Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM), yang
merupakan akibat dari gaya hidup serta penyakit penyakit degenerative.
Kecenderungan ini juga dipacu oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi
modernisasi dan globalisasi (Depkes RI, 2006). Penyakit tidak menular (PTM)
diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005 (WHO), dan
80% kematian tersebut terjadi di negara-negara yang berpendapatan rendah dan
menengah akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit
pernapasan kronik dan penyakit kronik lainnya (16%), kanker (13%), cedera
(9%), dan diabetes mellitus (Depkes RI, 2010).
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik
sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multifaktor, sehingga
tidak bisa diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal.Menurut Kaplan
hipertensi banyak menyangkut faktor genetik, lingkungan dan pusat-pusat
regulasi hemodinamik.Jika disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi
cardiac output (CO) dan total peripheral resistence (TPR) (Yogiantoro, 2014).
Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang lebih banyak dicetuskan
karena gaya hidup Perubahan gaya hidup tidak mudah untuk dilakukan,
karenanya memerlukan pendekatan komprehensif yang secara terus menerus
harus dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Fokus program
pengendalian hipertensi secara terintegrasi mencakup pelayanan yang
komprehensif (promotif - preventif, kuratif - rehabilitatif) (Agusman, 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur 18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa
Barat(29,4%), Sulawesi Tengah sendiri menempati urutan kelima dengan angka

1
presentase 28,7%. Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5persen. Jadi, ada 0,1
persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah
normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data penyakit Rawat jalan terbanyak untuk semua golongan
umur di UPTD Puskesmas Kamonji Tahun 2016 hipertensi menempati urutan
ketujuh penyakit sepuluh besar (Profil Puskesmas Kamonji, 2016). Oleh karena
itu penting untuk meninjau kasus hipertensi agar muncul refleksi berdasarkan sisi
kesehatan masyarakat di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai gambaran penyebaran penyakit hipertensi dan beberapa resiko
penyebarannya di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji.
2. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Tahun 2017.

2
BAB II
PERMASALAHAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Tanggal Lahir/ Umur : 08 Juli 1971 /46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sungai Laring
Tanggal masuk : 31 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sakit kepala, tengkuk tegang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan sakit kepala, tengkuk terus tegang yang dirasakan
sejak 10 hari terakhir. Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan
semakin memberat ketika pasien sedang banyak pikiran. Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri pada bagian tengkuk dan rasa pegal-pegal pada punggung.
Pasien juga merasa sering pusing dan merasa kelelahan, pasien mengaku tidak
merasa mual atau sampai muntah. Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar,
tidak ada gangguan penglihatan. BAB biasa dan BAK biasa. Pasien memiliki
kebiasaan makan ikan asin, udang, dan kepiting. Satu minggu yang lalu sebelum
keluhan sakit kepala muncul, pasien mengonsumsi ikan asin yang diberikan oleh
tetangganya. Pasien biasa mengonsumsi buah belimbing dan semangka, itupun
tidak sering. Untuk konsumsi sayur, yang biasa dimasak adalah sayur bening dan
sayur sawi disantan. Kebiasaan olahraga di rumah jarang. Suami pasien adalah
perokok sejak 8 tahun yang lalu.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi yang diketahui sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Riwayat
penyakit jantung (-), DM (-), riwayat operasi (-), asma (-), bronkitis (-), riwayat alergi
(-). Pasien mengatakan pernah memeriksakan kadar gula darah sewaktunya sekitar 3
bulan lalu di puskesmas dan hasilnya normal.

