Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS PROSEDUR DAN PENERIMAAN PAJAK MINERAL BUKAN

LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI

DAERAH DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2011-2015 (STUDI PADA

DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA PALEMBANG)

1. LATAR BELAKANG

Sehubungan dengan adanya otonomi, daerah dituntut untuk dapat

membiayai pembiayaan otonomi daerah. Pada prinsipnya sumber pendanaan di

daerah itu merupakan sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di

daerah. Hubungan keuangan pusat-daerah dikembangkan untuk mendukung

penyelenggaraan pemerintah daerah. Dari berbagai alternatif penerimaan daerah

yang mungkin dipungut oleh daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemeritahan Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah sebagai salah

satu sumber penerimaan daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah.

Pemberlakuan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan

daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah daerah sebagai pihak

yang menetapkan dan memungut pajak dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan

dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi

bagian dari daerah, setiap orang atau badan-badan yang memenuhi ketentuan yang

diatur dalam peraturan pajak daerah maupun yang menikmati jasa yang diberikan

oleh pemerintah daerah harus membayar pajak dan retribusi daerah yang terutang.

1
Hal ini menunjukkan pada akhirnya proses pungutan pajak dan retribusi daerah

akan dibebankan kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami

ketentuan pajak dan retibusi daerah dengan jelas agar mau memenuhi kewajibannya

dengan penuh tanggung jawab.

Pemerintah terus berusaha membuat kebijakan yang tepat agar kesenjangan

di masyarakat tidak terjadi lagi dan pemerataan pembangunan disetiap daerah dapat

dilaksanakan dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat

adalah dalam melaksanakan pembangunan daerah dan menyelenggarakan

pemerintahannya, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang luas untuk

mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya dengan sedikit mungkin campur

tangan dari pemerintah pusat.

Untuk meningkatkan pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan,

Pemerintah Daerah terus berupaya mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD), yaitu salah satunya dengan melakukan pemungutan terhadap pajak daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah menjelaskan bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Apabila pajak daerah mampu dioptimalkan dengan

baik pada akhirnya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat

digunakan untuk melaksanakan pembangunan daerah serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan terjadi penambahan potensi baru

terhadap pajak daerah, diantaranya pajak mineral bukan logam dan batuan. Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral

bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi

untuk dimanfaatkan. Berdasarkan Peraturan Walikota Palembang Nomor 57 Tahun

2010, pelaksanaan pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan di kota

Palembang dilakukan sejak tahun 2011.

Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang selaku instansi pemerintah

mempunyai tugas untuk memungut pajak daerah, salah satu diantaranya adalah

pajak mineral bukan logam dan batuan. Pajak mineral bukan logam dan batuan

dalam sistem pemungutannya menggunakan self assessment system, artinya wajib

pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang

(Suandy, 2014: 233). Sistem pemungutan tersebut diperlukan peran serta dari

semua pihak, antara lain kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri dan petugas

pemungut pajak.

Kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak sangat berpengaruh

terhadap besarnya penerimaan pajak yang pada akhirnya akan digunakan untuk

membiayai pembangunan daerah dan menyelenggarakan pemerintahan. Peran

petugas Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang juga sangat dibutuhkan untuk

mengawasi dan membina Wajib Pajak. Diharapkan dengan adanya peningkatan

3
kesadaran dari Wajib Pajak dapat meningkatkan realisasi penerimaan pajak mineral

bukan logam dan batuan.

Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang pada tahun 2015 telah

menurunkan target pajak mineral bukan logam dan batuan sebanyak 40% dari

sebelumnya tahun 2014 sebesar Rp.500.000.000 menjadi Rp.300.000.000.

Penurunan target tersebut dikarenakan tidak menentunya penghasilan pengusaha

sehingga pendapatan pajak mineral bukan logam dan batuan tiap tahunnya semakin

tidak menentu (sumber: http://www.keuda.kemendagri.go.id ).

Sani (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas dan Efisiensi

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sambas menyimpulkan

bahwa efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sambas

dari tahun 2007 secara rata rata adalah sebesar 81,49% tiap tahun, maka

efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sambas dari

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, termasuk dalam kategori cukup efektif.

Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi, diketahui bahwa efisiensi pemungutan

pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sambas pada tahun 2007

sampai dengan 2011 termasuk dalam kategori sangat efisien, dengan tingkat

efisiensi ratarata sebesar 27,94%. Ini berarti bahwa pengumpulan pajak sebesar

Rp 100, menggunakan biaya koleksi sebesar Rp 27,94.

Selanjutnya, Yulianasari (2014) dengan judul Efektifitas Penerimaan Pajak

Mineral Bukan Logam Dan Batuan Di Kabupaten Bantul menyimpulkan bahwa

(1) Efektifitas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Bantul dapat

dinilai sangat efektif. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian dari target yang telah

4
ditetapkan setiap tahun dengan efektifitas rata-rata sebesar 184,68% per tahun; (2)

Kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap total penerimaan pajak

daerah di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 sampai dengan 2011 adalah rata-rata

sebesar 2,76% per tahun. Sedangkan kontribusi pajak mineral bukan logam dan

batuan terhadap total Pendapatan Asli Daerah adalah rata-rata sebesar 0,52% per

tahun; (3) Dalam pelaksanaan pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan,

masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan kurang optimalnya

pendapatan pajak tersebut. Kendala tersebut antara lain banyaknya para penambang

liar yang tidak berijin dan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak dinilai

masih rendah.

