Asupan Kalsium, Status Gizi, Tekanan Darah Dan Hubungannya Dengan PDF
Asupan Kalsium, Status Gizi, Tekanan Darah Dan Hubungannya Dengan PDF
(Calcium Intake, Nutritional Status, Blood Pressure, and Relationship to Joint Pain among
Elderly in Nursing Homes in Bandung City)
1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
ABSTRACT
The objective of this study was to determine the relationship of calcium intake, nutritional status, and
blood pressure to joint pain among elderly in nursing homes in Bandung. The study design was cross-sectional
study. Subjects were consisted of 12 elderly men and 69 elderly women from four nursing homes in Bandung.
Most subjects had joint pain (59.3%), hypertension (30.9%), and were overweight (39.5%). There was no
significant relationship between frequency of consumption of calcium food sources and nutritional status,
blood pressure, joint pain, and the level of joint pain (p>0.05). There was no significant relationship between
joint pain and the level of joint pain with blood pressure and nutritional status.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan kalsium, status gizi, dan tekanan darah terhadap
keluhan sendi pada lansia di Panti Werdha Kota Bandung. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Subjek
terdiri atas 12 lansia pria dan 69 lansia wanita dari empat panti werdha di Kota Bandung. Sebagian besar
subjek mempunyai keluhan sendi (59.3%), hipertensi (30.9%), dan status gizi overweight (39.5%). Tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium dengan status gizi,
tekanan darah, keluhan sendi, dan tingkat keluhan sendi (p>0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara keluhan sendi dan tingkat keluhan sendi dengan tekanan darah dan status gizi.
Kata kunci: kalsium, keluhan sendi, lansia, status gizi, tekanan darah
Korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
*
Pengolahan dan Analisis Data nyeri sendi (Pincus et al. 2009). Activity daily living
Karakteristik individu. Umur subjek dike- dinilai dengan cara subjek diminta memilih jawab-
lompokkan menurut Departemen Kesehatan Repub- an dari pernyataan aktivitas harian sesuai dengan
lik Indonesia, yaitu kelompok usia lanjut dini (5564 kondisi subjek. Pilihan jawaban terdiri atas 0) tan-
tahun), kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun), pa kesulitan, 1) sulit, 2) banyak kesulitan, dan 3)
dan usia lanjut lebih dari 70 tahun. Jenis kelamin tidak dapat melakukan. Skor kesepuluh jawaban
subjek dikategorikan menjadi dua, yaitu laki-laki dijumlahkan. Jumlah skor 030 dikonversikan men-
dan perempuan. Pendidikan subjek dikategorikan jadi skor 010. Penilaian persepsi status kesehatan
menjadi lima berdasarkan ijazah terakhir subjek, dan persepsi rasa nyeri dengan cara subjek diminta
yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan perguruan untuk memberikan jawaban atas status kesehatan
tinggi. Pekerjaan subjek dikategorikan menjadi dan rasa nyeri yang dirasakan subjek saat wawan-
lima, yaitu tidak bekerja, pedagang, buruh, petani, cara dengan memilih skala visual antara skala 010.
dan lainnya. Status pernikahan dikategorikan men- Persepsi rasa nyeri hanya untuk subjek yang meng-
jadi tiga, yaitu menikah, janda/duda, dan tidak alami keluhan sendi sedangkan activity daily living
menikah. Pendapatan subjek dikategorikan menjadi dan persepsi status kesehatan ditanyakan ke semua
empat dengan menghitung angka standar penda- subjek. Tingkat keluhan sendi dibedakan menjadi
patan terlebih dahulu. Angka standar pendapatan tinggi, sedang, rendah, dan lemah.
diperoleh dengan menggunakan rumus (Pendapatan Uji korelasi Spearman digunakan untuk
maksimal-pendapatan minimal). Kemudian penda- mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi
patan subjek dibagi menjadi empat, yaitu (1) tidak pangan sumber kalsium dengan status gizi, tekanan
mempunyai pendapatan, (2) (angka pendapat- darah, dan tingkat keluhan sendi, hubungan antara
an minimal+1) s/d angka standar pendapatan, (3) status gizi dan tekanan darah dengan tingkat keluhan
(angka standar pendapatan +1) s/d (angka standar sendi, dan hubungan antara usia dan keluhan sendi.
