Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu indikator untuk mengevaluasi derajat kesehatan masyarakat
yaitu dengan melihat status kesehatan ibu dan anak. Indikator yang paling
peka untuk menilai derajat kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan
bahkan sosial ekonomi di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI)
(Sarwono & Wiknjosastro dalam Wiknjosastro, 2005; Mahyuddin, 2006).
Pada tahun 2003, AKI Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup
(Soefoewan, 2005).
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab kedua setelah perdarahan
sebagai penyebab langsung yang spesifik terhadap kematian maternal (Kelly,
2007). Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Sujiyanti,
2009). Kasus akut pada penderita preeklampsia yang disertai dengan kejang
menyeluruh dan koma disebut dengan eklampsia (Sarwono, 2014).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama periode 1 Januari-31
Desember 2006 di Instalasi Rawat Inap Bagian Kebidanan dan Kandungan
dan Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
diperoleh 322 kasus (12,5%) preeklampsia berat dan 45 kasus (1,7%)
eklampsia dari 2578 persalinan yang ada pada periode tersebut. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan kejadian preeklampsia berat di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang dimana pada tahun 2005 sebanyak 11,7%
(Dewi, 2006).
Jumlah penderita preeklampsia/eklampsia yang meningkat di Indonesia,
khususnya di Palembang menjadi landasan dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini. Pengenalan dan penatalaksanaan preeklampsia yang adekuat
diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas yang terjadi
pada ibu dan janin. Oleh karena itu, kami dari kelompok 3 bermaksud untuk
melakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) dengan judul
2

Identifikasi Penyakit Preeklampsia/Eklampsia di RSI Siti Khadijah


Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada pelaksanaan TPP kali ini yaitu :
Bagaimana gambaran umum penyakit preeklampsia/eklampsia pada pasien yang
ditemui di RSI Siti Khadijah Palembang?

1.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Memahami gambaran umum penyakit preeklampsia/eklampsia pada
pasien yang ditemui.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor risiko dan etiologi dari penyakit
preeklampsia/eklampsia yang diderita pasien.
2. Untuk menentukan klasifikasi dari penyakit preeklampsia/eklampsia pada
pasien yang ditemui.
3. Untuk mengamati gejala dan tanda klinis penderita preeklampsia/eklampsia.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis penyakit preeklampsia/eklampsia
yang telah didapat oleh pasien.
5. Untuk memahami komplikasi dari penyakit preeklampsia/eklampsia yang
diderita pasien.

1.4 Manfaat Kegiatan


Adapun manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi kali ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit preeklampsia/eklampsia.
2. Menambah pengalaman dalam mengobservasi pasien penderita penyakit
preeklampsia/eklampsia.
3. Meningkatkan skill Mahasiswa dalam menganamnesis suatu gejala sehingga
dapat menentukan kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Pelvis
4

Tulang pelvis memberikan hubungan yang kuat dan stabil antara batang badan
dan ekstremitas inferior. Fungsi utamanya adalah meneruskan berat badan dari columna
vertebralis ke femur; memuat, menyokong dan melindungi viscera pelvis; dan
menyediakan tempat perlekatan otot-otot batang badan dan extremitas inferior (Snell,
2006).
Tulang pelvis terdiri atas empat tulang; dua ossa coxae, yang membentuk dinding
lateral dan anterior, serta os sacrum dan os coccygis yang merupakan bagian columna
vertebralis dan membentuk dinding belakang. Kedua ossa coxae bersendi satu dengan
yang lain di sebelah anterior pada symphysis pubica dan di posterior dengan os sacrum
pada articulatio sacroiliaca. Tulang pelvis bersama dengan articulationes membentuk
struktur pelvis, berbentuk baskom kuat yang memuat dan melindungi bagian bawah
tractus intestinakis, urinarius dan organ-organ reproduksi interna (Snell, 2006).
Pelvis dibagi menjadi dua bagian oleh apertura pelvis superior, yang dibentuk di
belakang oleh promontorium os sacrum (pinggir anterior dan atas vertebra sacralis I), di
lateral oleh linea terminalis (garis yang berjalan ke bawah dan depan di sekeliling
permukaan dalam ileum), dan di anterior oleh symphysis pubica (persendian di antara
corpus ossis pubis). Di atas apertura superior tersapat pelvis major yang membentuk
sebagian cavitas abdominalis. Di bawah apertura pelvis superior terdapat pelvis minor
(Snell, 2006).
1. Pelvis Mayor
Pelvis major di belakang dibatasi oleh vertebrae lumbales, di lateral oleh fossa
iliaca dan musculus iliacus, dan di depan oleh bagian bawah dinding anterior abdomen.
(Snell, 2006) . Pelvis major terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus
dipikirkan sebagai bagian cavitas abdominalis. Pelvis major melindungi isi abdomen
dan setelah kehamilan bulan ketiga, membantu menyokong uterus gravidarum (Snell,
2006).
2. Pelvis Minor
Pengetahuan mengenai bentuk dan ukuran pelvis perempuan sangat penting untuk
ahli obstetrik, karena pelvis minor merupakan saluran tulang yang harus dilalui oleh
janin pada proses persalinan. Pelvis minor mempunyai pintu masuk, pintu keluar, dan
sebuah cavitas. Apertura pelvis superior, atau pintu atas panggul di posterior dibatasi
oleh promontorium ossis sacri, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh
5

symphysis pubica. Apertura pelvis inferior di posterior dibatasi oleh os coccygis, di


lateral oleh tuber ischiadicum dan di anterior oleh arcus pubicus (Snell, 2006).
Dinding pelvis dibentuk oleh tulang dan ligamenta yang sebagian diantaranya
dilapisi oleh otot beserta fascia dan peritoneum parietale. Pelvis mempunyai dinding
anterior, posterior, lateral dan juga mempunyai dindin inferior atau dasar pelvis (Snell,
2006).
Dinding anterior pelvis adalah dinding yang paling dangkal dan dibentuk oleh
permukaan posterior corpus ossis pubis, rami pubicum dan symphysis pubis. Dinding
posterior pelvis luas dan dibentuk oleh os sacrum dan os coccygis serta oleh musculus
piriformis dan fascia pelvis parietalis yang meliputinya. Dinding lateral pelvis dibentuk
oleh sebagian os coxae dibawah apertura pelvis superior, membrana obturatoria,
ligamentum sacrotuberale dan ligamentum sacrospinale, serta musculus obturatorius
internus beserta fascia yang meliputinya (Snell, 2006).
Fascia pelvis dibentuk oleh jaringan ikat dan dilanjutkan ke atas sebagai fascia
yang membatasi dinding abdomen.. Fascia pelvis dapat dibagi menjadi fascia pelvis
parietalis dan fascia pelvis visceralis (Snell, 2006).
Perdarahan Pelvis:
1. Arteria Iliaca Communis
2. Arteria Iliaca Externa
3. Vena Iliaca Externa
4. Vena Iliaca Interna
5. Vena Sacralis Mediana
(Snell, 2006)
6

Gambar 2.1. Organ Reproduksi Wanita


Sumber: Snell, Richard. 2006. Anatomi klinik unuk mahasiswa kedokeran. EGC.
Jakarta. Indonesia.