Fery dan Zely (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis

Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Musi

Banyuasin. Hasil penelitian menunjukkan dari keenam unsur pajak daerah, pajak

penerangan jalan merupakan pajak yang berkontribusi paling besar terhadap PAD

di Kabupaten Musi Banyuasin dengan kontribusi rata-rata sebesar 6,92% dari total

penerimaan PAD yang disebabkan karena bertambahnya objek dan subjek pajak

penerangan jalan baik PLN maupun Non PLN.

Anggraeni, Mochammad, dan Achmad (2016) meneliti tentang Peranan

Faktor Internal dan Eksternal dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan dari Pertambangan Batu Kapur di Kabupaten

Tubun. Berdasarkan hasil penelitian, factor internal yang berperan dalam

prncapaian target penerimaan pajak tersebut adalah Penetapan target, system

pemungutan, kualitas pelayanan, tindakan penagiham, dan kinerja pegawai.

5
Sedangkan factor eksternalnya adalah kepatuhan wajib pajak dan pendapatan wajib

pajak.

Toti (2013) meneliti tentang Analisis Kontribusi Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Rokan Hulu

tahun 2007-2012. Hail penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 2007-

2012 pajak mineral bukan logam dan batuan memberikan kontribusi yang sangat

kurang bagi Pendapatan Asli Daerah. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai

masalah.

Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di

atas, penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang pajak mineral bukan logam

dan batuan dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul Analisis Prosedur dan

Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Sebagai Sumber Pendapatan

Asli Daerah di Kota Palembang.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan di

Kota Palembang?

2. Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan pajak mineral bukan logam dan

batuan di Kota Palembang pada tahun 2011-2015?

3. Bagaimana kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap

Pendapatan Asli Daerah di Kota Palembang pada tahun 2011-2015?

6
4. Upaya apa yang dapat dilakukan dalam pengoptimalan penerimaan Pajak

mineral bukan logam dan batuan untuk mendukung peningkatan Pendapatan

Asli Daerah Kota Palembang?

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui prosedur pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan

di Kota Palembang.

2. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerimaan pajak mineral bukan logam

dan batuan di Kota Palembang pada tahun 2011-2015.

3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak mineral bukan logam dan

batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang pada tahun 2011-

2015.

4. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam pengoptimalan

penerimaan Pajak mineral bukan logam dan batuan untuk mendukung

peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang.

4. MANFAAT PENELITIAN

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian lebih lanjut

dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ekonomi khususnya

akuntansi, serta diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pajak daerah

dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah.

7
2) Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis, Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang ilmu

perpajakan tentang efektifitas dan kontribusi penerimaan pajak mineral bukan

logam dan batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Palembang.

b. Bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Penulis berharap dengan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam

pengambilan suatu kebijakan yang berhubungan dengan upaya meningkatkan

pajak daerah yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota

Palembang, terutama pada sektor pajak mineral bukan logam dan batuan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya, Dapat dijadikan sebagai sarana informasi dan

referensi selanjutnya bagi para peneliti yang tertarik pada bidang perpajakan ,

terutama mengenai pajak mineral bukan logam dan batuan.

5. STUDI KEPUSTAKAAN

5.1 Landasan Teori

5.1.1 Teori Agensi

Teori keagenan merupakan suatu hubungan yang terjalin berdasarkan

kontrak perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama disebut

prinsipal dan pihak yang lainnya disebut dengan agen. Prinsipal merupakan pihak

yang bertindak sebagai pemberi perintah dan bertugas untuk mengawasi,

memberikan penilaian dan masukan atas tugas yang telah dijalankan oleh agen.

Sedangkan agen adalah pihak yang menerima dan menjalankan tugas sesuai dengan

kehendak prinsipal.

8
Lane dalam Halim dan Abdullah (2006) mengemukakan bahwa teori

keagenan dapat diterapkan dalam organisasi sektor publik. Dalam hubungan

keagenan antara pemerintah daerah dan publik, pemerintah daerah bertindak

sebagai agen dan publik (masyarakat) bertindak sebagai prinsipal. Hubungan

prinsipal-agen yang terjadi antara publik dan pemerintah daerah pada dasarnya

menunjukkan bagaimana pemerintah daerah melaksanakan tugas pemerintahan dan

bertanggungjawab memanfaatkan dana dari pajak yang telah dibayar masyarakat

untuk meningkatkan pembangunan, infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.

5.2 Pajak

5.2.1 Pengertian Pajak

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa Pajak adalah kontribusi wajib

kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ada beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu

sebagai berikut.

1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2013: 1)

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.

9
2. Menurut S. I. Djajadiningrat (Resmi, 2013:1)

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas

negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada

jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteran

secara umum.