pendapatan +(angka standar pendapatan +1)), (4) Uji korelasi Chi-square digunakan untuk mengetahui
(angka standar pendapatan+(angka standar penda- ada tidaknya hubungan antara keluhan sendi dengan
patan +1))+1 s/d pendapatan maksimal. Pendapatan frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium, hiper-
subjek dikategorikan menjadi empat, yaitu Rp 0, Rp tensi, dan status gizi. Uji Mann-Whitney digunakan
1Rp 1 333 333, Rp 1 333 334Rp 2 666 667, dan Rp untuk mengetahui perbedaan keluhan sendi antara
2 666 668Rp 4 000 000. subjek wanita dan subjek pria.
Frekuensi konsumsi pangan sumber kal-
sium. Kebiasaan konsumsi pangan sumber kalsium HASIL DAN PEMBAHASAN
dikelompokkan menjadi: 1) tidak pernah jika subjek
tidak mengonsumsi pangan sumber kalsium selama Karakteristik Subjek
satu bulan, 2) 3x dalam seminggu, 3) >3x dalam Jumlah subjek lansia wanita (85.2%) di em-
seminggu, 4) 1x dalam sehari. pat panti lebih banyak daripada subjek lansia pria
Status gizi. Tinggi badan lansia diprediksi de- (14.8%). Hal ini disebabkan ada satu panti yang se-
ngan menggunakan tinggi lutut. Fatmah et al. (2008) mua penghuninya adalah perempuan. Sebagian be-
merekomendasikan model prediksi tinggi badan lan- sar subjek (53.0%) berada pada kelompok usia 70
sia, yaitu: 1) Laki-laki: Prediksi TB=56.343+2.102 tahun. Rata-rata lama pendidikan subjek adalah
tinggi lutut, 2) Perempuan: Prediksi TB=62.682+1.889 6.64.8 tahun. Sebanyak 43.2% subjek tidak ber-
tinggi lutut. Estimasi berat badan berdasarkan ukur- sekolah dan hanya 7.4% subjek yang menamatkan
an lingkar lengan atas menggunakan rumus sebagai pendidikan sampai perguruan tinggi.
berikut 1) Laki-laki: Prediksi BB=2.592LLA12.902, Rata-rata pendapatan subjek adalah Rp 413
2) Perempuan: Prediksi BB=2.001LLA1.223. Status 913Rp 762 954. Pendapatan minimal subjek adalah
gizi diukur dinilai dengan menggunakan IMT, dengan Rp 0 sedangkan pendapatan maksimal subjek adalah
rumus Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (m))2. Peng- Rp 4 000 000. Sebagian besar subjek tidak bekerja
golongan status gizi menggunakan cut off point IMT saat ini (86.4%). Status pernikahan subjek saat ini
pada tahun 2005 menurut WHO (Gibson 2005). sebagian besar adalah janda/duda (66.7%). Sebagian
Tekanan darah. Tekanan darah subjek dibe- besar subjek yang tidak menikah merupakan lansia
dakan menjadi dua, yaitu normal dan hipertensi wanita (32.1%).
berdasarkan cut off JNC-7.
Keluhan sendi. Penilaian tingkat keluhan sen- Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Kalsium
di dilakukan dengan menggunakan kuesioner RAPID3 Subjek diwawancarai beberapa jenis pangan
yang terdiri dari tiga komponen yaitu activity daily sumber kalsium, yaitu bayam, teri, tempe, tahu,
living, persepsi status kesehatan, dan persepsi rasa daun singkong, dan susu. Pemilihan pangan tersebut
didasarkan pada kandungan kalsium jenis pangan protein yang rendah berhubungan dengan penu-
tersebut. Sebaran subjek menurut frekuensi kon- runan densitas mineral tulang (Rapuri et al. 2003).
sumsi pangan sumber kalsium disajikan pada Tabel Konsumsi zat gizi lainnya yang dinilai adalah
1. kalsium. Rata-rata konsumsi kalsium subjek selama
Pangan yang selalu dikonsumsi subjek setiap dua hari adalah 571 mg. Rata-rata konsumsi kalsium
harinya adalah tempe dan tahu. Hal ini disebabkan subjek lebih tinggi daripada rata-rata konsumsi kal-
panti selalu menyediakan tempe atau tahu sebagai sium lansia di PSTW Budi Mulia 4 Jakarta yaitu 457.7
lauk pauk setiap harinya. Sebanyak 24.5% subjek mg (Jauhari 2003). Namun, rata-rata konsumsi kal-
mengonsumsi susu setiap hari. Namun, terdapat sium subjek lebih rendah daripada konsumsi kalsium
44.4% subjek yang tidak pernah mengonsumsi susu. lansia di Australia, yaitu 955 mg/hari (Devine et al.