2.1.2 Genitalia Femina


Masing-masing ovarium berbentuk oval dan dilekatkan pada bagian belakang
ligamentum latum oleh mesovarium. Bagian ligamentum latum yang terletak diantara
perlekatan mesovarium dan dinding lateral pelvis disebut ligamentum suspensorium
ovarii. Ligamentum ovarii proprium, yang merupakan sisa bagian atas gubernaculum,
menghubungkan pinggir lateral uterus dengan ovarium (Snell, 2006).
Ovarium biasanya terletak di depan dinding lateral pelvis, pada lekukan yang
disebut fossa ovarica. Fossa ini dibatasi di atas oleh arteria dan vena iliaca externa serta
di belakang oleh arteria dan vena iliaca interna. Walaupun demikian, letak ovarium
sangat bervariasi dan sering ditemukan tergantung ke bawah ke dalam excavatio
rectouterina (cavum douglasi) (Snell, 2006).
Selama kehamilan, uterus yang membesar menarik ovarium ke atas masuk ke
dalam cavitas abdominalis. Setelah persalinan, waktu ligamentum latum relaksasi,
ovarium mengambil posisi yang bervariasi di dalam pelvis (Snell, 2006).
7

Ovarium dikelilingi oleh capsula fibrosa tipis, disebut tunica albuginea. Bagian
luar capsula ini dibungkus oleh lapisan peritoneum yang mengalami modifikasi disebut
epitelium germinativum. Istilah epitelium germinativum ini salah karena lapisan ini
tidak menghasilkan ovum. Oogonia berkembang pada masa janin dari sel benih
primordial (Snell, 2006).
Sebelum pubertas permukaan ovarium licin, tetapi setelah pubertas permukaan
ovarium secara progresif berkerut-kerut akibat degenerasi corpus luteum yang terus-
menerus. Setelah menopause ovarium menjadi lisut dan permukaannya berlubang-
lubang dan berparut (Snell, 2006).
Perdarahan:
a. Arteriae: Arteria ovarica yang berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbalis I.
b. Venae: Vena ovarica dextra bermuara ke vena cava inferior sedangkan vena ovarica
sinistra ke vena renal sinistra.
Persarafan:Persarafan ovarium berasal dari plexus aorticus dan mengikuti
perjalanan arteria ovarica (Snell, 2006).

2.1.3 Vagina
Vagina adalah saluran otot yang terbntang ke atas dan ke belakang dari vulva
sampai uterus. Panjang vagina kurang lebih 3 inci (8 cm) dan mempunyai paries
anterior dan paries posterior yang dalam keadaan normal terletak berhadapan (Moore,
2013).
Pada ujung atasnya, batas anterior ditembus oleh cervix yang menonjol ke bawah
dan belakang vagina. Perlu diingat bahwa setengah bagian atas vagina terletak di atas
dasar pelvis dan setengah bagian bawah terletak di dalam perineum. Daerah lumen
vagina yang mengelikingi cervix dibagi atas empat daerah atau fornix vaginae: pars
anterior, posterior, lateral dextra dan lateral sinistr (Moore, 2013). Ostium vagina pada
prempuan yang masih perawan mempunyai selapis tipis lipatan mucosa, yang disebut
hymen, yang mempunyai lubang ditengahnya. Setelah melahirkan biasanya hymen
hanya tinggal rumbai-rumbai (Moore, 2013).
Perdarahan:
8

a. Arteriae: Arteria vaginalis, cabang arteria iliaca interna dan ramus vaginalis arteria
uterina.
b. Venae: Venae vaginae membentuk sebuah plexus venosus vaginalis di sekeliling
vagina dan bermuara ke vena iliaca interna.
Persarafan: Saraf yang mempersarafi vagina berasal dari plexus hypogastricus
inferior.
(Snell, 2006)

Gambar 2.2. Genitalia Interna


Sumber: Snell, Richard. 2006. Anatomi klinik unuk mahasiswa kedokeran. EGC.
Jakarta. Indonesia.

2.2 Definisi Preeklmapsia


Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas (Sujiyanti, 2009).
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas hipertensi, edema, dan
ditemukan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
9

dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan
(Sarwono, 2014).
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Pada kondisi berat preeklampsia dapat menjadi
eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang (Arikunto, 2006). Preeklampsia
dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit
diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia merupakan
peningkatan dari preeklampsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-
gejala tertentu (Arikunto, 2006).
Menurut Manuaba (2007), preeklampsia dan eklampsia dalam kehamilan adalah
komplikasi serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis, seperti edema, hipertensi,
protein uria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan diatas 20 minggu, dan dapat
terjadi antepartum-intrapartum-pascapartum. Preeklampsia dan eklampsia merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri
dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular
atau hipertensi sebelumnya (Rustam, 1998). Preeklampsia adalah suatu kondisi yang
spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria, edema juga bisa terjadi (Wijayarini, 2002).

2.3 Epidemiologi Preeklampsia


Penyebab utama terjadinya kematian ibu dapat di bagi 4 (empat) kelompok yaitu
langsung, terjadi tanpa dapat diduga sebelumnya, dan tidak diketahui penyebabnya,
penyebab langsung kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah
preeklampsia/eklampsia, perdarahan, dan infeksi (Etika, 2014).
Berdasarkan data WHO (2005) bahwa setiap tahun wanita yang bersalin
meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang.
Insiden preeklampsia menurut WHO dibeberapa negara di dunia bervariasi antara 4-9%
dari seluruh kehamilan jika dibandingkan dengan angka kematian ibu (Etika, 2014).
Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 18 %. Penyakit
preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh
10

kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu.


Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan
ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal. Pada ibu hamil primigravida terutama
dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan
multigravida (Wiknjosastro, 2006).