Riwayat Pengobatan/ Perilaku


Pasien baru mulai berobat dengan mengonsumsi amlodipin 5 mg. Namun
pengobatan sering terputus karena kehabisan obat. Pasien biasanya mendapatkan obat
dari Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Usia Lanjut yang diadakan oleh PKM UPTD
Urusan Puskesmas Kamonji setiap bulan. Obat-obatan yang diberikan hanya untuk 10
hari oleh sebab itu disarankan untuk mengambil obat di PKM UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji jika obat telah habis. Namun pasien mengatakan bahwa ia malas
untuk pergi ke puskesmas, dan ketika keluhan tegang leher membaik pasien berhenti
mengkonsumsi obat.
Pasien mengatakan tidak rutin mengkonsumsi buah-buahan. Kegiatan
berolahraga yang dilakukan hanya berupa bersih-bersih lingkungan di sekitar rumah.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan bahwa ibunya juga menderita hipertensi dan melakukan
pengobatan hipertensi.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Pasien suku Kaili. Pasien mengaku sangat menggemari makanan khas
kaili seperti sayuran bersantan, tumisan, ikan asin, ikan teri, kaledo, ikan goreng,
daging kari, udang dan lain-lain. Tetangga pasien (keluarga-keluarga di
lingkungan rumahnya) rata-rata bersuku Kaili sehingga kebiasaan makannya
sama dengan pasien, baik sehari-hari maupun menu makanan saat ada acara
pernikahan, arisan, dan lain-lain. Pasiem tergolong kelas menengah.

4
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frek. Nadi : 90 x/menit
Frek. Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 C
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : baik

Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Tidak dievaluasi
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Telinga : Deformitas pinna (-), serumen (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1
Gigi dan mulut : Karies dentis (-), sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

Paru
Inspeksi:
- Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergeraka dinding dada simetris.
- Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).

5
- Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tidak tampak hipertrofi SCM,
otot bantu abdomen tidak aktif dan hipertrofi (-).
- Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).
- Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan
kanan
- Fossa jugularis: tak tampak deviasi
- Tipe pernapasan: torako-abdominal.

Palpasi:
- iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal sinistra.
- Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
- Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.
- Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.

Perkusi:
- Sonor seluruh lapang paru.
- Batas paru-hepar Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.
- Batas jantung:
Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi:
- Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
- Pulmo:
1. Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
2. Rhonki (-/-).
3. Wheezing (-/-)

6
Abdomen
Inspeksi:
- Bentuk: simetris
- Umbilicus: masuk merata
- Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-),ikterik (-), massa (-),
vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-), spider nevy (-)
- Distensi (-)
- Ascites (-)

Auskultasi:
- Bising usus (+) normal
- Metallic sound (-)
- Bising aorta (-)

Perkusi:
- Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
- Nyeri ketok (-)
- Nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi:
- Nyeri tekan epigastrium (-)
- Massa (-)
- Hepar/lien/ren: tidak teraba
- Tes Undulasi (-), Shifting dullness (-)

7
Ekstremitas

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dievaluasi.

V. Diagnosis Kerja
Hipertensi Grade I

VI. Penatalaksanaan
- Amlodipin 10 mg 1x1 tablet (Malam)
- Vitamin B comp 1x1 tablet

VII. Prognosis
Dubia

VIII. Konseling
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit
hipertensi yang tidak menular, tidak bisa sembuh dan hanya bisa dikontrol.
b. Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit hipertensi
dan faktor risiko hipertensi. Gejala yang dapat dialami penderita tekanan

8
darah tinggi yaitu nyeri kepala, sakit pada leher menjalar ke punggung, sesak
nafas, penglihatan kabur, mudah marah, kelelahan, sulit tidur, telinga
berdengung, mual dan muntah, juga gelisah. Adapun factor risiko terjadinya
hipertensi yaitu dibagi 2: factor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas,
merokok, kurang aktifitas fisik, konsumsi garam berlebihan, dislipidemia)
dan tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, keturunan/ genetik).
c. Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk
menyehatkan tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan
kebugaran tubuh.
d. Menganjurkan pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang asin,
makanan yang digoreng dan makanan yang berlemak/santan.
e. Menganjurkan pasien agar rutin berolahraga ringan seperti jalan kaki atau
berenang 3-4x/minggu sekitar 30 menit.
f. Menjelaskan kepada pasien agar tekun meminum obat dan rutin
memeriksakan dirinya ke puskemas atau dokter, meskipun pasien tidak
memiliki keluhan.
g. Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi dari penyakit hipertensi,
tersering yaitu penyakit jantung, juga stroke.