Teri merupakan pangan yang banyak tidak dimakan 2005). Rendahnya konsumsi kalsium subjek disebab-
oleh subjek. Sebanyak 63.0% subjek tidak mengon- kan kurangnya subjek dalam mengonsumsi pangan
sumsi ikan teri sedangkan sisanya (37.0%) hanya hewani yang merupakan sumber kalsium utama se-
mengonsumsi teri dengan frekuensi kurang dari perti susu dan ikan teri.
3x dalam seminggu. Pangan lainnya yang banyak
tidak dimakan oleh subjek adalah daun singkong Status Gizi
dan bayam. Alasan subjek jarang mengonsumsi daun Sebagian besar subjek (39.5%) mempunyai
singkong dan bayam adalah karena panti jarang me- status gizi overweight. Sebanyak 16.0% subjek
nyediakan daun singkong dan bayam sebagai menu mempunyai status gizi obesitas 1 dan sebanyak 3.7%
makanan. subjek mempunyai status gizi obesitas 2. Penelitian
status gizi lansia juga dilakukan terhadap lansia di
Konsumsi Pangan daerah Pennsylvania. Hasil penelitian tersebut yaitu
Konsumsi pangan harian subjek di panti ber- sebanyak 44% subjek mempunyai status gizi over-
asal dari makanan panti dan makanan luar panti. weight dan 35% subjek mempunyai status gizi obesi-
Makanan panti terdiri dari makanan utama yang tas (Ledikwe et al. 2003).
diberikan sebanyak tiga kali dalam sehari dan ma- Selain terdapat subjek yang mempunyai sta-
kanan selingan yang diberikan sebanyak satu kali tus gizi lebih dan obesitas, juga terdapat subjek
dalam sehari. Rata-rata tingkat kecukupan energi yang mempunyai status gizi kurus. Sebanyak 11.1%
subjek berada dalam kategori normal. Rata-rata subjek mempunyai status gizi kurus dan sebanyak
konsumsi energi subjek, yaitu 1 324 kkal masih 2.5% subjek mempunyai status gizi sangat kurus. Na-
berada di bawah rata-rata konsumsi energi lansia di mun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
PSTW Budi Mulia 4 Jakarta yaitu 1 490 kkal (Jau- Ledikwe et al. (2003) yang menyatakan bahwa tidak
hari 2003). Sturm et al. (2004) menyatakan bahwa terdapat lansia di daerah Pennsylvania yang mem-
konsumsi energi lansia di Adelaide lebih rendah jika punyai status gizi underweight. Status gizi kurang
dibandingkan dengan konsumsi energi selain lansia. pada lansia dapat terjadi karena kurangnya kon-
Proses penuaan dapat menekan rasa lapar dengan sumsi pangan lansia akibat penurunan nafsu makan
mekanisme pelebaran daerah antral dan peningkat- pada lansia.
an kadar kolesitokinin dalam plasma.
Rata-rata konsumsi protein subjek, yaitu 32 g Tekanan Darah
masih berada di bawah rata-rata konsumsi protein Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
orang Indonesia, yaitu 55.5 g/hari (Depkes 2008). sebanyak 30.9% subjek mengalami hipertensi.
Rendahnya rata-rata konsumsi protein subjek dise- Hipertensi pada lansia juga dapat dinyatakan dalam
babkan subjek kurang mengonsumsi pangan hewani hasil penelitian Jauhari (2003), yaitu sebanyak 28.3%
yang merupakan sumber protein utama. Konsumsi lansia di Panti Werdha Budi Mulia 4 Jakarta mengalami
hipertensi. Ledikwe et al. (2003) juga menyatakan takan bahwa wanita lebih banyak menyimpan lemak
bahwa sebanyak 50% lansia di Pennsylvania berusia di daerah ekstremitas bawah sehingga menyebabkan
65 tahun menderita hipertensi. Tingginya kasus beban berlebih pada lutut. Uji Mann-Whitney me-
hipertensi pada lansia dapat dipengaruhi oleh faktor nyatakan bahwa terdapat perbedaan ada tidaknya
umur. Widyaningsih dan Latifah (2008) menyatakan keluhan sendi yang signifikan antara subjek wanita
bahwa setiap kenaikan usia satu tahun maka tekanan dengan subjek pria.
