Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM UPAYA MENURUNKAN


ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA

PEMBIMBING

Dr. dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K)

PENYUSUN

Bella Rosari (030.11.054) Lidia Debby (030.11.167)


Dhimas Agung P (030.11.076) Riswan Seftian M (030.11.258)
Elisa Novianti (030.11.085) Veny Agustine (030.11.296)
Isyfaunnisa (030.11.143) Winny Mauli (030.11.310)
Komang Ayu RP (030.11.158) Yanna Rizkia (030.11.313)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PERIODE 2017 PERIODE 24 JULI 29 SEPTEMBER 2017


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah - Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun judul untuk penulisan ini adalah Peran Keluarga Berencana Dalam Upaya Menurunkan
Angka Kematian Ibu di Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mencurahkan
segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang
harus dilewati.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K) selaku
dosen pembimbing, teman - teman dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Jakarta, September 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3
2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 4
BAB II KELUARGA BERENCANA.................................................................................. 6
BAB III ANGKA KEMATIAN MATERNAL..................................................................... 12
BAB IV PERAN KB DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU.................. 15
BAB V KESIMPULAN....................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan tahun 1991, yaitu sebesar 390 per
100.000 kelahiran hifup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak signifikan dan angka
tersebut masih tertinggi di Asia. Akan tetapi bila dilihat dari target Millenium
Development Goals (MDGs) yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015,
maka sehingga diperlukan usaha lebih keras lagi untuk menurunkan AKI. Sebagian besar
provinsi sebanyak 21 provinsi telah dapat mencapai target Renstra (89%). Cakupan
tertinggi adalah Jawa Tengah, sedangkan yang terendah adalah Papua. Angka Fertilitas
Total (TFR) adalah jumlah dari angka kelahiran menurut kelompok umur atau rata-rata
jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksi jika
mengikuti fertilitas yang berlaku.1
Oleh karena itu upaya penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup
merupakan indikator utama peningkatan derajat kesehatan ibu yang masih merupakan
salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan.pada sasaran
pembangunan kesehatan pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi,
menurunnya angka kematian ibu, dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita.
Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan
yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif
berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan nama "Making Pregnancy Safer (MPS)".
Strategi MPS ini mengacu pada 3 pesan kunci yaitu : 1) setiap persalinan ditolong oleh
tenaga bidan terlatih, 2) setiap komplikasi obstetrik neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat, dan 3) setiap wanita usia subur dapat akses terhadap pencegahan kehamilan serta
penanganan aborsi yang tidak aman.2
Penyebab terbesar kematian ibu selama tahun 2012-2013 masih tetap seperti tahun
sebelumnya yaitu perdarahan diikuti oleh preeclampsia preeklamsia/eklamsia adalah
tingginya paritas pada seorang ibu, penyebab terkecil kematian ibu adalah partus lama.

4
Selain itu, penyebab lain juga berperan cukup besar dalam penyebab kematian ibu seperti
penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberculosis atau penyakit yang diderita ibu lainnya.
Tingginya paritas seorang ibu, selain mempunyai dampak terhadap angka kesakitan dan
kematian ibu juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Pada isu status
reproduksi 4 Terlalu (4T) : yaitu keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil
dan punya anak), usia terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu sering dan
jarak kehamilan terlalu dekat memberi peran penting terhadap penurunan AKI dan
pencapaian program Keluarga Berencana.3

BAB II

KELUARGA BENCANA
5
2.1 Definisi Keluarga Berencana

Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga


berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.4
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. 4
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa
sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan
tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan
suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk
mengakhiri kehamilan dengan aborsi.3
Keluarga berencana pertama kali ditetapkan sebagai program pemerintah pada
tanggal 29 Juni 1970 bersamaan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, namun
masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi urusan kependudukan.5

2.2 Tujuan Keluarga Berencana (KB)

Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:


a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju
pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya

6
angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita.
Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan
menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan
kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat
dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia
cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret
hitung.5
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama
dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan
kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. 5
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari
satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk
tercapainya keluarga bahagia. 5
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan
menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. 5
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu
keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
produktif dari segi ekonomi. 5

2.3 Sasaran Program KB

a. Sasaran Langsung
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15 - 49 tahun, Karena
kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap
kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap
menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan
fertilisasi. 6
b. Sasaran Tidak Langsung
1) Kelompok remaja usia 15 - 19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan target
untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang
beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alat-alat

7
reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi. 6
2) Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah
maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita, dan pemuda), yang
diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS. 6
3) Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. 6

2.4 Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)
- Jenis-jenis Akseptor KB
a. Akseptor Aktif adalah: Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu
cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. 6

b. Akseptor Aktif Kembali adalah : Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan
kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan
kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun
berganti cara setelah berhenti/istirahat kurang lebih tiga bulan berturut-turut dan
bukan karena hamil. 6

c. Akseptor KB Baru adalah: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan


alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah
melahirkan atau abortus. 6

d. Akseptor KB Dini adalah: Para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi
dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus. 6

e. Akseptor Langsung : Para Istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam
waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus. 6

f. Akseptor dropout adalah: Akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi


lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007). 6
8
2.5 Jenis- Jenis Alat Kontrasepsi1

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan
atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel
telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang
membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-
duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Dalam konteks gerakan KB nasional, konsep mandiri merupakan suatu inovasi baru
dimana titik berat dalam penawaran dalam awal pelaksanaan program KB, berubah
menjadi fokus permintaan. Dengan kata lain mandiri dalam program KB meminta
masyarakat untuk berinisiatif serta berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan yang
berhubungan dengan perencanaan keluarga, khususnya kebutuhan alat kontrasepsi di
tempat pelayanan KB. 6
Pelayanan kontrasepsi sebagai sebagian dari pelayanan KB merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat diberikan kepada konsumen pada
kemampuan fasilitas kesehatan dan ini berhubungan dengan jenjang pelayanan. Fasilitas
pelayanan KB professional dapat bersifat teknik statis atau mobile ( TKBK, Pusling ) dan
diselenggarakan oleh tenaga professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau
perawat kesehatan. Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang
terpencil. Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana,
lengkap, sempurna dan paripurna. 6
Fasilitas pelayanan KB sederhana menyediakan jenis alat kontrasepsi seperti
kondom, obat vaginal, pil KB, suntik KB, IUD, menanggulangi efek samping, dan
berupaya rujukan. Tenaga pelaksanannya minimal perawat kesehatan atau bidan yang
dilatih. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya ini bersifat
sementara dapat juga bersifat permanen, penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas, konsumen memerlukan kontrasepsi dengan
kemampuan yang dapat dipercayai untuk mencegah kehamilan. 6

9
Alat kontrasepsi yang bermutu minimal memiliki ciri-ciri sebagai berikut : punya
daya guna, aman, estestis, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi terus- menerus dan
efek sampingnya sedikit-dikitnya. Angka-angka konkret mengenai jumlah konsumen
yang harus menderita akibat komplikasi pemakaian KB, jumlah kegagalan alat
kontrasepsi, berapa banyak pengguna KB yang dapat ditolong ataupun tidak dan berapa
jumlah akseptor yang harus drop out. 6
Jenis-jenis alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan adalah :
1. IUD ( INTRA UTERINA DEVICE)
IUD ( INTRA UTERINA DEVICE ) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik yang halus dan berbentuk
spiral atau lainnya yang dipasang ke dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh
dokter dan bidan yang sudah dilatih. Kontra indikasi pemasangan IUD / AKDR :
1. Adanya sangkaan kehamilan
2. Pendarahan di saluran kencing
Efektivitas : Sangat efektif, yaitu 0,5 1 kehamilan per 100 perempuan selama satu
tahun penggunaan. 6
2 . IMPLANT Adalah alat kontrasepsi yang berbentuk kecil seperti karet elastis
yang ditanam dibawah kulit dan pemakain alat ini dalam jangka waktu 3 5 tahun.
Kontraindikasi penggunaan IMPLANT : Pada kebanyakan klien dapat
menyebabkan perubahan pola haid berupa bercak Pendarahan ( spotting,
hipermenorea serta amenorea ). Evektivitas : Sangat efektif ( kegagalan 0,2 1
kehamilan per 100 perempuan ). 6
3 . MOW ( Metode Operatif Wanita ) Metode Operatif Wanita adalah metode
operasi melalui operasi rongga perut dengan pemotongan pada tubapalopi.
Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi pembuahan. Kontraindikasi
penggunaan MOW : Alergi terhadap obat anastesi, berat badan berlebihan ( obesitas
), infeksi pada saat melahirkan ( intrapartum ) dan nifas. Efektivitas : Sangat efektif
( gagal 0,1 0,7 per 100 perempuan. 6

