Laporan Kasus Peb
Laporan Kasus Peb
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia gravidarum adalah suatu
kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang
terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.1
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau
lebih.2
2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.
Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban
yang memuaskan.4
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak.3
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori
yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :
a. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
b. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
d. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
4
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain :5
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
b. Peran faktor imunologis.
c. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
pre-eklampsi/eklampsia.
d. Peran faktor genetik /familial
e. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
f. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.
g. Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
2.3. Epidemiologi
Di negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh lebih
tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per 100.000
kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per 100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara
dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa negara maju telah
menerbitkan hasil penyelidikan konfidensial atas kematian ibu setiap 3 tahun,
dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk
mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di
Australia sejak 1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang
menganalisis semua kematian ibu yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi
antara tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan
bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.4,6
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah
besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita
subur usia disebabkan berkaitan dengan hal kehamilan. Kematian saat melahirkan
biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak
5
produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per
tahunnya meninggal saat hamil atau persalinan.7
Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita preeclampsia berkisar
3% - 10 %, hasil penelitian Erwati dkk (1994) di Padang didapatkan kejadian
preeklampsia berat 4,32 % dan eklampsia 0,89 % dengan jumlah kematian
perinatal 1,08%.5
2.4. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 jenis preeklampsia, yaitu sebagai berikut :1
A. Preeklampsia Ringan
1. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya
6 jam.
2. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau
lebih per minggu.
3. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream.
B. Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam, +3 atau +4 pada pemeriksaan
kualitatif.
3. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
5. Terdapat edema paru dan sianosis.
6
Proteinuria timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan.
Proteinuria sering ditemukan pada preeklampsia, hal ini disebabkan karena
vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai
tanda yang cukup serius.8
Gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter, sakit kepala yang keras
karena vasospasmus atau edema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput
hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung.
Gangguan penglihatan menjadi kabur sampai pasien buta. Gangguan ini
disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat
dengan ophtalmoscop. Gangguan pernafasan sampai sianosis. Pada keadaan berat
akan diikuti gangguan kesadaran.5
2.6. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik
menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi
/ agregasi trombosit deposisi fibrin.
Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme
sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan
koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan
konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan
faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.
Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati
dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen
arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel
darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
8
2.7. Penatalaksanaan
a. Perawatan aktif
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala
tidak ada perbaikan.
Janin
Hasil fetal assesment jelek
Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
Laboratorium
Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
10
Pengobatan medisinal
Pengobatan medisinal pasien preeklampsia berat adalah
Segera masuk rumah sakit.
Tirah baring miring ke satu sisi.
Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
- Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti
segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc)
dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
- Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal
lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
- Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
Hentikan pemberian MgSO4
Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit
Berikan oksigen.
Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
Anti hipertensi diberikan bila :
- Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg
(bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
- Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis
yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral.
b. Perawatan Konservatif
Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan preterm lebih dari 28 minggu dan kurang 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
12
3. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu
MgSO4 20% 2 gr IV.
2.8. Komplikasi
Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam
bentuk kemungkinan :5
a. Perdarahan subkapsular
b. Perdarahan periportal system dan infark liver
c. Edema parenkim liver
d. Peningkatan pengeluara enzim liver
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia.
Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeclampsia berat :
a. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeclampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeclampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan preeclampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui secara pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita
preeclampsia dapat menerangkan hal tersebut.
d. Perdarahan otak
Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita preeclampsia
berat dan eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan sementara, yang berlangsung sampai seminggu.
Perdarahan biasanya terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadi apopleksi serebri.
f. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Terkadang ditemukan abses paru-
paru.
g. Nekrosis hati
Hal ini disebabkan adanya vasospasme arteriole. Kerusakan sel-sel hati
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-
enzimnya.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Suami Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Palembang
3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 2 Mei 2014 pukul 13.00 WIB.
