TPP Eklampsia
TPP Eklampsia
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Memahami gambaran umum penyakit preeklampsia/eklampsia pada
pasien yang ditemui.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor risiko dan etiologi dari penyakit
preeklampsia/eklampsia yang diderita pasien.
2. Untuk menentukan klasifikasi dari penyakit preeklampsia/eklampsia pada
pasien yang ditemui.
3. Untuk mengamati gejala dan tanda klinis penderita preeklampsia/eklampsia.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis penyakit preeklampsia/eklampsia
yang telah didapat oleh pasien.
5. Untuk memahami komplikasi dari penyakit preeklampsia/eklampsia yang
diderita pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Pelvis
4
Tulang pelvis memberikan hubungan yang kuat dan stabil antara batang badan
dan ekstremitas inferior. Fungsi utamanya adalah meneruskan berat badan dari columna
vertebralis ke femur; memuat, menyokong dan melindungi viscera pelvis; dan
menyediakan tempat perlekatan otot-otot batang badan dan extremitas inferior (Snell,
2006).
Tulang pelvis terdiri atas empat tulang; dua ossa coxae, yang membentuk dinding
lateral dan anterior, serta os sacrum dan os coccygis yang merupakan bagian columna
vertebralis dan membentuk dinding belakang. Kedua ossa coxae bersendi satu dengan
yang lain di sebelah anterior pada symphysis pubica dan di posterior dengan os sacrum
pada articulatio sacroiliaca. Tulang pelvis bersama dengan articulationes membentuk
struktur pelvis, berbentuk baskom kuat yang memuat dan melindungi bagian bawah
tractus intestinakis, urinarius dan organ-organ reproduksi interna (Snell, 2006).
Pelvis dibagi menjadi dua bagian oleh apertura pelvis superior, yang dibentuk di
belakang oleh promontorium os sacrum (pinggir anterior dan atas vertebra sacralis I), di
lateral oleh linea terminalis (garis yang berjalan ke bawah dan depan di sekeliling
permukaan dalam ileum), dan di anterior oleh symphysis pubica (persendian di antara
corpus ossis pubis). Di atas apertura superior tersapat pelvis major yang membentuk
sebagian cavitas abdominalis. Di bawah apertura pelvis superior terdapat pelvis minor
(Snell, 2006).
1. Pelvis Mayor
Pelvis major di belakang dibatasi oleh vertebrae lumbales, di lateral oleh fossa
iliaca dan musculus iliacus, dan di depan oleh bagian bawah dinding anterior abdomen.
(Snell, 2006) . Pelvis major terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus
dipikirkan sebagai bagian cavitas abdominalis. Pelvis major melindungi isi abdomen
dan setelah kehamilan bulan ketiga, membantu menyokong uterus gravidarum (Snell,
2006).
2. Pelvis Minor
Pengetahuan mengenai bentuk dan ukuran pelvis perempuan sangat penting untuk
ahli obstetrik, karena pelvis minor merupakan saluran tulang yang harus dilalui oleh
janin pada proses persalinan. Pelvis minor mempunyai pintu masuk, pintu keluar, dan
sebuah cavitas. Apertura pelvis superior, atau pintu atas panggul di posterior dibatasi
oleh promontorium ossis sacri, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh
5
Ovarium dikelilingi oleh capsula fibrosa tipis, disebut tunica albuginea. Bagian
luar capsula ini dibungkus oleh lapisan peritoneum yang mengalami modifikasi disebut
epitelium germinativum. Istilah epitelium germinativum ini salah karena lapisan ini
tidak menghasilkan ovum. Oogonia berkembang pada masa janin dari sel benih
primordial (Snell, 2006).
Sebelum pubertas permukaan ovarium licin, tetapi setelah pubertas permukaan
ovarium secara progresif berkerut-kerut akibat degenerasi corpus luteum yang terus-
menerus. Setelah menopause ovarium menjadi lisut dan permukaannya berlubang-
lubang dan berparut (Snell, 2006).
Perdarahan:
a. Arteriae: Arteria ovarica yang berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbalis I.
b. Venae: Vena ovarica dextra bermuara ke vena cava inferior sedangkan vena ovarica
sinistra ke vena renal sinistra.
Persarafan:Persarafan ovarium berasal dari plexus aorticus dan mengikuti
perjalanan arteria ovarica (Snell, 2006).