9
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

BIOLOGIS

Usia
- Usia pasien 46 tahun
- Kejadian hipertensi paling
tinggi pada usia>40 tahun

Riwayat keluarga (ibu) yang


menderita hipertensi
20-40% hipertensi esensial
disebabkan oleh faktor
genetik.
DIABETES

MELITUS

PERILAKU
DIABETES
Diet Tinggi Garam LINGKUNGAN
MELITUS Tingkat pengetahuan
Jarang Berolah Raga HIPER
TENSI Polusi asap rokok
Diet Tinggi Lemak
DIABETES

MELITUS

DIABETES
PELAYANAN
KESEHATAN
MELITUS
Tersedia tensimeter untuk mengukur TD
Terdapat penanggung jawab Posbindu PTM yang rutin skrining
Tersedia media untuk penyuluhan

DIABETES
10
MELITUS
BAB III
PEMBAHASAN

Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah seorang wanita berumur 46 tahun dengan
keluhan utama sakit kepala, tengkuk terus tegang yang dirasakan sejak 10 hari
terakhir. Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan semakin memberat ketika
pasien sedang banyak pikiran. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian
tengkuk dan rasa pegal-pegal pada punggung. Pasien juga merasa sering pusing dan
merasa kelelahan, pasien mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Tidak ada
keluhan jantung berdebar-debar, tidak ada gangguan penglihatan. BAB biasa dan
BAK biasa. Pasien memiliki kebiasaan makan ikan asin, udang, dan kepiting. Satu
minggu yang lalu sebelum keluhan sakit kepala muncul, pasien mengonsumsi ikan
asin yang diberikan oleh tetangganya. Pasien biasa mengonsumsi buah belimbing dan
semangka, itupun tidak sering. Untuk konsumsi sayur, yang biasa dimasak adalah
sayur bening dan sayur sawi disantan. Kebiasaan olahraga di rumah jarang. Suami
pasien adalah perokok sejak 8 tahun yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg,
frekuensi nadi: 90 x/menit, laju pernapasan: 22 x/menit, suhu aksila: 36,7C, berat
badan: 62 kg, tinggi badan: 160 cm, dengan status gizi baik.
Hipertensi lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah penyakit tekanan
darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan tekanan
diastolic. Berdasarkan JNC VIII, seorang dewasa dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolic 90 mmHg atau lebih pada umur
60 tahun (PERKI, 2010).
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari atau
sama dengan 140 mmHg dan atau diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

11
istirahat/tenang. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya
lebih dari 140/90 mmHg. Menurut The Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII)

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80


Pre hipertensi 120-139 80-89
Grade I 140-159 90-99
Grade II 160 100
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi1

Oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat didiagnosis menderita
Hipertensi Grade I. Untuk penatalaksanaan pada pasien ini diberikan amlodipin 10
mg 1x1 tablet (malam).

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya hipertensi adalah faktor
genetik, perilaku, serta pelayanan kesehatan. Hipertensi menjadi masalah di
masyarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Biologis
Pada pasien ini faktor biologis yang mendukung rentannya pasien untuk
mengalami hipertensi adalah faktor usia dan riwayat keluarga. Tekanan darah
tinggi sangat sering terjadi pada orang berusia lebih dari 40-60 tahun karena
tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya usia.