5.2.2 Fungsi pajak

Umumnya dikenal dengan 2 macam fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dan

fungsi regulerend (Resmi, 2013: 3):

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Sebagai sember keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang

sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara

ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan

peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, serta

mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

10
5.2.3 Kedudukan Hukum Pajak

Menurut R. Santoso Brotodiharjo (Resmi, 2013: 4) menyatakan bahwa

hukum pajak termasuk hukum publik. Hukum publik merupakan bagian dari tata

tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya. Hukum

publik memuat cara-cara untuk mengatur pemerintahan. Menurut R. Santoso

Brotodiharjo (Resmi, 2013: 4) yang termasuk hukum publik antara lain hukum tata

negara, hukum pidana, hukum administratif, sedangkan hukum pajak merupakan

bagian dari hukum administratif.

5.2.4 Penggolongan Pajak

Pajak dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut (Abut, 2010:

6-10):

1. Berdasarkan Organisasi Pengelolaannya

Berdasarkan organisasi pengelolaannya (pemungut), maka pajak dapat

dibedakan atas (Abut, 2010: 6-8):

a. Pajak pusat adalah pajak yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah

pusat untuk membiayai pengeluaran umum (negara).

b. Pajak Daerah adalah pajak yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah

daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah.

2. Berdasarkan Golongannya

Berdasarkan golongannya (pembayar) pajak dibedakan atas (Abut, 2010: 8-9):

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembayaran atau pembebanannya tidak

dapat dilimpahkan kepada orang lain.

11
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayaran atau pembebanannya

dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: PPN dan PPnBM, Cukai dan Pita Rokok.

3. Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan atas (Abut, 2010: 9-10):

a. Pajak Subyektif

Pajak subyektif adalah pajak yang berpangkal pada diri orang yang

dikenakan pajak. Pada pajak subyektif dimulai dengan menetapkan

orangnya, kemudian baru dicari obyeknya. Dalam pemungutan pajak

subyektif ini harus ada hubungan antara negara pemungut pajak dengan

subyek pajak. Jadi yang penting adalah subyeknya, yang dapat dibedakan

antara perorangan dan badan usaha.

b. Pajak Obyektif

Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada obyek yang dikenakan

pajak dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari obyeknya. Pada pajak

obyektif dimulai dengan obyeknya seperti keadaan, peristiwa, perbuatan

dan lainnya, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya

yaitu subyeknya. Dalam pemungutan pajak obyektif harus ada hubungan

antara negara pemungut pajak dengan obyek pajak. Pajak obyektif selalu

dipungut berdasarkan asas sumber, sedangkan pajak subyekif selalu

dipungut berdasarkan asas domisili dan asas nasionalis.

12
5.2.5 Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak menurut Resmi (2013:10-11) dikenal sebanyak 3

(tiga) asas yaitu:

1. Asas Domisili

Asas domisili menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh

penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik

penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak

yang berdomisili atau bertempat tinggal di Indonesia, dikenakan pajak atas

seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia.

2. Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan

yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib

Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan

pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.

3. Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan

suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap

orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia tetapi bertenpat tinggsl di

Indonesia.

13
5.2.6 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2013: 11-12) dalam memungut pajak dikenal beberapa

sistem pemungutan, yaitu:

1. Official assessment system

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan

untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem

ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada

ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya

pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan

(peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self assessment system

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam

menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini,

inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada

ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu

memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai

kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.

Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:

a. Menghitung sendiri pajak yang terutang;

b. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;

c. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;

14
d. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan

e. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

banyak bergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib

Pajak).

3. Witholding system

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang

ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan

perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainya untuk memotong dan

memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana

perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan

pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

5.3 Pendapatan Asli Daerah

5.3.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah Daerah yang bersangkutan yang terdiri

dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah

yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

15
5.3.2 Sumber Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2012: 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD)

dipisahkan menjadi 4 (empat) jenis pendapatan, yaitu:

1. Pajak Daerah

a. Pajak Provinsi

b. Pajak Kabupaten/ Kota

2. Retribusi Daerah

a. Retribusi Jasa Umum

b. Retribusi Jasa Usaha

c. Retribusi Perizinan Tertentu

3. Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan.

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yaitu hasil penjualan

kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan

kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan

ganti rugi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan

komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

16
5.4 Pajak Daerah

5.4.1 Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau

badan kepada pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang

dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah (Suandy, 2014: 229)

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

5.4.2 Pengelompokkan Pajak Daerah

Pengelompokkan pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Reribusi Daerah adalah sebagai berikut:

1. Pajak Daerah Tingkat 1 (Pajak Provinsi) terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,

b. Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,

c. Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor dan Kendaraan d Atas Air,

d. Pajak Pengembalian dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan,

17
e. Pajak Rokok.

2. Pajak Daerah Tingkat 2 (Pajak Kabupaten atau Kota) meliputi:

a. Pajak mineral bukan logam dan batuan,

b. Pajak Restoran,

c. Pajak Hiburan,

d. Pajak Reklame,

e. Pajak Penerangan Jalan,

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,

g. Pajak Parkir,

h. Pajak Air Tanah,

i. Pajak Sarang Burung Walet,

j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan,

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

5.5 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

5.5.1 Pengertian

Di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan 30,

disebutkan bahwa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas

kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di

dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud

dengan mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan

sebagaimana yang dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang

mineral dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan

18
pengganti dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang sebelumnya

diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000.

