Ebn Finis
Ebn Finis
Pembimbing/Koordinator :
Oleh:
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan menyusun makalah telaah jurnal Evidence Based Nursing dengan
tema Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi
Kronik Dengan Posisi High Fowler dan Orthopneic menambah referensi
tindakan mandiri perawat berdasarkan ilmu dan fakta (evidence based) yang
dapat dilakukan pada lahan praktek untuk meningkatkan asuhan keperawatan
pada pasien penyakit paru obstruksi kronik.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami manfaat posisi high fowler dan
orthopneic untuk meningkatkan fungsi ventilasi paru berdasarkan studi
literatur.
b. Mahasiswa mampu membuat rencana penatalaksanaan posisi high
fowler dan orthopneic dalam meningkatkan fungsi ventilasi paru.
C. Manfaat
Setelah menyelesaikan telaah jurnal evidence based nursing : Peningkatan Fungsi
Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kronik Dengan Posisi High
Fowler dan Orthopneic mahasiswa atau perawat dapat :
1. Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit paru obstruksi
kronik.
2. Didapatkan suatu panduan aplikasi dalam melakukan posisi high fowler dan
orthopneic untuk meningkatkan fungsi ventilasi paru.
D. Sistematika
Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematika
penulisan, bab II tinjauan pustaka, bab III hasil analisa jurnal, bab IV penutup.
BAB II
KONSEP DASAR
C. Persiapan Pasien
Tindakan pemberian posisi high fowler dan posisi orthopneic adalah tindakan
yang aman dan dapat dilakukan pada orang dewasa dan anak-anak (yang tidak disertai
dengan kontra indikasi). Kontra indikasi untuk dilakukan tindakan ini adalah apabila
terdapat fraktur tulang pelvis, post oprasi abdomen, fraktur tulang belakang (vetebra
lumbalis), contusion serebri atau gegar otak. Idealnya pasien akan mendapatkan hasil
yang lebih baik bila dilakukan latihan teknik relaksasi otot setelah melakukan
pemberian posisi karena mencegah sesak napas yang akan timbul dan mengalami
kekakuan pada otot-otot bantu pernapasan. Teknik relaksasi selain bertujuan untuk
mengurangi ketegangan otot bantu pernapasan, menurunkan penggunaan energi
dalam bernapas yang dapat meningkatkan kerja pernapasan, juga untuk menurunkan
kecemasan pasien PPOK akibat sesak napas yang dialaminya.
Hal yang perlu diperhatikan pada saat akan melaksanakan kegiatan ini antara
lain:
1. Status tanda-tanda vital pasien dalam keadaan atau batas normal
2. Perubahan pada batas-batas normal tanda-tanda vital yang patut dicurigai pada
pasien emfisema, bronkitis kronik maupun asma. Dan pengetahuan benar
tentang pengobatan yang sedang dijalanin.
3. Pastikan juga riwayat kesehatan pasien tidak beresiko untuk dilakukannya
tindakan ini, seperti injury tulang belakang yang kontra indikasi terhadap
posisi-posisi yang akan dilakukan.
1. Merokok: PPOK paling sering terjadi pada orang yang berumur 40 atau lebih
dan yang memiliki riwayat merokok, baik sebagai kebiasaan lama ataupun
masih hingga sekarang. Sekitar 90% kasus PPOK berhubungan dengan
merokok.
2. Faktor lingkungan: PPOK juga dapat timbul pada orang yang memiliki
hubungan dengan perokok (perokok pasif) atau polutan berbahaya meliputi zat
kimia, bahan bakar, uap atau debu.
3. Faktor keturunan: Penelitian telah menemukan bahwa kekurangan protein
Antitripsin (kondisi yang disebut Alpha-1 Antitripsin Deficiency, AATD)
meningkatkan kemungkinan seseorang terkena PPOK. Tanpa protein ini,
sistem kekebalan alami tubuh akan melawan sel paru-paru dan berujung pada
kemerosotan fungsi paru. Penelitian terbaru telah menetapkan faktor
keturunan lainnya dan kecenderungan yang berhubungan dengan PPOK.
Saat ini, tidak ada obat pasti untuk PPOK. Pengobatan penyakit ini ditujukan
hanya untuk menurunkan perkembangan penyakit, menangani gejala, mencegah
serangan atau kekambuhan, dan mendukung kesehatan secara keseluruhan. Perawatan
dapat berbentuk obat-obatan seperti bronkodilator untuk menangani batuk dan
masalah pernapasan, kortikosteroid untuk mengobati kekambuhan, penghambat PDE4
untuk mencegah eksaserbasi, dan metilxanthine untuk kasus PPOK yang berat.
BAB III
A. Analisa PICO
1. Problem
Sesak napas sering kali merupakan gejala yang dirasakan paling mengganggu.
