Anda di halaman 1dari 6

LEARNING OBJECTIVE

1. Jelaskan prinsip diagnostik berdasarkan skenario.


2. Jelaskan mekanisme terjadinya HIV dan TBC.
3. Jelaskan prinsip penanganan virus dan bakteri.

Jawaban :
1. Jelaskan prinsip diagnostik berdasarkan skenario.
jawab :
Anamnesis : Anamnesis adalah istilah lain untuk riwayat medis
seseorang. Ketika mengkompilasi anamnesis Anda, dokter tidak hanya
berpikir tentang penyakit yang mempengaruhi Anda dalam hidup
Anda, tetapi juga mempertimbangkan kondisi yang diwariskan dalam
keluarga Anda.

pemeriksaan fisik : pemeriksaan pertama pada pasien ditemukan


konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,suhu
demam(subfebris)badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Dengan demikian bila sarang penyakit terletak
didalam sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik karena
hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru suli dinilai
secara palpasi,perkusi dan auskultasi.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai dibagian apeks
paru. Bila dicurigai adanya infiltrasi luas maka didapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi suara napas bronkial.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang
sakit akan menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya.

Pemeriksaan penunjang :
- pemeriksaan radiologis dimana pemeriksaan dada ini untuk
menemukan lesi tuberculosis.
- Pemeriksaan darah,pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitive da
juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai aktif didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitungan jenis
pergeseran kekiri. Jumlah leukosit masih dibawah normal. Laju
endapan darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh,jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endapan darah mulai turun kearah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah llain didapatkan juga anemia
ringan,gama globulin meningkat,kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut nilainya juga tidak spesifik.
- pemeriksaan sputum penting karena ditemukannya kuman
BTA,diagnosis TB yang sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Dalam hal ini dianjurkan satu
hari sebelum pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air
sebanyak + 2liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat
juga dengan memberikan obat mukolitik eks-pektoran dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih
sulit sputum diperoleh dengan cara bronkoskopi. BTA dari
sputum juga bisa didapatkan dengan cara bilasan lambung.
Penatalaksanaan
Kategori 1 :pasien TBP dengan sputum BTA positif atau TB berat
seperti meningitis,tuberculosis,pericarditis,peritonitis.pengobatan
fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E) setisp hari selama 2
bulan obat H,R,Z,dan S atau E. sputum BTA awal positif setelah 2
bualn diharapkan menjadi negative.kemudian dilanjutkan dengan
fase lanjutan 4HR apabila sputum BTA masih tetap positif setelah
2 bulan,fase intensif diperpanjang 4 minggu lagi tanpa melihat
sputup sudah negative atau tidak.
Kategori 2 :pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA
positif.pengobatan fase insial terdiri dan 2HRZES/1HRZE yaitu R
dengan H,Z,E setiap hari selama 3 bulan ditambahkan dengan S
selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negative,fase
lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA msih tetap positif
pada minggu ke 12 ,fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan
lagi . bila akhir bulan ke 4sputum BTA masih positif,semua obat
dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji
kepekaan. Obat dilanjutkan dengan resimen fase lanjutan yaitu
5H3R3E3 atau 5HRE.
Kategori 3 : pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan
paru tidak luas dan kasus ekstra pulmonal (selain kategori 1).
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H3R3E3Z3 yang
diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3 .
Kategori 4 : Tuberculosis kronik. Pada pasien ini mungkin
mengalami resisten ganda sputumnya harus dikultur dan uji
kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberikan H saja sesuai dengan
rekomendasi WHO. Pasien HIV dengan CD4 < 100 tidak boleh
diberikan pengobatan dengan resimen 2 kali seminggu. Pemberian
obat pada fase lanjutan akan diperpanjang menjadi 7 bulan ( total
pengobtan 9 bulan) jika tidak diberian pirazinamid pada fase inisial.

(sumber : Setiati S, et all.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi


VI.Jakarta :InternaPublishing)

2. Jelaskan mekanisme terjadinya HIV dan TBC.


Jawab :
Mekanisme terjadinya TBC :
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat).
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan
berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu
oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Seseorang yang
telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Mekanisme terjadinya HIV :