2.4 Etiologi Preeklampsia


Penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang
dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan
sebagai sebab pre-eklampsia ialah iskemia plasenta. Namun dengan teori ini tidak dapat
diterangkan semua yang berkaitan dengan penyakit itu. Hal ini disebabkan karena tidak
hanya satu faktor saja yang menyebabkan pre eklampsia, melainkan banyak faktor
penyebab (Sarwono, 2012).
Preeklampsia-eklampsia adalah gangguan disfungsi sel endotel akibat kelainan
implantasi. Faktor pradisposisi praeklamsia mecakup kehamilan pertama, riwayat sering
hamil, adanya diabetes atau hipertensi, mola hidatiformis,, malnutrisi, dan riwayat
dalam keluarga (Mcphee, 2012). Gejala gestosis atau hipertensi dalam kehamilan, tidak
dapat diterangkan dengan satu faktor atau teori, tetapi merupakan multifaktor (teori)
yang menggambarkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks, oleh Zweifel disebut
disease oftheory (Manuaba, 2007). Adapun teori-teori itu antara lain :
a. Teori genetik
Ada kemungkinan diturunkan dari ibu kandung, khusunya pada kehamilan
pertama karena terjadi pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan
menantu wanita. Pada kehamilan kedua preeklampsia-eklampsia sedikit
berulang, kecuali mendapat suami baru.
b. Teori imunologik
1. Janin merupakan benda asing yang relative karena faktor benda asingnya
berasal dari suami.
2. Adaptasi dapat terjadi dengan aman, karena:
a) Janin bukan benda asing khusus dan dapat diterima.
b) Rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal.
c) Terjadi modifikasi respons imunologi sehingga dapat terjadi adaptasi.
3. Penolakan total rahim karena bersifat benda asing, maka terjadi abortus
yang sebabnya sulit diterangkan.
11

4. Apabila terjadi setelah plasenta lengkap, maka:


a) Sel tropoblas tidak sanggup secara total bertindak sebagai dilatator
pembuluh darah.
b) Janin dalam perkembangannya berlindung dibelakang trofoblas.
c. Teori iskemia region uteroplasenter
1) Invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada
kehamilan normal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2
serta plasenta berfungsi normal.
2) Pada pre eklampsia terjadi invasi sel trofoblas, hanya sebagian pada arteri
spiralis didaerah endometrium-desidua.
3) Akibatnya terjadi gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri
spiralis di daerah miometrium tetap dalam keadaan konstriksisehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk nutrisi dan O2.
4) Karena terjadi iskemia region uteroplasenter, dianggap terjadi pengeluaran
toksin khusus yang menyebabkan terjadinya gejala preeklampsia-eklampsia
sehingga disebut toksemia gravidarum, tetapi teorinya belum dapat
dibuktikan.
d. Teori radikal bebas dan kerusakan endotel
1) Oksigen yang labil distribusinya, menimbulkan produk metabolisme di
samping radikal bebas, dengan ciri terdapat elektron bebas.
2) Elektron bebas ini akan mencari pasangan dengan merusak jaringan,
khususnya endotel pembuluh darah.
3) Antiradikal bebas yang dapat dipakai untuk menghalangi kerusakan
membran sel, sebagai antiaksi dan vitamin C dan E.
4) Radikal bebas adalah proksidase lemak-asam lemah jenuh (kuning).
5) Kerusakan membrane sel akan merusak dan membunuh sel endotel.
6) Sumber radikal bebas terutama plasenta yang iskemia.
e. Teori trombosit
Plasenta kehamilan normal membentuk derivate prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang, yang menjamin aliran darah menuju janin antara
lain tromboksan (TxA2) yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah
sehinga menyebabkan agregasi dan adhesi trombosit pada endotel pembuluh
darah yang rusak. Kemudian prostasiklin (PG12) yang menimbulkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga menghalangi agregasi dan adhesi
trombosit pada endotel pembuluh darah (Manuaba, 2007).

2.5 Patofisiologi Preeklampsia


12

Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk
mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga
kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut preeklampsia dan eklampsia
sebagai the disease of theory (Gallinelli, Gennazeni AD, Matteo ML, Caruso A,
Woodruff: 1996).
Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
1) Genetik

Terdapat suatu kecenderungan bahwa faktor keturunan turut berperanan


dalam patogenesis preeklampsia dan eklampsia. Telah dilaporkan adanya
peningkatan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia pada wanita yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita preeklampsia preeklampsia dan eklampsia
(Brinkman C, 2001).
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian
preeklampsia dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte Antigene
(HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti melaporkan hubungan
antara histokompatibilitas antigen HLADR4 dan proteinuri hipertensi. Diduga
ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih
tinggi terhadap perkembangan preeklampsia eklampsia dan intra uterin growth
restricted (IUGR) daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut. Peneliti lain
menyatakan kemungkinan preeklampsia eklampsia berhubungan dengan gen
resesif tunggal. Meningkatnya prevalensi preeklampsia eklampsia pada anak
perempuan yang lahir dari ibu yang menderita preeklampsia eklampsia
mengindikasikan adanya pengaruh genotip fetus terhadap kejadian
preeklampsia. Walaupun faktor genetik nampaknya berperan pada preeklampsia
eklampsia tetapi manifestasinya pada penyakit ini secara jelas belum dapat
diterangkan (Brinkman C, 2001).

2) Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua
dan miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan
elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti
13

dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I
dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction
(Silver HM, et al. 2002).
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih
dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap
pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta
perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong
yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan (Silver HM, et al.
2002).
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang mengalami
invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi
tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-elastis yang reaktif yang berarti
masih terdapat resistensi vaskuler.
14

Ga
mbar 2.3. Perbedaan Arteri Spiralis pada Kehamilan Normotensi (Atas)
dan Hipertensi (Bawah)
Sumber: Cunningham FG, et al, 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In:
Rouse, et al, editors. William Obstetrics 22nded. New York: McGraw-Hill.

Sel sitotrofoblas menginvasi dengan baik pada kehamilan normotensi.


Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada arteri
spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke
plasenta dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada plasenta (Silver
HM, et al. 2002).
Pada preeklampsia, adanya daerah pada arteri spiralis yang memiliki
resistensi vaskuler disebabkan oleh karena kegagalan invasi trofoblas ke arteri
15

spiralis pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah
intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat
menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi (Silver HM, et al.
2002).

