Anda di halaman 1dari 15

PANCASILA

1. Sejarah Lahirnya Pancasila

Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang
Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan) pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal
Pancasila pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia
merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul
dan baru mendapat sebutan Lahirnya Pancasila oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman
Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan
oleh BPUPK tersebut. Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang
Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat
Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan atau BPUPKI, yang kemudian menjadi BPUPKI,
dengan tambahan Indonesia).

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya
selesai tanggal 1 Juni 1945). Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan
dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini
diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan
sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung
Volksraad (bahasa Indonesia: Perwakilan Rakyat). Setelah beberapa hari tidak mendapat
titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan
gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato
yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh
segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan
menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut.
Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis,
Abikoesno Tjokrosoejoso,Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid
Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila
sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945,
dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.

Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil
penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah
Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara
Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.
Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada
tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir.
Soekarno itu berisi Lahirnya Pancasila.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat,
maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan
pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan
pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :

1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik
Indonesia, yaitu: 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4.
Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat.

2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia
namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: 1. Persatuan; 2. Kekeluargaan;
3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial.

3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai
rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila",
yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3.
Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha
Esa.

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang
dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih
menurut dia bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas
menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: 1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3.
Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut
bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan
sila: Gotong-Royong, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan
bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan
satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan
detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang
pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat)
selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu
panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan
diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota
BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada
tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar
negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement".
Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia
kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan
"Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut,
dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,

3. Persatuan Indonesia,

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan,

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan


BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara dua masa
persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38
orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang
membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-
Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan
BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan
kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak
kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut
ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis")
guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna
dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan
membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik
tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda:
"preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut
dengan hanya UUD '45 adalah :

Pertama, kata Mukaddimah yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti
dengan kata Pembukaan.

Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang


Dasar 1945, diganti dengan, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, kalimat yang menyebutkan Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama
Islam, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata dan
beragama Islam.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula
berbunyi: Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti menjadi berbunyi:
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun
kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga buatan pihak
pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta
jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan.
Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-
baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang
kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

2. Burung Garuda sebagai Lambang Pancasila

Garuda Pancasila merupakan burung yang sudah dikenal melalui mitologi kuno di
sejarah Nusantara (Indonesia), yaitu tunggangan Dewa Wishnu yang berwujud seperti burung
elang rajawali. Garuda dipakai sebagai Simbol Negara untuk menggambarkan Negara
Indonesia merupakan bangsa yang kuat dan besar. Warna keemasan di burung Garuda
mengambarkan kejayaan dan keagungan. Garuda memiliki sayap, paruh, cakar dan ekor yang
melambangkan tenaga dan kekuatan pembangunan. Jumlah bulu Garuda Pancasila
mengambarkan hari / Tanggal proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia, yaitu tanggal 17-
Agustus-1945, antara lain: Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17, Jumlah
bulu pada ekor berjumlah 8, Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah
19, Jumlah bulu di leher berjumlah 45.

Perisai merupakan tameng yang telah lama dikenal dalam budaya dan peradaban
Nusantara sebagai senjata yang melambangkan perlindungan, pertahanan dan perjuangan diri
untuk mencapai tujuan.Di tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang
menggambarkan garis khatulistiwa hal tersebut mencerminkan lokasi / Letak Indonesia, yaitu
indonesia sebagai negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa. Pada perisai terdapat lima
buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Warna dasar pada ruang perisai
merupakan warna bendera Indonesia (merah-putih). dan pada bagian tengahnya memiliki
warna dasar hitam.

1. Bintang (Sila-1)

Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan sebuah
bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam,
Buddha, Hindu, Kristen, dan juga ideologi sekuler sosialisme.

2. Rantai emas (Sila-2)

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan Rantai yang disusun atas gelang-
gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu sama lain yang saling membantu,
gelang yang persegi menggambarkan pria sedangkan gelang yang lingkaran
menggambarkan wanita.

3. Pohon beringin (Sila-3)

Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin (Ficus benjamina) di


bagian kiri atas perisai berlatar putih, Pohon beringin merupakan sebuah pohon
Indonesia yang berakar tunjang - sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon
yang besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini mencerminkan
kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon Beringin juga mempunyai banyak akar yang
menggelantung dari ranting-rantingnya. ini mencerminkan Indonesia sebagai negara
kesatuan namun memiliki berbagai latar belakang budaya yang berbeda-beda
(bermacam-macam).

