Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari bahan kebutuhan

pokok, dan dapat dikatakan hidupnya tergantung dari terpenuhinya kebutuhan pokok

tersebut. Hal itu wajar karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat perlu mengonsumsi

bahan kebutuhan pokok yang bermanfaat bagi tubuh,agar tetap dalam kondisi tidak

kekurangan gizi. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang memberikan

andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

oleh tubuh manusia.


Indonesia terus mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya, Badan Pusat

Statistik (BPS, 2014) menyebutkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia sejak

tahun 2016 hingga tahun 2020 mencapai 1,43%. Seiring meningkatnya perkembangan

jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia, maka permintaan

produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat misalnya permintaan daging.

Hal tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh

peningkatan pengetahuan penduduk terhadap pentingnya protein hewani, sehingga pola

konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat beralih

mengkonsumsi daging, telur dan susu.


Berdasarkan data Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Inonesia

(Gapuspindo) bahwa konsumsi daging sapi per kilogram per kapita pertahun sejak tahun

2016 hingga tahun 2020 mengalami penigkatan dengan rata-rata pertumbuhannya 5%.

Artinya, angka konsumsi daging sapi tidak bisa lepas dari pertumbuhan penduduk. Jika

melihat prediksi jumlah penduduk dari BPS dengan total populasi sebanyak 260 juta jiwa
pada tahun 2017, maka konsumsi daging sapi yang dibutuhkan sebanyak 729 ton yang setara

dengan populasi sapi potong sebanyak 4,1 juta ekor. Kebutuhan ini tidak bisa dipenuhi oleh

produksi dalam negeri, karena kemampuan produksi dalam negeri menurut data Gapuspindo

hanya 2,5 juta ekor. Sehingga terjadi kekurangan pasokan sapi potong sebesar 1,6 juta ekor.

Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi gejolak harga daging sapi secara nasional. Harga

daging sapi lokal hingga akhir Desember 2016 masih tercatat berkisara Rp 120.000,00. Salah

satu langkah yang diambil pemerintah untuk mengendalikan harga dan memenuhi kebutuhan

daging sapi nasional dengan melakukan impor sapi bakalan dan impor daging beku.
Penambahan pasokan yang dibutuhkan sebanyak 279.856 ton setara 1,6 juta ekor sapi

potong dengan angka impor sapi bakalan sekitar 60% dan impor daging sapi sekitar 40%.

Besarnya nilai impor sapi bakalan ini tidak lepas dari manfaat yang diberikan usaha

penggemukan sapi potong terhadap limbah pertanian, penyerapan tenaga kerja hingga

budaya konsumsi masyarakat. Satu ekor sapi bakalan membutuhkan 1,2 ton pakan selama

siklus penggemukan (4 bulan), usaha ini juga menyerap tenaga kerja mulai dari sektor hulu

hingga hilirnya. Selain itu, 90% masyarakat Indonesia lebih tertarik mengkonsumsi daging

segar (sapi yang dipotong beberapa jam sebelum masuk ke pasar). Ketersediaan daging sapi

segar ini berasal dari sapi lokal sekitar 75% dan usaha penggemukan sapi bakalan sekitar

15%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah penyebab kenaikan harga daging di Indonesia?
2. Bagaimana dampak kenaikan harga daging terhadap peternak?
3. Bagaimana aspirasi keberpihakan terhadap peternak dalam masalah ini ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab kenaikan harga daging di Indonesia.
2. Mengetahui dampak kenaikan harga daging terhadap peternak.
3.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Kenaikan Harga Daging Sapi


Tulang punggung industri sapi otong nasional adalah peternakan rakyat yang tersebar di

seluruh daerah di Indonesia. Sejak tahun 1991 usaha penggemukan sapi potong skala besar mulai

ada dan saat ini keberadaannya mampu memasok sekitar 30% kebutuhan daging sapi nasional.

Usaha tersebut umumnya mengandalkan sapi bakalan yang diimpor dari Australia. Namun,

keberadaan skala besar tersebut belum mampu menghilangkan senjang permintaan dan

penawaran, sehingga kenaikan harga daging sapi cenderung terus meningkat dari waktu ke

waktu.
Berbagai komponen biaya tataniaga seperti retribusi, pungutan liar, susut berat badan

ternak selama transportasi, biaya transportasi yang tinggi menyebabkan biaya pemasaran makin

tinggi dan mendorong harga dagingsapi domestik terus meningkat. Ironisnya, harga daging sapi
impor dan daging sapi dari sapi eks impor ikut meningkat sesuai harga daging sapi domestik,

sehingga harga daging sapi secara agregat selalu meningkat.