3) Prostasiklin-tromboksan
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel
endotel yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya
dikatalisis oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP
intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan
anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari
asam arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki
efek vasikonstriktor dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2
mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah. Pada kehamilan normal terjadi
kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta dan janin. Sedangkan pada
preeklampsia terjadi penurunan produksi prostasiklin dan kenaikan tromboksan
A2 sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A2 : prostasiklin. Pada
preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan menurunnya
produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat pembentuknya
prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia berhubungan dengan adanya
vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan aktivitas
tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini dimana hal ini sangat
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin.
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan fibrinolisis
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyababkan
pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel (Brinkman C, 2001).
16

4) Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis
sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita preeklampsia terjadi
penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang normotensi
yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel endotel
ditemukan pada 50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol
hanya terdapat 15%. Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang
dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel
endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan IL-1),
enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua. (Silver HM, et al. 2002)
Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF- akan merubah
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen yang
selanjutkan akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh
antioksidan. (Brinkman C, 2001)

Gambar 2.4. Mekanisme Patofisiologi Preeklampsia-Eklampsia


17

Sumber: Cunningham FG, et al, 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In:


Rouse, et al, editors. William Obstetrics 22nded. New York: McGraw-Hill.

Gambar 2.5. Sistem Imun dalam Patofisiologi Preeklampsia


Sumber: Cunningham FG, et al, 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In:
Rouse, et al, editors. William Obstetrics 22nded. New York: McGraw-Hill.

Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan


kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan pembentukan
lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih toksik dalam merusak
sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan produksi nitrit oksida oleh
endotel vaskuler yang akan mempengaruhi keseimbangan prostasiklin dan
tromboksan dimana terjadi peningkatan produksi tromboksan A2 plasenta dan
inhibisi produksi prostasiklin dari endotel vaskuler (Brinkman C, 2001).
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel makrofag
lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler (trombositopenia) serta
peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem dan proteinuria) (Brinkman C,
2001).
18

Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditunjukan untuk


mencegah terjadinya overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh radikal
bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap efek buruk dari
radikal bebas diantaranya vitamin E (-tokoferol), vitamin C dan -caroten.21
Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan perusakan sel akibat
pengaruh radikal bebas pada preeclampsia (Brinkman C, 2001).

Gambar 2.6. Patofisiologi Terjadinya Gangguan Hipertensi dalam


Kehamilan
Sumber: Cunningham FG, et al, 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In:
Rouse, et al, editors. William Obstetrics 22nded. New York: McGraw-Hill.

2.6 Klasifikasi Preeklampsia


2.6.1 Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakhibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel (Sarwono, 2014). Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan / atau edemasetelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
19

setelah persalinan.Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada
penyakit trofoblas (Etika, 2014).
Gejala dan tanda Pre-eklampsia ringan yaitu:
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan
setiap 6 jam.
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan
setiap 6 jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.

2.6.1 Preeklampsia berat


Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmhg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Sedangkan menurut Sarwono (2014), preeklampsia
berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan
darah diastolic > 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/ 24 jam. Gejala dan tanda
preeklampsia berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
2) Oliguria, urin <400 cc/24 jam.
3) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter

2.7 Gejala Klinis


2.7.1 Hipertensi
Biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan
darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua
awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik.Tetapi
bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga,
mungkin penderita menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik sekurang-
kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm
Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik
sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih,
ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam padakeadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah
mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat
(Sarwono, 2014).
20

2.7.2 Edema
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada
kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia. Kenaikan berat badan 12 kg setiap
minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan preeklampsia harus dicurigai atau bila terjadi
pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin
merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong- konyong ini
desebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak
hilang dengan istirahat hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
preeklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH (Hipertensi dalam
kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya
general (Sarwono, 2014).

2.7.3 Proteinuria
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
( menggunakan metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang
bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih
lambat dari hipertensi dan tambah berat badan.Proteinuri sering ditemukan pada pre-
eklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.Karena
itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Disamping adanya gejala yang
nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang
membawa pasien ke dokter.
Gejala subyektif tersebut ialah:
Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau edema otak.
Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atauedema, atau
sakit kerena perubahan pada lambung.
21

Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien


buta.Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retina.Perubahan ini
dapat dilihat dengan ophtalmoscop.
Gangguan pernafasan sampai sianosis.
Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran.
(Sarwono, 2014)

2.8 Manifestasi Klinis


Pada Pre-eklampsia terjadi vasokonsentrasi yang menimbulkan gangguan
metabolisme endorgen dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi (nekrosis,
perdarahan, edema). Perubahan patologi anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan
organ vital, akan menambah beratnya manifestasi klinik dari masing-masing organ vital
(Manuaba, 2007).
Menurut Sarwono (2014), perubahan patologi-anatomi yang erjadi pada organ
vital dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Perubahan pada plasenta dan uterus


Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang
lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
didapatkan pada pre-eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.

b. Perubahan pada ginjal


Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerolus berkurang. Kelainan pada ginjal yang
penting adalah dalam hubungannya dengan proteinuria dan mungkin sekali juga
dengan retensi garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat
perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerolus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal, penyerapan ini meningkat
sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerolus. Penurunan filtrasi glomerolus akibat
spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun,
yang menyebabkan retensi garam dan demikian juga retensi air.
22

Fungsi ginjal pada pre eklampsia agak menurun bila dilihat dari clearance asam
uric. Filtrasi glomerolus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga
menyebabkan dieresis turun, pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

c. Perubahan pada retina


Pada pre-eklampsia tampak edema retina, spamus setempat atau menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia
arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut
tidak tampak pada penderita pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi
menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
pre eklampsia berat, walaupun demikian vasospasmus ringan tidak selalu
menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina.
Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong konyong. Pelepasan retina disebabkan
oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera.
Biasanya setelah persalinan berakhir, retina akan melekat lagi dalam 2 hari sampai 2
bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia, dan
ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

d. Perubahan pada paru-paru


Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita pre eklampsia
dan eklampsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.

e. Perubahan pada otak


Resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih
meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan
pemakaian oksigen pada pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian
oksigen oleh otak hanya menurun pada eklampsia.

f. Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak diketahui
sebabnya. Disini terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang
interstitial. Kejadian ini yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan sering bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang,
viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu aliran
23

darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan mengakibatkan


hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya
hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan
tentang berhasilnya pengobatan.
(Sarwono, 2014)

2.9 Faktor Predisposisi


Pre-eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia adalah
molahidatidosa, diabetes militus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur
yang lebih dari 35 tahun. (Mochtar, 1998).
Pre eklampsia menurut Wijayarini (2002) lebih banyak terjadi pada :
1) Primigravida (terutama remaja (19-24 tahun)dan wanita diatas 35 tahun)
Secara internasional kejadian hipertensi dalam kehamilan dapat diperkirakan
primigravida sekitar 7-12%. Angka kejadian pre eklampsia meningkat pada
primigravida muda dan semakin tinggi pada primigravida tua. Hal ini dikarenakan
ketika kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
placenta tidak sempurna (Manuaba, 2007).
a. Wanita gemuk
b. Wanita dengan hipertensi esensial
c. Wanita yang mengalami :
Penyakit ginjal
Kehamilan ganda
Polihidramnion
Diabetes
Mola hidatidosa
d. Wanita yang mengalami riwayat pre eklampsia dan eklampsia
padakehamilan sebelumnya
e. Riwayat eklampsia keluarga

2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan
trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).