4. Kepala banteng (Sila-4)

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /


Perwakilan. yang disimbolkan dengan kepala banteng pada bagian kanan atas perisai
berlatar merah. Lembu liar atau Banteng merupakan binatang sosial, sama halnya dengan
manusia cetusan Bung Karno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan secara
musyawarah, kekeluargaan dan gotong royong merupakan nilai-nilai yang menjadi ciri
bangsa Indonesia.

5. Padi dan kapas (Sila-5)

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan padi dan kapas
di bagian kanan bawah perisai yang berlatar putih. kapas dan padi (mencerminkan
pangan dan sandang) merupakan kebutuhan pokok semua masyarakat Indonesia tanpa
melihat status maupun kedudukannya. ini mencerminkan persamaan sosial dimana tidak
adanya kesenjangan sosial anatara satu dan yang lainnya, tapi hal ini (persamaan sosial)
bukan berarti bahwa Indonesia memakai ideologi komunisme.
3. Semboyan Bhineka Tunggal Ika

Sehelai pita putih dengan tulisan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam dicengkeram
oleh Kedua cakar Garuda Pancasila. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan kutipan
dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" memiliki arti beraneka ragam
atau berbeda-beda, sedang kata "tunggal" berarti satu, dan kata "ika" bermakna itu. Secara
harfiah Bhinneka Tunggal Ika diartikan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun
berbeda beda tapi pada hakikatnya tetap satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk
melambangkan kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam
ras, budaya, bahasa daerah, agama, suku bangsa dan kepercayaan.

4. Pengertian Kata Pancasila

Istilah Pancasila telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad XIV, yaitu
terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca dan dalam buku Sutasoma
karangan Empu Tantular. Tetapi baru dikenal oleh bangsa Indonesia sejak tanggal 1 Juni
1945, yaitu pada waktu Ir. Soekarno mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara dalam
sidang Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

1. Dari Segi Etimologi (Menurut Lughatiya)

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (bahasa Brahmana India) yang artinya :
Panca = Lima dan Sila / syila = batu sendi, ulas atau dasar. Jadi, pancasila adalah lima
batu sendi. Jadi, pancasila adalah lima tingkah laku yang baik.

2. Dari segi Terminologi

Istilah Pancasila di dalam Falsafah Negara Indonesia mempunyai pengertian


sebagai nama dari 5 dasar negara RI, yang pernah diusulkan oleh Bung Karno atas
petunjuk Mr. Moh. Yamin pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada saat bangsa Indonesia
sedang menggali apa yang akan dijadikan dasar negara yang akan didirikan pada waktu
itu. Lima dasar negara yang diberikan nama Pancasila oleh Bung Karno.

5. Pengertian Pancasila sebagai Ideologi

Secara etimologi, ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan,
pengertian. Kata kerja Yunani Oida yang berarti mengetahui, melihat dengan budi. Kata
Logi yang berasal dari bahasa Yunani logos artinya pengetahuan. Jadi ideologi
mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science
of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.

Selain secara etimologi, berikut pendapat-pendapat para ahli tentang ideologi :


1. Ramlan Surbakti, mengatakan ada dua pengertian ideologi yaitu ideologi secara
fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional adalah seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling
baik. Ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan
atau formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
2. Karl Max, mengatakan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politk atau
sosial ekonomi.
3. Gunawan Setiardjo, mengatakan ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang
dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi adalah kumpulan gagasan-
gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut
berbagai tindakan-tindakan manusia. Dan pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia
yang mencakup gagasan-gagasan serta ide-ide yang menyangkut berbagai tindakan-tindakan
rakyat Indonesia.
Pentingnya ideologi bagi suatu negara yaitu mampu membangkitkan kesadaran akan
kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta menanamkan
semangat dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, yang
selanjutnya mewujudkannya dalam kehidupan penyelenggaraan negara. Adapun fungsi
ideologi, adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa, mengatasi berbagai
pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial serta mempersatukan orang lain dari berbagai
pandangan hidup.

6. Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara

Dasar negara adalah landasan kehidupan bernegara. Negara tanpa dasar negara berarti
negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka
akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan
munculnya kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman mencakup cita-cita negara, tujuan
negara, dan norma bernegara.