10
BAB III

ANGKA KEMATIAN MATERNAL

Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada
ibu hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari
kelainan yang berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh
kehamilan, dan bukan karena kecelakaan. Beberapa ahli menyebut kematian ibu adalah
ukuran penting dari kematian suatu bangsa dan masyarakat serta mengindikasikan
kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan. Kematian ibu
merupakan permasalahan kesehatan publik global dan penurunan kematian ibu adalah
prioritas agenda kesehatan dan politik di setiap negara.7

Sementara WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat hamil
atau 42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan dan lokasi
persalinan, karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau komplikasi dan
manajemennya namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau insidental. Sementara
terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan, yaitu:

1. Kematian maternal lanjut (late maternal death) Kematian yang diakibatkan


penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari 1
tahun (antara 42 hari 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).

2. Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) Kematian ibu yang


terjadi selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya,
obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait
kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit
ditentukan dan ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan. 7

3.1 Upaya safe motherhood

Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui
jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals
(MDGs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000
11
kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup
yang harus dicapai. Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup
untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa.8

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan
darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan. 8

Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan


Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh
ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan
pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan
kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga
dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta pemberdayaan
masyarakat menjadi sangat penting. 8

Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan
sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan.
Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan
kontribusi besar dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir.8

Tahun 1990-1991, departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF, UNDP


melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan adalah
rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun Departemen Kesehatan menerapkan
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan

12
angka kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100 000
kelahiran hidup pada tahun 2000. 8

a. Keluarga berencana yang memastikan bahwa setiap orang /pasangan mempunyai


akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan , jarak kehamilan, jumlah anak . Dengan demikian diharapkan tidak ada
kehamilan yang diinginkan. Kehamilan yang masuk kategori 4 terlau, yaitu termuda
atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terbanyak anak. 8
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.8
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk member pertolongan yang aman
dan bersih serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi. 8
d. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric resiko tinggi
dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya. 8

Keempat intervensi strategis perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar


dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita. 8

BAB IV

PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENURUNKAN

13
ANGKA KEMATIAN IBU

Kematian Maternal adalah kematian yang berlangsung selama kehamilan, pada saat
persalinan dan setelah persalinan sampai batas waktu 42 hari (postpartum) tetapi bukan
karena kecelakaan. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah
utama dalam bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
pada tahun 2012 meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.4
Tujuan Millenium Development Goal (MDG) 5 adalah untuk meningkatkan
kesehatan ibu dimana indikator utamanya adalah penurunan kematian ibu menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup dan indikator proksinya adalah peningkatan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 90% pada tahun 2015. Selain pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, penurunan kematian ibu dipengaruhi juga oleh
keberhasilan pencapaian universal akses kesehatan reproduksi lainnya yang kemudian
tertuang dalam MDG 5b dengan indikator: CPR (Contraceptive Prevalence Rate), ASFR
(Age Specific Fertility Rate) 15-19 tahun, ANC (Ante Natal Care) dan Unmet need
pelayanan KB. 4
Sejalan dengan strategi Making Pregnancy Safer untuk penurunan Angka Kematian
Ibu, maka intervensi mengacu pada 3 tiga pesan kunci yaitu : 1) setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih 2) setiap komplikasi obstetrik neonatal mendapat
penanganan yang adekuat dan 3) setiap wanita usia subur mendapat akses terhadap
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan serta penanganan aborsi yang tidak aman.
Berdasarkan Studi Lancet di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang tinggi,
keluarga berencana bermanfaat baik untuk kesehatan ibu dan bayi, dimana diperkirakan
dapat menurunkan 32% kematian ibu dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
dan dapat menurunkan 10% kematian anak, dengan mengurangi jarak persalinan kurang
dari 2 tahun (Cleland, Bernstein, Ezeh, Faundes, Glasier and Innis. 2006). 4
Sejak tahun 1990 sudah ada upaya strategis yang dilakukan dalam upaya menekan
AKI yakni melalui pendekatan safe motherhood, dengan menganggap bahwa setiap
kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama
kehamilan dalam keadaan baik. Melalui pendekatan tersebut World Health Organization
(WHO) mengembangkan konsep Four Pillars of Safe Motherhood untuk
menggambarkan berbagai upaya yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan
14
bayi sebagai satu kesatuan. Keempat pilar tersebut adalah 1) Keluarga Berencana; 2)
Asuhan Antenatal; 3) Persalinan Bersih dan Aman; dan 4) Pelayanan Obstetri Esensial
(WHO, 1994). Asuhan antenatal cakupannya sudah bagus, meningkat terus setiap tahun
(SDKI 2012: 95,7%) meskipun kesenjangan dengan K4 nya masih agak jauh (SDKI
2012: K4 73,5%). Persalinan bersih dan aman oleh tenaga kesehatan, cakupannya
menurut laporan SDKI meningkat cukup tajam dari 38,5% (SDKI 1992) menjadi 83,1%
(SDKI 2012). Demikian juga dengan pelayanan obstetri esensial sudah dikembangkan
melalui pendekatan terpadu pelayanan antenatal. Namun Keluarga Berencana (KB) yang
sudah berkembang pesat selama 30 tahun (1970-2000), yang telah berhasil menurunkan
Total Fertility Rate (TFR, angka kelahiran total) dari 5,6 (tahun 70-an) menjadi 2,8
(SDKI 1990), justru cenderung stagnan sejak tahun 2000-an. Hal ini dapat terlihat dari
Total Fertility Rate (TFR) laporan SDKI yang stagnan di angka 2,6 dalam 10 tahun
terakhir (SDKI 2002-SDKI 2012), sementara target nasional adalah 2,1 pada tahun 2014
(RPJMN). 4
Keluarga Berencana (KB), dengan indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate =
angka kesertaan ber-KB) dan unmet need pelayanan KB (pasangan usia subur yang
membutuhkan pelayanan KB namun tidak dapat melaksanakannya dengan berbagai
alasan) belakangan masuk dalam MDGs yang tertuang dalam MDG 5b (mewujudkan
akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015). Adapun target yang ditetapkan
untuk kedua indikator ini adalah meningkatkan CPR metode modern menjadi 65% dan
menurunkan unmet need pelayanan KB menjadi 5% pada tahun 2015. 4
Dua indikator KB di atas dalam sepuluh tahun terakhir tidak mengalami banyak
kemajuan. CPR cara modern yang sudah meningkat pesat selama kurang lebih 10 tahun
dari 47% (SDKI 1991) menjadi 56,5% (SDKI 2002) berarti peningkatan sebesar 9,5%
hanya naik 1,4% menjadi 57,9% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini (SDKI 2012).
Demikian juga persentase kelompok unmet need yang sudah menurun pesat selama
kurang lebih 10 tahun dari 12,7% SDKI 1991) menjadi 8,6% (SDKI 2002). 4
Sasaran utama program KB adalah pada kelompok unmet need, dan ibu pasca
bersalin merupakan sasaran yang sangat penting. KTD pada ibu pasca bersalin, akan
dihadapkan pada dua hal yang sama-sama berisiko. Pertama, jika kehamilan diteruskan,
maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya, yang
15
merupakan salah satu komponen 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan
terlalu dekat). Keadaan ini akan menjadi kehamilan yang berisiko terhadap terjadinya
komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas berikutnya yang dapat berkontribusi
terhadap kematian ibu (dan juga kematian bayi). Kedua, jika kehamilan diakhiri (aborsi,
terutama jika dilakukan dengan tidak aman), maka berpeluang untuk terjadinya
komplikasi aborsi yang juga dapat berkontribusi terhadap kematian ibu. Oleh sebab itu,
KB pasca persalinan merupakan suatu upaya strategis dalam penurunan AKI, juga AKB
dan sekaligus juga penurunan TFR. 4
Ada berbagai rujukan yang mendefinisikan tentang KB pasca persalinan, di
antaranya menyebutkan bahwa KB pasca persalinan adalah penggunaan metode KB
sampai satu tahun setelah persalinan atau dalam satu tahun pertama kelahiran. Namun,
Kementerian Kesehatan membatasi periode KB pasca persalinan adalah sampai dengan
42 hari pasca bersalin. 4
Dasar penyelenggaraan pelayanan KB adalah UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, pasal 78 tentang Keluarga Berencana yang berbunyi: (1) Pelayanan kesehatan
dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas (2) Pemerintah
bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat (3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4
KB Pasca Persalinan sebenarnya bukan hal yang baru, karena sejak 2007, melalui
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), di dalamnya
terdapat amanat persalinan yang memuat tentang perencanaan penggunaan KB setelah
bersalin. Penerapan KB pasca persalinan ini sangat penting karena kembalinya kesuburan
pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sebelum
datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. 4
Pelayanan KB pasca persalinan merupakan strategi yang penting dari kesehatan
masyarakat dengan keuntungan yang signifikan terhadap ibu dan bayinya. KB Pasca
Persalinan dilaksanakan pada periode menyusui. Rekomendasi Hasil Kajian Health

