Isbd
Isbd
2 Feminisme
Kata feminisme pertama kali diperkenalkan oleh aktivis sosialis utopis, Charles
Fourier pada tahun 1837 (Karim, 2014: 66). Dalam buku Encyclopedia of Feminism,
yang ditulis oleh Lisa Tuttle pada tahun 1986, feminisme dalam bahasa Inggrisnya
feminism, berasal dari bahasa Latin femina (woman), yang artinya having the qualities
of females. Istilah ini awalnya digunakan pada teori tentang persamaan seksual dan
Feminisme yang memiliki arti femina tersebut, memiliki arti sifat keperempuan,
sehingga feminisme diawali dengan anggapan bahwa posisi atau derajat laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan dimasyarakat. Karna hal tersebut timbul berbagai cara untuk
mempelajari penyebab ketidaksetaraan antara hak perempuan dan laki-laki agar hak
perempuan dan laki-laki setara dalam segala bidang, sesuai dengan potensi yang mereka
Bagi Bahsin dan Night dalam bukunya Some Question of Feminism and its
Relevance in South Asia pada tahun 1986 menyatakan bahwa feminisme merupakan
tempat kerja dan keluarga (Gamble, 2010:72). Jadi, dapat disimpulkan bahwa feminisme
adalah perjuangan untuk mencapai kesetaraan, harkat, serta kebebasan perempuan untuk
memilih dan mengelola kehidupannya, baik di dalam maupun di luar rumah tangga.
Seiring dengan berjalannya waktu, feminisme bukan hanya sebuah wacana tetapi
telah menjadi sebuah idelogi yang mempunyai arti perlawanan, anti, dan bebas dari
Dengan adanya perlawanan ini dapat dinyatakan bahwa dalam feminisme harus ada aksi
memiliki arti gerakan-gerakan yang muncul dan tumbuh dari perempuan ataupun upaya-
upaya politik dan sosial perempuan untuk mengakhiri penindasan yang telah mereka
Oleh karena itu, feminisme saat ini bukan hanya sekedar idelogi dan kepercayaan
saja, akan tetapi merupakan suatu ajakan untuk bertindak atau gerakan pembebasan.
Dengan tindakan maka feminisme akan menjadi gerakan pembebasan perempuan yang
nyata dan dapat mengangkat derajat perempuan pada posisi yang sepantasannya. Jika
tidak, maka feminisme hanya akan menjadi retorika saja bahkan keberadaan pun juga
akan hilang.
2.2.2 Sejarah Feminisme di Barat
Feminisme mulai timbul pada abad ke-18 di Eropa, tepatnya di Perancis yang
didorong oleh adanya ideologi pencerahan (Aufklarung). Setelah terjadi revolusi sosial
dan politik di Amerika Serikat, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai
muncul. Dan gerakan feminisme ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat disana
sejak John Stuart Mill mempublikasikan bukunya yang berjudul, The Subjection of
Women (1869). Feminisme dibarat ini mucul karena adanya pandangan meremehkan
atau membenci kaum perempuan (misogyny) serta adanya anggapan buruk yang melekat
Gerakan feminisme untuk pertama kalinya dicetuskan pada tahun 1785 oleh
Lady Mary Wortley Mantagu dan Marquis de Condorcet di Middelburg, sebuah kota di
Selatan Belanda (Kadarusman, 2005: 21). Pada awal abad ke-18 disebut sebagai titik
awal dalam sejarah feminisme. Walaupun sudah ada wanita yang melakukan debat untuk
mendapat posisi yang diakui masyarakat, feminisme belum terlalu banyak berkembang
pada saat itu. Pada saat itu hanya bermunculan para wanita yang menulis karya yang
antara tahun 1550-1700 di Inggris. Fokus perjuangan feminisme awal adalah melawan
makhluk yang lebih lemah, lebih emosional dan tidak rasional (Gamble, 2010 : 5).
Menurut Gamble (2010: 3), Istilah patrialkal mengacu pada hubungan kekuatan
kekuatan ini memiliki banyak bentuk;mulai dari penggolongan pekerjaan menurut jenis
kelamin dan pemberdayaan dalam organisasi sosial, hingga norma feminitas yang
Perempuan yang telah menikah juga tidak memiliki kemerdekaan yang sah dari
suaminya. Karena setelah menikah, yang memegang kendali dalam rumah tangga adalah
laki-laki. Perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga dan wajib melayani suaminya.