2.10.1 Preeklampsia Ringan


Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dilakukan rawat inap
maupun rawat jalan. Pada rawat jalan ibu hamil dianjurkan banyak istirahat
24

(tidur miring ke kiri). Pada umur kehamilan diatas 20 minggu tidur dengan
posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferioryang
mengalirkan darah dari ibu ke janin, sehingga meningkatkan aliran darah balik
dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan laju filtrasi glomerolus dan meningkatkan diuresis sehingga akan
meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah ke rahim, menambah oksigenasi plasenta dan
memperbaiki kondisi janin dan rahim. Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan
retriksi garam jika fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 g
natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Diet diberikan cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnya. Tidak diberikan obat-
obatan diuretik, antihipertensi dan sedatif (Sarwono, 2014).
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu
dirawat di rumah sakit yaitu dengan kriteria bila tidak ada perbaikan yaitu
tekanan darah, kadar proteinuria selama lebih dari 2 minggu dan adanya satu
atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin,
berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan
janin dan jumlah cairan amnion (Sarwono, 2014).
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilan. Menurut Williams,
kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 sampai 37 minggu. Pada umur
kehamilan <37 minggu bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat
dipertahankan sampai aterm tapi jika umur kehamilan >37 minggu persalinan
ditunggu sampai timbul onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan dan tidak menutup
kemungkinan dapat dilakukan persalinan secara spontan (Sarwono, 2014).

2.10.2 Preeklampsia Berat


Pengelolaan preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. Penderita
25

preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tidur miring ke kiri. Pengelolaan cairan pada preeclampsia bertujuan
untuk mencegah terjadinya edema paru dan oliguria. Diuretik diberikan jika
terjadi edema paru dan payah jantung. Diuretik yang dipakai adalah furosemid.
Pemberian diuretikum secara rutin dapat memperberat hipovolemi,
memperburuk perfusi utero-plasenta, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin. Antasida digunakan untuk menetralisir asam lambung
sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
(Sarwono, 2014).
Pemberian obat antikejang pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah
terjadinya kejang (eklampsia). Obat yang digunakan sebagai antikejang antara
lain diazepam, fenitoin, MgSO4. Saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50%
dari pemberiannya menimbulkan efek flusher(rasa panas). Syarat pemberian
MgSO4yaitu reflek patellanormal, frekuensi pernapasan >16 kali per menit,
harus tersedia antidotum yaitu Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc)
diberikan intravena 3 menit. Pemberian MgSO4harus dihentikan jika Terjadi
intoksikasi maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc)
dan setelah 24 jam pasca persalinan. Bila terjadi refrakter terhadap pemberian
MgSO4 maka bisa diberikan tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam
atau fenitoin (Sarwono, 2014).
Penentuan batas tekanan darah untuk pemberian antihipertensi masih
bermacam-macam, menurut POGI antihipertensi diberikan jika tekanan darah
>160/110 mmHg. Jenis antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 10-20
mg peroral, dosis awal 10 mg, diulangi setelah 30 menit, dosis maksimumnya
120 mg dalam 24 jam. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, a) penurunan
awal 25% dari tekanan sistolik, b) tekanan darah diturunkan mencapai <160/105
mmHg (POGI, 2005).

Jenis antihipertensi lain yang dapat diberikan adalah:


a) Hidralazin: dimulai dengan 5 mg intravena atau 10 mg intramuskuler, jika
tekanan darah tidak terkontrol diulangi tiap 20 menit, jika tidak berhasil dengan
26

20 mg dosis 1 kali pakai secara intravena atau 30 mg intramuskuler


dipertimbangkan penggunaan obat lain. Mekanisme kerjanya dengan
merelaksasi otot padaarteriol sehingga terjadi penurunan tahanan perifer. Jika
diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 5-15 menit. Efek sampingnya
adalah sakit kepala, denyut jantung cepat dan perasaan gelisah, hidralazin
termasuk dalam kategori C (keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum
ditetapkan).
b) Labetalol: termasuk dalam beta bloker, mekanismenya menurunkan tahanan
perifer dan tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Obat ini
dapat diberikan secara peroral maupun intravena yang dimulai dengan 20 mg
secara intravena, jika efek kurang optimal diberikan 40 mg 10 menit kemudian,
penggunaan maksimal 220 mg, jika level penurunan tekanan darah belum
dicapai obat dihentikan dan dipertimbangkan penggunaan obat lain, dihindari
pemberian Labetalol untuk wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif,
jika diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 2-5 menit dan mencapai
puncaknya setelah 15 menit, obat ini bekerja selama 4 jam. Labetalol termasuk
dalam kategori C (keamanannya pada wanita hamil belum ditetapkan).
c) Beta-bloker (Atenolol, Metoprolol, Nadolol, Pindolol, Propranolol), obat-obat
tersebut berhubungan dengan peningkatan insiden dari kemunduran intrauterine
fetalgrowth dan tidak direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada
kehamilan, dosis Propranolol biasa digunakan >160 mg/hari (Roeshadi, 2006).

2.11 Defenisi Eklampsia


Eklampsia adalah preeklamsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
bukan akibat kelainan neuroligia. Eklampsia adalah serangan lanjutan dari
preeclampsia berat yang disertai kejang (Hacker, 2007).

2.12 Etiologi Eklampsia


Eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya difahami, masih banyak
ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut the disease of
theories. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan
terjadinya eklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah
dan keadaan 44 dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat dimana
jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan
27

invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua.
Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna
dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress
oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan
trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ (Widjanarko, 2009).

2.13 Patofisiologi Eklampsia


Pada eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui
oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer akar oksigenasi jaringan (Wiknjosastro, 2006).

2.14 Faktor Predisposisi Eklampsia


Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia
(Hacker, 2007).