16
Technology Assesment (HTA) Indonesia, tahun 2009, tentang KB pada Periode Menyusui
adalah sebagai berikut:
1. Wanita pada periode menyusui direkomendasikan untuk menggunakan kontrasepsi KB
sebelum terjadi ovulasi pertama kali sekitar 155 45 hari.
2. Bahwa Pemberian ASI Eksklusif menunda terjadinya ovulasi.
3. Metode kontrasepsi progestin tidak mengganggu volume dan kandungan nutrisi Air Susu
Ibu.
4. Kontrasepsi pil progestin (progestin-only minipills) dapat mulai diberikan dalam 6
minggu pertama pasca persalinan. Namun, bagi wanita yang mengalami keterbatasan
akses terhadap pelayanan kesehatan, minipil dapat segera digunakan dalam beberapa hari
(setelah 3 hari) pasca persalinan.
5. Kontrasepsi suntikan progestin/ Depo Medroxy Progesteron Acetat (DMPA) pada minggu
pertama (7 hari) atau minggu keenam (42 hari) pasca persalinan terbukti tidak
menimbulkan efek negatif terhadap menyusui maupun perkembangan bayi.
6. Penggunaan DMPA jangka panjang (> 2 tahun) terbukti menurunkan densitas mineral
tulang sebesar 5-10% pertahun. Namun, WHO merekomendasikan tidak adanya
pembatasan lama penggunaan DMPA bagi wanita usia 18-45 tahun.
7. Tidak terdapat hubungan antara durasi penggunaan DMPA dengan peningkatan risiko
kanker payudara.
8. Kontrasepsi implan merupakan pilihan bagi wanita menyusui dan aman digunakan
selama masa laktasi, minimal 4 minggu pasca persalinan.
9. AKDR pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih tinggi
dibandingkan ekspulsi 4 minggu pasca persalinan. Ekspulsi dapat diturunkan dengan
cara melakukan insersi AKDR dalam 10 menit setelah ekspulsi plasenta, memastikan
insersi mencapai fundus uterus, dan dikerjakan oleh tenaga medis dan paramedis yang
terlatih dan berpengalaman.
10. Jika 48 jam pasca persalinan telah lewat, insersi AKDR ditunda sampai 4 minggu atau
lebih pasca persalinan
11. AKDR 4 minggu pasca persalinan aman dengan menggunakan AKDR copper T,
sedangkan jenis non copper memerlukan penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.

