FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MANUAL PLASENTA
OLEH:
HANNA DEWI ROSALINA
C111 12 064
PEMBIMBING:
Dr. dr. Siti Maisuri T. Chalid, Sp.OG (K)
dr. Andi Cakra Juanda
i
LEMBAR PENGESAHAN
Dr. dr. Siti Maisuri T. Chalid, Sp.OG (K) dr. Andi Cakra Juanda
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan ....................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................ 3
BAB III Penutup ............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pengeluarannya secara normal. Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat
dengan ketidaktersediaannya tenaga terampil yang dapat melakukan manual
plasenta, utamanya di negara berkembang. (Akinola, 2013)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Perdarahan post partum adalah
Manual plasenta adalah prosedur Obstetri yang dilakukan pada kala III
persalinan untuk menangani retensio plasenta, pada umumnya pelepasan plasenta
ditunggu hingga 30 menit menurut WHO. Beberapa kepustakaan
merekomendasikan manual plasenta mulai dapat dilakukan dalam 20 menit hingga
1 jam pada persalinan kala III. Hal tersebut didasari pertimbangan bahwa pelepasan
plasenta secara sendirinya sangat jarang terjadi setelah melewati 60 menit.
(Akinola, 2013) Keadaan retensio plasenta merupakan komplikasi dari 2%
kehamilan. (NWHCG, 2015)
3
d. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. (Garmi, 2012)
e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan
yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
5. Darah penderita terlalu banyak hilang
6. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4
D. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta (Garmi, 2012)
1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas,
serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum
sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan
aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
2. Penolong
a) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
b) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
5
c) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
d) Instrument
Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
Mangkok tempat plasenta : 1
Kateter karet dan urine bag : 1
Benang kromk 2/0 : 1 rol
Partus set
6
satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut. (Kemenkes RI, 2013)
7
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
(Cunningham, 2010)
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau
mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan
ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat
dihindarkan. (Kemenkes RI, 2013)
8
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui
kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada
waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit. (Kemenkes RI, 2013)
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia
uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk
menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu. Jika tindakan
manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang
(cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit
dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase
pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per-oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
(Kemenkes RI, 2013)
H. Komplikasi
Komplikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi/
komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple
organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi
korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari
dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.
Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi
sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta
sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera
dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus. Komplikasi
9
yang dapat terjadi pada tindakan manual plasenta diantaranya adalah perdarahan,
infeksi, trauma jalan lahir, perforasi uterus, inversio uteri, dan resiko lain yang
berhubungan dengan tindakan anestesi. (Akinola, 2013)
10
Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
c. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
d. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah)
kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
e. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk
memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
f. Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
g. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat
ke pangkal jari telunjuk).
h. Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
1) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling
bawah
Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila
dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat
dengan punggung tangan menghadap ke atas.
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat
implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara
plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
mengahadap ke dinding dalam uterus.
Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding
tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di
bawah telapak tangan kanan.
2) Kemudian gerakan tangan kanan menyusuri plasenta dengan bagian
ulnar sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal
plasenta dapat dilepaskan
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu
(pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.
i. Mengeluarkan Plasenta
11
Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
masih melekat pada dinding uterus.
Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada
saat plasenta dikeluarkan.
Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan
darah).
Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke
dorsokranial setelah plasenta lahir.
Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar
12
5. Perawatan Pascatindakan
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan
instruksi apabila masih diperlukan.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang
tersedia.
c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
dilaksanakan dan pasien masih memerlukan perawatan.
e. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
f. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan,
lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (di Rumah Sakit).
g. Tegaskan pada petugas yang merawat untuk menjalankan instruksi
perawatan dan pengobatan serta laporkan bila pada pemantauan lanjut
ditemukan perubahan-perubahan.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2010.
Williams Obstetrics. 24th edition. The McGraw-Hill Companies
Akinola, O.I, et. Al, 2013. Manual removal of the placenta: Evaluation of some risk
factors and management outcome in a tertiary maternity unit. A case
controlled study. Open Journal of Obstetrics and Gynecology 3, 279-284
Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith RP.
Chapter 12. Postpartum Hemorrhage. In: Beckmann CRB, Ling FW,
Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith RP. Obstetrics and
Gynecology. 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2010. p. 133-9
Snelgrove JW. 2009. Postpartum Hemorrhage in the Developing World A
Review of Clinical Management Strategies. MJM ;12(2):61-6
DEPKES RI, 2008. Buku Panduan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri
Emergensi Dasar. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi; p43-45
National Womens Health Clinical Guideline. 2015. Retained Placenta
Management. Auckland; p1-3
Garmi, Gali, Salim, Raed. 2012. Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and
Management of Placenta Accreta. Hindawi Publishing Corporation,
Obstetrics and Gynecology International Vol 2012;p1-5
15