Saat ini, sampai dengan diberlakukannya ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009, khususnya tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan, pemerintah kabupaten/kota masih dimungkinkan untuk memungut Pajak

Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah

bahan galian golongan C sebagaimana yang dimaksud dalam peratuaran

perundang-undangan yang berlaku (Siahaan, 2013:434).

Sebagian besar bahan galian industri termasuk bahan galian golongan C

walaupun beberapa jenis termasuk bahan galian golongan lain. Pajak Mineral

Bukan Logam dan Batuan tidak mutlak diberlakukan pada suatu Kabupaten/Kota.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

yang menentukan bahwa suatu jenis pajak daerah dapat tidak dipungut apabila

potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang

ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini pada dasarnya sama dengan pengenaan

Pajak Bahan Galian Golongan C yang tidak mutlak ada pada seluruh daerah

kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan tempat

tersedianya bahan galian golongan C, dimana tidak semua daerah Kabupaten/Kota

memilikinya, serta adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2000 kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengenakan atau

19
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Karena itu, untuk dapat

dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota maka pemerintah daerah harus

terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Mineral Bukan Logam

dan Batuan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis

pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

didaerah kabupaten/kota yang bersangkutan (Siahaan, 2013:436).

5.6.2 Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009, Bagian Kedua Belas, Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 57 ayat (1) menyatakan ada 36 jenis objek

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, antara lain:

a) Asbes; m) Gips;

b) Batu Tulis; n) Kalsit;

c)Batu setengah permata; o) Kaolin;

d) Batu Kapur; p) Leusit;

e) Batu apung; q) Magnesit;

f) Batu permata; r) Mika;

g)Bentonit; s)Marmer;

h) Dolomit (Batu Pecah); t) Nitrat;

i) Feldspar; u) Opsidien;

j) Garam batu (halite); v) Oker;

k) Grafit; w) dan kerikil;

l)Granit/andesit; x) Pasir kuarsa;

20
y) Perlit; ee)Tawas (alum);

z) Phospat; ff) Tras;

aa) Talk; gg) Yarosif;

bb) Tanah Serap; hh) Zeilit;

cc) Tanah Diatome; ii) Basal;

dd) Tanah Liat; jj) Trakkit.

Selain itu, dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009, Bagian Kedua

Belas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 57 ayat (2) menyatakan

Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah:

1. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata

tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk

keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel

listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;

2. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan

ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara

komersial; dan

3. Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan

dengan Peraturan Daerah.

21
5.6.3 Dasar Hukum Pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Dasar Hukum Pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada

suatu kabupaten/kota yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah.

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan, dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Kota Palembang

Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

3. Peraturan Walikota Palembang Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan

5.6.4 Dasar Pengenaan, Tarif, Cara Perhitungan dan Cara Pemungutan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

a. Dasar pengenaan tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Dasar pengenaan tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai

Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam Dan Batuan. Nilai jual hasil

pengambilan mineral bukan logam dan batuan dihitung dengan mengalikan

volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-

masing jenis mineral bukan logam dan batuan.

Nilai pasar mineral bukan logam dan batuan adalah harga rata-rata yang

berlaku dilokasi setempat diwilayah daerah yang bersangkutan. Dalam hal nilai

22
pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh,

digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenagn dalam

bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan (Siahaan, 2013:451).

b. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 60, besaran tarif Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 25% dan ditetapkan dengan

pearaturan daerah. Namun stiap kabupaten/kota diberi kewenangan untuk

menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota

lainnya, asalkan tidak lebih dari 25%.

Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 16 Tahun 2010

tentang Pajak Mineral Bukan Logan Dan Batuan bab III pasal 4, tarif pajak mineral

bukan logam dan batuan di kota Palembang ditetapkan sebesar 17,5%.

c. Cara Perhitungan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Besaran pokon Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutama

dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara

umum perhitungan Pajak Mineral Bukan Logam dan batuan adalah sesuai dengan

rumus berikut: (Marihot, 2013: 452).

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan

Logam dan Batuan

23
d. Cara Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tidak dapat

diborongkan. Yang dimaksudkan dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa

seluruh proses kegiatan pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tidak

dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun demikian, dimungkinkan adanya

kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain

percetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau

penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat

dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak

yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.

6. PENELITIAN TERDAHULU

Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan

penelitian terdahulu sebagai pendukung bagi penelitian ini. Berkaitan dengan pajak

mineral bukan logam dan batuan terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya.

No Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


1. Efektivitas Hasil penelitian menunjukkan Penelitian sama- Penelitian tersebut
dan Efisiensi bahwa efektivitas Pajak Mineral sama membahas membahas efektivitas
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di tentang Pajak dan efisiensi Pajak
Bukan Kabupaten Sambas dari tahun Mineral Bukan Mineral Bukan Logan
Logam dan 2007 secara rata rata adalah Logam dan Batuan dan Batuan di Kabupaten
Batuan di sebesar 81,49% tiap tahun, maka Sambas. Sedangkan
Kabupaten efektivitas Pajak Mineral Bukan penelitian ini membahas
Sambas Logam dan Batuan di Kabupaten tentang prosedur dan
Sambas dari tahun 2007 sampai analisis kontribusi serta
dengan tahun 2011, termasuk efektivitas Pajak mineral
dalam kategori cukup efektif. bukan logam dan batuan
Berdasarkan hasil perhitungan di Kota Palembang.
efisiensi, diketahui bahwa