Pancasila harus bisa menjadi dasar negara yang memiliki fungsi :

Dasar berdiri dan tegaknya negara


Dasar kegiatan penyelenggaraan negara
Dasar partisipasi warga negara
Dasar pergaulan antarwarga negara
Dasar dan sumber hukum nasional

7. Pancasila Sebagai Jiwa Kepribadian Bangsa Indonesia


Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran cita-cita moral yang
meliputivkejiwaan dan suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan
mencapai kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan baik dalam
hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam
hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagian rohaniah. Bangsa Indonesia lahir dari sejarah
dan kebudayaannya yaitu melalui gemilangnya kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram,
kemudian mengalami masa penderitaan penjajahan sepanjang 3,5 abad sampai akhirnya
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan
sejarah penjajahan itu sendiri.
Berbagai bab sejarah telah dilampaui dan berbagai jalan telah ditempuh dengan gaja
yang berbeda-beda, mulai dengan cara yaitu lunak sampai cara yang keras, mulai dari
gerakan kaum cendekiawan yang terbatas sampai gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat
banyak, mulai bidang pendidikan, kesenian daerah, perdagangan sampai kepada gerakan-
gerakan politik. Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang,
dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan bangsa
Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yaitu, merupakan hasil
antara proses sejarah dimasa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup dimasa datang
yagn secaran keseluruhan membentuk kepribadiannya sendiri, yang bersamaan dengan
lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian tersebut ditetapkan sebagai pandangan hidup dan
dasar negara pancasila. Karena itu, pancasila lahir melalui proses yang panjang dan
dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh gagasan besar dunia, dengan tetap berakar pada
kepribadian bangsa kita sendiri dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena pancasila
merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima
sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan.
Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak
berbeda, namun dalam 3 buah UUD yaitu dalam pembukaan UUD45, dalam mukadimah
konstitusi RIS dan dalam mukadimah UUDS RI (1950). Pancasila tetap tercantum di
dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu dan menjadi
pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap ekosistem
bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh
bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, hal ini
karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat dan dapat mempersatukan seluruh rakyat
Indonesia.
8. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa Pancasila merupakan filsafat Negra yang lahir
collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai
filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang
tepat. Adapun menutut Notonagoro, filsafat pancasila member pengetahuan dan pengertian
ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila.
Pancasila sebagai sesuat yang ada, maka dapat dikaji secara filsafat, dan untuk
mengetahui bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat, maka perlu dijabarkan tentang syarat-
syarat filsafat terhadap Pancasila tersebut, jika syarat-syarat sistem filsafat sesuai pada
Pancasila, maka Pancasila merupakan sistem filsafat, tetapi jika tidak maka bukan sistem
filsafat.
Penjabaran filsafat terhadap Pancasila, adalah sebagai berikut:
1. Objek filsafat : yang pertama objek material adalah segala yang ada dan mungkin
ada. Objek yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ada Tuhan,
ada manusia, dan ada alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar
negara rumusannya jelas.
Dari rumusan ini maka objek yang didapat adalah: Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga saja, yaitu
Tuhan, manusia dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat, dan adil, sebab
hal-hal yang bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam semesta itu sendiri.
Dengan demikian dari segi objek material Pancasila dapt diterima.
Kedua, objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada itu sendiri.
Apakah Pancasila juga kajian hakikat? Kalau menilik dari kelima objek kelima sila
Pancasila itu, semuanya tersusun atas kata dasar dengan tambahan awalan ke/per dan
akhiran an. Menurut ilmu bahasa, jika suatu kata dasar diberi awalan ke atau per dan
akhiran an, maka akan menjadi abstrak (bersifat abstrak) benda kata dasar tersebut,
lebih dari itu menunjukkan sifat hakikat dari bendanya. Misalnya kemanusiaan,
maknanya adalah hakikat abstrak dari manusia itu sendiri, yang mutlak, tetap dan tidak
berubah. Demikian juga dalam sila-sila Pancasila yang lainnya, yaitu ke-Tuhanan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Khusus untuk persatuan, awalan per menunjukkan
suatu proses menuju ke awalan ke yang nantinya diharapkan menjadi kesatuan juga.
Dengan analisis penjabaran ini, maka Pancasila memenuhi syarat juga dalam hal objek
formalnya.

