Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu


komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk
mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi menjadi bagian integral dari
kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum
juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan
dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan
bisa mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya evaluasi, kita dapat
menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back ) dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum.
Hasil-hasil kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang
kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih
dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan. Selama ini model
kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum yang bersifat akademik.
Kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan kemampuan
peserta didik secara optimal. Hal ini terbukti dari rendahnya kualitas
pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, implementasi
kurikulum akademik tidak mampu memberikan nilai etika, moral, dan nilai-
nilai yang berlaku dalam kehidupan. Maka dengan adanya evaluasi
diharapkan dapat memperbaiki aspek-aspek tersebut sehingga model
kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka kami akan
mengkaji mengenai pengertian evaluasi kurikulum, peranan evaluasi
kurikulum dan model-model evaluasi kurikulum.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah tujuan dari evaluasi kurikulum ?
b. Bagaimanakah model-model evaluasi kurikulum ?

BAB II

1 Evaluasi Kurikulum
ISI

2.1. PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM

Evaluasi kurikulum merupakan suatu proses evaluasi terhadap kurikulum


secara keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang luas
(ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam bentuk
pembelajaran. Pada dasarnya kurikulum terdiri atas komponen dimana yang
satu dengan yang lainnya saling terkait. Bahwa setiap komponen yang saling
terkait tersebut hanya mempunyai satu tujuan yaitu tujuan pendidikan yang
juga menjadi tujuan kurikulum. Evaluasi kurikulum sendiri berisikan hakekat
evaluasi kurikulum, dimensi evaluasi kurikulum, prinsip-prinsip evaluasi
kurikulum, fungsi, dan prosedur evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau
dari berbagai kriteria, evaluasi kurikulum juga suatu kebijakan publik, dimana
dibanyak negara keberadaan evaluasi didasari oleh ketentuan bahwa
pengembangan kurikulum terbuka untuk dievaluasi. Agar kurikulum yang baik
dapat tercapai, harus diimplementasikan dengan baik, kreatif, dan inovatif.
Untuk dapat mengetahui tingkat tersebut harus melewati satu tahap yang
dinamakan evaluasi kurikulum.

2.2. TUJUAN EVALUASI KURIKULUM

Dalam kegiatan evaluasi kurikulum di dalam pembelajaran tentunya ada


beberapa tujuan yang hendak di capai. Tujuan dari evaluasi kurikulum
tersebut adalah:

1. Perbaikan Program
Mengapa evaluasi kurikulum bertujuan untuk perbaikan program ?Dalam
konteks tujuan ini, peranan evaluasi lebih kearah konstruktif.Konstruktif yang
dimaksud disini adalah kegiatan evaluasi kurikulum yang dilakukan mengarah

2 Evaluasi Kurikulum
kepada perbaikan program kurikulum yang sedang dikembangkan.
Informasi hasil evaluasi kurikulum itu sendiri yang dijadikan input bagi
perbaikan yang diperlukan di dalam program kurikulum. Kegiatan evaluasi
disini lebih mengarah kepada kebutuhan yang datang dari dalam sistem
kurikulum itu sendiri karena evaluasi ini dipandang sebagai salah satu faktor
yang memungkinkan tercapainya hasil pengembangan yang optimal dari
sistem kurikulum yang hedak diterapkan dan dikembangkan.

2. Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak


Selama dan terutama pada akhir fase pengembangan kurikulum, perlu
adanya kegiatan pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum
kepada berbagai pihak yang berkepentingan dan terkait dengan
pemberlakuan kurikulum tersebut. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup
pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut dan
pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
Pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua petugas-
petugas pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan
pengembangan kurikulum yang bersangkutan.Bagi pihak pengembang
kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan
dari dalam melainkan lebih merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun
demikian hal ini tidak bisa kita hindari karena persoalan ini mencakup
pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan
suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan pendidikan. Dalam
mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang
kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum
yang sedang dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan,jika ada, yang masih terdapat. Untuk
menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut di atas
itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

3 Evaluasi Kurikulum
3. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban
atas dua kemungkinan pertanyaan : Pertama, apakah kurikulum baru
tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada ?
Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana
pula kurikulum baru tersebut akan disebar luaskan ke dalam sistem yang ada
?
Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan,
pertanyaan pertama tepat untuk diajukan pada awal fase pengembangan.
Jika pertanyaan ini diajukan pada fase awal kegiatan evaluasi, maka kita
akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan biaya, tenaga
dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan
percuma; peserta didik yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut
selama fase pengembangan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah
dimana proses pengembangan itu berlangsung harus kembali menyesuaikan
diri lagi kepada cara lama; dan lambat laun akan timbul sikap skeptis di
kalangan orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan pendidikan
dalam bentuk apapun. Seperti yang terjadi pada pemberlakuan kurikulum
2013 yang merupakan evaluasi kurikulum 2006 yang diberlakukan pada fase
awal evaluasi
Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase
pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-
kurangnya tiga anak pertanyaan aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut
yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang
bagaimana yang sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa yang
perlu dipersiapkan terlebih dahulu di dalam sistem yang ada. Pertanyaan-
pertanyaan ini dirasakan lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima
ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun teknis. Untuk menghasilkan