Faktor lain yang juga turut mendongkrak kenaikan harga daging sapi adalah keberadaan

program penyebaran ternak sapi oleh berbagai instansi yang pengadannya bersumber dari paar

hewan domestik. Kebutuhan sapi untuk program tersebut direspon pedagang dengan menaikkan

harga jual sapi. Kenaikan harga ini mendorong naiknya harga sapi untuk keperluan pemotongan

sehingga pada gilirannya menaikkan harga daging sapi di pasaran (Depdag, 2008).
Dari aspek konsumsi, berdasarkan budaya (jenis masakan dan gengsi) dan rasa, posisi

daging sapi tidak tergantikan dengan daging lain. Ketersediaan daging sapi selalu dibutuhkan

baik pada kelompok kelas pendapatan tinggi, sedang maupun rendah. Perilaku konsumen yang

demikian menyebabkan harga daging sapi terus meningkat. Pemicu kenaikan harga terutama

terjadi saat menjelang hari besar keagamaan seperti emnjelang bulan puasa dan hari raya.
Laju permintaan daging sapi yang lebih tinggi dari laju pasokan domestik menyebabkan

harga daging sapi domestik terus meningkat, hingga pasokan impor terus makin membesar.

Ironinya harga impor yang lebih murah justru menyesuaikan dengan harga domestik yang

cenderung naik (Depdag, 2008). Kenaikan harga tersebut ternyata tidak banyak dinikmati petani

dan dapat berdampak terhadap : peningkatan inflasi, pengurasan populasi sapi nasional dan

mendorong kenaikan harga daging.


Dengan alasan seperti yang diungkapkan diatas, pemerintah layak dan memungkingkan

untuk meninjau ulang khususnya kebijakan tataniaga ternak dan daging sapi dan industri sapi

potong pada umumnya. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mengendalikan harga daging sapi

yang terus cenderung meningkat.

2.2 Dampak Kenaikan Harga Daging Sapi Terhadap Peternak Sapi


Harga daging sapi di daerah Jawa Timur dalam kurun 3 tahun terakhir mengalami

kenaikan, pada bulan Oktober 2014 harga daging sapi yang dijual dipasar tradisional mencapai
kisaran harga Rp 85.000 Rp 88.000/ kg, sedangkan pada tahun berikutnya Desember 2015

harga daging sapi yang dijual dengan harga Rp 100.000/ kg , harga daging sapi pada Desember

2016 menunjukan harga Rp 105.000/ kg. Pada Mei 2017 harga daging sapi dijual dengan kisaran

harga Rp 105.500 Rp 109.000/ kg. (http://disnak.jatimprov.go.id, 2016). Harga karkas (daging

dan tulang potong tanpa kepala, kaki, dan jeroan) naik menjadi Rp 86.000-Rp 87.000 per kg dan

harga daging lepas tulang berada di kisaran Rp 90.000-Rp 91.000 per kg ( Jawapos.com, 2017).

Tabel 1 : Data Harga Daging tahun 2015

(Sumber : http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/infoharga)

Tabel 2 : Data Harga Daging tahun 2016


(Sumber : http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/infoharga)

Tabel 3 : Data Harga Daging tahun 2017

(Sumber : http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/infoharga)

Dari data diatas menunjukan harga daging tahun 2017 mengalami kenaikan harga

dibanding tahun tahun sebelumnya. Kenaikan harga yang terjadi tidak membuat para peternak

mengalami keuntungan yang besar, dikarenakan kenaikan harga daging sapi juga berimbas pada

harga sapi yang juga ikut naik. Sehingga peternak harus membeli sapi bakalan yang harganya

juga ikut naik untuk diternakan, sehingga keuntungan yang didapat tidak maksimal walaupun

harga daging sapi dipasaran dalam angka yang tinggi. Salah satu faktor naiknya harga daging
sapi ini disebabkan oleh tingkat suplai daging sapi nasional tidak dapat mengimbangi permintaan

daging sapi yang semakin tingginya peminatnya setiap tahunnya. Tingginya harga daging

dipasaran membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan impor untuk memecahkan ketidak

seimbangan antara suplai daging dan permintaan daging dimasyarakat, akan tetapi impor sapi

dan daging sapi berdampak pada menurunnya peluang usaha peternakan sapi skala kecil dalam

negeri dan mengganggu produksi sapi lokal (Matondang dan Rusdiana, 2013).

Disisi lain peternakan sapi potong merupakan sumber pendapatan dan penyerap tenaga

kerja terutama masyarakat pedesaan. Masalah yang dihadapi di peternakan sektor kecil didaerah

pedesaan adalah mobilitas untuk pengiriman hasil ternak menuju pusat pusat permintaan yang

jaraknya relatif jauh ( Sasongko, dkk, 2015). Ketika harga daging sapi naik di pasaran , maka

terjadi penurunan potensi peternakan sektor kecil di daerah pedesaan yang membuat harga sapi

bakalan lokal semakin mahal sebanding dengan harga daging dipasaran dan para petani

menjadikan berternak sapi sebagai pekerjaan sambilan saja, hanya pada saat membutuhkan uang

saja sapi dijual.