2.15 Gejala Eklampsia


Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung
saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan.
Tanpa memandang waktu dari omset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari
daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian
seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat
berlangsung 10 sampai 15 detik (Hacker, 2007).
Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras,
demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otototot wajah yang lain dan
akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam
waktu yang cepat. Keadaan ini kadangkadang begitu hebatnya sehingga dapat
mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.Lidah
28

penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot otot rahang. Fase ini dapat
berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi
semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak (Hacker,
2007).
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama
beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian
penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal.
Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan
kejangkejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang
yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus (Sarwono, 2014).
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi
jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun
pada kasuskasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita
dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang
jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang
lama bahkan kematian (Sarwono, 2014).
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat
mencapai 50 kali/menit.Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis
laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan
sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut
terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat (Sarwono,
2014).

2.16 Klasifikasi Eklampsia


Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklampsi berat. Serangan eklampsi
dibagi dalam 4 tingkat (Sarwono, 2014).
a) Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala dipalingkan ke kanan atau kekiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30
detik.
b) Stadium kejang tonik
Otot badan jadi kaku, waja kaku, tangan mengeggam dan kaki membengkok ke
dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis. Lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
29

c) Stadium kejang klonik


Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka
dan menutup keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongestik dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang
kolonik berhenti dan penderita tidak sadar menarik nafas seperti mendengkur.
d) Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berkangsung selama beberapa menit sampai
berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru akibatnya
ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu naik sampai 40 derajat celcius.

2.17 Penatalaksanaan Eklampsia


Penatalaksanaan eklampsia sama dengan pre-eklampsia berat. Dengan tujuan
utama menghentikan berulang nya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan
secepatnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Prinsip
penatalaksanaan :
a) Pada masa kehamilan
1) Pengobatan antikonvulsan
Sodium Penthothal, sangat berguna untuk menghentikan kejangan
dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini
mengandung bahaya yang tidak kecil. Obat ini hanya dapat
diberikan dirumah sakit dengan pengawasan yang tepat.
Sulfas magnesicus, yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubungan neuro muscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari
susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasidilatasi, menurunkan
tekanan darah, meningkatkan deuresis, dan menambah aliran darah
keuterus. Dosisi inisial diberikan ialah 8 gram dalam larutan 40%
secara intramuskuler, selanjutnya tiap 6 jam 4 gram, dengan syarat
refleks patella positif, pernafasan 16/menit, deuresis harus melebihi
600 ml/hari, selain intramuskuler, sulfas megnesikus dapat diberikan
secara intravena, dosisi inisial yang diberikan adalah 4 g 40%
MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan, diikuti 8 g
IM dan selalu disediakan kasium glukonas dalam 10 ml sebagai
antidotum.
30

Lytic Coctail, yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100
mg, dan promatezin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan
diberikan secara intravena.
2) Pengobatan antihipertensi
Obat pilihan adalah hidralizin, yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan
selama 5 menit sampai tekanan darah turun.
Pemberian hidralizin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 mg IM
setiap 2 jam.
Jika hidralizin tidak tersedia dapat diberikan nifedipine 5 mg
sublingual. Jika respon tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5
mg sublingual. Labetolol 10 mg IV, yang jika respons tidak baik
setelah 10 menit, diberikan lagi labetolol 20 mg IV.
b) Pada persalinan
1) Persalinan harus terjadi pada 12 jam sejak gejala eklampsia timbul
2) Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam lakukan
seksio sesarea
3) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :
Tidak terdapat koagulopati
Anastesi yang aman/ terpilih adalah anestesi umum. Jangan lakukan
anastesia lokal.
4) Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm, terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan
0ksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin.

c) Perawatan postpartum
1) Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
2) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmHg.
3) Pantau urin.

(Wiknjosastro, 2006)

2.18 Komplikasi Preeklampsia & Eklampsia


Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin.Usaha utama adalah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut dibawah biasanya terjadi pada preeklampsi berat dan
eklampsia (Wiknjosastro, 2006).
31

1) Hipofibrinogenemia, pada pre-eklamsia berat zuspan (1978) menemukan 23%


hipofibrinogenomia, maka dari itu penulis menunjukan pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
2) Hemolisis, penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan selsel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosisperiportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita eklampsia
dapat menerangkan eklampsia tersebut.
3) Perdarahan otak, komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
eklampsia.
4) Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Pendarahan kadangkadang terjadi pada retina:
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadianya apopleksia serebri.
5) Edema paru-paru, Zuspan (1978) hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
6) Nekrosis hati, nekrosisi periportal hati pada eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ditemukan juga pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
7) Sindrom Haemolysis, elevated liver enzymes,dan low platelet (HELLP).
8) Kelainan ginjal, kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan stuktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah unuria sampai gagal ginjal.
9) Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-
kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravaskuler coagulation).

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan

Tugas Pengenalan Profesi dilaksanakan di RSI Siti Khadijah Palembang,


Sumatera Selatan.

3.2 WaktuPelaksanaan
32

Tugas Pengenalan Profesi akan dilaksanakan pada:

Hari : Sabtu
Tanggal : 02 April 2016
Pukul : 14.00 WIB 15. 00 WIB

3.3 Subjek Tugas Mandiri

Subjek tugas mandiri pada pelaksanaan TPP ini adalah penderita


preeklampsia/eklampsia dan petugas kesehatan di RSI Siti Khadijah Palembang.

3.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada Tugas Pengenalan profesi kali ini adalah
panduan observasi/ check list, alat tulis, dan alat perekam.

3.4 Langkah-Langkah Kerja


Langkah kerja yang dilakukan adalah:
1. Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi.
2. Menyiapkan daftar tilikan dalam melakukan observasi.
3. Konsultasi kepada pembimbing.
4. Menyiapkan surat permohonan izin melakukan kegiatan Tugas Pengenalan
Profesi.
5. Membuat janji dengan pihak pengelola/ narasumber.
6. Melakukan observasi .
7. Mencatat kembali hasil observasi.
8. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi.
9. Membuat kesimpulan hasil observasi.
33

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Nama : Ny. T
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Alamat : Palembang
No Pertanyaan Jawaban
1. Sejak kapan mulai masuk rumah sakit 01 April 2016
2. Keluhan utama (Tekanan darah tinggi, Edema, Hamil ke-2, gemeli,
Proteinuria) kontraksi
34