24
efisiensi pemungutan pajak
mineral bukan logam dan batuan
di Kabupaten Sambas pada tahun
2007 sampai dengan 2011
termasuk dalam kategori sangat
efisien, dengan tingkat efisiensi
ratarata sebesar 27,94%. Ini
berarti bahwa pengumpulan
pajak sebesar Rp 100,
menggunakan biaya koleksi
sebesar Rp 27,94.
2. Efektivitas Hasil penelitian ini menunjukkan Penelitian sama- Penelitian terdahulu
Penerimaan bahwa bahwa (1) Efektifitas sama membahas membahas efektivitas
Pajak Mineral Pajak Mineral Bukan Logam dan tentang Pajak dan kontribusi
Bukan Logam Batuan di Kabupaten Bantul Mineral Bukan penerimaan pajak
dan Batuan di dapat dinilai sangat efektif. Hal Logam dan Batuan. mineral bukan logam dan
Kabupaten ini dapat dilihat dari pencapaian batuan. Penelitian ini
Bantul dari target yang telah ditetapkan selain membahas tentang
setiap tahun dengan efektifitas kontribusi dan
rata-rata sebesar 184,68% per efektivitas, juga
tahun. membahas tentang
(2) Kontribusi pajak mineral prosedur pemungutan
bukan logam dan batuan terhadap pajaknya.
total penerimaan pajak daerah di
Kabupaten Bantul pada tahun
2008 sampai dengan 2011 adalah
rata-rata sebesar 2,76% per
tahun. Sedangkan kontribusi
pajak mineral bukan logam dan
batuan terhadap total Pendapatan
Asli Daerah adalah rata-rata
sebesar 0,52% per tahun.
3. Analisis Hasil penelitian menunjukkan Penelitian sama- Berbeda pada objek
Kontribusi dari keenam unsur pajak daerah, sama menganalisis penelitian. Penelitian
Pajak Daerah pajak penerangan jalan tentang Pajak terdahulu dilakukan di
Terhadap merupakan pajak yang Daerah. Kabupaten Musi
Pendapatan berkontribusi paling besar Banyuasin, sedangkan
Asli Daerah terhadap PAD di Kabupaten penelitian ini dilakukan
di Kabupaten Musi Banyuasin dengan di Kota Palembang.
Musi kontribusi rata-rata sebesar
Banyuasin 6,92% dari total penerimaan
PAD yang disebabkan karena
bertambahnya objek dan subjek
pajak penerangan jalan baik PLN
maupun Non PLN.
4 Peranan Berdasarkan hasil penelitian, Penelitian sama- Berbeda pada
Faktor factor internal yang berperan sama membahas pembahasan, penelitian
Internal dan dalam prncapaian target mengenai Pajak tersebut membahas

25
Eksternal penerimaan pajak tersebut Mineral Bukan tentang factor internal
dalam adalah Penetapan target, system Logam dan Batuan. dan eksternal
Pencapaian pemungutan, kualitas pelayanan, pemungutan pajak.
Target tindakan penagiham, dan kinerja Sedangkan Penelitian ini
Penerimaan pegawai. Sedangkan factor menganalisis penerimaan
Pajak Mineral eksternalnya adalah kepatuhan pajak mineral bukan
Bukan Logam wajib pajak dan pendapatan logam dan batuan.
dan Batuan wajib pajak.
dari
Pertambanga
n Batu Kapur
di Kabupaten
Tubun
5 Analisis Hail penelitian ini menunjukkan Penelitian sama- Berbeda pada Objek
Kontribusi bahwa selama periode 2007-2012 sama membahas penelitian, penelitian
Pajak Mineral pajak mineral bukan logam dan mengenai Pajak tersebut dilakukan di
Bukan Logam batuan memberikan kontribusi Mineral Bukan Dinas Pendapatan
dan Batuan yang sangat kurang bagi Logam dan Batuan Daerah Kabupaten
terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini Rokan Hulu. Sedangkan
Pendapatan disebabkan karena adanya penelitian ini di Dinas
Asli Daerah berbagai masalah. Pendapatan Daerah Kota
di Kabupaten Palembang
Rokan Hulu
tahun 2007-
2012
6 Potensi Perhitungan potensi peneriman Penelitian sama- Penelitian terdahulu
Peneriman yang dihasilkan dalam penelitian sama membahas menganalisis besarnya
Pajak Mineral ini lebih mendekatkan kondisi mengenai Pajak potensi pajak mineral
Bukan Logam nyata dilapangan karena turut Mineral Bukan bukan logam dan batuan,
Dan Batuan di mempertimbangkan berbagai Logam dan Batuan. sedangkan penelitian ini
Kabupaten aspek seperti jumlah pengusaha menganalisis prosedur,
Rokan Hulu yang memiliki IUP, kemampuan kontribusi dan efektivitas
Tahun 207- produksi setiap hari dan pajak mineral bukan
2012 pengenaan pajak yang telah logam dan batuan.
disesuaikan dengan harga standar
barang dan tariff pajak yang
berlaku.