Melahirkan merupakan bagian terpenting dalam peran seorang istri, terutama untuk
mendapatkan ahli waris laki-laki atas kekayaan ayahnya sekaligus hak kepemilikannya.
Walaupun demikian, perempuan tidak memiliki hak atas anak-anaknya, baik itu
perkembangan dan pendidikan anak menjadi hak ayahnya. Dimata hukum saat itu, anak
menjadi milik ayahnya, dan jika orangtuanya bercerai, ayahnya pun bisa mencegah
mengenai perempuan sebagai bagian dari masyarakat yang ikut berperan bagi
pertama melalui usaha untuk merevisi esensial subordinasi perempuan dalam ajaran
gereja, kedua dengan menentang berbagai buku panduan bersikap yang cenderung
mengekang perempuan pada jaman tersebut dan ketiga, dengan membangun solidaritas
Dimana saat itu pendidikan intelektual diberikan kepada anak-anak perempuan dalam
pada tingkat universitas. Selain itu, sebagian besar warga baik perempuan maupun laki-
laki tidak memiliki hak pilih. Mereka hanya memiliki sedikit akses untuk memperoleh
pendidikan dan posisi perwakilan pemerintahan. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan
2010 : 4).
2007:8). Feminisme gelombang pertama ini, muncul dengan adanya tulisan Mary
mencapai hak pilih pada awal abad keduapuluh (Gamble, 2004 : 19). Tulisan
Wollstonecraft mengembangkan sisi rasional pada perempuan dan menuntut agar anak
perempuan dapat belajar di sekolah pemerintah sama dengan anak laki-laki (Suwastini,
2013:200).
kelas menengah, khususnya para ibu, sebagai kelas yang paling berpengaruh dalam
masyarakat. Dalam bukunya tersebut, Wolstonecfrat menekankan bahwa perlunya
membuat perempuan berpikir rasional, agar nalar perempuan menjadi lebih terdidik serta
berkembang menjadi individu yang mandiri, terutama secara finansial (Gamble, 2010 :
20). Akan tetapi, karya Wolstonecfrat ini dirusak oleh suaminya. Dimana suaminya
menulis sebuah buku yang berjudul Memoirs (1798) tentang kisah hidup Wolstonecraft.
Dan dari buku tersebut, membuat pembaca tau tentang kisah hidupya yang tidak
bermoral, mereka pun menolak apa yang dikatakannya dalam Vindication (Gamble,
2010 :21).
Perjuangan Wollstonecraft ini dilanjutkan oleh pasangan Harriet Taylor dan John
Stuart. Mereka adalah pasangan suami istri. Pada tahun 1851, Taylor menerbitkan
perempuan) yang menyerang gagasan bahwa perempuan harus diperlakukan sebagai ibu
yang baik, dan menghimbau perluasan kesempatan kerja (Suwastini, 2013 :200). Saat
Hariet meninggal dunia pada tahun 1858, suaminya John Stuart Mill mengambil ide-
idenya dan berinisiatif untuk menerbitkan ide-ide istrinya (Gamble, 2010: 24). Mereka
Pada tahun 1860an, terjadi perdebatan tentag hak-hak perempuan antara John
Ruskin (1819-1900) dengan John Stuart Mill (1806-1873). Dimana Mill bercerita
tentang realism politik seksual, sedangkan Ruskin tentag aspek romantisme dan sisi
untuk memperjuangkan hak perempuan setelah menikah dan hak asuh anak setelah
perceraian. Salah satu pejuang hak perempuan yang sudah menikah yang paling
menonjol adalah Caroline Norton yang memperjuangkan hak asuh atas anak-anaknya
setelah dia bercerai dengan suaminya (Gamble, 2004 : 25). Setelah bercerai dengan
suaminya, Caroline dijauhkan dengan ketiga anaknya. Dengan bantuan pengacara muda
yang juga merupakan anggota partai di Inggris, yaitu Thomas Talfourd. Caroline
membuat pamplet yang menyerang hukum yang berlaku tentang perlindungan anak. Dan
keganjilan hukum yang mencabut hak seoarang perempuan yang tidak berdosa atas
anaknya yang sah (Gamble, 2010:25). Sehingga dengan cara itu Caroline dan
Anak) pada tahun 1839, yang mengizinkan istri yang sudah berpisah dari suaminya yang