2.1.3 Vagina
Vagina adalah saluran otot yang terbntang ke atas dan ke belakang dari vulva
sampai uterus. Panjang vagina kurang lebih 3 inci (8 cm) dan mempunyai paries
anterior dan paries posterior yang dalam keadaan normal terletak berhadapan (Moore,
2013).
Pada ujung atasnya, batas anterior ditembus oleh cervix yang menonjol ke bawah
dan belakang vagina. Perlu diingat bahwa setengah bagian atas vagina terletak di atas
dasar pelvis dan setengah bagian bawah terletak di dalam perineum. Daerah lumen
vagina yang mengelikingi cervix dibagi atas empat daerah atau fornix vaginae: pars
anterior, posterior, lateral dextra dan lateral sinistr (Moore, 2013). Ostium vagina pada
prempuan yang masih perawan mempunyai selapis tipis lipatan mucosa, yang disebut
hymen, yang mempunyai lubang ditengahnya. Setelah melahirkan biasanya hymen
hanya tinggal rumbai-rumbai (Moore, 2013).
Perdarahan:
8
a. Arteriae: Arteria vaginalis, cabang arteria iliaca interna dan ramus vaginalis arteria
uterina.
b. Venae: Venae vaginae membentuk sebuah plexus venosus vaginalis di sekeliling
vagina dan bermuara ke vena iliaca interna.
Persarafan: Saraf yang mempersarafi vagina berasal dari plexus hypogastricus
inferior.
(Snell, 2006)
dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan
(Sarwono, 2014).
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Pada kondisi berat preeklampsia dapat menjadi
eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang (Arikunto, 2006). Preeklampsia
dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit
diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia merupakan
peningkatan dari preeklampsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-
gejala tertentu (Arikunto, 2006).
Menurut Manuaba (2007), preeklampsia dan eklampsia dalam kehamilan adalah
komplikasi serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis, seperti edema, hipertensi,
protein uria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan diatas 20 minggu, dan dapat
terjadi antepartum-intrapartum-pascapartum. Preeklampsia dan eklampsia merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri
dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular
atau hipertensi sebelumnya (Rustam, 1998). Preeklampsia adalah suatu kondisi yang
spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria, edema juga bisa terjadi (Wijayarini, 2002).
Hingga saat ini etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan
masih belum diketahui dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk
mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam kehamilan namun hingga
kini belum memuaskan sehinggan Zweifel menyebut preeklampsia dan eklampsia
sebagai the disease of theory (Gallinelli, Gennazeni AD, Matteo ML, Caruso A,
Woodruff: 1996).
Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah :
1) Genetik
2) Iskemia Plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua
dan miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan
elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta mengganti
13
dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir trimester I
dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial junction
(Silver HM, et al. 2002).
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas di mana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih
dalam hingga kedalaman miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap
pertama yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta
perubahan material fibrionid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah
pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong
yang memungkinkan terjadi dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat pada kehamilan (Silver HM, et al.
2002).
Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang mengalami
invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi
tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam
miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-elastis yang reaktif yang berarti
masih terdapat resistensi vaskuler.
14
Ga
mbar 2.3. Perbedaan Arteri Spiralis pada Kehamilan Normotensi (Atas)
dan Hipertensi (Bawah)
Sumber: Cunningham FG, et al, 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In:
Rouse, et al, editors. William Obstetrics 22nded. New York: McGraw-Hill.
spiralis pada tahap kedua. Akibatnya, terjadi gangguan aliran darah di daerah
intervilli yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat
menimbulkan iskemi dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi (Silver HM, et al.
2002).
3) Prostasiklin-tromboksan
Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel
endotel yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya
dikatalisis oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP
intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator dan
anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari
asam arakidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki
efek vasikonstriktor dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2
mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah. Pada kehamilan normal terjadi
kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta dan janin. Sedangkan pada
preeklampsia terjadi penurunan produksi prostasiklin dan kenaikan tromboksan
A2 sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A2 : prostasiklin. Pada
preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan menurunnya
produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat pembentuknya
prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia berhubungan dengan adanya
vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi hemostasis. Perubahan aktivitas
tromboksan memegang peranan sentral pada proses ini dimana hal ini sangat
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin.
Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan
produksi prostasiklin, peningkatan aktivasi agregaasi trombosit dan fibrinolisis
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III shingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyababkan
pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel (Brinkman C, 2001).
16
4) Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis
sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita preeklampsia terjadi
penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan penderita yang normotensi
yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi yang melawan sel endotel
ditemukan pada 50% wanita dengan preeklampsia, sedangkan pada kontrol
hanya terdapat 15%. Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang
dangkal dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel
endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF- dan IL-1),
enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua. (Silver HM, et al. 2002)
Sitokin TNF- dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF- akan merubah
sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen yang
selanjutkan akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat oleh
antioksidan. (Brinkman C, 2001)
setelah persalinan.Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada
penyakit trofoblas (Etika, 2014).
Gejala dan tanda Pre-eklampsia ringan yaitu:
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan
setiap 6 jam.
2. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan
setiap 6 jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin
kateter atau urin aliran pertengahan.
2.7.2 Edema
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada
kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia. Kenaikan berat badan 12 kg setiap
minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan preeklampsia harus dicurigai atau bila terjadi
pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin
merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong- konyong ini
desebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak
hilang dengan istirahat hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
preeklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH (Hipertensi dalam
kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya
general (Sarwono, 2014).
2.7.3 Proteinuria
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
( menggunakan metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang
bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih
lambat dari hipertensi dan tambah berat badan.Proteinuri sering ditemukan pada pre-
eklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.Karena
itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Disamping adanya gejala yang
nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang
membawa pasien ke dokter.
Gejala subyektif tersebut ialah:
Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau edema otak.
Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atauedema, atau
sakit kerena perubahan pada lambung.
21
Fungsi ginjal pada pre eklampsia agak menurun bila dilihat dari clearance asam
uric. Filtrasi glomerolus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga
menyebabkan dieresis turun, pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan
trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).
(tidur miring ke kiri). Pada umur kehamilan diatas 20 minggu tidur dengan
posisi miring dapat menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferioryang
mengalirkan darah dari ibu ke janin, sehingga meningkatkan aliran darah balik
dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan laju filtrasi glomerolus dan meningkatkan diuresis sehingga akan
meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah ke rahim, menambah oksigenasi plasenta dan
memperbaiki kondisi janin dan rahim. Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan
retriksi garam jika fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 g
natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Diet diberikan cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam secukupnya. Tidak diberikan obat-
obatan diuretik, antihipertensi dan sedatif (Sarwono, 2014).
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu
dirawat di rumah sakit yaitu dengan kriteria bila tidak ada perbaikan yaitu
tekanan darah, kadar proteinuria selama lebih dari 2 minggu dan adanya satu
atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin,
berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan
janin dan jumlah cairan amnion (Sarwono, 2014).
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilan. Menurut Williams,
kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 sampai 37 minggu. Pada umur
kehamilan <37 minggu bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat
dipertahankan sampai aterm tapi jika umur kehamilan >37 minggu persalinan
ditunggu sampai timbul onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan dan tidak menutup
kemungkinan dapat dilakukan persalinan secara spontan (Sarwono, 2014).
preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tidur miring ke kiri. Pengelolaan cairan pada preeclampsia bertujuan
untuk mencegah terjadinya edema paru dan oliguria. Diuretik diberikan jika
terjadi edema paru dan payah jantung. Diuretik yang dipakai adalah furosemid.
Pemberian diuretikum secara rutin dapat memperberat hipovolemi,
memperburuk perfusi utero-plasenta, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin. Antasida digunakan untuk menetralisir asam lambung
sehingga bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
(Sarwono, 2014).
Pemberian obat antikejang pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah
terjadinya kejang (eklampsia). Obat yang digunakan sebagai antikejang antara
lain diazepam, fenitoin, MgSO4. Saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50%
dari pemberiannya menimbulkan efek flusher(rasa panas). Syarat pemberian
MgSO4yaitu reflek patellanormal, frekuensi pernapasan >16 kali per menit,
harus tersedia antidotum yaitu Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc)
diberikan intravena 3 menit. Pemberian MgSO4harus dihentikan jika Terjadi
intoksikasi maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc)
dan setelah 24 jam pasca persalinan. Bila terjadi refrakter terhadap pemberian
MgSO4 maka bisa diberikan tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam
atau fenitoin (Sarwono, 2014).