7 Efektivitas Hasil penelitian menunjukan Penelitian sama- Berbeda pada Objek


Penerimaan pada periode 2009- sama membahas penelitian, penelitian
Pajak 2013penerimaan pajak mineral mengenai Pajak tersebut dilakukan di
Pengambilan bukan logam dan batuan dinilai Mineral Bukan Dinas Pendapatan
dan tidak efektif. Selain itu, Logam dan Batuan Daerah Kabupaten
Pengolahan kontribusi pajak mineral bukan Tomohon. Sedangkan
Mineral logam dan batuan sebagai sumber penelitian ini di Dinas
Bukan Logam pendapatan daerah juga setiap Pendapatan Daerah Kota
Dan Batuan tahunnya inilai sangta kecil. Palembang
Sebagai

26
Sumber
Pendapatan
Asli Daerah
Kota
Tomohon
8 Analisis Selama periode 2009-2013 Penelitian sama- Berbeda pada Objek
Efektivitas pencapaian realisasi terhadap sama membahas penelitian, penelitian
Potensi potensi [ajak mineral bukan mengenai Pajak tersebut dilakukan di
Pemungutan logam dan batuan adalah sebesar Mineral Bukan Dinas Pendapatan
Pajak Mineral 77,65% dengan demikian masih Logam dan Batuan. Daerah Kabupaten
Bukan Logam terdapat 22,35% pajak yang Bojonegoro. Sedangkan
dan Batuan di belum tergali sehingga tingkat penelitian ini di Dinas
Kabupaten efektivitasnya termasuk dalam Pendapatan Daerah Kota
Bojonegoro kategori kurang efektif. Palembang
9 Analisis Hasil penelitian menunjukan Penelitian sama- Berbeda pada Objek
Perumusan bahwa Kesiapan Pemerintah sama membahas penelitian, penelitian
Kebijakan Kabupaten Blora sebagai actor tentang Pajak tersebut dilakukan di
dan Potensi dalam perumusan kebijakan Mineral Bukan Dinas Pendapatan
Pajak Mineral pengelolaan pertambangan Logam dan Batuan. Daerah Kabupaten Blora.
Bukan mineral dan batubara melalui Sedangkan penelitian ini
Logam dan penyusunan agenda dan di Dinas Pendapatan
Batuan dalam formulasi kebijakan. Rata-rata Daerah Kota Palembang
Upaya harga dasar mineral bukan logam
Meningkatka dan batuan sebesar Rp. 5000
n Pendapatan Rp.6000.
Asli Daerah
(Studi Pada
Kabupaten
Blora)
10 Analisis Dari hasil perhitungan potensi Penelitian sama- Berbeda pada Objek
Potensi penerimaan pajak mineral bukan sama membahas penelitian, penelitian
Penerimaan logam dan batuan Kabupaten tentang Pajak tersebut dilakukan di
Pajak Mineral Gresik tahun 2009-2013 terlihat Mineral Bukan Dinas Pendapatan
Bukan bahwa potensi pajak mineral Logam dan Batuan. Daerah Kabupaten
Logam dan bukan logam dan batuan terus Gresik. Sedangkan
Batuan mengalami kenaikan di tiap penelitian ini di Dinas
Sebagai tahunnya. Pendapatan Daerah Kota
Sumber Efektivitas pajak mineral bukan Palembang
Pendapatan logam dan batuan Kabupaten
Asli Daerah Gresik tahun 2009-2013
Di Kabupaten berdasarkan target penerimaan
Gresik rata-rata sangat efektif.
Sumber: Sani (2013), Nina (2014), Irlan, Zely (2013), Ayu, Mochammad, Achmad

(2016), Toti (2013), Nobel (2013), Pamela, Grace, Rudy (2014), Ridha (2013),

Ummahatun, Kertahadi (2014), Indah (2014).

27
7. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam penelitian ini penulis akan menjabarkan klasifikasi permasalahan

untuk melihat bagaimana prosedur pemungutan pajak mineral bukan logam dan

batuan, serta seberapa besar efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan dan

kontribusi pajak tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Palembang.

Efektivitas adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan dengan target

pajak mineral bukan logam dan batuan yang telah ditetapkan setiap tahun

berdasarkan potensi yang sesungguhnya. Dalam perhitungan efektivitas, apabila

rasio yang dicapai minimal satu atau 100% maka rasio efektivitas semakin baik,

artinya semakin efektif pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Demikian pula

sebaliknya, semakin kecil persentasi efektivitas menunjukkan Pemungutan Pajak

Mineral Bukan Logam dan Batuan semakin tidak efektif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontribusi adalah sumbangan.

Untuk mengetahui berapa besar sumbangan yang didapat pajak mineral bukan

logam dan batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang selama 5

tahun (2010-2014), peneliti menggunakan persentase perbandingan antara realisasi

penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan dengan realisasi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang dari tahun 2011 hingga tahun 2015.

Hasil dari perhitungan efektivitas dan kontribusi, kemudian dapat

menggambarkan bagaimana efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan dan

kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang pada tahun 2011-

2015. Selanjutnya, kerangka pemikiran merupakan proses bagaimana penelitian ini

28
merumuskan masalah, perolehan data dan menentukan perhitungan analisis data

untuk menghasilkan kesimpulan sebagaimana gambar 1.