12
Menurut Davidson, bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar
45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
Kedua faktor ini merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau
tidak dapat dihindari, sehingga pasien hanya dapat memodifikasi faktor risiko
lain seperti gaya hidup yang mendukung pencegahan peningkatan tekanan darah.
Sarana layanan kesehatan juga sebaiknya disarankan untuk gencar melakukan
penyuluhan dan pemeriksaan berkala pada masyarakat golongan resiko tinggi
menderita hipertensi agar masyarakat dapat waspada sehingga tekanan darah
dapat terkontrol.
Puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji telah membuat suatu program
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Usia Lanjut yang diadakan setiap bulan
untuk pemeriksaan berkala dan penyuluhan mengenai kesehatan lansia.

2. Perilaku
Faktor perilaku pada pasien ini yang mendukung terjadinya hipertensi adalah
kebiasaan diet tinggi garam, makanan tinggi lemak/ bersantan, dan jarang
berolahraga. Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg
dan bila dikombinasikan dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat
menurunkan tekanan darah sebesar 11/6 mmHg. Makan ikan secara teratur sebagai
cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada
penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. Pasien disarankan untuk
menghindari konsumsi makanan tinggi garam dan juga lemak serta teratur
berolahraga. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh
dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah.
Pola makan pada pasien dan keluarga yang sering makan makanan yang
bersantan merupakan salah satu faktor terjadinya hipertensi. Makanan yang
bersantan mengandung kadar lemak yang tinggi yang dapat menyebabkan

13
tingginya kadar lemak dalam darah dan memudahkan terbentuknya plak dalam
pembuluh darah yang menyebabkan gangguan aliran darah.
Kondisi aktivitas fisik pasien tergolong kurang, pasien sehari-hari beraktivitas
dalam rumah seperti menyapu, memasak dan membersihkan rumah dengan begitu
kebutuhan fisik dalam berolahraga kurang terpenuhi dengan aktivitas tersebut.
Perlu diketahui aktivitas-aktivitas seperti pekerjaan rumah berbeda dengan
olahraga. Olahraga adalah gerakan tubuh yang berirama dan teratur untuk
memperbaiki dan meningkatkan kebugaran. Olahraga adalah pereda stress yang
sangat baik. Olahraga dapat mengalihkan pikiran dari kekhawatiran dengan cara
meredakan ketegangan otot tubuh. Puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
sudah mencanangkan kegiatan senam prolanis sehingga pasien dapat disarankan
untuk teratur mengikuti kegiatan tersebut.
Faktor perilaku lainnya yang dapat dinilai yaitu kurangnya kontrol terhadap
penyakit yang diderita oleh pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien malas pergi ke
puskesmas untuk datang kontrol dan mengambil obat, pasien hanya melakukan
pemeriksaan dan mendapatkan obat dari posbindu.

3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mendukung pada pasien ini adalah terpapar polusi
asap rokok karena suami pasien seorang perokok dan stress psikis. Penyebab
rokok dapat menyebabkan hipertensi karena adanya zat nikotin yang terkandung di
dalam rokok. Nikotin mengikat oksigen dalam darah sehingga penghantaran
oksigen keseluruh tubuh menjadi terhambat. Nikotin juga dapat mengikat lemak
sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan jantung bekerja lebih keras dalam memompa darah. Masalah
hipertensi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang
memadai tentang penyakit ini, termasuk dampak rokok terhadap kesehatan
masyarakat. Puskesmas telah rutin melakukan penyuluhan baik secara massal
ataupun edukasi perindividu mengenai penyakit yang sering diderita oleh lansia