darah sistolik akan meningkat sebesar 0.369 mmHg Bentuk keluhan sendi yang dirasakan oleh
dan sebesar 0.283 mmHg untuk tekanan darah subjek bermacam-macam antara lain, nyeri, kaku,
diastolik. Peningkatan tekanan darah pada lansia sampai tidak bisa digerakkan. Sebanyak 50.6% sub-
juga diduga karena kurangnya aktivitas fisik pada jek menyatakan bahwa keluhan sendi hanya dira-
subjek. Salah satu faktor utama penyebab hipertensi sakan di satu bagian tubuh saja. Bagian tubuh yang
adalah kurangnya aktivitas fisik (JNC-7 2003). sering dirasakan nyeri adalah lutut (33.3%) dan kaki
(12.4%). Sebanyak 47% wanita di Bahrain menderita
Keluhan Sendi osteoarthritis lutut, 7% menderita osteoarthritis
Keluhan sendi subjek dalam penelitian ini di- di pinggang dan osteoarthritis gabungan antara lu-
tentukan dengan menanyakan ada tidaknya keluhan tut dan pinggang menempati urutan pertama yaitu
yang dialami oleh subjek yaitu berupa nyeri sendi. sebanyak 51% (Asokan et al. 2011). Penyakit sendi
Sebagian besar subjek dalam penelitian ini mempu- sering memengaruhi sendi antar jari kaki, ibu jari,
nyai keluhan sendi (59.3%), yaitu berupa rasa nyeri. lutut, pinggang, pergelangan kaki, dan tulang bela-
Keluhan atau nyeri sendi banyak dialami oleh lansia. kang yang bekerja menopang berat badan (Duncan
Soeroso et al. (2005) menyatakan bahwa usia >50 ta- 2004). Lama waktu subjek dalam merasakan keluh-
hun merupakan salah satu faktor risiko osteoarthri- an sendi bervariasi. Sebagian besar subjek (32.1%)
tis lutut di Indonesia. Namun, berdasarkan uji kore- menyatakan bahwa subjek merasakan keluhan sendi
lasi Spearman tidak terdapat hubungan antara ada selama <1 hari.
tidaknya keluhan sendi dengan usia subjek (p>0.05;
r=0.015). Hal ini diduga karena tidak semua ke- Tingkat Keluhan Sendi
luhan sendi yang dialami subjek akibat faktor usia. Activity Daily Living (ADL). Subjek diminta
Beberapa subjek menyatakan bahwa keluhan sendi menyebutkan kesan subjek dalam melakukan ak-
yang dirasakan oleh subjek adalah akibat terjatuh. tivitas dasar harian. Kesan tersebut terbagi men-
Buchanan dan Kean (2002) menyatakan bahwa fak- jadi empat, yaitu tidak mengalami kesulitan dalam
tor usia bukan merupakan satu-satunya penyebab melakukan, agak sulit dalam melakukan, sangat su-
terjadinya osteoarthritis. lit dalam melakukan, dan tidak dapat melakukan.
Keluhan sendi banyak dirasakan oleh subjek Sebaran subjek menurut activity daily living disaji-
wanita daripada subjek pria. Sebanyak 89.6% sub- kan pada Tabel 2.
jek yang mempunyai keluhan sendi adalah subjek Minum dan memutar kran merupakan kegiat-
wanita. Penelitian Rosemann (2008) pada pasien an yang paling banyak dapat dilakukan oleh subjek
osteoarthritis di Baden-Wuerttemberg dan Bavaria (97.5%). Hal ini karena minum dan memutar kran
menyatakan bahwa sebanyak 66% pasien osteoar- merupakan kegiatan yang mudah dilakukan dan
thritis adalah wanita. Gandhi et al. (2010) menya- hanya melibatkan sendi-sendi pada jari-jari tangan.