GAMBAR 1

KERANGKA PEMIKIRAN

Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang

Pajak Mineral Bukan


Logam dan Batuan

Target Pajak Mineral Realisasi Pajak Mineral


Bukan Logam dan Batuan Prosedur Pemungutan Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan

Efektivitas dan Kontribusi


Terhadap Pendapatan Asli
Daerah

29
8. METODOLOGI PENELITIAN

8.1 Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota

Palembang yang berada di Jl. Merdeka No. 21, 19 Ilir, Bukit Kecil, Kota

Palembang.

Untuk ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dibatasi pada perhitungan

kontribusi dan efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan terhadap

Pendapatan Asli Daerah di wilayah Kota Palembang dalam periode 2011 sampai

dengan 2015, serta upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan

pendapatan pajak tersebut.

8.2 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data primer

Data primer adalah data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan oleh

peneliti (Sanusi, 2012:104). Dalam penelitian ini sumber data penelitian

diperoleh secara langsung dari sumber asli melalui wawancara dengan pihak

Dinas Pendapatan Daerah mengenai penelitian yang menyangkut pajak mineral

bukan logam dan batuan.

2. Data sekunder

Menurut Sanusi (2012:104), data sekunder merupakan data yang sudah tersedia

dan dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

laporan-laporan serta data mengenai pajak mineral bukan logam dan batuan

30
yang telah tersedia dan dikumpulkan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Data yang

diperlukan dalam penelitian ini antara lain:

1) Data Penerimaan Pajak Daerah

2) Data Target dan Realisasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

3) Data Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

4) Data-data lainnya yang relevan dan berkaitan dengan penelitian ini.

8.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan faktor yang

cukup penting dalam mempengaruhi hasil penelitian. Pemilihan metode yang tepat

akan diperoleh data yang tepat, relevan, dan akurat sehingga tujuan penelitian dapat

tercapai. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

8.3.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan jalan melihat,

membaca, mempelajari, kemudian mencatat data yang sudah ada hubungannya

dengan objek penelitian. Cara dokumentasi biasanya dilakukan untuk

mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber yang telah tersedia di lokasi

penelitian (Sanusi, 2012:114). Metode ini dilakukan dengan mengambil

dokumentasi atau data yang mendukung penelitian, seperti total Pendapatan Asli

Daerah, dan target serta realisasi penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan

pada tahun 2011-2015.

31
8.3.2 Metode Observasi

Metode observasi adalah cara mengumpulkan data melalui proses

pencatatan perilaku subjek (orang), objek (benda) atau kejadian yang sistematik

tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti

(Sanusi, 2012:111). Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengamati secara langsung fakta-fakta yang berhubungan dengan pajak mineral

bukan logam dan batuan di Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang.

8.3.3 Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Pada saat

mengajukan pertanyaan, peneliti dapat berbicara berhadapan langsung dengan

respondan atau bila hal itu tidak mungkin dilakukan, juga bisa melalui alat

komunikasi misalnya pesawat telepon (Sanusi, 2012:105). Dalam wawancara ini

yang menjadi responden adalah pegawai Dispenda Kota Palembang bagian Pajak

mineral bukan logam dan batuan. Metode wawancara dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan dengan jawaban komprehensif kepada responden untuk

menggali informasi mengenai prosedur pemungutan pajak mineral bukan logam

dan batuan, berbagai faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak mineral bukan

logam dan batuan dan kendala dalam penilaian efektivitas pajak mineral bukan

logam dan batuan.

32
8.4 Teknik Analisis

Penelitian ini melakukan uji analisis dengan mengumpulkan data-data,

kemudian menginterpretasikan pada hasil-hasilnya. Adapun tahapan analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

8.4.1 Analisis Deskriptif Kualitatif

Menurut Sanusi (2012:115), metode analisis deskriptif adalah metode yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk

membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

Deskriptip kualitatif merupakan suatu penelitian yang mempunyai tujuan

untuk menyusun teori, memandang teori sebagai hasil dari wawancara dan

pengamatan terhadap fakta yang disusun melalui proses pengumpulan data, dan

pengembangan pola atau susunan teori.

8.4.2 Analisis Efektivitas Pajak (Tax Efectiveness)

Efektivitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan pajak dan

retribusi daerah terhadap target penerimaan pajak dan retribusi daerah yang

memungkinkan apakah besarnya pajak dan retribusi daerah sesuai dengan target

yang ada. Efektivitas pajak secara tidak langsung menunjukkan seberapa besar

keberhasilan daerah dalam mengumpulkan pajak dari potensi yang dimilikinya.

Besarnya efektivitas pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Realisasi Pajak MBLB


Efektivitas Pajak MBLB = x 100%
Target Pajak MBLB

Apabila hasil perhitungan efektivitas pajak dan retribusi daerah

menghasilkan angka atau presentase mendekati 100%, maka pajak dan retribusi

33
daerah semakin efektif dan untuk melihat efektivitasnya adalah dengan

membandingkan efektivitas pada tahun bersangkutan dengan efektivitas tahun

sebelumnya.