Penentuan batas tekanan darah untuk pemberian antihipertensi masih
bermacam-macam, menurut POGI antihipertensi diberikan jika tekanan darah
>160/110 mmHg. Jenis antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 10-20
mg peroral, dosis awal 10 mg, diulangi setelah 30 menit, dosis maksimumnya
120 mg dalam 24 jam. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, a) penurunan
awal 25% dari tekanan sistolik, b) tekanan darah diturunkan mencapai <160/105
mmHg (POGI, 2005).
invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua.
Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna
dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress
oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan
trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ (Widjanarko, 2009).
penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot otot rahang. Fase ini dapat
berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi
semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak (Hacker,
2007).
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama
beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian
penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal.
Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan
kejangkejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang
yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus (Sarwono, 2014).
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi
jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun
pada kasuskasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita
dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang
jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang
lama bahkan kematian (Sarwono, 2014).
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat
mencapai 50 kali/menit.Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis
laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan
sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut
terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat (Sarwono,
2014).
Lytic Coctail, yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100
mg, dan promatezin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan
diberikan secara intravena.
2) Pengobatan antihipertensi
Obat pilihan adalah hidralizin, yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan
selama 5 menit sampai tekanan darah turun.
Pemberian hidralizin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 mg IM
setiap 2 jam.
Jika hidralizin tidak tersedia dapat diberikan nifedipine 5 mg
sublingual. Jika respon tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5
mg sublingual. Labetolol 10 mg IV, yang jika respons tidak baik
setelah 10 menit, diberikan lagi labetolol 20 mg IV.
b) Pada persalinan
1) Persalinan harus terjadi pada 12 jam sejak gejala eklampsia timbul
2) Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam lakukan
seksio sesarea
3) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :
Tidak terdapat koagulopati
Anastesi yang aman/ terpilih adalah anestesi umum. Jangan lakukan
anastesia lokal.
4) Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm, terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan
0ksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin.
c) Perawatan postpartum
1) Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
2) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmHg.
3) Pantau urin.
(Wiknjosastro, 2006)
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.2 WaktuPelaksanaan
32
Hari : Sabtu
Tanggal : 02 April 2016
Pukul : 14.00 WIB 15. 00 WIB
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Nama : Ny. T
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Alamat : Palembang
No Pertanyaan Jawaban
1. Sejak kapan mulai masuk rumah sakit 01 April 2016
2. Keluhan utama (Tekanan darah tinggi, Edema, Hamil ke-2, gemeli,
Proteinuria) kontraksi
34
4.2 Pembahasan
terjadi pada semua derajat hipertensi dalam kehamilan, tetapi hanya mempunyai
nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general (Sarwono, 2014).
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tidur miring ke kiri. Pengelolaan preeklampsia berat
mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,
pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat
untuk persalinan. Pengelolaan cairan pada preeklampsia bertujuan untuk
mencegah terjadinya edema paru dan oliguria (Sarwono, 2014). Sesuai dengan
teori tersebut, Ny. T dirawat inap di RSI Siti Khadijah dan dimonitoring cairan
serta tanda-tanda vital sebelum dilakukannya sectio sesaria. Selain itu, Ny. T
mendapatkan tatalaksana berupa antihipertensi dan pencegahan kejang.
Pada Ny. T diberikan MgSO4 Inj: 40 %: 4 gr IM boka/boki/6 jam
diberikan sebelum dan setelah melahirkan. Dimana pemberian MgSO 4 dapat
dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalianan dan
24 jam setelah kejang terakhit. Pada Ny. T pemberian MgSO4 dihentikan karena
tidak terdapat kejang. MgSO4 dipakai sebagai obat anti kejang yang banyak
dipakai di Indonesia. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskuler. Tramsmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat akan mengeser kalsium sehingga aliran rangsangan
tidak terjadi (Sarwono, 2014).
Ny. T juga mendapatkan tatalaksana antihipertensi berupa nifedipin 3x1
(oral). Pemberian Nifedipine pada kasus preeklampsia dapat bekerja dengan
mencegah masuknya kalsium ke dalam sel. Nifedipine merupakan obat golongan
Ca blockers yang bekerja untuk memvasodilatasi arteriol otot polos (Sarwono,
2012).