Tabel 2. Sebaran Subjek menurut Aktivitas Sehari-hari (Activity Daily Living)
Tidak dapat
Tidak sulit Agak sulit Sangat sulit
Kegiatan melakukan
n % n % n % n %
Memakai pakaian sendiri 76 93.8 3 3.7 1 1.2 1 1.2
Turun naik tempat tidur 76 93.8 4 4.9 0 0.0 1 1.2
Minum 79 97.5 2 2.5 0 0.0 0 0.0
Jalan 64 79.0 6 7.4 7 8.6 4 4.9
Mandi 75 92.6 2 2.5 1 1.2 3 3.7
Menggantungkan baju 67 82.7 5 6.2 5 6.2 4 4.9
Memutar kran 79 97.5 2 2.5 0 0.0 0 0.0
Turun naik bis, mobil, kereta 53 65.4 8 9.9 9 11.1 11 13.6
Berjalan sejauh 1.5 km 23 28.4 40 49.4 11 13.6 7 8.6
Berolahraga 64 79.0 5 6.2 8 9.9 4 4.9
Kegiatan lainnya yang dapat dilakukan subjek tanpa subjek, yaitu sebanyak 38.3%. Keluhan sendi dengan
kesulitan adalah memakai pakaian, turun naik tem- tingkat sedang dapat dialami oleh subjek yang mem-
pat tidur, dan mandi. Kegiatan yang paling banyak punyai persepsi status kesehatan yang kurang baik
tidak dapat dilakukan oleh subjek adalah kegiatan karena subjek merasa kurang sehat saat diwawan-
turun naik bis, mobil, atau kereta (13.6%). Subjek carai. Subjek juga mempunyai persepsi rasa nyeri
yang tidak mampu melakukan kegiatan turun naik namun masih mampu melakukan kegiatan yang ter-
bis atau kereta merupakan subjek yang mempunyai masuk dalam activity daily living tanpa kesulitan.
keterbatasan dalam bergerak. Umumnya subjek Subjek dengan tingkat keluhan sendi yang tinggi
dibantu menggunakan tongkat atau kursi roda dalam memerlukan penanganan dan perawatan yang lebih
berjalan atau bergerak. dibandingkan dengan tingkat keluhan sendi lainnya
Sebanyak 49.4% subjek menyatakan agak sulit (23.5%). Subjek dengan skor tingkat keluhan lemah
jika berjalan sejauh 1.5 km. Subjek menyatakan mampu melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bahwa subjek lelah jika harus berjalan jauh. Beberapa activity daily living, kecuali jalan kaki sejauh 1.5
subjek menyatakan bahwa lutut dan kakinya sakit jika km (14.8%). Subjek tidak mempunyai keluhan sendi
berjalan jauh. Beberapa subjek lainnya menyatakan dan dalam keadaan sehat.
bahwa tidak pernah melakukan kegiatan jalan jauh.
Sebanyak 79.0% subjek menyatakan tidak mengalami Hubungan Beberapa Variabel
kesulitan melakukan kegiatan jalan di sekitar panti. Hasil korelasi Spearman menunjukkan bahwa
Namun terdapat empat orang yang tidak mampu frekuensi konsumsi kelima pangan sumber kalsium
berjalan. Kegiatan subjek yang tidak mampu tidak berhubungan dengan status gizi. Berbeda de-
berjalan hanya terbatas di tempat tidur. Olahraga ngan hasil studi yang dilakukan oleh Varenna et al.
yang dilakukan subjek adalah senam lansia. Sebagian (2007) pada 1 771 perempuan postmenopause yang
besar subjek menyatakan tidak mengalami kesulitan menunjukkan bahwa konsumsi kalsium yang tinggi
dalam melakukan olahraga senam (79.0%). berhubungan terbalik dengan Indeks Massa Tubuh
Persepsi Status Kesehatan. Persepsi status (IMT).
kesehatan subjek dibedakan menjadi tiga, yaitu Frekuensi pangan sumber kalsium juga tidak
baik, sedang, dan buruk. Sebagian besar subjek me- berhubungan dengan tekanan darah (p>0.05). Hal ini
nyatakan bahwa status kesehatannya adalah baik diduga ada faktor lain yang memengaruhi terjadinya
(70.4%). Subjek pada saat diwawancarai tidak dalam hipertensi pada subjek seperti faktor usia. Kuswar-
keadaan sakit dapat dikatakan status kesehatannya dhani (2006) dalam Widyaningsih dan Latifah (2008)
saat itu adalah baik. Subjek yang status kesehatan- menyatakan bahwa semakin tua seseorang maka
nya tergolong sedang merupakan subjek yang pada pengaturan metabolisme kalsium terganggu se-
saat diwawancarai dalam keadaan sakit namun tidak hingga banyak kalsium yang beredar bersama darah.