Menurut Kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996, apabila perhitungan

efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan menghasilkan persentase

mendekati atau melebihi 100%, maka penerimaan pajak mineral bukan logam dan

batuan semakin efektif. Berikut kriteria efektivitas :

Tabel 1.2

Kriteria Efektivitas

Prosentase Kriteria Tanda / Kode

> 100 % Sangat Efektif SE

> 90 % - 100 % Efektif E

> 80 % - 90 % Cukup Efektif CE

> 60 % - 80 % Kurang Efektif KE

< 60 % Tidak Efektif TE

Sumber: Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 (dalam Yudistira:2013)

8.4.3 Analisis Kontribusi

Analisis kontribusi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui

seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak mineral

bukan logam dan batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Palembang,

maka akan dibandingkan antara realisasi penerimaan pajak mineral bukan logam

34
dan batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Rumus yang akan digunakan untuk

menghitung kontribusi adalah sebagai berikut :

Kontribusi Pajak MBLB =


Penerimaan Pajak MBLB
100%
Penerimaan PAD

Dengan analisis ini akan didapatkan seberapa besar kontribusi pajak mineral

bukan logam dan batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Palembang.

Dengan membandingkan hasil analisis tersebut dari tahun ke tahun selama tahun

2011-2015, didapatkan hasil analisis yang berfluktuasi dari kontribusi tersebut dan

akan diketahui kontribusi yang terbesar dan yang terkecil dari tahun ke tahun.

Sehingga dapat diketahui seberapa besar peran pajak mineral bukan logam dan

batuan dalam menyumbang kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota

Palembang.

Tabel 2.

Kriteria Kontribusi

Persentase Kriteria

0,00 % - 10 % Sangat Kurang

10,00 % - 20 % Kurang

20,00 % - 30 % Sedang

30,00 % - 40 % Cukup Baik

40,00 % - 50 % Baik

Diatas 50 % Sangat Baik

Sumber: Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 (dalam Yudistira:2013)

35
DAFTAR PUSTAKA

Abut, Hilarius. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Diadit Media.

Anggraeni A. W, Mochammad Al Musadieq, dan Achmad Husaini. 2016. Peranan


Faktor Internal dan Eksternal dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan dari Pertambangan Batu Kapur di
Kabupaten Tuban. Jurnal Perpajakan. Vol. 10, No. 1:1-10.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Aqualdo, Nobel. 2013. Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2007-2012. Pekanbaru: Jurnal
Ekonomi. Vol. 21, No. 3.

Fery dan Zely. 2013. Analisis Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Ekonomi dan Informasi
Akuntansi. Vol. 3, No. 2:137-151.

Halim, Abdul. 2012. Akuntansi Sektor Publik: teori, konsep dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Empat.

Halim dan Abdullah. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan


Daerah (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal
Akuntansi Pemerintah. Vol. 2, No. 1.

Indrawati, Toti. 2013. Analisis Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2007-
2012. Pekanbaru: Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan. Vol. 3, No. 9:206-
217.

Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi 2013. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Mulyadi. 2010. Sistem Akuntansi Edisi Tiga. Jakarta: Salemba Empat.

Pamela, Grace, dan Rudy. 2014. Efektivitas Penerimaan Pajak Prngambilan dan
Pengolahan Mineral Bukan Logam dan Batuan Sebagai Sumber
Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. Jurnal Emba. Vol. 2, No. 4:732-
742.

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral
Bukan Logan Dan Batuan.

36
Peraturan Walikota Palembang Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan.

Pratiwi, Rindi Ayu. 2015. Analisis Hubungan Penerimaan Pajak Hotel Terhadap
Pendapatan Asli Daerah(PAD) Pajak Daerah Kota Palembang Tahun
2010-2015. Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.

Rahmawati, Indah. 2014. Analisis Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan


Logam dan Batuan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Gresik. Jurnal Ilmu Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Ridha Noor dan Dhiah Fitrayati. 2013. Analisis Efektivitas Potensi Pemungutan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Bojonegoro.

Sani. 2013. Efektivitas dan Efisiensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di
Kabupaten Sambas. Pontianak: Jurnal Eksos. Vol. 9, No. 1:1-11.

Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Siahaan, Marihot P. 2013. Pajak Daerah & Retribusi Daerah: Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers.

Suandy, Erly. 2014. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Ummahatun, Kertahadi Abdullah, dan Said. 2014. Analisis Perumusan Kebijakan


dan Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Upaya
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Kabupaten Blora).
Jurnal Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah


dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 Perubahan atas


Undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah.

37
Yudistira, Bintoro. 2013. Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Reklamw dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung Tahun
2001-2010. Universitas Pendidikan Indonesia.

Yulianasari, Nina. 2014. Efektivitas Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmiah Ekonomi Pembangunan. Vol. 8,
No. 1:39-48.

38
Daftar Pertanyaan Wawancara Kepada Pegawai Dinas

Pendapatan Daerah Kota Palembang Bagian Pajak Mineral

Bukan Logam dan Batuan

1. Bagaimana prosedur dalam pemungutan pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan?

2. Apakah semua wajib pajak melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran

pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?

3. Apakah sanksi terhadap wajib pajak yang tidak mematuhi kewajiban

perpajakannya?

4. Apakah pendapatan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan telah

mencapai target pada tahun 2011-2015?

5. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan?

6. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah atau

Pemerintah dalam meningkatkan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan?

39

Anda mungkin juga menyukai