Yogyakarta
Kimia 18(3): 5461. Libretext, University of California, 2014. UC Davis
Astuti, M. 2014. Batik Ikat Celup Permata Bunda ChemWiki. United States License
(Parang Kaliurang) Hargobinangun Sleman. Manurung, Renita, Rosdanelli Hasibuan, dan Irvan.
Yogyakarta: eprints UNY. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara
Christina M., Mu'nisatun S, Rany Saptaaji, dan Anaerob Aerob. e-USU Repository : 119.
Djoko Marjanto. 2007. Studi Pendahuluan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
Mengenai Degradasi Zat Warna Azo ( Metil 2014
Orange ) Dalam Pelarut Air Menggunakan Mesin Puspo, Goet. 2009. Pemilihan Bahan Tekstil.
Berkas Elektron 350 keV/10 mA. JFN, Vol 1 No. Kanisius. Yogyakarta
1 Mei 2007. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir- Rohmah, Nur dan Sugiarto, Anto Tri. 2008.
BATAN: 3144. Penurunan TS (Total Solid) Pada Limbah Cair
Elfiana. 2013. Penurunan Konsentrasi COD Air Industri Perminyakan dengan Teknologi AOP.
Limbah Domestik dengan Reagen Fenton secara Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik,
Batch. Prosiding SNTK TOPI 2013. Pekanbaru Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Estikarina. 2016. Penurunan Kadar COD dan TSS Yogyakarta
pada Limbah Tekstil dengan Metode Ozonasi Somensi, Cleder A et al. 2010. Use of Ozone in a
(Skripsi). PS Teknik Lingkungan Universitas Pilot-Scale Plant for Textile Wastewater Pre-
Diponegoro. Semarang Treatment: Physico-Chemical Efficiency ,
Fu, Fenglian, Qi Wang, and Bing Tang. 2010. Degradation by-Products Identification and
Effective Degradation of C . I . Acid Red 73 by Environmental Toxicity of Treated Wastewater.
Advanced Fenton Process.174: 1722. 175: 23540.
Harisha, S., Jathi Keshavayya, B.E. Kumara Swamy, Tichonovas, Martynas. Edvinas Krugly, Viktoras
and C.C. Viswanath. 2017. Synthesis, Racys, Rainer Hippler, Violeta Kauneliene, Inga
Characterization and Electrochemical Studies of Stasiulaitiene, dan Dainius Martuzevicius. 2013.
Azo Dyes Derived from Barbituric Acid. Dyes and Degradation of Various Textile Dyes as
Pigments.Elsevier.www.elsevier.com/locate/dye Wastewater Pollutants under Dielectric Barrier
pig. 136: 74253. Discharge Plasma Treatment. Chemical
Holkar, Chandrakant R., Ananda J., Jadhav, Dipak Engineering Journal. Elseveir.
V. Pinjari, Naresh M. Mahamuni, Aniruddha B. www.elsevier.com/locate/cej. 229: 919.
Pandit. 2016. A Critical Review on Textile Tunc, Sibel, Tlin Grkan, and Osman Duman.
Wastewater Treatments: Possible Approaches. 2012. On-Line Spectrophotometric Method for
Journal of Environmental Management. the Determination of Optimum Operation
Elsevier.www.elsevier.com/locate/jenvman 182: Parameters on the Decolorization of Acid Red 66
35166. and Direct Blue 71 from Aqueous Solution by
Krisnawati, Amalia, dkk. 2014. Pengaruh Fenton Process. 182: 43142.
Karakteristik Lindi terhadap Ozonisasi

9
Usada, Widdi dan Agus Purwadi. 2007. Prinsip
Dasar Teknologi Oksidasi Maju: Tekno- Logi
Hibrida Ozon Dengan Titania. Prosiding PPI-
PDIPTN. Yogyakarta
Yahdiana. 2011. Studi Degradasi Zat Warna Tekstil
Congo Red dengan Metode Fotokatalitik
Menggunakan Suspensi TiO2 (Skripsi). FMIPA
UI. Depok
Yulida, Reva. 2012. Pendekatan Loyalitas
Pelanggan Bisnis Melalui Analisis Relationship
Marketing. Repository.upi.edu

10

Anda mungkin juga menyukai