parah, misalnya subjek sedang batuk atau merasa Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas
badannya pegal-pegal, yaitu sebanyak 18.5%. Subjek pembuluh darah arteri berkurang sehingga volume
yang status kesehatannya buruk merupakan subjek darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar.
yang pada saat diwawancarai sedang dalam keadaan Tidak terdapat hubungan yang signifikan
sakit parah dan tidak mempunyai kemampuan untuk antara frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium
berjalan. dengan ada tidaknya penyakit sendi dan tingkat
Persepsi Rasa Nyeri Sendi. Persepsi rasa nyeri keluhan sendi (p>0.05). Konsumsi kalsium dapat
yang dirasakan oleh subjek paling banyak adalah meningkatkan densitas massa tulang dan mence-
rasa nyeri hebat. Persepsi rasa nyeri hebat dirasakan gah osteoporosis (Nieves 2005). Tidak terdapatnya
oleh sebagian besar subjek (45.8%). Umumnya nyeri hubungan yang signifikan diduga akibat kalsium
hebat yang dirasakan oleh subjek bertahan lama tidak dapat bekerja dengan baik apabila tidak ada
dan akan sembuh setelah beberapa hari. Subjek bantuan dari zat gizi mikro lain dalam pencegahan
yang mempunyai persepsi rasa nyeri ringan hanya osteoporosis dan kaitannya dengan osteoarthritis.
merasakan nyeri di salah satu bagian tubuh saja. Nieves (2005) menyatakan bahwa kalsium dapat
Subjek merasakan rasa nyeri hanya beberapa jam memberikan manfaat untuk massa tulang di semua
dan akan hilang dengan istirahat atau mengolesi umur, walaupun hasilnya tidak selalu konsisten.
bagian tubuh yang sakit dengan obat oles penghilang Hipertensi dan status gizi tidak berhubungan
rasa nyeri. Rasa nyeri ringan dirasakan oleh sebagian dengan ada tidaknya keluhan sendi dan tingkat ke-
kecil subjek (18.8%). luhan sendi. Studi yang dilakukan Jauhari (2003)
Tingkat Keluhan Sendi. Tingkat keluhan sen- pada lansia di Panti Werdha Budi Mulia 4 Jakarta
di subjek dibedakan menjadi empat kategori, yaitu menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang
tinggi, sedang, rendah, dan lemah. Keluhan sendi signifikan antara status gizi dan rematik (p=0.05;
dengan tingkat sedang dialami oleh sebagian besar r=0.27). Adanya perbedaan hasil dengan penelitian
30 JGP, Volume 8, Nomor 1, Maret 2013
Asupan Kalsium, Tekanan Darah, dan Keluhan Sendi Lansia
sebelumnya diduga karena subjek kurang melaku- [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indo-
kan aktivitas berat seperti berjalan sehingga walau- nesia. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar
pun subjek mempunyai status gizi obesitas atau Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengem-
overweight, lutut subjek tidak mendapatkan beban bangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
berat dalam menopang tubuh. Republik Indonesia, Jakarta.
Devine A et al. 2005. Protein consumption is an im-
KESIMPULAN portant predictor of lower limb bone mass
in elderly women. Am J Clin Nutr, 81,1423
Pangan sumber kalsium yang selalu dikonsumsi 1428.
subjek setiap harinya adalah tempe dan tahu. Duncan K. 2004. Medical Nutrition Therapy for Rheu-
Sebanyak 24.5% subjek mengonsumsi susu setiap matic Disease. Di dalam: Mahan LK dan Es-
hari. Ikan teri, daun singkong, dan bayam jarang cott Stump S, editor. Food, Nutrition and Diet
dikonsumsi oleh subjek. Sebagian besar subjek Therapy hlm 10421061. Saunders co, USA.
mempunyai status gizi overweight (39.5%). Sebanyak Fatmah et al. 2008. Model prediksi tinggi badan lan-
30.9% subjek mengalami hipertensi. Sebagian besar sia etnis jawa berdasarkan tinggi lutut, pan-
subjek dalam penelitian ini mempunyai keluhan jang depa, dan tinggi duduk. Majalah Kedok-
sendi, yaitu berupa rasa nyeri (59.3%). teran Indonesia, 58(12), 509516.