4 Evaluasi Kurikulum
informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah
diperlukan kegiatan evaluasi.

2.3. MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM


Menurut Zainal Arifin (2009), terdapat sepuluh model evalusi kurikulum,
yaitu :

1. Model Tyler (Tyler Model)


Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran yaitu: Pertama, evaluasi ditujukan
pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada
tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan
sesudah melaksanakan kurikum (hasil). Dasar pemikiran ini menunjukkan
bahwa seorang evaluator kurikulum harus dapat menentukan perubahan
tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman
belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan
perubahan yang disebabkan oleh kegiatan kurikulum. Penggunaan model
Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat
sebelum dan sesudah terjadinya pelaksanaan kurikulum atau istilah lain tes
awal (pre-test)
dan tes akhir (post-test), karena hal itu model ini juga disebut model black
box. Ada
tiga langkah pokok yang harus dilakukan oleh pengembang kurikulum:
a. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi
b. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh
kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan
dengan tujuan
c. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk
mengukur tingkah laku peserta didik.

5 Evaluasi Kurikulum
2. Model yang Berorientasi pada Tujuan ( G o a l O r i e n t e d
Evaluation Model)

Model evaluasi ini menggunakan tujuan tujuan tersebut sebagai kriteria


menentukan keberhasilan. Model ini dianggap lebih praktis untuk mendesain
dan mengembangkan suatu kurikulum karena menentukan hasil yang
diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur.
Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan, kegiatan dan
menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam kurikulum.
Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi
konsekuensi yang tidak diharapkan.

3. Model Pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel)


Model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Dalam
pengembangan kurikulum, model ini telah diterapkan untuk mengungkap
perbedaan perbedaan individual maupun kelompok dalam hal
kemampuan, minat dan sikap. Objek evaluasi dalam model ini adaaah
tingkah laku peserta didik, yang mencakup hasil belajar (kognitif),
pembawaan, sikap, minat, bakat dan juga aspek-aspek kepribadian peserta
didik. Instrument yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper
and pencil test) dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan. Model
ini sangat memperhatikan difficulty index dan index of discrimination serta
penggunaan pendekatan penilaian acuan norma.

4. Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach)


Model ini memandang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat
kesesuaian antar tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai.
Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah
laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan. Teknik evaluasinya

6 Evaluasi Kurikulum
meliputi tes dan non-tes. Model ini memerlukan informasi perubahan tingkah
laku sebelum dan setelah pembelajaran sehingga dengan model ini guru
perlu melakukan
pre and post-tes.
Langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu :
a. Merumuskan tujuan tingkah laku
b. Menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan
tingkah laku yang akan dievaluasi
c. Menyusun alat evaluasi
d. Menggunakan hasil evaluasi.

5. Model Evaluasi Sitem Pendidikan (E d u c a t i o n a l S y s t e m


Evaluation Model )
Model ini menekankan sistem sabagai suatu keseluruhan dan merupakan
penggabungan dari beberapa model, seperti model countenance dari Stake;
model CIPP
(Context, Input, Process, Product) dan CDPP yaitu (context, design, process,
product) dari Stufflebeam; model Scriven yang meliputi instrumental
evaluation and consequential evaluation; model Provus yang meliputi design,
operation program, interim products, dan terminal products; model EPIC
(Evaluation innovative curriculum); model CEMREL (central Midwestern
regional educational laboratory)
dari Howard Rusell dan Louis Smith; dan model Atkinson. Model stake
menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok, yaitu description yang terdiri
dari dua aspek yaitu intens (goals) dan observation (effect)
dan judgement yang terdiri dari standart dan judgement, dimana setiap hal
tersebut terdiri atas tiga dimensi yaitu antecedent (context), transaction
(process), dan outcomes (output).

7 Evaluasi Kurikulum
Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Tujuannya adalah untuk
membantu pengembang kurikulum dalam membuat keputusan. Terdapat 4
jenis evalusi menurut model ini yaitu :
a. Context evaluation to serve planning decision, yaitu konteks
evaluasi untuk membantu administrator merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.
b. Input evaluation, structuring decision. Kegiatan evaluasi
bertujuan untuk membantu mengatur keputusan, mennetukan sumber-
sumber, alternative apa yang akan diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai kebutuhan, dan bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
c. Proses evaluation, to serve implementing decision. Kegiatan
evaluasi ini bertujuan untuk membantu melaksanakan keputusan.
d. Product evaluation, to serve recycling decision. Kegiatan
evaluasi ini bertujuan untuk membantu keputusan selanjutnya. Model
ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan sebagai masukan untuk
membuat keputusan dalam rangka penyempurnaan sistem kurikulum secara
keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah penilaian acuan
norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).