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada Ny. T tidak terdapat keluhan
tambahan seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, penglihatan kabur, sesak nafa ,
gangguan kesadaran dan buang air kecil atau oliguria yang merupakan komplikasi
dari preeklampsia.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi kali ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Dari hasil observasi penulis menemukan bahwa penyebab pasti preeklampsia
yang diderita pasien belum dapat diketahui. Namun, pasien memiliki salah satu
timbulnya edema pada kedua tungkai. Edema dapat terjadi pada semua derajat
5.2 Saran
39
Adapun saran yang penulis berikan pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi
kali ini adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Asdi Mahasatya.
Jakarta. Indonesia.
Brinkman C. 2001. Kelainan kehamilan hipertensif. Esensial Obstetri dan Ginekologi
Edisi 2. Hipokrtaes. Jakarta. Indonesia.
Cunningham FG, et al. 2005. Hypertensive disoerder in pregnancy. In: Rouse, et al,
editors. William Obstetrics 22nded. McGraw-Hill. New York.
Dewi, Nia Risa. 2006. Angka Kejadian dan Karakteristik Penderita Preeklampsia Berat
dan Eklampsia di RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2006. Fakultas
Kedokteran UNSRI. Palembang. Indonesia.
Etika D.Y, Hariyanto, Elfrida S. 2014. Hubungan Antara Usia Dengan Preeklampsia
Pada Ibu Hamil Di POLI KIA RSUD Kefamenanu kabupaten Timor Tengah
Utara. Jurnal Delima Harapan. 3,(2): 10-19.
Gallinelli, Gennazeni AD, Matteo ML, Caruso A, Woodruff. 1996. Episodic secretion of
ctivin A in pregnant women. Euro J Endocrinol; 135: 340-4.
Hacker. 2007. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Hipocrates. Jakarta. Indonesia.
Manuaba, I.G.B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta. Indonesia.
McPhee, Stephen J & Ganong, William F. 2012. Patofisiologi penyakit: Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. EGC. Jakarta. Indonesia.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta. Indonesia.
Moore, Keith L. 2013. Anatomi Klinis. Hipocrates. Jakarta. Indonesia.
POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia Edisi.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Semarang. Indonesia.
Roeshadi, H. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan. Indonesia.
Sarwono. 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan . Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
42
Silver HM, et al. 2002. Mechanism of increased maternal serum total aktivin A and
inhibin A in preeklampsia. J Soc Gynecol Investig. 9: 308-12.
Snell, Richard. 2006. Anatomi klinik unuk mahasiswa kedokeran. EGC. Jakarta.
Indonesia.
Soefoewan. 2005. Majalah Obstetri Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Indonesia.
Sujiyanti. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Jakarta. Indonesia.
Wijayarini. 2002 . Safe Motherhood Penanganan Eklampsia. EGC. Jakarta. Indonesia.
Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. Indonesia.
43
LAMPIRAN
1. Pedoman Observasi
Nama Pasien :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No Pertanyaan Jawaban
1. Sejak kapan mulai masuk rumah sakit
2. Keluhan utama (Tekanan darah tinggi, Edema,
Proteinuria)
3. Sejak kapan timbul keluhan utama
4 Apakah terjadi kenaikan tekanan darah pada
penderita, berapa kadar sistolik dan diastolik?
5 Berapa kadar tekanan darah penderita setelah
ditangani ?
6 Berapa kadar tekanan darah terakhir penderita?
7 Berapa nilai tekanan darah sebelum hamil?
8 Apakah ada Edema pada penderita?
9 Dimana saja letak edema ?
10 Mengapa edema bisa timbul?
11 Apakah terjadi peningkatan berat badan ?
12 Sejak kapan penderita melakukan pemeriksaan
ANC?
13 Apakah ada peningkatan proteinuria pada
penderita?
14 Apakah ada keluhan tambahan dari pasien?
Sakit kepala
Sakit ulu hati
Penglihatan kabur (gangguan
penglihatan)
Sesak nafas (gangguan pernafasan)
Gangguan Kesadaran
BAK berkurang atau anuria
15 Sejak kapan timbul keluhan tambahan?
16 Apakah semakin lama semakin berat?
17 Apakah penderita pernah mengalami keluhan
44