Minum dan memutar kran merupakan kegi- Gandhi R et al. 2010. The relation between body
atan yang paling banyak dapat dilakukan oleh sub- mass index and waist-hip ratio in knee os-
jek. Kegiatan yang paling banyak tidak dapat di- teoarthritis. Can J Surg, 53(3), 151154.
lakukan oleh subjek adalah kegiatan turun naik bis, Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assess-
mobil, atau kereta. Sebagian besar subjek menyata- ment. Oxford University Press, New York.
kan bahwa status kesehatannya adalah baik (70.4%). Jauhari M. 2003. Status gizi, kesehatan dan kondisi
Persepsi rasa nyeri yang dirasakan oleh subjek pa- mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
ling banyak adalah rasa nyeri hebat (45.8%). Keluhan Budi Mulia 4 Jakarta [tesis]. Program Pascasa-
sendi dengan tingkat sedang dialami oleh sebagian rjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
besar subjek, yaitu sebanyak 38.3%. JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint Na-
Frekuensi konsumsi kelima pangan sumber kal- tional Committee on Prevention, Detection,
sium tidak berhubungan dengan status gizi, tekan- Evaluation, and Treatment of High Blood Pres-
an darah, keluhan sendi, dan tingkat keluhan sendi. sure. JAMA 289, 25602571.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hi- Kuswardhani T. 2006. Penatalaksanaan hipertensi
pertensi dan status gizi dengan ada tidaknya keluh- pada lanjut usia. Jurnal Penyakit Dalam, 7,
an sendi dan tingkat keluhan sendi. 135140.
Konsumsi pangan sumber kalsium di kalangan Ledikwe JH et al. 2003. Nutritional risk assessment
lansia masih rendah. Susu yang merupakan sumber and obesity in rural older adults: a sex diffe-
kalsium utama kurang dikonsumsi oleh lansia di rence. Am J Clin Nutr, 77, 551558.
panti werdha. Hal ini disebabkan kurang tersedianya Nieves JW. 2005. Osteoporosis: the role of micronu-
susu di panti sehingga pihak panti sebaiknya menye- trients. Am J Clin Nutr, 81, 12321239.
diakan susu minimal satu minggu sekali. Penelitian Pincus et al. 2009. RAPID3-An index of physical func-
selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi ke- tion, pain, and global status asvital signs to
luhan sendi berdasarkan jenis penyakitnya. improve care for people with chronic rheu-
matic diseases. Bulletin of the NYU Hospital
DAFTAR PUSTAKA for Joint Diseases, 67(2), 211225.
Rapuri PB et al. 2003. Protein intake:effects on
Anagnostopoulos I et al. 2010. The prevalence bone mineral density and the rate of bone
of rheumatic diseases in central Greece: loss in elderly women. Am J Clin Nutr, 77,
a population survey. BMC Muskuloskeletal 15171525.
Disoerders,11,98. Rosemann T et al. 2008. Pain and osteoarthritis in
Asokan GV et al. 2011. Osteoarthritis among women primary care: Factor associated with pain
in Bahrain: a public health audit. Oman Medi- perception in a sample of 1021 patients. Pain
cal Journal, 26(6), 426430. Medicine, 9(7), 15262357.
Buchanan WW & Kean WF. 2002. Osteoarthritis I: Soeroso et al. 2008. Risk factor of symptomatic os-
Epidemiological risk factor and historical con- teoarthritis of the knee at a hospital in Indo-
siderations Review. Inflammopharmacology, nesia. Journal of Rheumatology, 8, 106113.
10(1), 521. Sturm et al. 2004. Energy intake and appetite are
related to antral area in healthy young and teoporosis in early postmenopausal women.
older subjects. Am J Clin Nutr, 80, 656667. American Journal Clinical Nutrition, 86, 639
Varenna M et al. 2007. Effects of dietary calcium 644.
intake on body weight and prevalence of os-