3. Sejak kapan timbul keluhan utama Sejak usia kehamilan 38


minggu
4 Apakah terjadi kenaikan tekanan darah pada 170/110 mmHg
penderita, berapa kadar sistolik dan diastolik?
5 Berapa kadar tekanan darah penderita setelah 150/100 mmHg
ditangani ?
6 Berapa kadar tekanan darah terakhir penderita? 150/100 mmHg
7 Berapa nilai tekanan darah sebelum hamil? Sebelum kehamilan
tekanan darah normal
sekitar 120/ 70 mmHg
8 Apakah ada Edema pada penderita? Ada
9 Dimana saja letak edema ? Edema didaerah tungkai
10 Mengapa edema bisa timbul? Edema timbul akibat
kehamilan
11 Apakah terjadi peningkatan berat badan ? Ada akibat dari
kehamilan, berat badan
bertambah 15kg
12 Sejak kapan penderita melakukan pemeriksaan Awal kehamilan sampai
ANC menjelang kehamilan
(rutin)
13 Apakah ada keluhan tambahan dari pasien? Tidak ada
Sakit kepala
Sakit ulu hati
Penglihatan kabur (gangguan
penglihatan)
Sesak nafas (Gangguan pernafasan)
Gangguan Kesadaran
BAK berkurang atau anuria
14 Sejak kapan timbul keluhan tambahan Tidak ada
15 Apakah semakin lama semakin berat? Tidak
16 Apakah penderita pernah mengalami keluhan Tidak
seperti ini sebelumnya (pada kehamilan
sebelumya)
17 Apakah penderita pernah mengalami Ya, hamil ke-2, gemeli
kehamilan ganda (Gemeli) / Polihidroamnion
18 Apakah penderita pernah mengalami Tidak
kehamilan anggur / Mola
19 Apakah dikeluarga ada yang megalami Tidak
keluhan yang sama
35

20 Apakah penderita memiliki riwayat penyakit Tidak, namun ayah


sebelumnya (Hipertensi, Diabetes Melitus, pasien memiliki
Penyakit Ginjal, dll) hipertensi
21 Apakah ada tanda-gejala Komplikasi dari Tidak
Preeklampsia?
Komplikasi Preeklampsia Berat
Solutio Plasenta
Hipofibrinogenia
Hemolisis (Ikterus)
Perdarahan otak pada ibu
Kehilangan penglihatan sementara
selama 1 minggu
Kerusakah hati
Anuria (gangguan ginjal)
Premature / Kematian janin
Kejang (Lidah tergigit, trauma /
Fraktur)
23 Apakah penderita menjalani tirah baring Iya
selama di rumah sakit
24 Tindakan apa yang akan diberikan untuk Sectio caesarea, dan
menolong persalinan diberikan terapi berupa
MgSO4 40% (IM) 10 cc
(boka/boki/6jam), dan
nifedipin 3x1 (oral).

Untuk hasil pemeriksaan laboratorium didapat dari petugas rumah sakit:


No. Darah Rutin Keterangan
1. Golongan Darah -
2. Hemoglobin (Hb) 9,1 g/dl
3. Leukosit 6,9 mm2
4. Hitung Jenis -
5. Laju Endap Darah (LED) -
6. Trombosit 229x103 /mm3

No. Kimia Darah Keterangan


1. SGOT -
2. SGPT -
36

No. Urinalisis Keterangan


1. Proteinuria +2
2. Asam Urat 7,2 mg/dL

No. Fungsi Ginjal Keterangan


1. Ureum 20 mg/dl
2. Kreatinin 0,7 mg/dl

4.2 Pembahasan

Menurut Sarwono (2012), penyebab preeklampsia sampai sekarang


belum diketahui. Banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit
tersebut, salah satunya gangguan disfungsi sel endotel akibat kelainan
implantasi. Pre-eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada
multigravida, terutama primigravida usia muda. Faktor predisposisi terjadinya
pre eklampsia adalah molahidatidosa, diabetes militus, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun. (Mochtar, 1998). Dari hasil
observasi, diketahui bahwa penyebab pasti preeklampsia yang diderita Ny. T
belum dapat diketahui. Namun, Ny. T memiliki salah satu faktor predisposisi
yang sesuai dengan teori, yakni kehamilan ganda.
Berdasarkan data yang didapat, tekanan darah Ny. T pada 01 April 2016
adalah 170/110 mmHg disertai protein urin +2. Data ini menunjukkan bahwa
Ny. T mengalami preeklampsia berat. Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110
mmhg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih (Sarwono, 2014).
Ny. T mengaku sempat mengalami edema pada tungkai. Edema ialah
penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada
kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga
tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia. Edema dapat
37

terjadi pada semua derajat hipertensi dalam kehamilan, tetapi hanya mempunyai
nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general (Sarwono, 2014).
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tidur miring ke kiri. Pengelolaan preeklampsia berat
mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,
pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat
untuk persalinan. Pengelolaan cairan pada preeklampsia bertujuan untuk
mencegah terjadinya edema paru dan oliguria (Sarwono, 2014). Sesuai dengan
teori tersebut, Ny. T dirawat inap di RSI Siti Khadijah dan dimonitoring cairan
serta tanda-tanda vital sebelum dilakukannya sectio sesaria. Selain itu, Ny. T
mendapatkan tatalaksana berupa antihipertensi dan pencegahan kejang.
Pada Ny. T diberikan MgSO4 Inj: 40 %: 4 gr IM boka/boki/6 jam
diberikan sebelum dan setelah melahirkan. Dimana pemberian MgSO 4 dapat
dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalianan dan
24 jam setelah kejang terakhit. Pada Ny. T pemberian MgSO4 dihentikan karena
tidak terdapat kejang. MgSO4 dipakai sebagai obat anti kejang yang banyak
dipakai di Indonesia. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskuler. Tramsmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat akan mengeser kalsium sehingga aliran rangsangan
tidak terjadi (Sarwono, 2014).
Ny. T juga mendapatkan tatalaksana antihipertensi berupa nifedipin 3x1
(oral). Pemberian Nifedipine pada kasus preeklampsia dapat bekerja dengan
mencegah masuknya kalsium ke dalam sel. Nifedipine merupakan obat golongan
Ca blockers yang bekerja untuk memvasodilatasi arteriol otot polos (Sarwono,
2012).
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada Ny. T tidak terdapat keluhan
tambahan seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, penglihatan kabur, sesak nafa ,
gangguan kesadaran dan buang air kecil atau oliguria yang merupakan komplikasi
dari preeklampsia.
38

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi kali ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Dari hasil observasi penulis menemukan bahwa penyebab pasti preeklampsia

yang diderita pasien belum dapat diketahui. Namun, pasien memiliki salah satu

faktor predisposisi yang sesuai dengan teori, yakni kehamilan ganda.


2. Pasien menderita preeklampsia berat dengan tekanan darah 170/110mmHg dan

proteinuria +2. Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih


3. Gejala klinis yang ditemui pada pasien yang penulis observasi berupa

timbulnya edema pada kedua tungkai. Edema dapat terjadi pada semua derajat

hipertensi dalam kehamilan, tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik

kecuali jika edemanya general.