Hal ini sering kali digambarkan sebagai: "Saya membutuhkan usaha untuk
bernapas," atau "Saya tidak dapat menghirup cukup udara". Istilah berbeda
mungkin digunakan di budaya yang berbeda. Umumnya, sesak napas
bertambah buruk dalam tekanan, yang berlangsung lama, dan bertambah parah
seiring waktu. Pada tahap lanjutan, hal ini berlangsung saat beristirahat dan
mungkin berlangsung terus menerus. Hal ini merupakan sumber dari
kegelisahan dan kualitas hidup yang rendah yang dialami pasien. Banyak
pasien gangguan pernapasan lanjutan mengalami bernapas melalui bibir yang
tertutup rapat dan tindakan ini dapat meredakan sesak napas bagi sebagian
orang. Eksaserbasi akut dari gangguan itu didefinisikan sebagai sesak napas
bertambah parah, produksi sputum semakin banyak, dan perubahan warna
sputum dari bening menjadi hijau atau kuning, atau batuk semakin parah yang
dialami pasien. Hal ini dapat disertai dengan tanda-tanda bertambah besarnya
usaha untuk bernapas seperti napas cepat, detak jantung cepat, berkeringat,
penggunaan otot leher secara aktif, kulit membiru, serta kebingungan atau
prilaku agresif pada eksaserbasi parah.
2. Intervention
Pemberian posisi merupakan salah satu tindakan mandiri perawat yang sangat
memungkinkan untuk dilaksanakan secara mandiri dan terbukti efektif dalam
membantu mempertahankan pertukaran gas sehingga dapat mencegah
terjadinya kesulitan bernafas serta dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru.
3. Comparison
Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk membantu dalam peningkatan
fungsi ventilasi paru, yaitu pemberian posisi high fowler dan posisi orthopneic
serta pemberian breathing retraining. Berdasarkan hasil penelitian ternyata
pemberian posisi orthopneic merupakan tindakan yang paling efektif untuk
meningkatkan fungsi ventilasi paru.
4. Outcome
Setelah dilakukan pemberian posisi orthopneic diharapkan pasien dapat
memenuhi dan mempertahankan pertukaran gas sehingga dapat meningkatkan
fungsi ventilasi paru.
B. Analisa Jurnal
1. Jurnal pendukung
Pengaruh Breathing Retraining Terhadap Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru
Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK. Penelitian ini dilakukan oleh tiga
penelitih, penelitih utama adalah Faridah Aini dibantu oleh Ratna Sitorus dan
Budiharto. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 di rumah sakit di Jakarta.
Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan rancangan
control group pretest-posttest dengan jumlah sample 34 pasien. Penelitian ini
adalah penelitian mengenai pengaruh breathing retraining terhadap
peningkatan fungsi ventilasi paru dengan beberapa intervensi lainnya yaitu
atur posisi tidur semi fowler, monitor frekuensi pernapasan, dan kedalaman
pernapasan. Penelitian menyimpulkan bahwa breating retraining memberikan
pengaruh dalam meningkatkan fungsi ventilasi paru.
2. Pembahasan
a. Importance
Mempertahankan pertukaran gas yang baik merupakan prioritas utama
pada pasien dengan gangguan pada sistem pernapasan. Berbagai usaha
dilakukan untuk membantu pertukaran gas pada pasien baik untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut(infeksi paru dan gagal
nafas). Pertukaran gas yang baik dapat meningkatkan fungsi vemtilasi
paru dan memungkinkan frekuensi pernapasan yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Oksigen merupakan salah satu senyawa
yang sangat penting bagi tubuh untuk membantu proses metabolisme.
b. Applicability
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu
peningkatan fungsi ventilasi paru adalah dengan pemberian posisi
orthopneic. Tindakan ini sudah terbukti lebih efisien dan efektif
dibandingkan dengan altenatif tidakan-tindakan yang lain melalui
berbagai penelitian (EBN).
Pemberian posisi orthopneic merupakan salah satu tindakan mandiri
perawat yang amat sanget efektif untuk dilakukan oleh perawat tanpa
harus menunggu instruksi dari profesi lain. Tindakan ini relatif mudah
untuk dilakukan oleh perawat dengan segala jenjang, karena pada
dasarnya pemberian posisi orthopneic merupakan satu tindakan yang
harus diajarkan dalam kurikulum pendidikan keperawatan.
c. Rencana Penerapan
Setelah seluruh hasil studi dan literatur yang mendukung dianalisis dan
disintesis, tahap selanjudnya adalah melakukan uji coba
intervensi/prosedur baru. Berikut ini beberapa kegiatan dalam tahap uji
coba EBN:
1) Menetukan tujuan
2) Mengumpulkan data dasar
3) Membuat desain/petunjuk pada unit percontohan
4) Mengimplementasikan EBN pada unit percontohan
5) Melakukan evaluasi proses dan evaluasi hasil
6) Memodifikasi pedoman yang ada di lahan praktik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh posisi orthopneic terhadap
fungsi ventialsi paru klien PPOK. Frekuensi nafas memiliki nilai yang sama baik pada
posisi high fowler maupun orthopneic. Posisi high fowler dan orthopneic dapat
meningkatkan nilai APE, tetapi posisi orthopneic dapat meningkatkan nilai APE lebih
baik dibandingkan high fowler. Dan pemberian posisi merupakan tindakan yang
palimh efektif dan efisien.
B. Saran
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan klien PPOK dengan dispnea
sebaiknya memberikan posisi orthopneic sehingga fungsi ventilasi paru klien dapat
ditingkatkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/196/pdf_61
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/54/54
http://askep33.com/2016/03/13/mengenal-macam-macam-posisi-pasien/
http://fungsi.web.id/2015/11/sistem-respirasi-ventilasi-difusi-transfortasi-regulasi-
dan-pengertiannya.html
http://www.news-medical.net/news/20110305/8864/Indonesian.aspx
https://www.docdoc.com/id/info/condition/penyakit-paru-obstruktif-kronis
http://www.klikparu.com/2013/02/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html