Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT ANALITIK

Latar Belakang Timbulnya Filsafat Analitik dan Ruang Lingkup Filsafat


Analitik

OLEH:

KELOMPOK 1

1. Putu Gede Budiartha (1780111015)

2. Putu Indry Prabhaswari (1780111037)

3. I Gusti Made Ari Sugama (1780111043)

4. Yunita Gloria Tololiu (1780111052)

ILMU LINGUISTIK PENERJEMAHAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017
Latar Belakang Timbulnya Filsafat Analitik

Dimulai pada abad k-18 hingga pertengahan abad ke-19 perkembangan filsafat
Empirisme (Aliran filsafat yang percaya akan pengalaman sebagai kepercayaan) sangat banyak
di Inggris dengan tokohnya yaitu John Locke, David Hume, dll.

Kemudian muncul perpaduan antara filsafat empirisme dan filsafat rasionalisme (Aliran
Filsafat yang menitik beratkan akal untuk memperoleh kebenaran) yang dibuat oleh Immanuel
Kant.

Akhirnya filsafat empirisme memudar setelah hadirnya Hegel tentang Idealisme sekitar
pertengahan abad ke-19. Hegel pada saat itu berhasil menghapus kepercayaan Empirisme di
Inggris.

Awal abad ke-20 para ahli fikir inggris mulai tidak setuju dengan filsafat dari hegel
karena selain sulit dipahami juga sangat menyimpang dari akal sehat. Para ahli fikir inggris
mulai menentang pemikiran kaum Hegelian (pengikut hegel). Kemudian Revolusi filsafat pun
terjadi yang di awali oleh G.E. Moore disambut hangat oleh tokoh Cambridge lainnya Betrand
Russel, dilanjutkan lagi oleh Wittgenstein. Melalui Wittgensteinlah Revolusi menentang
Hegelian muncul dan akhirnya ditemukannya metode filsafat yang baru yaitu Metode Analisa
Bahasa.

Metode Analisa Bahasa yang dikemukakan Wittgenstein bukanlah membuat pernyataan


tentang sesuatu yg khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat
ketidakfahaman terhadap Bahasa logika terutama karena analisa Bahasa bersifat kritik terhadap
Bahasa yg dipergunakan dalam filsafat.

Bahasa filsafat dianggap terlalu berlebihan dalam mengungkapkan realitas dengan


banyaknya istilah dan ungkapan aneh dalam filsafat seperti: existensi, nothingness, substansi, dll
sehingga cukup membingungkan bahkan bagi para filsuf yang menyajikan istilah itu sendiri.

Filsuf yang menggunakan metode analisa Bahasa ini berniat untuk membersihkan dan
menyembuhkan penyakit dalam pemakaian Bahasa dalam filsafat contohnya seperti adanya
kekaburan arti (Vagueness), Kemaknagandaan (ambiguity), ketidakterangan (inexplicitness), dll.
Mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan yang sesungguhnya tidak dapat diajukan,
merupakan perangkap yang mampu menjebak kita, oleh karena itu diperlukan suatu kriteria logis
yang dapat menentukan apakah suatu istilah itu mengandung makna(meaningfull) atau tidak
(meaningless).

Pada Akhirnya banyak ahli filsafat menganggap kehadiran metode analisa Bahasa ini
dalam kancah filsafat sebagai tanda reaksi untuk filsafat sebelumnya dan juga sebagai kelahiran
atau munculnya suatu metode berfilsafat yang baru yg bercorak logosentrisme, yakni
pandangan yang menganggap Bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran mereka.

Metode analisa Bahasa ini akhirnya terkenal dan bahkan menyebar luas ke berbagai
negara dan telah dianggap setara dengan metode filsafat lainnya.

Sebelum membahas tentang sejarah perkembangan filsafat, kita lebih dulu wajib
memahami makna tentang Sejarah Filsafat. Sejarah filsafat adalah satu bidang ilmu yang
mengkaji tentang sejarah perkembangan sejarah filsafat dari masa ke masa, tentang sistem-sistem
filsafat serta penafsiran secara kritis hasil-hasil pemikiran para filsuf terhadap persoalan-
persoalan filsafati. Pengertian lain adalah : suatu museum yang memuat koleksi raksasa dari
pendapat-pendapat pemikir-pemikir besar mengenai misteri hidup. Koleksi ini bertambah terus
menerus dan dibedakan tiga tradisi besar, yaitu : filsafat india, filsafat cina, dan filsafat barat.