memilki kepribadian yang baik dan tidak berselingkuh, mendapatkan hak pemeliharaan
setelah bercerai, Caroline membiayai hidupnya sendiri dengan menulis, tetapi menurut
hukum saat itu, kekayaan perempuan yang sudah menikah, pendapatannya menjadi
milik suaminya (Gamble, 2010:26). Setelah 25.000 perempuan menandatangani sebuah
menikah, hak-hak sah tercantum dalam The Matrimonial Causes Act ( Undang-Undang
untuk membela nasib kaum perempuan. Aktifitas kaum feminis di Amerika dimulai
Pada feminisme gelombang pertama ini, hak pilih untuk perempuan juga dicapai
yaitu pada tahun 1918. Akan tetapi saat itu, hak pilih ini hanya berlaku bagi perempuan
yang berusia diatas 30 tahun. Pada tahun 1928, barulah perempuan mempunyai hak
perempuan lajang dari kelas menengah saja, terutama yang memiliki intelektualitas
tinggi (Suwastini, 2013 : 200). Sementara itu, gerakan mereka hanya ditujukan untuk
isu-isu tertentu saja dan belum ada kesadaran mengenai gerakan feminisme yang lebih
luas. Hanya perempuan kaya yang memiliki kesempatan untuk berkarir dan kehidupan
domestik karena mereka mampu membayar pelayan untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga mereka. Dan kritik yang paling mencolok adalah para feminis ini masih
mengandalkan bantuan kaum laki-laki untuk mencapai tujuan-tujuan mereka (Suwastini,
2013 : 200).
2007:8). Feminisme gelombang kedua muncul ditandai dengan terbitnya The Feminine
Mystique oleh Betty Friedan, diikuti dengan berdirinya National Organization for
Woman (NOW, 1966) yang didirikan oleh Betty Friedan dan munculnya kelompok-
kelompok conscious raising (CR) pada akhir tahun 1960an (Suwastini, 2013 : 201).
dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati
kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk
pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai
hak pilih secara penuh dalam segala bidang ( Hariarti, 2003: 149).
sebagai gerakan kolektif yang revolusionis. Gelombang ini muncul sebagai reaksi
emansipasi secara hukum dan politis telah dicapai oleh feminisme gelombang pertama.
Untuk itu, feminisme gelombang kedua lebih memusatkan diri pada isu-isu yang
201).
Menurut Thornham, feminisme gelombang kedua di Amerika dapat
merupakan aliran kanan yang bersifat liberal yang bertujuan untuk memperjuangkan
partisipasi perempuan di seluruh kehidupan sosial (di Amerika), dengan hak dan
kewajiban yang sama dengan laki-laki (Suwastini, 2013: 201). Aliran ini ada di bawah
yang didirikan oleh Betty Freidan pada 1966 (Hollows, 2010 :5)
personal seperti pernikahan, pengasuhan anak, dan kehidupan seksual (Hollows, 2010:
6). Menurut aliran ini, perempuan telah dipaksa oleh patriarki untuk bersikap mengalah,
dan lemah kembut. Aliran kedua sering disebut aliran kiri dan bersifat lebih radikal
(Suwastini, 2013:201). Feminisme radikal muncul karena adanya reaksi para feminis
yang merasa tidak terfasilitasi dalam feminisme liberal NOW karena perbedaan ras,
kelas, dan protes terhadap kekejaman Amerika dalam perang Vietnam (Kalidjernih, 2011
: 135).
tunjukkan dalam aksi demonstrasi yang dilakukan pada bulan september 1968 untuk
sebagai pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan (Hariarti,
2013:151)
Di Inggris, kelompok kanan terbentuk kuat di kalangan perempuan pekerja.
kelompok kiri sangat dipengaruhi oleh paham Sosialis Marxisme. Namun dalam The
British National Womens Liberation Conference pada bulan februari 1970, aliran kanan
dan kiri di Inggris bersatu dan menyerukan satu feminisme (Suwastini, 2013 : 201).