4. Pada pasien dilakukan rawat inap disertai pemberian anti kejang berupa

MgSO4 dan antihipertensi berupa nifedipin.


5. Pasien tidak memiliki tambahan seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, penglihatan
kabur, sesak nafa , gangguan kesadaran dan buang air kecil atau oliguria yang
merupakan komplikasi dari preeklampsia.

5.2 Saran
39

Adapun saran yang penulis berikan pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi
kali ini adalah:

1. Untuk Tugas Pengenalan Profesi berikutnya diharapkan mahasiswa dapat


melakukan observasi diluar jam berkunjung, sehingga tidak mengganggu
waktu berkunjung pasien dan keluarga serta observer dapat melakukan tanya
jawab tanpa terburu-buru.

2. Untuk Tugas Pengenalan Profesi berikutnya diharapkan mahasiswa dapat


melakukan observasi didampingi oleh dokter yang bertugas agar
mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak mengenai penyakit pasien.

3. Untuk pihak universitas diharapkan dapat menyediakan alternatif tempat


observasi lain, sehingga observer dapat dengan mudah menemukan sasaran
observasi dan dapat menyelesaikan laporan tepat waktu.
40
41

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Asdi Mahasatya.
Jakarta. Indonesia.
Brinkman C. 2001. Kelainan kehamilan hipertensif. Esensial Obstetri dan Ginekologi
Edisi 2. Hipokrtaes. Jakarta. Indonesia.
Cunningham FG, et al. 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In: Rouse, et al,
editors. William Obstetrics 22nded. McGraw-Hill. New York.
Dewi, Nia Risa. 2006. Angka Kejadian dan Karakteristik Penderita Preeklampsia Berat
dan Eklampsia di RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2006. Fakultas
Kedokteran UNSRI. Palembang. Indonesia.
Etika D.Y, Hariyanto, Elfrida S. 2014. Hubungan Antara Usia Dengan Preeklampsia
Pada Ibu Hamil Di POLI KIA RSUD Kefamenanu kabupaten Timor Tengah
Utara. Jurnal Delima Harapan. 3,(2): 10-19.
Gallinelli, Gennazeni AD, Matteo ML, Caruso A, Woodruff. 1996. Episodic secretion of
ctivin A in pregnant women. Euro J Endocrinol; 135: 340-4.
Hacker. 2007. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Hipocrates. Jakarta. Indonesia.
Manuaba, I.G.B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta. Indonesia.
McPhee, Stephen J & Ganong, William F. 2012. Patofisiologi penyakit: Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. EGC. Jakarta. Indonesia.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta. Indonesia.
Moore, Keith L. 2013. Anatomi Klinis. Hipocrates. Jakarta. Indonesia.
POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia Edisi.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Semarang. Indonesia.
Roeshadi, H. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan. Indonesia.
Sarwono. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan . Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
42

Silver HM, et al. 2002. Mechanism of increased maternal serum total aktivin A and
inhibin A in preeklampsia. J Soc Gynecol Investig. 9: 308-12.
Snell, Richard. 2006. Anatomi klinik unuk mahasiswa kedokeran. EGC. Jakarta.
Indonesia.
Soefoewan. 2005. Majalah Obstetri Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Indonesia.
Sujiyanti. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Jakarta. Indonesia.
Wijayarini. 2002 . Safe Motherhood Penanganan Eklampsia. EGC. Jakarta. Indonesia.
Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
43

LAMPIRAN
1. Pedoman Observasi

Nama Pasien :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :

No Pertanyaan Jawaban
1. Sejak kapan mulai masuk rumah sakit
2. Keluhan utama (Tekanan darah tinggi, Edema,
Proteinuria)
3. Sejak kapan timbul keluhan utama
4 Apakah terjadi kenaikan tekanan darah pada
penderita, berapa kadar sistolik dan diastolik?
5 Berapa kadar tekanan darah penderita setelah
ditangani ?
6 Berapa kadar tekanan darah terakhir penderita?
7 Berapa nilai tekanan darah sebelum hamil?
8 Apakah ada Edema pada penderita?
9 Dimana saja letak edema ?
10 Mengapa edema bisa timbul?
11 Apakah terjadi peningkatan berat badan ?
12 Sejak kapan penderita melakukan pemeriksaan
ANC?
13 Apakah ada peningkatan proteinuria pada
penderita?
14 Apakah ada keluhan tambahan dari pasien?
Sakit kepala
Sakit ulu hati
Penglihatan kabur (gangguan
penglihatan)
Sesak nafas (gangguan pernafasan)
Gangguan Kesadaran
BAK berkurang atau anuria
15 Sejak kapan timbul keluhan tambahan?
16 Apakah semakin lama semakin berat?
17 Apakah penderita pernah mengalami keluhan
44

seperti ini sebelumnya (pada kehamilan


sebelumya) ?
18 Apakah penderita pernah mengalami
kehamilan ganda (gemeli) / polihidroamnion?
19 Apakah penderita pernah mengalami
kehamilan anggur / mola?
20 Apakah ada riwayat keluarga yang megalami
keluhan yang sama?
21 Apakah penderita memiliki riwayat penyakit
sebelumnya (hipertensi, diabetes melitus,
penyakit ginjal, dll)?
22 Apakah ada tanda-gejala Komplikasi dari
Preeklampsia?
Komplikasi Preeklampsia Berat
Solutio Plasenta
Hipofibrinogenia
Hemolisis (ikterus)
Perdarahan otak pada ibu
Kehilangan penglihatan sementara
selama 1 minggu
Kerusakah hati
Anuria (gangguan ginjal)
Premature / Kematian janin
Kejang (lidah tergigit, trauma / fraktur)
23 Apa tatalaksana yang telah diberikan oleh
pihak rumah sakit?
24 Apakah penderita menjalani tirah baring
selama di rumah sakit?
25 Apa tindakan yang akan diberikan untuk
menolong persalinan?

Untuk hasil pemeriksaan laboratorium didapat dari petugas rumah sakit:


No. Darah Rutin Keterangan
1. Golongan Darah
2. Hemoglobin (Hb)
3. Leukosit
4. Hitung Jenis
5. Laju Endap Darah (LED)
6. Trombosit
45

No. Kimia Darah Keterangan


1. SGOT
2. SGPT

No. Urinalisis Keterangan


1. Proteinuria
2. Asam Urat

No. Fungsi Ginjal Keterangan


1. Ureum
2. Kreatinin

Anda mungkin juga menyukai