Salah satu cara untuk mengetahui corak pemikiran filsafat barat ini adalah dengan
melihat pada periodisasi yang dibuat oleh para ahli. Berikut akan kami paparkan periodisasi
pemikiran filsafat barat :

1. Zaman Yunani kuno (abad 7-5 SM)

Pada masa ini filsafat lebih bercorak kosmosentris, artinya para filsuf pada waktu itu
mengarahkan perhatian mereka terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan terjadinya
alam semesta. Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (arkhe) dari alam
semesta, oleh karena itu, mereka lebih dikenal dengan julukan filsuf-filsuf alam. Tokoh-
tokohnya adalah Thales, anaximandros, anaximenes, dan lain-lain.

2. Zaman Klasik Yunani (abad 5 SM 2 M)


Sumber : Alwasilah, A. Chaedar, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, Bandung : Remaja
Rosdakarya (2008)

Pada masa ini filsafat lebih bercorak antrophosentris artinya, para filsuf pada periode
ini menjadikan manusia atau (antrophos) sebagai objek pemikiran filsafat mereka. Mereka
berupaya mencari jawaban tentang masalah etika (filsafat tingkah laku ) dan juga hakekat
manusia. Tokoh-tokohnya, Socrates, Plato, Aristoteles. Mereka dijuluki filsuf klasik karena ide
mereka tetap actual.

3. Abad pertengahan (abad 2 M- 14 M)

Pada masa ini filsafat lebih bercorak teosentris, artinya para filsuf pada periode ini
menjadikan filsafat sebagai abdi Agama atau filsafat diarahkan pada masalah ketuhanan, suatu
karya filsafat dinilai benar sejauh tidak menyimpang dari ajaran Agama (Christiany). Tokoh-
tokohnya, Augustinus dan Thomas Aquinas.

4. Zaman renaissance (abad 14-16)

Pada zaman ini ahli fikir berupaya melepaskan diri dari dogma-dogma agama. Bagi
mereka citra filsafat yang paling bergengsi adalah zaman klasik Yunani. Oleh karen itu
mendambakan kelahiran kembali filsafat yang bebas, yang tidak terikat pada ajaran agama.
Cita-cita ini terwujud dengan baik karena ditunjang oleh faktor penyebab sebagai berikut :

a. Pudarnya kewibawaan dewan gereja pada masa itu karena terlalu banyak mencampuri
kegiatan-kegiatan ilmiah. Misalnya hukuman bakar yang dikenakan terhadap Bruno
lantaran kegiatan ilmiahnya dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama.

b. Orang tidak lagi mempercayai nilai-nilai universal yang dianggap terlau abstrak. Orang-
orang pada masa itu lebih mendambakan nilai-nilai individual yang bersifat konkrit dan
lebih banyak memberikan kesempatan untuk menggunakan akal fikir secara bebas.

5. Abad Modern (abad 16-19)

Corak pemikiran filsafat pada masa ini kembali pada masalah Antrophosentris, serupa
dengan zaman klasik Yunani, namun lebih mengagungkan kemampuan akal fikir manusia.
Tokoh-tokohnya adalah : Descartes, Hume, I.Kant, Hegel dan A. Comte.
6. Abad ke-20- sekarang

Meskipun sulit untuk menentukan corak pemikiran filsafat yang khas pada masa ini,
namun banyak ahli filsafat yang menganggap filsafat yang bercorak Logosentris lebih
dominan daripada yang lain. Logosentris artinya, kebanyakan filsuf pada masa ini melihat
bahasa sebagai objek terpenting pemikiran mereka. Tokoh-tokohnya adalah: G.E. Moore,
Russel, Wittgenstein, Ryle, Austin.