14
khususnya hipertensi. Namun oleh karena pasien belum merasakan keluhan yang
bermakna maka anjuran mengenai pencegahan komplikasi masih belum
dilaksanakan secara maksimal.
Selain itu, kehidupan sosial pasien yang merupakan suku kaili yang terbiasa
menjadikan makanan bersantan seperti sayur kelor, makanan berlemak seperti
kaledo, makanan digoreng, dan kurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan
pada setiap menu makan membuat pasien semakin sulit untuk mengurangi
konsumsi makanan berlemak dan tinggi garam. Dalam hal ini, peran keluarga
sangat penting untuk memberi dukungan kepada pasien mengenai menjaga
kesehatan.
Dengan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya dalam hal
ini hipertensi, penderita akan terdorong untuk patuh dengan pengobatan yang
mereka jalani. Kegiatan penyuluhan dan penjelasan secara langsung ketika pasien
berobat di layanan kesehatan harus dilakukan semakin sering untuk meningkatkan
kesadaran pasien. Pasien disarankan untuk mengikuti kegiatan kegiatan luar
yang dapat mengalihkan perhatiannya pada hal hal yang menyebabkan stress
psikisnya semakin berat, misalnya mengikuti kegiatan keagamaan, ikut serta
dalam kegiatan rekreasi, keterampilan, pengembangan hobi, pertemuan
kekeluargaan, dll.

4. Aspek pelayanan kesehatan


Dari segi pelayanan kesehatan terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi penyakit hipertensi mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan
poli Umum melakukan pengukuran TB, BB, polik umum juga melakukan
anamnesis, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan diagnosa,
selanjutnya dokter pemeriksa memberikan terapi sesuai dengan diagnosa dan
penanganan yang benar, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai dengan resep
dokter. Dari pelayanan UKM yang dilakukan puskesmas untuk menanggulangi
hipertesi dengan program posbindu, alur pelaksanaanya pun sama, dimana kita

15
memberitahu kepada kader di setiap desa yang akan kita lakukan kegiatan,
nantinya kader atau bidan desa akan memberitahukan kepada warga bahwa akan
ada kegiatan posbindu, biasanya akan dikabarkan melalui masjid atau secara
langsung ke rumah kepala desa atau ke rumah-rumah warga.
Alur pelaksanaan Posbindu PTM, yaitu terdapat 5 meja meliputi:

Selanjutnya pemberian obat sesuai indikasi tidak diberikan saat itu juga, namun
memberikan edukasi dan anjuran untuk pemeriksaan selanjutnya sesuai prosedur di
puskesmas. Puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji memiliki program Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM (Penyakit Tidak Menular) yang dilaksanakan
setiap bulan. Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan
kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan
secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM)
meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang
aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak
lanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan

16
segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah
diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD),
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak
kekerasan. Tujuan Posbindu PTM adalah meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM. Sasaran utama kegiatan
adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun
ke atas. Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada
atau beberapa orang dari masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja
yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina
atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing
kelompok atau organisasinya. Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain
berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan
dengan Posbindu PTM.
Posbindu yang dilaksanakan di Puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
bukan merupakan program unggulan di puskesmas UPTD Urusan Puskesmas
Kamonji, padahal jika kita melihat angka kejadian Hipertensi yang merupakan
penyakit ke-tujuh terbanyak di puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
seharusnya program ini harus difasilitasi, diperhatikan atau diberi perhatian khusus
agar dapat menekan angka kejadian hipertensi. Untuk yang menjadi kendala kegiatan
program posbindu ini yang pertama adalah SDM, yang melaksanakan tugas posbindu
hanya satu orang, kadang meminta bantuan anggota lain untuk melaksanakan
kegiatan, agar ada yang membantu untuk melakukan pengukuran tekanan darah
ataupun melakukan anamnesis, untuk dokter yang ikut dalam kegiatan posbindu
sangat jarang, karna jumlah dokter di puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
hanya dua orang dimana satu yang bertugas dalam UKP dan satunya sebagai kepala
Puskesmas. Yang menjadi kendala selanjutnya adalah jika pasien yang menderita
hipertensi di desa yang sangat jauh dimana pengetahuan mereka juga sangatlah
kurang mengenai penyakit hipertensi sehingga kadang hanya diberikan obat tetapi
tidak diketahui obat tersebut berfungsi sebagai apa, apakah harus diminum terus,