kesempatan kerja, tempat penitipan anak 24 jam, alat kontrasepsi gratis, dan aborsi
kedua berfokus pada isu perempuan sebagai kelompok yang tertindas dan tubuh
Feminisme gelombang kedua dikritik oleh para perempuan kulit hitam, lesbian,
dan perempuan pekerja yang kemudian membentuk gerakan radikal. Banyak pihak yang
gagal mencakup isu kelas dan ras, meski Thompson berpendapat feminisme sejak awal
selalu dipengaruhi oleh isu mengenai perempuan Afrika, Latina, dan Asia (Suwastini,
2013:202).
ke berbagai arah yang berbeda. Feminisme gelombang kedua dianggap berakhir pada
1975 (Hollows, 2004 : 15). Dan pada akhir 1980an, feminisme berkembang ke arah
dan kedua menghasilkan berbagai perubahan sosial bagi kehidupan wanita, antara lain :
ditempat kerja dan kehidupan public secara umum, karena mengasuh anak
perempuan
pendefinisian kembali berbagai konsep dalam feminisme pada akhir tahun 1980an.
feminisme pasca gelombang kedua menjadi suatu permasalahan mendasar yang dialami
perkembangan yang berlangsung pada waktu yang hampir bersamaan. Jika keduanya
dianggap perkembangan yang sama, maka keduanya merupakan suatu hal yang pasti dan
tidak dapat diperdebatkan. Dengan kata lain, kedua istilah tersebut tidak hanya sering
dimaknai secara bertentangan, tetapi keduanya juga memiliki banyak pengertian yang
Istilah postfeminisme sebenarnya telah muncul dalam sebuah artikel pada 1920.
Istilah ini digunakan untuk menyatakan sikap pro perempuan namun tidak anti-laki-
laki, yang merayakan keberhasilan feminisme gelombang pertama dalam meraih hak
pilih (Gamble, 2010 : 54). Pada 1980an dengan makna yang sangat beragam. Gill dan
kedua pada 1970an sehingga tujuan-tujuan tersebut tidak lagi relevan pada 1980an
feminisme ini diajukan oleh para pendukung feminisme gelombang kedua. Tania
Modleski, misalnya, melihat postfeminisme sebagai kajian yang menegasi dan
postfeminisme sebagai backlash. Susan Faludi merupakan salah satu proponen utama
Backlash: The Undeclared War Against American Women (1991), Faludi merumuskan
postfeminisme sebagai perang terhadap feminisme melalui media masa dan budaya
postfeminisme sebagai sensibility. Salah satu konsep feminis yang mengalami redefinisi
adalah peralihan femininitas sebagai bagian dari tubuh dan perubahan fokus dari
Feminisme gelombang ketiga juga memiliki banyak definisi yang berbeda dan
saling bertentangan. Para pencetus feminisme gelombang ketiga menyatakan diri mereka
postfeminisme. Para pelopor feminisme gelombang ketiga seperti Iyvonne Tasker dan
menganggap bahwa postfeminisme dinilai sebagai feminisme aras utama yang dimotori
berbagai kepentingan komersial tanpa aktivitas ataupun agenda feminis yang jelas.
Sedangkan feminisme gelombang ketiga menyatakan diri sebagai feminisme yang
berkembang di dunia akademik, bersifat sistematis, dan bersifat lebih kritis (Suwastini,
2013:204).
reaksi perempuan kulit berwarna terhadap dominasi perempuan kulit putih dalam
perempuan bersifat seragam dan universal (Suwastini, 2013:204). Dengan kata lain,
feminisme gelombang ketiga juga terlibat berbagai aktivitas turun ke jalan. Gamble
istilah postfeminisme karena implikasi negatif yang melekat pada makna postfeminisme.
perkembangan feminisme yang dimulai pada 1990an yang mendapat pengaruh dari
rumusan agenda feminisme yang berbeda dari feminisme sebelumnya karena feminisme
2013 :202).
mencapai tujuan-tujuan yang bersifat individual melalui gaya hidup yang menjadi ciri
dengan berbagai definisi yang saling bertentangan (Suwastini, 2013 : 202).. Sementara
itu, postfeminisme merupakan bentuk protes dari generasi feminis non-akademis yang
melihat feminisme sebagai gerakan yang sudah mencapai tujuannya dan tidak boleh lagi
gelombang ketiga, Genz dan Brabon melihat bahwa feminisme gelombang ketiga
budaya populer dalam feminisme gelombang kedua dan mengakui budaya populer
satunya yaitu kebiasaan membunuh anak perempuan. Quraish Shihab menyebutkan tiga
alasan terjadinya pembunuhan pada zaman jahiliyyah. Pertama, orang tua pada masa
masyarakat jahiliyah takut jatuh miskin bila menanggung biaya hidup anak perempuan
yang dalam konteks zaman itu, tidak bisa mandiri dan produktif. Kedua, masa depan
dikubur karena orang tuanya khawatir anak-anak perempuan diperkosa atau berzina.