3.2.1. Keluhan Utama
Penderita datang dengan keluhan kesemutan di tangan dan pegal di kaki
3.2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Penderita datang ke Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan keluhan
kesemutan di tangan dan pegal di kaki disertai bengkak pada kaki. Penderita
mengaku hamil cukup bulan, hamil anak ketiga. penderita mengaku saat hamil
anak pertama dan kedua penderita mengalami darah tinggi. Riwayat keluar air-air
16
dari kemaluan tidak ada, keluar darah lendir tidak ada, mual tidak ada, muntah
tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nyeri kepala hebat tidak ada, gangguan
penglihatan tidak ada. Gerakan anak masih dirasakan sampai sekarang.
3.7. Penatalaksanaan
- IVFD RL gtt xx/menit
- MgSO4 40% 20 cc bokong kanan bokong kiri (satu kali pemberian)
- MgSO4 4g/10 cc per-6 jam intramuscular
- nifedipine 3x10 mg tab
3.8. Follow Up
3 Mei 2014 pukul 16.05 WIB
Nyeri luka operasi jika bergerak
O/ keadaan umum : tampak sakit ringan
Sens : compos mentis
TD : 150/100 mmhg
20
Nadi : 85 x/m
Pernapasan : 24 x/m
Suhu : 36,7 celcius
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus : baik
Lochea rubra (+), perdarahan tidak aktif
A : P3A0 post section cesaria a/i PEB + presbo
P: - imobilisasi 24 jam post operasi
- IVFD RL gtt xx/m
- Ceftriaxone 2x1 gr intravena (skin test)
- Nifedipine 3x10 mg tab
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari hasil anamnesis pasien G3P2A0 hamil aterm, datang ke rumah sakit
dengan keluhan kesemutan di tangan dan pegal di kaki. Pasien juga mengalami
darah tinggi dan bengkak di kaki. Berdasarkan gejala yang terjadi pada penderita,
kemungkinan penderita mengalami pre-eklampsia, hal ini ditunjukkan oleh usia
kehamilan lebih dari 20 minggu dengan darah tinggi. Menurut teori preeklampsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium
darah rutin dan urine lengkap) didapatkan tekanan darah 180/90 mmHg, nadi 84
x/menit, edema pretibia (+/+), protein urin 3+ (+++) penderita di diagnosis dengan
preeclampsia berat. Berdasarkan teori untuk menegakkan diagnosis preeclampsia
berat didapatkan dua dari trias gejala, yaitu berat badan berlebihan, hipertensi,
proteinuria dan atau edema. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi
kenaikan 1 kg dalam seminggu. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg dan diastolic lebih dari 110 mmHg. Proteinuria + 5g/24 jam atau kualitatif
4+ (++++). Pada pasien ini ditemukan adanya hipertensi dan edema pretibia serta
protein urin 3+, sehingga dapat ditegakkan diagnosis preeklampsia berat.
Pada kasus ini dilakukan penatalaksanaan operasi sectio cesaria
dikarenakan belum inpartu dengan presentasi bokong. Pada pasien ini saat awal
diberikan MgSO4 40% 20 cc bokong kanan dan bokong kiri dalam satu kali
pemberian, setelah itu MgSO4 4g/10 cc per 6 jam intramuscular, nifedipine 3x10
mg tab, observasi keadaan umum dan tanda vital ibu, observasi denyut jantung
janin, bedrest dengan miring ke satu sisi yaitu sisi kiri, dan dipasang kateter
menetap. Hal ini telah sesuai dengan yang ada di dalam teori bahwa pada pasien
tersebut dilakukan pengobatan medisinal untuk mencegah terjadinya impending
eklampsia dan dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio cesaria karena belum
inpartu dengan presentasi bokong.
22
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton.
Lange USA. 2007; 819-41.
2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC,
Hankins GD et al. 2001. Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams
Obstetrics. 21th ed.London: Prentice-Hall International. Hal: 567-618.
3. http://www.ui.ac.id/id/news/archive/297
4. Triatmojo, 2003, Pereklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
5. Roeshadi, H. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka
Kematian Ibu Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia
6. Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum
Tarakan, Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139,
13-15.
7. Surjadi, 2007 Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin dalam Urin
Antara Penderita Preeklamsia dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri
Dan Ginekologi Indonesia
8. Trijatmo Rachimhadhi, 2007, preklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
9. Protap Obstetri dan Ginekologi Universitas Sriwijaya Palembang.