2.3 Aspirasi Keberpihakan Terhadap Peternak

Peternak seyogyanya merupakan orang yang hidupnya berdasarkan peternakan. Peternak

menurutmu kamus besar bahsa indonesia memiliki arti orang yang orang yg pekerjaannya

beternak. Badan Pusat Statistik merilis dalam kurun waktu 2008-2015 jumlah pemotongan ternak

sapi potong hidup yang dipotong di rumah potong hewan terbanyak pada tahun 2015 yakni

sebanyak 1.519.178 ekor dan terendah pada tahun 2014 yakni sebanyak 1.088.140 ekor. Data

tahun 2014 BPS menyatakan bahwa tahun 2014 biaya produksi per ekor sapi potong adalah
3.600.000. Namun yang terjadi adalah jumlah pemotongan terendah adalah pada tahun tersebut.

Peternak kebanyakan pengembangan usahanya berdasarkan pengalaman melalui

pengamatannya. David Hume mengatakan manusia mendapatkan pengatahuan melalui

pengamatannya yang memberikan 2 hal, yakni kesan dan pengertian atau ide. Kebanyakan

peternak jarang sekali mendapatkan keuntungan dari usahanya.

Keberpihakan harga jarang mengamini apa yang dibutuhkan oleh peternak. Harga daging

berusaha memuaskan ranah konsumen yang dimonopoli oleh kartel-kartel atau broker.

Pengacuan pada peternakan rakyat yang sering kali di tuding kurang efektif dalam menjalankan

usahanya menjadi salah satu problem yang sering di ungkapkan. Padahal perusahaan besar

maupun kecil pun kurang diminati investor terutama investor manca negara. Teracatat data BPS

menunjukkan dalam kurun waktu 2010-2015 secara berururtan 6, 7, 13, 17, 9 dan 6 jumlah

perusahaan yang mendapatkan investasi dari mancanegara setiap tahunnya. Selama ini opini

publik lebih dibangunkan oleh aspek harga daging yang terjangkau tanpa berfikir bahwa daging

sapi bertumpu kebanyakan pada sektor peternakan rakyat kecil saja. Daging terutama daging sapi

lebih banyak merupakan konsumsi kelas menengah ke atas sehingga ketika harga mengalami

pelonjokan maka ada kepentingan pembenaran argumentasi konsumen karena kaum menengah

ke atas jelas banyak memiliki otoritas. I Gusti Bagus Rai Utama dalam bukunya mengatakan

salah satu kesalahan berfikir adalah Argumentum ad Verecundiam yang artinya beragumentasi

dengan menggunakan otoritas, yang berhubungan terhadap pembenaran sebuah kepentingan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Matondang, R.H, dan S. Rusdiana. 2013. Langkahlangkah Strategis dalam Mencapai


Swasembada Daging Sapi/Kerbau 2014. J. Litbang Pert. 32 (3) : 131-139.

Sasongko, W.R, Henry, K.S, D, Kuntjoro, dan P. Atien. 2015. Pengaruh Perubahan Sapi Terhadap
Permintaan Input dan Penawaran Output Usaha Penggemukan Sapi. Bali
Informatika Pertanian, Vol. 24 No.2,: 223 232

http://www.jawapos.com/read/2017/02/27/112555/harga-daging-di-jawa-timur-masih-stabil-
tinggi

http://disnak.jatimprov.go.id/web/layananpublik/infoharga

Depdag. 2008. Rapat Pembahasan Harga Daging Sapi. Makalah. Departemen Perdagangan
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah Perusahaan Peternakan Ternak Besar dan Kecil Menurut
Status Permodalan. Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta 10710 Indonesia, Telp (62-21) 3841195,
3842508, 3810291, Faks (62-21) 3857046, Mailbox : bpshq@bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah Ternak yang Dipotong di Rumah Potong Hewan dan Di
Luar Rumah Potong Hewan yang Dilaporkan (Ekor), 2000 - 2015. Jl. Dr. Sutomo 6-8
Jakarta 10710 Indonesia, Telp (62-21) 3841195, 3842508, 3810291, Faks (62-21) 3857046,
Mailbox : bpshq@bps.go.id

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Jl. Taman Kencana No. 3 Bogor 16128, PT. Penerbit IPB
Press, ISBN 978-979-493-888-1

Utama, I. G. B. 2013. Filsafat Ilmu Dan Logika. Universitas Dhyana Putra Badung

Anda mungkin juga menyukai