17
12. Penggunaan kontrasepsi kombinasi oral dalam 6 bulan pasca persalinan dapat
menurunkan volume ASI pada wanita menyusui.
13. Pada negara-negara dengan keterbatasan akses terhadap kontrasepsi, MAL dapat
direkomendasikan untuk digunakan.
14. Metode Amenore Laktasi (MAL) efektif mencegah kehamilan pada wanita menyusui
pasca persalinan yang memenuhi kriteria sebagai berikut: amenorea, pemberian ASI
eksklusif, proteksi terbatas pada 6 bulan pertama. MAL dapat dipertimbangkan
penggunaannya pada daerah dengan keterbatasan akses terhadap kontrasepsi. 4

Pelayanan KB pasca persalinan sebagaimana pelayanan KB pada umumnya dapat


dilakukan oleh tenaga dokter dan bidan yang kompeten. Dalam hal pelayanan yang dilakukan
oleh bidan, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/MENKES/PER/IX/2010, Pasal 12 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan,
dimana dinyatakan bahwa bidan dapat : 1) memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2) memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom, dan dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa selain kewenangan tersebut, bagi bidan yang
menjalankan program pemerintah, bidan berwenang memberikan pelayanan: 1) pemberian
alat kontrasepsi suntikan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dan memberikan alat kontrasepsi
bawah kulit. 2) pelayanan tersebut hanya dapat diberikan oleh bidan yang terlatih. 4

18
BAB V
KESIMPULAN

Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa
sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan
tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Keluarga Berencana pasca persalinan merupakan salah satu upaya terobosan untuk
mencegah missed opportunity, meningkatkan CPR, menurunkan unmeet need dan
mendukung percepatan penurunan AKI.
Penduduk telah menyadari pentingnya pembatasan jumlah anak demi
peningkatan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, Indonesia masih memerlukan
program KB, tetapi dengan orientasi berbeda. Targetnya bukan lagi menurunkan
angka kelahiran, melainkan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat
dalam pengaturan kelahiran. Termasuk menyediakan beragam alat kontrasepsi serta
membuat masyarakat paham akan alat kontrasepsi yang mereka pilih. Selain itu,
program KB juga tetap berusaha agar alat dan pelayanan kontrasepsi mudah
didapatkan masyarakat dengan harga yang terjangkau, termasuk mereka dalam
kelompok miskin. Dengan adanya program KB ini dapat bermanfaat untuk menurunkan
angka kematian ibu di Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. InfoDatin: Mothers Day. Jakarta: Kemenkes


RI Pusat Data dan Informasi. 2014. P 1-8
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Strategis Kementrian Kesehtan
Tahun 2015-2019. Kemenkes RI Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015. Jakarta: kemenkes.
2015. P 57-58
3. Sarwono Prawiroharjo.,Prof.,DR. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Gramedia. Jakarta.
1997.
4. Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN: Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014. P 1-8.
5. Ide B. Pengawasan Wanita Hamil dalam : Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. 2007. p187-93.
6. Arif Manjoer,.dkk,. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I. Media Aesculapius.
FKUI. Jakarta. 2001
7. Rustam Mochtar,.Prof,. DR,. Sinopsis Obstetri. Jilid II. EGC. Jakarta. 1998
8. Mochtar, Rustam. Diagnosis, Pemeriksaan , Pengawasan , dan Nasihat-nasihat Untuk Ibu
hamil in ; Sinopsis Obstetric. Jakarta : EGC. 1990. p. 309-81.

20

Anda mungkin juga menyukai