Ketiga, sesuai dengan seringnya konflik antar kabilah atau peperangan antarsuku, orang
tua khawatir anaknya akan ditawan musuh dalam peperangan itu (Mazaya, 2014:329)
Alasan mereka bahwa anak perempuan adalah biang dari petaka karena dari segi
fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki. Ketika lemah, secara otomatis akan
menjadi batu sandungan bagi sang ayah atau ketua kelompok dan tidak bisa diajak
penghambat pembangunan, kurang bisa mandiri dan menggantungkan pada laki-laki dan
itu semua adalah aib bagi mereka maka harus ditutupi kalau perlu dibuang. Dengan
Menurut Quraish Shihab, catatan terpenting yang ingin ia sampaikan ialah bahwa
tradisi mengubur anak perempuan hidup-hidup bukan adat yang memperoleh restu dari
memberikan tebusan berupa unta bagi orang tua yang bermaksud mengubur anak
kenamaan zaman Jahiliyyah, yang memberikan dua ekor unta hamil sepuluh bulan
kepada orang tua yang akan membunuh anak perempuannya. Konon, ia sempat
menyelamatkan sekitar 300-400 orang anak perempuan yang akan dikubur hidup-hidup
Walaupun masih ada kabilah yang kontra terhadap penguburan hidup-hidup bayi
perempuan tetapi kebiasaan tersebut sudah menjadi budaya bagi masyarakat Arab
Jahiliyyah pada masa itu. Adat-istiadat Jahiliyah yang berlaku pada masa itu, selain
perempuan sebanyak yang disukai dan menceraikan mereka sesuka hati, sampai pernah
ada kepala suku yang mempunyai tujuh puluh hingga Sembilan puluh istri.
berbagai belahan dunia kaum perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang
utuh dan oleh karenanya perempuan tidak berhak bersuara, tidak berhak berkarya, dan
tidak berhak memiliki harta. Bahkan, eksistensinya sebagai makhluk manusia pun
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa kaum perempuan pada masa pra-Islam
atau yang lebih dikenal dengan zaman Jahiliyyah terlihat jelas bahwa kehidupan yang
ada belum menunjukkan kesetaraan gender. Hal ini disebabkan kaum laki-laki Arab
kelemahan perempuan itu bukan karena memang tidak mampu tetapi karena
keterbatasan para perempuan yang tidak diberi ruang gerak untuk mengaktualisasikan
diri.
Kesetaraan gender dalam perspektif sejarah Islam dapat dikategorikan dalam tiga
perempuan yang dinamis, sopan, dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam al Quan,
figur ideal seorang muslimah disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki kemandirian
politik, al-istiqll al-siysah (QS. al-Mumtahanah [60]: 12), seperti figur Ratu Bilqis
yang mempunyai kerajaan arsyun azhm (superpower), dan figur-figur yang lain
(Mulia, 2008:12)
Dalam sejarah Islam, peran perempuan dalam sektor publik dapat dibuktikan
dalam kisah istri-istri Nabi. Kita menemukan di dalam Shahih Bukhori, salah satu
kumpulan hadits yang otentik, menyebutkan bahwa perempuan muslim secara aktif
membantu mereka yang luka dalam perangUhud, termasuk di dalam kaum perempuan
ini adalah para istri Nabi sendiri. Satu orang menggambarkan bahwa ia melihat Aisyah
dan istri Nabi yang lain membawa air untuk kaum laki-laki di medan perang (Mulia,
2008:14).
Aisyah meriwayatkan hadits bahwa dia (Aisyah) menemani Nabi dalam sebuah
perang, dan ini terjadi setelah turunnya ayat tentang cadar. Azyumardi Azra
menyebutkan bahwa, pada zaman Nabi Muhammad SAW., belum ada larangan
perempuan menjadi pemimpin. Bahkan Aisyah (istri Nabi) saja pernah menjadi
Maka sangat wajar jika dalam lintas sejarah umat Islam terdapat tokoh
perempuan yang berperan sebagai pemimpin, tokoh ulama dan meriwayatkan hadis.