6. Model Alkin (Marvin Alkin, 1969)


Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan,
mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis
informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam
memilih beberapa alternatif.
Menurut Alkin, terdapat lima jenis evaluasi :
a. Sistem assesment, yaitu untuk memberikan informasi tentang
keadaan atau posisi dari suatu sistem.
b. Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program
tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program.

8 Evaluasi Kurikulum
c. Program i m p l e m e n t a t i o n , yaitu untuk menyiapkan informasi
apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu
yang tepat sebagaimana yang direncanakan.
d. Program improvment, yaitu memberikan informasi tentang
bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan.
improvment
e. Program certivicatio, yaitu memberikan informasi tentang nilai
atau manfaat suatu program.

7. Model Brinkerhoff
Robert O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu :

a. Fixed vs Emergent Evaluation Design


Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara
sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan.
Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan
yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini dikembangkan
berdssarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber
tertentu.
Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam desain tetap ini, anatara
lain menyusun pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan
instrument, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi
secara formal kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Teknik pengumpulan
data antara lain tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala penilaian.
Data yang dikumpulkan biasanya bersifat kuantitaif.

Dalam desain evaluasi emergent, tujuan evaluasi adalah untuk beradaptasi


dengan situasi yang sedang berlangsung dan berkembang, seperti

9 Evaluasi Kurikulum
menampung pendapat audiensi, masalah-masalah dan kegiatan program.
Teknik pengumpulan data dapat menggunakan observasi, studi kasus, dan
laporan tim pendukung. Seorang evaluator dapat mengabaikan penggunaan
teknik pengukuran karena informasi yang dibutuhkan lebih bersifat kualitatif-
naturalistik.

b. Formative vs Summative Evaluation ( Michael Scriven, 1967)

Untuk dapat memahami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungsinya.
Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum, sedangkan
evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum secara
menyeluruh.

c. Desain eksperimental dan desain quasi eksperimental vs


naturalinquiri
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random
sampling, memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah
untuk menilai manfaat hasil percobaan dari suatu kurikulum. Dalam
praktiknya, desain evaluasi ini agak sulit dilakukan karena pada umumnya
proses kurikulum sudah atau sedang terjadi. Dalam desain evaluasi natural-
inquiri, evaluator banyak menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan
dana wawancara dengan orang-orang yang terlibat.

8. Model Illuminatif (Malcom Parlett dan Hamilton)


Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka (open-ended).

10 Evaluasi Kurikulum
Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, yaitu lingkungan
sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, di mana guru dan
peserta didik dapat berinteraksi.
Tujuan evaluasi ini untuk menganalisis pelaksanaan sistem, faktor-faktor
yang memengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh
sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik.
Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan
sistem, proses pelaksanaan sistem, hasil belajar peserta didik, kesukaran-
kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan,
termasuk efek samping dari sistem itu sendiri. Berdasarkan tujuan dan
pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga fase yang harus
ditempuh, yaitu observe, inquiry further dan seek to explain.

9. Model Responsif (Renponsive Model)

Model ini menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Langkah-


langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara,
mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal peserta didik dan
mengembangkan desain atu model. Kelebihan model ini adalah peka
terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi
pendapat yang ambisius serta tidak fokus, sedangkan kekurangannya yaitu
pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan
informasi, tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai
kelompok, membutuhkan waktu dan tenaga.

10. Model Studi Kasus


Karakteristik model ini yaitu :
a. Terfokus pada kegiatan kurikulum disekolah, dikelas, atau
bahkan hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru

11 Evaluasi Kurikulum
b. Tidak mempersoalkan pemilihan sampel
c. Hasil evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi itu dilakukan
d. Tidak ada generalisasi hasil evaluasi
e. Data yang dikumpulkan terutama data kualitatif
f. Adanya realitas yang tidak sepihak

BAB III

12 Evaluasi Kurikulum
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Evaluasi kurikulum merupakan suatu proses evaluasi terhadap


kurikulum secara keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup
yang luas (ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam
bentuk pembelajaran. Kegiatan evaluasi kurikulum tersebut memiliki tujuan-
tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut adalah untuk
perbaikan program, pertanggungjawaban kepada berbagai pihak dan untuk
penentuan tindak lanjut hasil pengembangan. Dalam melakukan evaluasi
kurikulum tentunya digunakan berbagai model evaluasi kurikulum. Model-
model evaluasi kurikulum tersebut meleiputi : model tyler, model yang
berorientasi pada tujuan, model pengukuran, model kesesuaian, model
evaluasi sistem pendidikan, model alkin, model brinkerhoff, model illuminatif
dan model responsif.

Daftar Pustaka

13 Evaluasi Kurikulum
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta

Rusyani, Endang. 2006. Evaluasi Kurikulum. Online: www.file.upi.edu.


Diakses pada hari Minggu tanggal 18 Oktober 2015 pukul 21.11 WIB

Sanjaya, Wina. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: KENCANA

14 Evaluasi Kurikulum

Anda mungkin juga menyukai