Berdasarikan pengelompokan coraik pemikiran filsafat melalui periodisasi di atas maka


dapat disimpulkan bahwa corak filsafat Logosentris merupakan inti dari pembicaraan filsafat
analitik . filosof yang dalam hal ini menggunakan metode analisa Bahasa menemukan bahwa
arti serta prinsip dan aturan Bahasa merupakan problema pokok dalam filsafat. Dengan
demikian maka dapat di8iketahui bahwa kegiatan para filsuf itu berkisar pada masalah arti atau
makna Bahasa (Semantik) dan masalah penggunaan Bahasa m ennurut aturan tertentu
(Pragmatic) dalan bidang filsafat.

Suatu gambaran yang cukup jelas mengenai ruang lingkup analitik diuraikan oleh
Mortimer Adler dalam karyanya The Condition Of Philosophy. Adler menyakan dua
pertanyaan, yaitu First Order dimana pertanyaan tentang apa yang terjuadi di dunia ini,
kemudian second order yaitu pertanyaan tentang pemikiran. Melalui gambaran yang diberikan
oleh Adler kita dapat mengetahui batas-batas ruang tlingkup terhadap filsafat analitik dan
menunjukkan bahwa filsafat analitik merupakan bidang khusus dalam filsafat secara umum,
dimana kekhususan tersebut terletak pada masalah arti/makna suatu ungkapan filsafat ataupun
persoalan bagaimana suatu ungkapan dapat mengandung arti demikian.

Terdapat beberapa contoh pertanyaan mengenai perbedaan antara ruang lingkup filsafat
umum dengan filsafat khusus. Corak pertanyaan yag terdapat dalam lingkup filsafat umum
adalah sebagai berikut:

1. Apakah penyebab pertama (Arkhe) dari alam semesta ini?


Masalah yang bersifat Kosmosentris merupakan perbincangan para filsuf alam di
zaman Yunani Kuno. Terdapat beberapa pendapat pendapat dimana Air, Udara,
Apeiron dan sebagainya yang merupakan penyebab pertama dari alam semesta.
2. Apakah hakikat manusia itu?
Masalah yang bersifat Antrophosentris merupakan inti perbincangan pada zaman
modern. Adanya beberapa pendapat mengenai hakikat manusia yaitu jiwa dan raga
(Dualisme), materi belaka (Materialisme), jiwa (Spiritualisme) dan lain sebagainya.
3. Apakah Tuhan itu ada atau tidak?
Masalah yang bersifat Theosentris ini menimbulkan jawaban yang berbeda-beda.
Mereka yang menganggap Tuhan itu ada dinamakan Theisme dan bagi mereka yang
menganggap Tuhan itu tidak ada dinamakan Atheisme.

Berikut merupakan beberapan pertanyaan yang terletak dalam lingkup filsafat analitik:

1. Apakah pernyataan bahwa penyebab alam semesta itu Air? Apakah pernyataan yang
demikian mengandung arti atau nirarti?
2. Apakah pernyataan bahwa manusia itu terdiri dari jiwa dan raga? Apakah pernyataan
seperti itu mengandung arti atau tidak?
3. Apakah arti pernyataan bahwa Tuhan itu ada? Apakah ungkapan yang menyatakan bahwa
Tuhan itu ada mengandung arti atau niarti?

Corak pertanyaan filsafat analitik tidaklah diarahkan pada masalah realitas sehingga ini
membuat para filsuf analitik tidak memiliki objek formal (sudut pandang) dan lebih
mengarahkan perhatiannya kepada bahasa filsafat. Tetapi terdapat keisitimewaan yang
ditemukan yaitu filsafat analitik dapat menjadi metode netral yang bertugas untuk membersihkan
bahasa filsafat dari ungkapan yang tidak bermakna para filsuf sebelumnya tentang realitas.

Analisa ini bersifat umum yaitu suatu upaya menyelidiki konsep-konsep untuk
mengetahui benar atau tidak, logis atau tidak logis, bermakna atau tidak. Konsep tersebut
merupakan hasil pemikiran seseorang yang diungkapkan dalam bentuk bahasa yang memiliki
keterbatasan pada masalah falsafati. Oleh sebab itu hal yang membedakan ruang lingkup filsafat
analitik dengan linguistik bahwa linguistic lebih berkenaan dengan tata bahasa (gramatika),
bunyi (fonem), sedangkan filsafat analitik khusus membahas tentang arti atau makna bahasa
(semantik).

Anda mungkin juga menyukai