Pada masa Nabi, tercatat ada 1.232 perempuan yang menerima dan meriwayatkan
hadits. Bahkan Ummul Mukminin Aisyah ra. tercatat sebagai salah seorang dari tujuh
bendaharawan hadits. Beliau meriwayatkan 2.210 hadits. Khadijah binti Khuwailid, istri
Nabi yang pertama, dikenal sebagai perempuan yang sukses dalam dunia bisnis. Al-
Syifa tercatat sebagai perempuan yang ditunjuk Khalifah Umar sebagai manajer pasar
di Madinah, sebuah pasar besar di ibu kota pada waktu itu. Zainab, istri Nabi,
menyamak kulit dan hasilnya disedekahkan. Zainab istri Ibn Masud dan Ama binti Abu
Bakar keluar rumah mencari nafkah untuk keluarga. Di Medan perang, banyak nama
sahabat perempuan yag tercatat sebagai pejuang, baik di garis belakang seperti
mengobati prajurit yang luka dan menyediakan logistik maupun di garis depan
memegang senjata berhadapan dengan lawan. Nusaibah binti Kaab tercatat sebagai
perempuan yang memanggul senjata melindungi Rasululah ketika perang Uhud. Al-
Rabi binti al-Muawwidz, Ummu Sinan, Ummu Sulaim, Ummu Athiyah, dan
sekelompok perempuan lain juga beberapa kali ikut turun ke medan laga. Catatan
mengenai keberanian mereka dapat kita jumpai dalam banyak hadits shahih dan buku-
mengalami mengalami eksklusi dari ruang publik. Hal itu mengindikasikan bahwa umat
Islam pasca Nabi tak sepenuhnya berhasil menepis bias-bias patriarkhi yang secara kuat
mengakar dalam masyarakat Arab pra-Islam, dan di berbagai masyarakat lainnya dimana
Setelah ditelusuri dan diteliti lebih jauh, maka didapati bahwa ternyata kaum
wanita pada zaman Nabi Muhammad SAW lebih maju dan diakui hak-hak asasinya
ketimbang pada masa pra-Islam. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika dikatakan
dipelopori oleh risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Kedatangan Islam telah
(Mazaya, 2014:334)
Islam hadir membawa perubahan yang lebih baik yang dikemas dalam kitab suci
al-Quran. Menurut Nasaruddin Umar, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai
2014:335), yaitu :
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan,
sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Dzariyat: 56 Dan aku tidak menciptakan jin dan
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di samping
untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT juga
untuk menjadi khalifah di bumi. Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan
menjelang seorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus
Peluang untuk meraih prestasi tidak ada pembedaan antara laki-laki dan
perempuan. Dapat dilihat di QS. Ali Imran: 195, QS. al- Nisa: 124, QS. al-Nahl: 97,
QS. Ghafir: 40. Musdah Mulia, salah satu tokoh feminis muslim di Indonesia
menyebutkan bahwa kesamaan antara perempuan dan laki-laki, terutama dilihat dari tiga
dimensi. Pertama, dari segi hakikat kemanusiaannya. Dilihat dari hakikatnya sebagai
kualitas kemanusiaannya, seperti hak mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, dan hak-
hak lain yang berkenaan dengan urusan public. Kedua, dari segi pelaksanaan ajaran
agama, Islam mengajarkan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama mendapat pahala
atau amal saleh yang diperbuatnya dan sama-sama mendapat siksaan atas pelanggaran
yang mereka lakukan. Ketiga, dari segi hak-hak dalam keluarga, seperti hak waris. Islam
memberikan hak waris kepada perempuan, meskipun jumlahnya tidak sebanyak yang
diberikan kepada laki-laki. Sebelumnya, hak menerima warisan bagi perempuan tidak
dikenal dalam tradisi Arab. Bahkan perempuan merupakan bahagian dari harta yang
