Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Indonesia(dual sector)
Sektor Pertanian (Agriculture)
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki karakteristik khas dan berbeda dari
sektor lainnya. Kegiatan pertanian telah dimulai sejak beribu tahun yang lalu ketika manusia
tidak lagi memenuhi sumber pangannya dari berburu dan mengumpulkan. Kegiatan bercocok
tanam terus mengalami perkembangan seiring juga dengan perkembangan pengetahuan
modern. Karena sejarah panjangnya terhadap kehidupan manusia tersebut maka
perekonomian yang bercirikan pertanian khususnya pedesaan telah menumbuhkan adat dan
kebiasaan yang sangat kuat dalam masyarakat. Sebagai sektor ekonomi yang paling tua maka
sektor ini merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja terutama bagi
negara-negara pada tahap membangun. Tingginya penyerapan tenaga kerja sektor pertanian
tidak hanya disebabkan karena sektor ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak dalam
pengelolaanya tetapi juga karena pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja terhadap
pertanian lebih baik dibandingkan sektor lain. Hal ini ditunjukkan bahwa penyerapan
angkatan kerja bagi negara-negara miskin mencapai 60-70 persen.
Karakteristik lainnya adalah sektor pertanian menggunakan dan memerlukan lahan dalam
proses produksinya. Artinya lahan merupakan faktor produksi utama bagi produksi sektor
pertanian sehingga ketergantungan atas ketersediaan lahan pertanian sangat tinggi. Selain
faktor lahan, pertanian juga sangat tergantung dengan faktor cuaca (iklim). Sebagaimana
lahan, cuaca sangat berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lain dan perbedaan atas
lahan dan cuaca menyebabkan teknik produksi dan komoditas yang dihasilkan oleh sektor
pertanian akan bervariasi antar daerah.
Sektor Industri (Manufacture)
Dalam pembangunan ekonomi, terutama pada tahap-tahap awal pembangunan, sektor
pertanian diharapkan tumbuh pesat dan menghasilkan surplus yang besar sebagai prasyarat
untuk memulai transformasi ekonomi. Pertumbuhan sektor pertanian yang cepat akan
mendorong permintaan sektor non pertanian karena adanya peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Peningkatan permintaan sektor non pertanian tidak hanya akan terjadi
pada produk-produk konsumsi langsung tetapi terjadi juga untuk produk-produk non
pertanian sebagai input usahatani maupun untuk investasi (Tomich et al., 1995 dalam
Harianto, 2000). Artinya pertumbuhan sektor pertanian akan mendorong pertumbuhan sektor
industri, baik industri hilir seperti industri pangan, minuman, tekstil, dan obat-obatan,
maupun industri hulu seperti pupuk, pestisida termasuk industri mesin pertanian.
Berkembangnya sektor industri juga menyebabkan semakin baiknya infrastruktur serta
kemampuan manajerial sumberdaya manusia.

2.2 Peran Sektor Pertanian


1. Penyerapan tenaga kerja
Sektor pertanian dianggap penting dalam perekonomian karena kemampuan sektor ini
dalam menyerap tenaga kerja yang banyak. Sebagaimana penjelasan pada uraian di atas
bahwa penyerapan sektor pertanian atas tenaga kerja tidak hanya karena kegiatan pertanian
membutuhkan tenaga kerja yang banyak tetapi juga keahlian masyarakat atas sektor ini
relatif lebih baik dibandingkan sektor lain khususnya bagi masyarakat di negara sedang
berkembang dimana tingkat pendidikan relatif rendah. Dengan kata lain, pekerjaan utama
dari penduduk negara yang sedang berkembang adalah petani.
Perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga didukung oleh
sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerjanya. Meskipun pangsa sektor pertanian
terhadap penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan seiring dengan makin meningkatnya
penyerapan sektor industri karena berkembangnya sektor industri dan sektor-sektor lainnya
(termasuk jasa). Sektor pertanian masih berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja pada
proporsi 45%.
Gambar 1.4. Kontribusi Sektoral Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Sumber: BPS, 2014
(Diolah))
Jika dilihat dari tahun 1988, maka sektor pertanian masih menempati proporsi tertinggi
dalam penyerapan tenaga kerja dengan kontribusi sebesar 56 persen. Artinya lebih dari
separuh penduduk Indonesia usia kerja memperoleh penghasilan dan menggantungkan hidup
dari sektor pertanian sedangkan 44 persen lainnya bekerja pada berbagai sektor termasuk
industri, pertambangan, perdagangan dan jasa. Penyerapan tenaga kerja sektor industri
mengalami pertumbuhan sangat besar pada tahun 1994 dengan laju pertumbuhan 23,42
persen sedangkan penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada saat tersebut hanya 46
persen. Pada kurun waktu tersebut (1988-1994) penyerapan tenaga kerja sektor industri
mengalami pertumbuhan 10,7% dari 8,3 persen pada tahun 1988 menjadi 13,2 persen pada
tahun 1994 sedangkan sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 1,1%.
2. Pemasok bahan, serat, bahan baku industri, dan sumber energi
Peranan sektor pertanian yang paling penting adalah sebagai penyedia bahan pangan
bagi masyarakat. Jhonston and Mellor (2007) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan
permitaan pangan tahunan dirumuskan dengan D = p + g dimana p adalah pertumbuhan
penduduk, g adalah pertumbuhan pendapatan per kapita sedangkan adalah elastisitas
pendapatan terhadap permintaan produk pertanian (produk pangan). Dari rumus tersebut
dapat diuraikan bahwa pertumbuhan permintaan pangan dalam perekonomian khususnya di
negara sedang berkembang timbul karena beberapa sebab:
Pertama, tingginya tingkat pertambahan penduduk sehingga permintaan pangan untuk
mencukupi kebutuhan hidup penduduknya adalah masalah yang sangat pokok dalam
perekonomian negara. Selain tingginya tingkat pertambahan penduduk karena tingginya
angka kelahiran, semakin membaiknya pengetahuan dan teknologi kesehatan masyarakat
juga menurunkan angka kematian penduduk yang kemudian mendorong terjadinya ledakan
populasi di negara-negara sedang berkembang. Kedua, elastisitas pendapatan terhadap
permintaan pangan di negara-negara sedang berkembang (0,6) relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju (0,2-0,30) sehingga peningkatan pendapatan
masyarakat di negara-negara sedang berkembang memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap peningkatan permintaan pangan dibandingkan dengan negara-negara yang secara
ekonomi telah berkembang (maju). Hal ini juga mengakibatkan kenaikan harga bahan
pangan memberikan dampak yang lebih parah bagi perekonomian negara-negara sedang
berkembang dibandingkan dengan negara maju. Rendahnya pendapatan masyarakat di
negara-negara sedang berkembang menyebabkan pengeluarannya lebih banyak digunakan
untuk konsomsi pangan. Proprosi pengeluaran pangannya mencapai 50-60 persen dari total
pengeluaran sementara di negara-negara maju proporsi pengeluaran untuk pangan hanya 20-
30 persen.
3. Devisa Negara(kinerja ekspor)
Peran sektor pertanian dalam perekonomian juga tercipta karena produk sektor
pertanian merupakan komoditi ekspor yang akan memperbesar devisa negara. Sebagaimana
uraian pada sub bab pendahuluan bahwa produk pertanian merupakan bahan pangan yang
sangat tergantung pada kondisi alam (lahan dan cuaca) maka produk pertanian sangat
spesifik pada lokasi. Negara-negara yang memiliki sumber daya yang rendah akan
memenuhi kebutuhan (khususnya pangan) penduduknya melalui kegiatan perdagangan
(impor). Indonesia sebagai negara yang memiliki sumberdaya melimpah untuk memproduksi
komoditi pertanian merupakan salah satu tujuan negara importir untuk memperoleh bahan
mentah. Selain bahan pangan mentah, negara-negara importir juga membeli produk sektor
pertambangan dan energi (minyak dan gas) serta produk industri pengolahan seperti tekstil,
alas kaki, makanan dan minuman. Perkembangan ekspor Indonesia tahun 1996-2011
disajikan secara lengkap pada Tabel 1.3
Tabel 2.3. Perkembangan Ekspor Indonesia (Juta $) Tahun 1996-2011 Menurut Sektor
Tahun Pertanian Industri Tambang Lainnya Migas Total
1996 2.912,70 32.124,80 3.019,80 35,60 11.722,00 49.814,90
1997 3.132,60 34.985,20 3.107,10 596,10 11.622,50 53.443,50
1998 3.653,50 34.593,20 2.704,40 24,20 7.872,30 48.847,60
1999 2.901,50 33.332,40 2.625,90 13,50 9.792,20 48.665,40
2000 2.709,10 42.003,00 3.040,80 4,50 14.366,60 62.124,00
2001 2.438,50 37.671,10 3.569,00 5,40 12.636,30 56.320,90
2002 2.573,70 38.724,20 3.743,70 4,40 12.112,70 57.158,80
2003 2.526,10 40.880,00 3.995,70 4,70 13.651,40 61.058,10
2004 2.513,30 48.660,20 4.761,00 4,20 15.645,30 71.584,60
2005 2.880,20 55.593,70 7.946,70 7,60 19.231,60 85.660,00
2006 3.364,90 65.023,90 11.191,50 8,90 21.209,50 100.798,50
2007 3.657,90 76.460,80 11.884,90 8,80 22.088,60 114.100,90
2008 4.584,60 88.393,50 14.906,20 9,91 29.126,30 137.020,40
2009 3.535,00 73.435,84 19.692,33 10,80 19.018,29 115.692,26
2010 5.001,90 98.015,01 26.712,60 9,94 28.039,60 157.779,05
2011 5.165,79 122.188,72 34.652,00 13,00 41.477,00 203.496,51
Sumber: Pusat Data Departemen Perdagangan, 2012
Jika dilihat dari komposisinya, ekspor Indonesia selama 16 tahun masih didominasi
oleh ekspor non migas (79,30%3) khususnya sumbangan sektor industri. Sektor pertanian
hanya menyumbang 4,25% dari total ekspor Indonesia selama tahun 1996-2011. Pada kurun
waktu antara 1996-2011, kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 1998 dari 5,86% menjadi 7,5% kemudian pangsanya kembali
mengalami penurunan. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pada awal tahun 1998
Indonesia mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan melemahnya mata uang rupiah
terhadap dollar Amerika. Lemahnya mata uang Indonesia terhadap mata uang asing pada
satu sisi telah memukul sektor-sektor yang berbahan baku impor namun bagi produk-produk
yang berorientasi ekspor akan meningkatkan daya saing produk tersebut. Hal ini terbukti
dengan meningkatnya volume ekspor sektor pertanian dari US$ 3.132,60 juta menjadi US$
3.653,50 juta.
4. Pendapatan Nasional
Dari keseluruhan nilai ekspor yang dilakukan Indonesia, pertanian hanya menyumbang
rata-rata 4%. Itupun mempunyai kecenderungan semakin menurun hingga tahun 2011.
Dengan sedemikian besar potensi yang dimiliki, Indonesia bisa dikatakan belum cukup
mampu memanfaatkan kekayaan sumberdaya yang dimilikinya tersebut untuk
pengembangan pertanian di Indonesia. Berikut tabel yang menyajikan secara terperinci data
tersebut.
Tabel 2.5. Data ekspor Indonesia dan kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor Indonesia
Sektor %sekto
Tahu Pertanian Industri Tambang Lainnya r
Total Migas Nomigas
n pertani
an
1996 49,814.90 11,722.00 38,092.90 2,912.70 32,124.80 3,019.80 35.6 5.85
1997 53,443.50 11,622.50 41,821.00 3,132.60 34,985.20 3,107.10 596.1 5.86
1998 48,847.60 7,872.30 40,975.30 3,653.50 34,593.20 2,704.40 24.2 7.48
1999 48,665.40 9,792.20 38,873.20 2,901.50 33,332.40 2,625.90 13.5 5.96
2000 62,124.00 14,366.60 47,757.40 2,709.10 42,003.00 3,040.80 4.5 4.36
2001 56,320.90 12,636.30 43,684.60 2,438.50 37,671.10 3,569.00 5.4 4.33
2002 57,158.80 12,112.70 45,046.10 2,573.70 38,724.20 3,743.70 4.4 4.50
2003 61,058.10 13,651.40 47,406.90 2,526.10 40,880.00 3,995.70 4.7 4.14
2004 71,584.60 15,645.30 55,939.20 2,513.30 48,660.20 4,761.00 4.2 3.51
2005 85,660.00 19,231.60 66,428.30 2,880.20 55,593.70 7,946.70 7.6 3.36
2006 100,798.50 21,209.50 79,589.10 3,364.90 65,023.90 11,191.50 8.9 3.34
2007 114,100.90 22,088.60 92,012.40 3,657.90 76,460.80 11,884.90 8,8 3.21
2008 137,020.40 29,126.30 107,894.20 4,584.60 88,393.50 14,906.20 24,5 3.35
2009 116,510.03 19,018.29 97,491.73 4,752.40 72.398,087 687.842,71 10,164 4,07
2010 157,779.10 28,039.59 129,739.50 6,187.94 101.115,41 934.618,59 12,662 3,92
2011 203,496.62 41,477.03 162,019.58 9,395.79 126.099.55 1,228,726.26 9,968 4,62
Sumber : Statistik Keuangan dan Ekonomi, BI (diolah oleh PUSDATA, Departemen
Perdagangan, 2013)
Sebagai negara agraris, Indonesia hendaknya bisa maju dari dunia pertanian.
Mengingat hasil pertanian yang merupakan kebutuhan hidup setiap orang, hal ini bisa
menjadi motivasi besar dalam melaksanakan pembangunan pertanian. Indonesia harus lebih
serius dalam membangun sektor pertanian dan basis sumberdaya alam, serta potensi ekonomi
domestik lain dengan langkah pemihakan dan investasi yang dapat menciptakan pengganda
pendapatan bagi segenap lapisan masyarakat. Biaya sosial dan politik yang harus ditanggung
ekonomi Indonesia akan teramat besar apabila masih terdapat kesalahan elementer yang
tidak perlu dalam perumusan, organisasi, dan implementasi kebijakan pembangunan
pertanian.

Anda mungkin juga menyukai