17
wawasan mereka masih sangatlah kurang, sehingga penyuluhan juga sangatlah
penting, jika pemegang program tidak dapat selalu bisa melakukan penyuluhan bisa
diamanatkan kepada bidan desa untuk selalu mengontrol pasien penderita
hipertensinya, seperti tekanannya ataupun obat yang dikonsumsinya. Pasien ini
sendiri yang menjadi kendalanya adalah pasien malas untuk menambah obat
hipertensi di puskesmas dan hanya berharap posbindu yang pelaksanaannya
dilakukan sekali sebulan, apalagi ketika pasien merasa sudah enakan pasien akan
langsung berhenti minum obat, sehingga penyuluhan yang dilakukan secara individu
adalah menekankan kepada pasien bahaya hipertensi, kenapa harus selalu meminum
obat, menjelaskan apa yang terjadi jika berhenti minum dan kenapa harus selalu
mengontrol tekanan darah.
Sebagian besar penyakit pada lansia merupakan penyakit degeneratif yang
tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol. Oleh karena itu memerlukan pengobatan
terus menerus. Namun Posbindu PTM tidak dapat memberikan obat pada pasien,
karena kegiatan terbatas pada upaya skrining risiko terjadinya penyakit tidak menular.
Sebagai jalan keluar pasien anggota BPJS dianjurkan untuk mengunjungi puskesmas
untuk memperoleh kartu kontrol rujukan dari BPJS yang dapat digunakan untuk
menebus obat dalam jumlah banyak untuk penggunaan satu bulan bagi yang
bertempat tinggal jauh dari lokasi puskesmas.
Pasien pada kasus ini yang tidak rutin mengonsumsi obat hipertensi akibat
tidak mendapat obat hipertensi untuk satu bulan maka dianjurkan untuk dirujuk ke
puskesmas untuk mendapatkan kartu kontrol rujukan BPJS sehingga mendapatkan
pengobatan satu bulan.

18
Gambaran 10 penyakit Rawat jalan Terbanyak Untuk Semua Golongan Umur
di UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2016

Pencegahan Hipertensi

- Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi
terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko.
Pendekatan populasi secara khusus mengandalkan program untuk mendidik
masyarakat. Pendidikan masyarakat yakni masyarakat harus diberi informasi
mengenai sifat, penyebab, dan komplikasi hipertensi, cara pencegahan, gaya hidup
sehat, dan pengaruh faktor risiko kardiovaskular lainnya (USU, 2013).

- Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan pencegahan terhadap faktor risiko yang
tampak pada individu atau masyarakat. Sasaran pada orang sehat yang berisiko tinggi
dengan usaha peningkatan derajat kesehatan yakni meningkatkan peranan kesehatan

19
perorangan dan masyarakat secara optimal dan menghindari faktor risiko timbulnya
hipertensi (USU, 2013).
Pencegahan primer penyebab hipertensi adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi/ menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko, yaitu
menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan dan kegemukan,
menghindari meminum minuman beralkohol, mengurangi/ menghindari makanan
yang mengandung makanan yang berlemak dan berkolesterol tinggi.
b) Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu melakukan olahraga
secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, naik
sepeda, berenang, diet rendah lemak dan memperbanyak mengonsumsi buah-
buahan dan sayuran, mengendalikan stress dan emosi (USU, 2013).

- Pencegahan Sekunder
Sasaran utama adalah pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit
lebih lanjut dan timbulnya komplikasi. Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap
tekanan darah tinggi mempunyai beberapa tujuan:
a. Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi
b. Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular
c. Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya
d. Mencari kemungkinan penyebabnya

Sudah jelas bahwa semua tujuan ini merupakan unsur-unsur proses diagnosis
tunggal yang bertahap dan menyeluruh yang menggunakan tiga metode klasik:
pencatatan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
Sejauh mana pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dapat disesuaikan dengan
bukti yang diperoleh dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan uji laboratorium
pendahuluan.

20
Perangkat diagnostik dalam pengukuran tekanan darah dapat menggunakan
sfigmomanometer yang akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan
diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit. Pemerikasaan penunjang yang rutin
bisa dilakukan pada penderita hipertensi yang bertujuan mendeteksi penyakit yang
bisa diobati dan menilai fungsi jantung serta ginjal (USU, 2013).
Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan berkala
a.1. Pemeriksaan/ pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara
teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi
atau tidak.
a.2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa
obat-obatan anti hipertensi.
b. Pengobatan/ perawatan
b.1. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit
hipertensi dapat segera dikendalikan.
b.2. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia,
diabetes mellitus dan lain-lain.
b.3. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun.
b.4. Mengobati penyakit penyerta seperti dibetes mellitus, kelainan pada
ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ
(USU, 2013).

- Pencegahan Tersier
Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah
cacat/ kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi. Pencegahan tersier
penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:

21
a) Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun
b) Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan
kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan kelumpuhan
anggota badan
c) Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi (USU, 2013).

22
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Hipertensi masih merupakan penyakit rawat jalan terbanyak untuk semua
golongan umur di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji, tahun
2016 hipertensi menempati urutan ketujuh penyakit sepuluh besar.
2. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada
pasien, yaitu : biologis, perilaku, dan lingkungan.
3. Kesimpulan terkait penyakit tidak menular pada pasien ini adalah menderita
hipertensi.

5.2 Saran
Saran yang bisa diberikan mengacu pada five level prevention:
1. Promosi kesehatan (health promotion)
a. Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
dalam hal ini berupa kurangi makanan yang berlemak dan tinggi
garam.
b. Menjelaskan dampak rokok terhadap risiko menderita hipertensi.
c. Menjelaskan dampak mengonsumsi kopi berlebih terhadap risiko
menderita hipertensi.
d. Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga pentingnya
mengontrol tekanan darah dan menambah obat jika habis.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
a. Selalu melakukan pemeriksaan tekanan darah di tempat pelayanan
kesehatan yang ada, baik di pustu atau di puskesmas, ataupun juga
dapat melakukan pemeriksaan kadar kolesterol di puskesmas sebagai

23
perlindungan khusus atau penyakit yang berhubungan dengan
hipertensi.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Jika munculnya keluhan seperti nyeri tengkuk serta sakit kepala segera
bawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, jika tekanan darah meningkat maka segera dilakukan
penegakkan diagnosa dan pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa hipertensi
diberikan pengobatan yang sesuai disarankan untuk selalu kontrol tekanan
darah dan obat jika telah habis.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru, bertambah parah sampai tidak sadarkan diri agar segera dibawa ke
puskesmas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2016. Buku Pintar Posbindu PTM. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. (2010). Seminar Strategi Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Jakarta :
Direktorat Penyehatan Lingkungan.

Depkes RI. (2013). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta.

PERKI. (2010). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.


Jakarta: Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.

PERKI, (2015). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.


Jakarta: Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.

Puskesmas UPTD Urusan Puskesmas Kamonji, Profil Puskesmas UPTD Urusan


Puskesmas Kamonji Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara. Hipertensi. 2013. [Accessed on Agustus 26, 2017]

Yogiantoro M (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.

25
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 2. Saat anamnesis di UPTD Urusan Puskesmas Kamonji.

DOKUMENTASI HOME VISITE:

26
Gambar 3. Rumah pasien tampak depan

Gambar 4. Tampak ruang tamu

27
Gambar 5. Tampak kamar tidur anak

28
Gambar 6. Tampak kamar utama

Gambar 7. Tampak dapur

29
Gambar 8. Tampak dapur

Gambar 9. Tampak tempat cucian piring

30
Gambar 10. Tampak WC

Gambar 11. Rumah tampak samping kanan

31
Gambar 12. Rumah tampak samping kiri

Gambar 13. Rumah tampak belakang

32

Anda mungkin juga menyukai