diwariskan. Islam juga memberikan hak kepada para istri untuk mengajukan tuntutan
cerai bilamana mereka menghendaki demikian. Hak meminta cerai itu sebelumnya tidak
2. Periode Pertengahan
Pada periode pertengahan ini membahas peran perempuan pada masa dinasti-
dinasti Islam. Dalam buku berjudul History of Arabs karya Philip K. Hitti menjelaskan
bahwa dalam sejarah kehidupan masyarakat dinasti Abbasiyah, ada budak yakni ibu
Harun yang dikenal sebagai al-Khayzuran, perempuan pertama yang memiliki pengaruh
Pada masa awal Dinasti Ababasiyah, kaum wanita cenderung menikmati tingkat
kebebasan yang sama dengan kaum wanita pada masa Dinasti Umayyah; tapi menjelang
akhir abad ke-10, pada masa Dinasti Buwayhi, system pemingitan yang ketat
berdasarkan jenis kelamin menjadi fenomena umum. Pada masa itu, banyak perempuan
yang berhasil mengukir prestasi dan berpengaruh di pemerintahan, baik dari kalangan
atas, seperti Khayzuran, istri al-Mahdi dan ibu al-Rasyid; Ulayyah, anak perempuan al-
Mahdi; Zubaydah, istri al-Rasyid dan ibu al-Amin; dan Buran, istri al-Mamun, atau dari
Arab yang pergi berperang dan memimpin pasukan, menggubah puisi dan
perempuan menukik tajam seperti yang disebutkan dalamkisah Seribu Satu Malam. Pada
masa itu, perempuan ditampilkan sebagaiperwujudan dari sikap licik dan khianat, serta
wadah bagi semua perilaku tercela dan pemikiran yang tidak berguna (Mazaya,
2014:337)
3. Periode Modern
buku berjudul Perempuan dan Politik dalam Islam, dikatakan bahwa saat ini gerakan
perempuan sudah melewati fase kedua, yaitu dari fase pembebasan menuju fase
politik di Indonesia masa kini, keberadaan organisasi Pusat Reformasi Pemilu (Cetro-
Centre for Electoral reform) pada tahun 1999, yang dipimpin seorang perempuan antara
lain penulis buku, Ani Soetjipto, telah membuktikan bahwa perempuan Indonesia telah
aspek kehidupan bermasyarakat, termasuk di bidang politik. Lebih jauh lagi Ani
bergulir. Dalam organisasi massa Islam terbesar di kawasanAsia Tenggara ini, lahirlah
organisasi Muslimat, Fatayat, serta IPPNU jelas diproyeksikan untuk lebih memberikan
peran kepada kaum perempuan. Sebelumnya di era sebelum kemerdekaan hingga awal
belakang).
Kini, bisa dilihat bahwa dalam konteks sejarah Islam perempuan sudah
yang sekedar memiliki pengetahuan yang kurang memadai tentang kesetaraan gender
(Mazaya, 2014:339)
Sehingga, apa pun peranannya baik sebagai anak, remaja, dewasa, ibu rumah tangga,
kaum professional, dan lain-lain mereka itu terhormat sejak kecil hingga usia lanjut.
Sementara, kaum feminis ala Barat, mereka benar-benar menderita, terutama pada usia
lanjut. Betapa tidak menderita, pada usia-usia menjelang akhir hayatnya mereka harus
berdiam di panti-panti jompo terpisah dari anak, cucu, keluarga, dan kerabat sendiri.
Hidup yang tersisa tiada berguna lagi. Makanya mereka mengadakan hari ibu agar
.
Kalidjernih, Freddy K. 2011. Puspa raga, konsep dan isu kewarganegaraan. Bandung :
Hollows, Joanne. 2010. Feminisme, Feminita & Budaya popular. Terjemahan oleh
Gamble, Sarah. 2010. Feminisme dan Postfeminisme. Terjemahan oleh Tim Penerjemah
Brooks, A. 1997. Brooks, Ann, 1997. Postfeminism: Feminism, Cultural Theory and
Karim, Abdul. 2014. Kerangka Studi Feminisme (Model Penelitian Kualitatif tentang
2017).
Hariarti, Sri. 2003.Aliran Feminisme Modern dan Aliran Feminisme Menurut Islam.
Hannam, June.2007. Feminism : in Focus Short Histories of Big Ideas Serie. England :
Pearson/Longman.
Kadarusman.2005. Agama relasi gender dean feminism, Yogyakarta :Kreasi
Wacana.