Human lmmunodeficiency virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikal yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit karenanya mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-
4. Didalam sel lymfosit virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang
lain dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang
setiap saat dapat aktif dan dapat di tularkan selama hidup penderita tersebut.
Padahal, genetika orang yang terinfeksi memainkan peran penting. Sejumlah
orang kebal terhadap beberapa galur HIV. Contohnya adalah orang dengan
mutasi CCR5-32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi reseptor
chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi selT). Dasar utama
patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel
utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi-fungsi imunologik.
karena molekul CD4 yang terdapat pada dindingnya adalah reseptor dengan
afinitas yang tinggi untuk virus ini. Pada proses pathogenesis, HIV
menempel pada infosit sel induk melalui gp 120, sehingga akan terjadi fusi
membrane HIV dengan sel induk. HIV akan membentuk DNA HIV dari HIV
melalui enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk
berintegrasi dengan DNA sel induk. Setelah HIV mengikatkan diri pada
molekul CD4, virus masuk dan sampulnya lepas. Oleh enzym reverse
transcryptaeia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan
genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan
berlangsung seumur hidup. DNA virus yang diangap oleh tubuh sebagai
DNA sel induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan
MRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel
HIV partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk
dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme pada sistem imun
(imunosupersi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya
jumlah dan fungsi sel limfosit T. Mekanisme masuknya HIV ke dalam sel
target secara tepat belum diketahui. Diperkirakan bahwa suatu endositosis
dengan perantaraan reseptor berperan dalam proses ini. Baru-baru ini
didemonstrasikan bahwa untuk masuknya HIV diperlukan suatu fusi yang
tidak tergantung pada Ph (Ph independent) dari bagian gp41 sampul virus
dengan membran sel. Diperkirakan bahwa protein-protein lainnya dalam sel
T4 mungkin juga diperlukan untuk Internalization dari virus. Sekali masuk,
RNA genom ditranskripsikan menjadi DNA oleh enzim reverse
transcriptase. Hal yang tidak biasa dari infeksi HIV dibandingkan dengan
kebanyakan retrovirus lainnya, ialah akumulasi dari sejumlah besar DNA
dalam virus yang tidak terintegrasi di dalam sel yang terinfeksi. Pada sistem
retroviral yang lain, fenomena ini biasanya disertai dengna suatu efek
sitopatik yang jelas. Hal ini diperkirakan merupakan faktor penting dalam
peran sitopatik dari HIV. Setelah integrasi dari provirus, infeksi dapat berupa
suatu fase laten dengan pembatasan siklus sampai sel yang terinfeksi tersebut
teraktivasi. Sekali terjadi aktivasi sel, DNA proviral tersebut mengtranskripsi
RNA genom dari virus dan messenger RNA (m-RNA). Sintesis protein dan
pembentukan virus terjadi dengan cara budding dari virion yang telah
matang dan keluar dari permukaan sel. Pada awal infeksi, HIV tidak segera
menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu
mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4.
setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV
tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala
penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata
21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. penyakit lain
seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur
dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan
kerusakan neurologis.

(sumber : Setiati S, et all.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi VI.Jakarta


:InternaPublishing)

3. Jelaskan prinsip penanganan virus dan bakteri.


Penanganan suatu penyakit yang di akibatkan oleh virus atau bakteri
dapat di lakukan dengan cara:
Pendekatan kausa, dimana hal ini di lakukan dengan cara mengetahui sebab
akibat penyakit di suatu daerah kemudian kita melakukan pendekatan dan
penatalaksanaan guna menghilangkan atau mengurangi faktor kausa
tersebut.
Pendekatan suportif atau pendukung adalah Pendekatan yang diarahkan
untuk menjaga integritas fisiologis atau fungsional normal sampai masalah
penyebaran penyakit tertangani yang lebih definitif dapat dilaksanakan,
atau sampai daya penyembuhan pasien berfungsi untuk meniadakan
kebutuhan perawatan atau tindakan lebih lanjut.
Pendekatan Simtomatik, Pendekatan simtomatik bertujuan mengurangi
atau menghilangkan simtom tanpa perlu menemukan dan memproses akar
masalah yang melandasi munculnya simtom. Ini sama dengan
menghilangkan asap tanpa mematikan api. Pendekatan Edukasi,
pendekatan edukasi di lakukan dengan cara melakukan edukasi keada
masyarakat yang belum terkena penyakit infektif dimana hal ini di harapkan
dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit serta menjadi modal utama
untuk mengubah perilaku masyarakat menjauhi perilaku yang dapat
menyebabkan penyakit.
Pendekatan Promotif, pendekatan ini hampir sama dengan pendektan
edukasi, namun yang membedakan hanya cara penyampaian, dimana pada
pendekatan promotif lebh bersifat membuat masyarakat mengetahui saja dan
menjauhi tanpa mengetahu bagaimana mekanisme penyebab terjadiny suatu
penyakit atau wabah dan cara menanggulanginya.

( Chandra budiman. 2007. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. EGC. Jakarta
)
BLOK 8
LEARNING OBJECTIVE
SKENARIO 2
AKU SEORANG PELAUT

DISUSUN OLEH :

NAMA : NGAKAN WISNU

STAMBUK : N 101 14 022

KELOMPOK :3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2015

Anda mungkin juga menyukai