2. Metode filsafat : metode filsafat adalah kontemplasi atau perenungan atau berfikir
untuk menemukan hakikat. Jadi di sini bukan berfikirnya, tetapi cara menemukan
hakikat, atau metode menemukan hakikat. Secara umum ada dua dan tiga dengan
metode campuran, yaitu metode analisa, metode sintesa serta metode analisa dan
sintesa (analiticosyntetik). Demikian juga Pancasila, ia temukan dengan cara-cara
tertentu dengan metode analisa dan sintesa, nilai-nilainya digali dari buminya
Indonesia.
3. Sistem filsafat : setiap ilmu maupun filsafat dalam dirinya merupakan suatu system,
artinya merupakan suatu kebulatan dan keutuhan tersendiri, terpisah dengan system
lainnya. Misalnya psykhologi merupakan kebulatan tersendiri terpisah dan berbeda
dengan anthropologi, demikian seterusnya ilmu-ilmu dan filsafat yang lain. Pancasila
sebagai suatu Dasar Negara adalah merupakan suatu kebulatan. Memang terdiri dari
lima, tetapi sila-sila tersebut saling ada hubungannya satu dengan lainnya secara
keseluruhan, tidak ada satupun sila yang terpisah dengan yang lainnya. Oleh karena itu
dapat diistilahkan Eka Pancasila, lima sila dalam satu kesatuan yang utuh.

4. Sifat universal filsafat : Berlaku umum adalah sifat dari pengetahuan ilmiah, dan
universal adalah sifat dari kajian filsafat. Pengertian umum itu bertingkat, dari umum
penjumlah yang kecil (kolektif) dari sekumpulan jumlah tertentu sampai jumlah yang
lebih besar dan luas lagi hingga kepada umum seumum-umumnya (universal).

9. Nilai-Nilai Objektif Pancasila


Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral yang
terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi, serta kristalisasi dari sistem
nilai budaya bangsa dan agama yang seluruhnya bergerak vertikal, juga horizontal serta
dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya, untuk menyinkronkan dasar filosofis-
ideologis menjadi wujud jati diri bangsa yang nyata dan konsekuen secara aksiologis, bangsa
dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan
melaksanakan Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat, dan
sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk menggali nilai-nilai abstrak.
hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang
berwujud konsep pengamalan yang bersifat subjektif dan objektif. Pengamalan secara
cbjektif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang
penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan hukum yang secara hierarkis berupa pasal-
pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya.

10. Nilai-Nilai Subjektif Pancasila


Nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung maksud bahwa keberadaan nilai-nilai
Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan,
karena:
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai
penyebab adanya nilai-nilai tersebut.
2. Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidupbangsa Indonesia, sehingga
merupakan jati diri bangsayang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai kerokhanian, yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan,kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius yang sesuai
dengan hati nurani bangsa Indonesia dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa
Oleh karena nilai nilai pancasila yang beresifat objektif dan subyektiftersebut maka nilai-
nilai pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasa,menjadi dasar serta semangat bagi
segala tindakan atau perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian nilai nilai pancasila menjadi ideologi yang tidak diciptakan oleh
negara melainkan digali dari kekayaan rohani moral dari bangsa indonesia itu sendiri.
Sebagai nilai nilai yang digali dari kekayaan rohani,moral,dan budaya masyarakat Indonesia
sendiri,maka nilai nilai pancasila akan selalu berkembang mengikuti perkembangan
masyarakat Indonesia.
Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara ,menjadikan pancasila sebagai
ideologi juga merupakan kerohanian bagi tertib hukum Indonesia ,dan meliputi suasana
kebatinan dari undang undang dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum
dasar negara.
Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-undang dasar mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah,penyelenggara negara termasuk pengurus partai dan golongan
fungsional untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita
moral rakyat luhur.

11. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Setiap Sila Pancasila


Pancasila merupakan sumber nilai dalam kehidupan bermasyar-akat, berbangsa, dan
bernegara. Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung dalam Pancasila sehingga Pancasila
merupakan sumber nilai? Dalam kaitan ini, Dardji Darmodihardjo mengatakan bahwa
Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui nilai material
dan nilai vital. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia. Adapun nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
Dalam Pancasila, terkandung nilai-nilai yang lengkap dan har-monis, baik nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran/kenyataan, nilai estetis, nilai etis atau moral maupun nilai religius,
yang ter cermin dalam sila-sila Pancasila yang bersifat sistematis-hierarkis. Nilai-nilai
Pancasila mempunyai sifat objektif, subjektif, dan kedua-duanya. Sifat objektif karena sesuai
dengan objeknya/kenyataannya dan bersifat umum/universal. Adapun sifat subjektif karena
sebagai hasil pemikiran seluruh bangsa Indonesia.
Melihat fungsi dasar Pancasila sebagai dasar negara, segala tindak tanduk atau perbuatan
semua warga negara harus mencer minkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila merupakan sumber nilai yang menuntun sikap, perilaku atau perbuatan manusia
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila pertama, yakni Ketuhanan yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa bangsa
Indonesia mempunyai kebebasan untuk meng anut agama dan menjalankan ibadah yang
sesuai dengan ajaran agamanya. Sila pertama ini juga mengajak manusia Indonesia untuk
mewujudkan kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang antarsesama manusia Indonesia,
antarbangsa, maupun dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Dengan demikian, di
dalam jiwa bangsa Indonesia akan timbul rasa saling menyayangi, saling menghargai, dan
saling mengayomi.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama antara lain sebagai berikut.
1. Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya yang
Mahasempurna.
2. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara menjalankan semua
perintah-Nya, dan sekaligus menjauhi segala larangan-Nya.
3. Saling menghormati dan toleransi antara pemeluk agama yang berbeda-beda.
4. Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian
bahwa bangsa Indonesia diakui dan diper-lakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya
selaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, sama hak dan
kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku ras, dan keturunan.
Dengan demikian, pada sila Kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai-nilai
sebagai berikut.
1. Pengakuan terhadap adanya harkat dan martabat manusia.
2. Pengakuan terhadap keberadaan manusia sebagai makhluk yang paling mulia
diciptakan Tuhan.
3. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan harus mendapat perlakuan yang adil
terhadap sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tenggang rasa agar tidak berbuat semena-mena terhadap orang
lain.

Sila Ketiga: Persatuan Indonesia


Makna Persatuan Indonesia dalam sila ketiga Pancasila adalah suatu wujud kebulatan
yang utuh dari berbagai aspek kehidupan, yang meliputi ideologi, politik, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan yang semuanya terwujud dalam suatu wadah, yaitu Indonesia.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga, antara lain sebagai berikut.
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Memiliki rasa cinta tanah air dan bangsa serta rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan negara.
3. Pengakuan terhadap keragaman suku bangsa dan budaya bangsa dan sekaligus
mendorong ke arah pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Sila Keempat: kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan

Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat, antara lain sebagai berikut.
1. Kedaulatan negara ada di tangan rakyat.
2. Manusia Indonesia sebagai warga masyarakat dan warga negara mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
3. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
4. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau
golongan.
5. Mengutamakan musyawarah dalam setiap pengambil keputusan.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan merupakan salah satu tujuan negara republik Indonesia selaku negara hukum.
Penegakan keadilan akan membuat kehidupan manusia Indonesia, baik selaku pribadi, selaku
anggota masyarakat, maupun selaku warga negara menjadi aman, tenteram, dan sejahtera.
Upaya untuk mencapai ke arah itu memerlukan nilai keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan, yang menyangkut hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seluruh warga negara
Indonesia tanpa membedakan agama, suku, bahasa, dan status sosial ekonominya. Setiap
warga negara Indonesia harus diperlakukan adil sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara.
Adapun nilai-nilai yang tercermin dalam sila kelima, antara lain sebagai berikut :
1. Mewujudkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terutama
meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan
keamanan nasional.
2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Bersikap adil dan suka memberi pertolongan kepada orang lain.
4. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang terpuji yang senantiasa mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
5. Cinta akan kemajuan dan pembangunan bangsa, baik material maupun spiritual.

12. Norma-Norma yang Terkandung Dalam Pancasila


1. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari
manusia. Berkenaan dengan bisikan hati nurani. Dalam arti yang terpenting di sini adalah
bagaimana suara hati itu dapat mengatakan suatu fakta atau konsep sekalipun mungkin
bertentangan dengan apa yang diucapkannya.

2. Norma Agama
Norma agama adalah kaidah atau peraturan hidup yang sumbernya dari wahyu
Illahi/Tuhan.

3. Norma Adat
Norma adat adalah aturan tidak tertulis, yang merupakan pedoman bagi sebagian
besar orang-orang dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di desa maupun
di kota.

4. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan
manusia. Peraturan itu diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku
manusia terhadap orang yang disekitarnya.
5. Norma Hukum
Norma hukum diciptakan oleh pemerintah dan ditujukan kepada masyarakat untuk
mengatur cara hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

13. Hal-Hal yang Menjadi Tantangan Pancasila


Arus globalisasi dan reformasi dalam berbagai bidang mengakibatkan terjadinya
perubahan masayarakat yang cepat dan menimbulkan benturan di masyarakat. Untuk
menghadapi era yang dinamis, maka nilai luhur dalam Pancasila harus mampu meningkatkan
ketahanan budaya bangsa dari pengaruh konsumerisme, oportunisme dan mendorong
tindakan yang meningkatkan komunikasi masyarakat dalam institusi sosial.
Bagaimana kaum Pancasilais menyikapi era globalisasi ini ? Penyebaran paham, ideologi
dan budaya yang masuk tidak semuanya sesuai dengan nilai budaya bangsa. Pancasila
mengandung saringan (filter) yang mampu menyaring arus masuknya ideologi luar, tetapi
tidak menafikannya, nilai-nilai itu ; tauhid, toleransi, pluralisme, kemoderatan dan
keseimbangan.
Maka diperlukan aksi nyata untuk membentengi generasi muda dari nilai dan ideologi
luar yang mulai berkemang pesat. Pemerintah dengan dukungan kebijakan dan dana harus
mampu menanamkan karakter Pancsila di dunia pendidikan dengan komprehensip. Tokoh
masyarakat, agama juga harus terlibat aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang penguatan ideologi bangsa.
Tanpa dukungan dan kesadaran masyarakat akan bahaya masuknya ideologi yang
bertentangan dengan nilai bangsa maka mustahil Pancasila akan terjaga nilai-nilainya.
Peranan semua pihak serta kewasadaan nasional harus ditingkatkan agar ideologi Pancasila
semakin membumi dan tetap lestari di tanah kelahirannya.
Di sisi lain, Pancasila sebagai ideologi terbuka, tampil untuk menghadapi nuansa jaman
yang kian dinamis. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal dan dapat menyelaraskan dengan
kondisi jaman. Indonesia menghadapi tantangan untuk kehidupan yang wajar secara
manusiawi yang adil, untuk itu Pancasila perlu tampil sebagai ideologi terbuka, untuk
mengekplisitka wawasannya lebih konkret dan memiliki kemampuan tajam untuk
memecahkan masalah.
Tantangan Aktualisasi Pancasila era globalisasi dunia, semakijn pelik dan komplek
akibatnya era yang serba terbuka dan transparan. Ideologi-ideologi dunia mulai masuk
mempengaruhi anak bangsa melalui social media. Namun ironisnya, ideologi Pancasila sudah
mulai meredup dan surut di kalangan generasi muda. Gema Pancasila melalui programnya
sudah tidak dominan dan mempunyai peran krusial dalam kehidupan berbangsa. Inilah
tantangan bagi pemerintah untuk tetap menjaga eksistensi Pancasila ditengah gempuran
ideologi luar yang mempengaruhi anak bangsa.
14. Penutup
Homogenitas kebudayaan adalah suatu kekuatan luar biasa yang bekerja atas nama
identitas nasional. Pada paparan selanjutnya, secara implisit Rodee menyatakan bahwa
identitas nasional akan berpengaruh terhadap kestabilan negara. Realitas negara dan bangsa
Indonesia teramat heterogen secara budaya, bahkan paling heterogen di dunia, lebih dari itu
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Kondisi tersebut mensyaratkan hadirnya
ideologi negara yang dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Implikasinya,
fungsi ideologi negara bagi bangsa Indonesia amat penting dibandingkan dengan pentingnya
ideologi bagi negara-negara lain terutama yang bangsanya homogen. Bagi bangsa Indonesia,
ideologi sebagai identitas nasional merupakan prasyarat kestabilan negara, karena bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang heterogen. Hadirnya ideologi Pancasila tersebut, paling
tidak akan berfungsi untuk: 1) menggambarkan cita-cita bangsa, ke arah mana bangsa ini
akan bergerak; 2) menciptakan rasa kebersamaan dalam keluarga besar bangsa Indonesia
sesuai dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika; dan 3) menggairahkan seluruh komponen
bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai