Anda di halaman 1dari 17

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI

INDONESIA 1

THE IMPACT OF FISCAL DECENTRALIZATION ON CORRUPTION


IN INDONESIA
Bambang Saputra

STIE Madani Balikpapan


Jl. Kapt. P. Tendean No. 60 Balikpapan
Email: poetracc@yahoo.co.id

Abstract

This research is intended to examine the influence of fiscal


decentralization on corruption case in Indonesia. Research population
are regencies/municipalities throughout the province in Indonesia,
employing secondary data from Dirjen Perimbangan Keuangan
Pemerintah Daerah and Transparency International Indonesia (TI-
Indonesia) within the period of 2004, 2006, 2008, and 2010. Data
analysis is conducted by using path analysis with AMOS program
software. The results of this study indicate that, fiscal decentralization
has a negative and significant effect on Corruption Perception Index
(CPI). The higher the fiscal decentralization, the more higher the
corruption is in Indonesia.

Keywords: fiscal decentralization, corruption

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal


terhadap korupsi di Indonesia. Populasi penelitian adalah
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dengan menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan Keuangan
Pemerintah Daerah Transparency International Indonesia (TI-
Indonesia) tahun 2004, 2006, 2008, dan 2010. Analisis data dilakukan
menggunakan analisis jalur dengan program AMOS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Di Indonesia, semakin
tinggi tingkat desentralisasi fiskal maka semakin tinggi tingkat korupsi.

Kata kunci: desentralisasi fiskal, korupsi

1
Naskah diterima: 5 September 2012, revisi pertama diterima 20 September 2012

293 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

PENDAHULUAN fiskal pemerintah daerah akan


Desentralisasi merupakan berperilaku berbeda ketika pemerintah
sebuah strategi bagaimana membuat pusat menyerahkan kewenangan
demokrasi bekerja dalam suatu negara kepada pemerintah daerah, yaitu
(making democracy work). Apabila semakin berusaha meningkatkan
demokrasi dimaknai sebagai kerangka kesejahteraan masyarakat daerah.
kerja bagi design demokrasi modern, Namun, pada ranah implementasi,
maka harus tercipta penyebaran pelaksanaan otonomi daerah justru
kekuasaan di mana kedaulatan rakyat jauh panggang dari api.
(people sovereignty) memiliki peran Banyaknya kasus korupsi yang
yang sangat besar dalam mewujudkan justru dilakukan aparatur negara, dari
dan mengelola pemerintahan modern. gubernur, bupati, walikota, anggota
Dalam konteks seperti ini, proses DPRD, hingga pejabat dinas telah
pembagian dan pendelegasian mencoreng dan mencederai makna
kekuasaan dalam suatu negara desentralisasi di tengah ekspektasi
seharusnya diletakkan dalam kerangka masyarakat bahwa otonomi daerah
mengembalikan kedaulatan rakyat diharapkan mampu melahirkan
dengan suatu kompensasi publik pelayan publik (public services) yang
(public compensation) untuk menata baik terhadap masyarakat (Maulani,
dan mengelola pemerintahan yang baik 2010). Adanya desentralisasi fiskal
mulai dari tingkat atas (pusat) sampai justru membuat kecenderungan tingkat
dengan tingkat bawah (daerah). korupsi di daerah meningkat dengan
Pengelolaan pemerintahan yang baik tajam (Rinaldi, et. al., 2007). Oleh
semata-mata bertujuan untuk sebab itu tidak salah muncul pendapat
menghargai kedaulatan rakyat dengan bahwa efek desentralisasi fiskal yang
kompensasi jaminan atas kemakmuran, paling kelihatan justru korupsi, bukan
kesejahteraan, dan hak-hak pelayanan publik (Hidayat, 2011).
fundamental masyarakat. Berbagai survei yang dilakukan
Dalam konsep tersebut, oleh sejumlah lembaga internasional
sejatinya desentralisasi lahir sebagai selalu menempatkan Indonesia dalam
upaya untuk membongkar sentralisme urutan tertinggi dari negara yang paling
kekuasaan (centralism of power) korup di dunia. Seperti pada tahun 2010
terutama dalam hal tata relasi pusat dan dimana Lembaga survey Transparency
daerah. Artinya, desentralisasi dan International menetapkan indeks
demokratisasi menghendaki adanya persepsi korupsi Indonesia sama
pemencaran kekuasaan, karena dengan tahun tahun 2009 yaitu 2,8.
kekuasaan yang terlalu besar, Indonesia menempati posisi ke-110
sebagaimana ditengarai Lord Acton, dari dari 178 negara. Hasil survey
akan disalahgunakan dan cenderung tersebut dari tahun ke tahun tidak jauh
korup (power tends to corrupt, absolute berbeda.
power corrupt absolutely). Dalam new Isu desentralisasi dan korupsi itu
perspective theories (second- sendiri memang telah menarik
generation theories) desentralisasi perhatian banyak pakar dan cenderung
fiskal (dalam, Khusaini, 2006: 92), ambigu. Di satu sisi, ada yang menaruh
dengan implementasi desentralisasi keyakinan bahwa desentralisasi bisa

2102 | 3 .oN | 8 emuloV | rotartsinimdA oenroB lanruJ 492


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

berdampak positif dalam KERANGKA TEORITIS DAN


meminimalisasi praktek korupsi PENGEMBANGAN HIPOTESIS
sebagaimana penelitian Gatti (2002),
Desentralisai Fiskal
Gurgur dan Shah (2005), dan
Dalam kaitannya dengan derajat
Tumennasan (2005). Sedangkan
pengambilan keputusan yang
penelitian Treisman (2000) dan Wu
dilakukan daerah, setidaknya ada tiga
(2005) menemukan bahwa negara-
variasi definisi desentralisasi fiskal
negara federal memiliki hubungan
(Bird, 1986b). Pertama, desentralisasi
dengan korupsi yang tinggi.
berarti pelepasan tanggung jawab yang
Di Indonesia penelitian
berada dalam lingkungan pemerintah
mengenai hubungan desentralisasi dan
pusat ke instansi vertikal di daerah atau
korupsi dijelaskan oleh Rinaldi, et. al.
ke pemerintah daerah (dekonsentrasi).
(2007) yang menyatakan bahwa seiring
Kedua, delegasi berhubungan dengan
dengan dimulainya kebijakan
suatu situasi, yaitu daerah bertindak
desentralisasi adanya peningkatan
sebagai perwakilan pemerintah untuk
jumlah pengungkapan kasus korupsi di
melaksanakan fungsi-fungsi tertentu
daerah. Namun penelitian tersebut
atas nama pemerintah. Ketiga, devolusi
belum berhasil menemukan jawaban
(pelimpahan) berhubungan dengan
apakah terdapat hubungan
suatu situasi yang bukan saja
desentralisasi (fiskal) dengan tingkat
implementasi tetapi juga kewenangan
korupsi. Hal ini penting untuk
untuk memutuskan apa yang perlu
menjawab anggapan bahwa adanya
dikerjakan, berada di daerah.
kebijakan desentralisasi fiskal telah
Seberapa jauh desentralisasi
menyebabkan maraknya kasus-kasus
dapat dilihat dengan jelas, sebagian
korupsi di Indonesia.
tergantung apakah yang sudah
Selanjutnya Simanjuntak (2010)
dilakukan lebih bersifat dekonsentrasi,
menyatakan perdebatan tentang
delegasi, atau devolusi. Hal ini juga
pelaksanaan desentralisasi (otonomi
tergantung apakah seseorang
daerah) di Indonesia masih terfokus
mengamatinya dari atas ke bawah (top
pada isu-isu kejelasan dalam
down) atau dari bawah ke atas (bottom
pembagian fungsi/kewenangan,
up ) (Bird, 1980). Pendekatan
keadilan distribusi sumber keuangan,
desentralisasi fiskal dari bawah ke atas
pemilihan kepala daerah, dan
(bottom up) umumnya menekankan
pemekaran daerah. Sebagian besar
nilai politis, misalnya perbaikan dalam
tulisan cenderung membahas
kaitannya dengan kemauan menerima
administrasi, ekonomi dan politik.
saran dan partisipasi politik lokal dan
Relatif sangat sedikit perhatian
efisiensi alokasi dalam arti perbaikan
dicurahkan pada kaitan desentralisasi
kesejahteraan. Sedangkan pendekatan
terhadap korupsi. Dengan demikian
fiskal dari atas ke bawah (top down)
sangat relevan untuk mengkaji dampak
menekankan bahwa kriteria utama
desentralisasi fiskal terhadap korupsi di
untuk mengevaluasi desentralisasi
Indonesia.
fiskal adalah seberapa baik hal ini dapat
membantu tercapainya tujuan-tujuan
kebijakan nasional (Bird, 2000: 5).

295 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Berdasarkan kedua sejarah transfer dari pusat ke daerah di


pendekatan tersebut, permasalahan Indonesia menunjukkan bahwa peran
utama dalam membuat evaluasi pemerintah pusat sangatlah dominan
desentralisasi fiskal adalah dengan dalam menetapkan jenis-jenis bantuan
menentukan apakah desentralisasi yang bermanfaat bagi daerah.
fiskal mendukung tercapainya tujuan Desentralisasi fiskal terutama
pusat (meningkatkan kesejahteraan dalam pendekatan perspektif top down
nasional secara keseluruhan) atau bahkan juga bottom up, berbentuk
membebaskan daerah dari sebagian transfer pusat ke daerah. Transfer dana
besar arahan pemerintah dari pusat ke daerah merupakan sumber
(meningkatkan kesejahteraan di penerimaan yang amat dominan bagi
daerah-daerah). Pilihan perspektif pemerintah daerah di banyak negara
pendekatan ini amatlah penting dalam berkembang, tidak terkecuali
usaha mendekati isu-isu desentralisasi Indonesia. Sumber ini membiayai
fiskal. sekitar 85% dari pengeluaran
Perspektif bottom up pemerintah daerah di Afrika Selatan,
(endogenous) mungkin lebih tepat antara 67 sampai 95% pengeluaran
untuk negara-negara seperti India, negara-negara bagian di Nigeria, 70
Afrika Selatan, atau Bosnia- sampai 90% pengeluaran negara-
Herzegovina (dalam Bird dan negara bagian yang miskin di Mexico,
Vaillancourt, 2000: 6), sebab 72% pengeluaran provinsi dan 86%
heterogenitas daerah dan daerah pengeluaran kabupaten/kota pada
memiliki potensi untuk mandiri. dekade 1990-an di Indenesia (Sidik et.
Sedangkan perspektif top down al., 2002: 23).
(exogenous) tampak lebih tepat pada Terkait dengan hal tersebut, Bird
negara-negara berkembang secara d a n Va i l l a n c o u r t ( 2 0 0 0 ) j u g a
umum (Bird, 1993), misalnya di Cina, menjelaskan terdapat dua model
(dalam Bird dan Vaillancourt, 2000: 6) hubungan fiskal antara pemerintah
menyatakan bahwa reformasi yang berlaku saat ini, yaitu:
perpajakan dan perimbangan keuangan federalisme fiskal (fiscal federalism)
pusat-daerah, akhir-akhir ini bertujuan dan keuangan federal (federal finance).
untuk menegaskan kembali kontrol Konsep federalisme fiskal maksudnya
makroekonomi dan untuk menjamin adalah Pemerintahan Daerah Tingkat
sumber-sumber yang cukup bagi pusat (Dati) II (kabupaten/kota) merupakan
untuk mencapai tujuan-tujuan, untuk kepanjangan tangan dari pusat atau, di
pembangunan infrastruktur penting beberapa negara yang berbentuk
antar daerah. Indonesia berdasarkan federal, pemerintahan negara bagian
kajian Shah (dalam Bird dan (state) bukan merupakan pelaku
Va i l l a n c o u r t , 2 0 0 0 : 1 5 9 - 2 0 9 ) otonom. Implikasi dari hubungan fiskal
menggolongkan desentralisasi fiskal model federalisme fiskal ini adalah
yang bejalan berdasarkan pendekatan berbagai bentuk transfer dari
perspektif top down, yang bertujuan pemerintah pusat kepada pemerintah
meningkatkan kesejahteraan nasional. daerah (Dati I dan Dati II) dalam rangka
Hal ini juga diperkuat oleh Sidik et. al. untuk menggalakkan otonomi regional
(2002: 20) yang menyatakan bahwa dan untuk memperbaiki infrastruktur

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 296


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

lokal, biasanya akan dibelanjakan oleh negara bagian/propinsi (state) dengan


pemerintah daerah sesuai dengan pemerintah lokal (kabupaten/kota).
pedoman dan sektor-sektor yang telah Dimana masing-masing pemerintahan
ditetapkan oleh pemerintah pusat. memiliki kewenangan (otonomi) yang
Berbeda dengan model federalisme jelas terhadap wilayah, fungsi, serta
fiskal, dalam keuangan federal model pembiayaan sesuai dengan konstitusi
hubungan fiskal yang terjadi adalah federal. Beberapa negara, baik negara
hubungan fiskal antara pemerintah maju maupun negara berkembang yang
federal (pusat) dengan pemerintah menggunakan kedua model hubungan
negara bagian/propinsi (state) dan fiskal ini (termasuk) Indonesia, dapat
hubungan fiskal antara pemerintah dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kelompok Negara dan Model Hubungan Fiskal


Kelompok Negara Federalisme Fiskal Keuangan Federal
Negara Maju Prancis, Jepang Amerika Serikat, Kanada
Negara Berkembang Indonesia, Kolumbia, India, Brasil, Argentina,
Maroko, Tunisia Pakistan, Afrika Selatan
Negara Transisi Cina, Vietnam Rusia, Bosnia Herzegovina
Sumber: Bird dan Vaillancourt (2000)

Korupsi di Indonesia di Indonesia tetap dianggap sebagai


Korupsi merupakan salah satu endemic, systemic dan widespread
masalah terbesar yang dihadapi oleh (Lubis, 2005). Hal serupa ditegaskan
bangsa Indonesia sampai saat ini. dari hasil penelitian Kemitraan tahun
Berbagai survei yang dilakukan oleh 2010, yaitu sebanyak 70% dari dari
sejumlah lembaga internasional selalu 2.300 responden membenarkan adanya
menempatkan Indonesia dalam urutan korupsi yang mengakar dan
tertinggi dari negara yang paling korup membudaya (Kompas, 10/3/2011).
di dunia. 2 Hasil ini tidak jauh berbeda Lembaga survey Transparency
setiap tahunnya, sehingga banyak International menetapkan indeks
pihak yang berpendapat bahwa korupsi persepsi korupsi Indonesia, tahun 2010
2
Lihat hasil pula Survey Transparency International Tahun 2008 dimana Indonesia berada di urutan 126 dari 180
Negara yang di survey dengan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebesar 2,6. Skor ini hanya naik 0,3 poin dari skor
sebelumnya (2007) sebesar 2,3. Pada tahun 2006 skor IPK Indonesia sebesar 2,4 sementara tahun 2005 sebesar 2,2.
Angka-angka ini lebih kecil dibandingkan dengan Negara-Negara ASEAN lainnya. Untuk Tahun 2008 saja, hanya
Filipina, Laos, Kamboja dan Myanmar saja yang skornya berada di bawah Indonesia yakni masing-masing sebesar
2,3; 2,0; 1,8 dan 1,3, sementara Negara lainnya memiliki skor jauh di atas Indonesia. Bandingkan dengan skor IPK
dari Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing-masing memiliki skor IPK sebesar 9,2; 5,1; dan 3,5.
Survey lainnya yang dapat menunjukkan peringkat korupsi di Indonesia dilakukan oleh PERC (Political &
Economic Risk Consultancy) Ltd melalui the annual graft ranking serta World Economic Forum melalui Growth
Competitiveness Index (GCI). Dalam survey PERC tahun 2006 Indonesia mendapatkan skor 8,6 yang menurun
apabila dilihat dari skor tahun 2005 (9,10) serta skor tahun 2004 (9,25). Namun demikian angka ini tetap di atas
Negara-Negara ASEAN lainnya, dimana untuk tahun 2006 Singapura mendapatkan Skor 1,30; Malaysia 6,13;
Thailand 7,64; Philipina 7,80; dan Vietnam 7,91. Sementara itu, dalam GCI Index tahun 2008, Indonesia
mendapatkan skor 4,25 dan memiliki peringkat 55. Peringkat ini mengalami penurunan apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (2007) meskipun skor-nya mengalami kenaikan dimana Indonesia menempati peringkat
54 dengan skor 4,24. Angka ini juga tetap berada jauh lebih kecil dari Singapura, Malaysia dan Thailand yang
memiliki skor di tahun 2008 masing- masing sebesar 5,53; 5,04 dan 4,60. Dari data-data di atas dapat menunjukkan
kepada kita bahwa Indonesia termasuk Negara yang paling korup di Dunia (Waluyo, 2006, 5-10).

297 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

sama dengan tahun tahun 2009 yaitu Data Komisi Pemberantasan


2,8 kemudian mengalami perbaikan di Korupsi (KPK) menunjukkan, dari
tahun 2011 menjadi 3,0. Indonesia di tahun 2004 hingga 2008 ada 211 kasus
tahun 2011 menempati posisi ke-110 korupsi yang diselidiki, 107 perkara
dari dari 178 negara. Indeks ini jauh penyidikan, 75 perkara penuntutan, 59
dibawah negara seperti Singapura perkara telah berkekuatan hukum tetap,
dengan 9,3, Brunei di peringkat ke-38 dan 53 perkara telah dieksekusi.
dengan indeks 5,5, Malaysia di Ratusan kasus korupsi tersebut
peringkat ke-56 dengan indeks 4,4, dan dikelompokan menjadi 8 kelompok
Thailand di peringkat ke-78 dengan Tindak Pidana Korupsi (TPK), yaitu
indeks ke-78. (Kompas, 22/08/2008) :
Korupsi telah menyebabkan 1. TPK dalam pengadaan barang/jasa
kerugian keuangan negara. Badan yang dibiayai APBN/D;
Pengawasan Keuangan dan 2. TPK dalam penyalahgunaan
Pembangunan (BPKP) mencatat telah anggaran;
mengaudit investigasi terhadap 487 3. TPK dalam perizinan sumber daya
kasus dugaan tindak pidana korupsi alam yang tidak sesuai ketentuan;
pada periode 2008-2010. Jumlah 4. TPK penggelapan dalam jabatan;
kerugian negara atau daerah mencapai 5. TPK pemerasan dalam jabatan;
Rp 939,04 miliar dan 11,66 juta dollar 6. TPK penerimaan suap;
AS. Dari seluruh kasus tersebut 95 7. TPK gratifikasi; dan
diantaranya atau 19,51 persen dari total 8. TPK penerimaan uang dan barang
sudah diputus di pengadilan (Kompas, yang berhubungan dengan jabatan.
27/01/2011).
Tabel 2. Penanganan Kasus Korupsi
Tahap 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total
Penyelidikan 23 29 36 70 70 67 54 78 427
Penyidikan 2 19 27 24 47 37 40 66 262
Penuntutan 2 17 23 19 35 32 32 45 205
Inkracht* 0 5 17 23 23 37 34 34 173
Eksekusi 0 4 12 23 23 39 38 33 172
*Berkekuatan hukum tetap
Keterangan:
Terdakwa divonis bebas sepanjang 2011
Pengadilan Tipikor Surabaya membebaskan 22 terdakwa
Pengadilan Tipikor Samarinda membebaskan 4 terdakwa
Pengadilan Tipikor Bandung membebaskan 4 terdakwa
Pengadilan Tipikor Semarang membebaskan 1 terdakwa
Sumber: Litbang Kompas, 2012

Berbagai kalangan beranggapan No. 33/2004 yang merupakan revisi


bahwa maraknya kasus-kasus korupsi terhadap UU No. 22 dan 25 Tahun 1999
diatas disebabkan kebijakan yang mengatur otonomi daerah dan
desentralisasi. Kebijakan desentralisasi desentralisasi fiskal. Kedua Undang-
berdasarkan UU No. 32/2004 dan UU Undang di bidang otonomi daerah

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 298


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

tersebut berdampak terjadinya desentralisasi (konstitusi, politik, dan


pelimpahan kewenangan yang semakin fiscal) dengan tinggi atau rendahnya
luas kepada pemerintah daerah dan korupsi pada 174 negara.Hasilnya
diharapkan meningkatkan efektifitas menunjukkan bahwa desentralisasi
dan efisiensi penyelengaraan fungsi fiskal berhubungan dengan korupsi
pemerintah daerah. yang lebih rendah. Namun,
desentralisasi konstitusi (federalisme)
Hubungan Desentralisasi Fiskal dan berhubungan dengan korupsi yang
Korupsi lebih tinggi. Sementara desentralisasi
Berbagai temuan dan hasil studi politik berhubungan dengan
dari berbagai Negara menyediakan memperburuk sentralisasi
jawaban yang tidak selalu konsisten konstitusional pada korupsi.
dan cenderung bersifat ambigu dalam Di Indonesia penelitian Rinaldi,
menjawab apakah dengan et. al.(2007) mengindikasikan bahwa
diterapkannya desentralisasi telah desentralisasi membawa implikasi
mempertinggi atau justru mengurangi pada terjadinya pergeseran relasi
korupsi. Fisman dan Gatti (2002) kekuasaan pusatdaerah dan antar
menemukan bahwa desentralisasi lembaga di daerah. Berbagai perubahan
fiskal dalam pengeluaran pemerintah membuka peluang maraknya 'money
secara signifikan sangat terkait dengan politics' oleh kepala daerah untuk
korupsi yang lebih rendah (hubungan memperoleh dan mempertahankan
negatif) di seluruh sampel dari 55 dukungan dari legislatif, pemanfaatan
negara.Gurgur dan Shah (2005) berbagai sumber pembiayaan oleh
menemukan desentralisasi memiliki anggota legislatif sebagai setoran bagi
dampak negatif pada korupsi, dimana partai politik serta yang paling umum,
desentralisasi diukur sebagai rasio adalah keinginan untuk memperkaya
kerja di non-pusat administrasi diri sendiri. Peluang korupsi
pemerintahan dengan pekerjaan umum semakin terbuka dengan adanya
pemerintah sipil, dan korupsi diukur perbedaan/inkonsistensi peraturan
dengan indeks persepsi korupsi dari yang dikeluarkan oleh pemerintah
Transparency International. Senada pusat dan daerah, 'kerjasama' antara
dengan penelitian Gurgur dan Shah, legislatif dan eksekutif serta minimnya
penelitian Tumennasan (2005), porsi partisipasi dan pengawasan
menemukan bahwa desentralisasi publik.Hasil penelitian Rinaldi, et.
fiskal berpotensi membantu al. iniditegaskan kembali oleh
mengendalikan korupsi publik dan Simanjuntak (2010) yang menyatakan
menciptakan kondisi yang perdebatan tentang pelaksanaan
menguntungkan bagi sektor desentralisasi (otonomi daerah) di
swasta.Hasil yang berbeda oleh Indonesia masih terfokus pada isu-isu
Treisman (2000) dan Wu (2005) yang kejelasan dalam pembagian
menemukan bahwa negara-negara fungsi/kewenangan, keadilan
federal yang lebih tinggi korupsi. distribusi sumber keuangan, pemilihan
Hasil yang tidak konsisten kepala daerah, dan pemekaran daerah.
ditemukan oleh Freille, et. al. (2008) Relatif sangat sedikit perhatian
tentang hubungan berbagai dimensi dicurahkan pada kaitan desentralisasi

299 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

terhadap korupsi. mencapai 8 orang, Walikota/Bupati


Data ICW selama periodi mencapai 22 orang, serta Eselon I, II,
Januari-Juni 2010 terdapat 176 kasus dan III mencapai 84 orang. Sedangkan
korupsi di pemerintah pusat dan daerah jumlah perkara TPK berdasarkan
dengan 411 orang tersangka (Kompas, wilayah mencapai 196 dan jumlah TPK
10/03/2011). ICW juga melaporkan berdasarkkan instansi tercatat
bahwa pada 2010, kasus korupsi Pemerintah Provinsi mencapai 22 dan
keuangan daerah menempati urutan Pemkab/Pemkot mencapai 43.
pertama dari tren korupsi di Indonesia, Kemudian menurut data KPK juga
dengan aktor utamanya para kepala tercatat Laporan Gratifikasi Per
daerah dan mantan kepala daerah. Provinsi mencapai 394 laporan dan
Sementara tahun sebelumnya, 2009, Laporan Gratifikasi Per Instansi di
tren korupsi didominasi oleh anggota daerah, untuk DPRD sebanyak 82
DPRD.Data Kementerian Dalam laporan; Pemprov sebanyak laporan;
Negeri menyebutkan ada 155 Bupati Pemkab 23 sebanyak laporan; dan
atau Walikota yang diperiksa atau Pemkot sebanyak 8 laporan. (Laporan
masuk penjara karena terkait kasus Tahunan KPK, 2010)
korupsi. Ada 17 gubernur atau mantan Bagi para pelaku korupsi di
gubernur yang juga masuk penjara atau daerah, selain APBD, anggaran yang
menjadi tersangka karena kasus sering menjadi target korupsi adalah
korupsi. Bahkan disebutkan setiap anggaran pemekaran daerah, anggaran
minggu ada saja seorang kepala daerah pemilihan daerah, anggaran
yang ditetapkan sebagai tersangka penanggulangan bencana, dan
(Kompas, 17/01/2011). anggaran kunjungan kerja. Hal ini
Hubungan desentralisasi fiskal sesuai dengan data Kompas tentang
dan korupsi di Indonesia juga dapat data kasus-kasus korupsi di daerah,
dijelaskan oleh meningkatnya kasus- yang menunjukan terdapat 11 kasus
kasus yang ditemukan oleh KPK. APBD pada tahun 2010 yang
Menurut Laporan Tahunan KPK merupakan jumlah terbanyak dalam
(2010), dari tahun 2004-2010 jumlah kasus korupsi di daerah. Berikut data
perkara TPK berdasarkan pelaku Kompas tentang data kasus-kasus
perkara untuk anggota DPR dan DPRD korupsi di daerah (Tabel 3).
mencapai 43 orang, Gubernur

Tabel 3. Data Kasus-Kasus Korupsi Di Daerah


Tahun Jenis Korupsi Jumlah Kasus
2010 APBD 11
Adipura 1
Bantuan Sosial/Proyek pengentasan 10
kemiskinan
Pengadaan buku 2
Surat izin usaha 1
Pengadaan barang dan jasa 2

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 300


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Pengadaan/pembebasan lahan 5
Proyek energi kelistrikan 2
Pembangunan infrastruktur 2
Penyuapan 7
Perpajakan 1
Pelaku korupsi
Kepala/mantan kepala daerah 9
Pimpinan/mantan pimpinan DPRD 4
Anggota/mantan anggota DPRD 6
Pejabat/mantan pejabat daerah (kepala 14
dinas)
Pimpinan BUMND (direktur) 4
Pimpinan Universitas 1
Pimpinan pengadilan 1
LSM 3
Lainnya 4
Sumber : Litbang Kompas (18/01/2011)

Data ICW dan KPK tersebut memungkinkan untuk diminimalisir


menguatkan fraud triangle theory melalui penerapan proses, prosedur,
Cressey (1953) yang menjelaskan dan control dan upaya deteksi dini
menjelaskan bahwa fraud (korupsi) terhadap fraud. Opportunity, menurut
terjadi karena faktor-faktor: pressure penelitian yang dilakukan oleh The
(tekanan), oppurtunity (kesempatan), Institute of Internal Auditor (IIA)
dan rationalization (rasionalitas). Research Foundation tahun 1984
Dengan menggunakan fraud triangle dengan urutan paling sering terjadi
theory dapat dikatakan bahwa adalah:
munculnya kasus-kasus korupsi APBD a. Terlalu mempercayai bawahan;
cenderung disebabkan oleh faktor b. Kelemahan prosedur otorisasi dan
opportunity, dimana desentralisasi persetujuan manajemen;
fiskal memberikan peluang c. Kurangnya penjelasan dalam
(opportunity) dengan memberikan informasi keuangan pribadi
pelimpahan kewenangan (kekuasaan) (kecurangan perbankan);
yang semakin luas kepada pemerintah d. Tidak ada pemisahan antara
daerah. Opportunity adalah peluang pemberian wewenang transaksi dan
yang memungkinkan fraud terjadi. penjagaan aset;
Biasanya disebabkan karena internal e. Tidak ada pengecekan independen
control suatu organisasi yang lemah, terhadap kinerja;
kurangnya pengawasan, dan/atau f. Kurangnya perhatian terhadap
penyalahgunaan wewenang. Di antara uraian secara rinci (detail);
3 elemen fraud triangle, opportunity g. Tidak ada pemisahan antara
merupakan elemen yang paling pemegang aset dan fungsi

301 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

pencatatan; Populasi, Sampel, dan Data


h. Tidak ada pemisahan tugas Penelitian
akuntansi; Populasi pada penelitian ini
I. K urang jelas nya pemberian adalah seluruh kabupaten/kota di
wewenang; Indonesia. 4 Sampel dipilih dengan
j. D e p a r t e m e n / b a g i a n j a r a n g metode purposive sampling dengan
diperiksa; kriteria adalah kabupaten/kota adalah
k. Pernyataan tidak ada benturan yang masuk dalam perhitungan survei
kepentingan tidak disyaratkan; Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
l. Dokumen dan pencatatan kurang Indonesia yang dilaksanakan oleh
memadai. Transparency International Indonesia
Berdasarkan penelitian (TI-Indonesia).
terdahulu di atas diantaranya Treisman Penelitian ini menggunakan data
(2000) dan Wu (2005), dan Rinaldi, et. sekunder bentuk pooled data dengan
al. (2007), fraud triangle theory periode pengamatan sampel yaitu
Cressey (1953) yang didukung dengan tahun 2004, 2006, 2008 dan tahun 2010
data dari ICW dan Laporan Tahunan yang berupa:
KPK, maka hipotesis yang diajukan a. Data IPK kabupatan/kota dari TI-
dalam penelitian ini sebagai berikut: Indonesia melalui situs www.ti.or.id
H1: DF berdampak negatif terhadap b. Data Anggaran Pendapatan Dan
IPK atau semakin tinggi DF maka Pengeluaran (APBD)
semakin tinggi korupsi. 3 kabupatan/kota dari Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan
Departemen Keuangan Republik
METODE Indonesia melalui situs
Jenis Penelitian
www.djpk.depkeu.go.id. Data
Jenis penelitian ini merupakan
APBD kabupatan/kota untuk
penelitian empiris dengan hypotheses
menentukan nilai variabel
testing, yang bertujuan menguji model
desentralisasi fiskal, Dana Alokasi
hipotetik. Hipotesis penelitian ini
Umum (DAU), dan Pendapatan Asli
dikembangkan berdasarkan teori-teori
Daerah (PAD) kabupatan/kota.
yang selanjutnya diuji berdasarkan data
yang dikumpulkan.

3
IPK disusun dengan indeks 0 10 (0 berarti sangat korup, sedangkan 10 berarti sangat bersih), dengan hipotesis DF
berdampak negatif terhadap korupsi berarti semakin tinggi DF maka semakin rendah IPK atau dapat juga dikatakan
bahwa semakin tinggi DF maka semakin tinggi korupsi.
4
Pada tahun 2011 terdapat 497 kabupaten/kota di Indonesia.

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 302


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Tabel 4. Perolehan Sampel Penelitian


Keterangan Tahun
2004 2006 2008 2010
Kabupaten/kota yang disurvey TI-
Indonesia 21 32 50 50
Tidak memenuhi kriteria :
Bukan kabupaten/kota 1 1 1 1
Data tidak lengkap 1 3 1
Sampel yang digunakan 19 28 49 48
Total sampel penelitian 144
Sumber : Data sekunder yang diolah 2012

Definisi dan Pengukuran Variabel Dana Alokasi Umum (DAU)


Penelitian adalah dana yang bersumber dari
Dalam studi ini, desentralisasi APBN yang dialokasikan dengan
fiskal (DF) diproksi dengan rasio tujuan pemerataan kemampuan
antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) keuangan antar daerah untuk mendanai
ditambah bagi hasil pajak dan bukan kebutuhan daerah dalam rangka
pajak dengan realisasi pengeluaran pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor
total pemerintah daerah dalam satuan 33 Tahun 2004).Sedangkan PAD
persen. Penggunaan variabel merupakan sumber keuangan daerah
desentralisasi fiskal ini mengacu pada yang berasal dari sumber ekonomi asli
Zang dan Zou (1998), Mahi (2000), daerah, yang dapat dijadikan sebagai
Halim (2004: 27-28), dan Mursinto barometer bagi potensi perekonomian
(2004:170) dalam Sasana (2009). suatu daerah, yang sekaligus juga dapat
Tingkat Korupsi adalah ukuran mencerminkan efektivitas aparatur
derajat korupsi pada kabupaten/kota pemerintah daerah dalam
dengan menggunakan indeks persepsi melaksanakan tanggungjawabnya.
korupsi (IPK). Pada penelitian ini Menurut UU No. 33 Tahun 2004
ukuran tingkat korupsi menggunakan komponen penerimaan PAD terdiri dari
IPKTransparency International pajak daerah, hasil retribusi daerah,
Indonesia (TI-Indonesia). IPK TI- hasil pengelolaan kekayaan daerah
Indonesia mengukur tingkat korupsi yang dipisahkan, dan lain-lain
berdasarkan persepsi di pemerintah pendapatan asli daerah yang sah.
daerah kabupaten dan kota di
Indonesia. Disusun berdasarkan Model Penelitian dan Analisis Data
jawaban dari pelaku bisnis. Rentang Penelitian ini menggunakan
indeksnya adalah dari 0 sampai dengan analisis jalur (path analysis), yang
10, 0 berarti sangat korup, 10 sangat dikembangkan sebagai model
bersih. penelitian untuk mempelajari pengaruh

303 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

secara langsung dan tidak langsung hipotesis penelitian dilakukan dengan


dari variabel eksogen terhadap variabel pendekatan Structural Equation Model
endogen. Model persamaan dapat (SEM) dengan menggunakan software
ditunjukkan pada gambar 1. Pengujian AMOS.

Gambar 1 Model Penelitian


HASIL maksimum, nilai minimum, nilai rata-
Statistik Deskriptif rata (mean), dan nilai standar deviasi.
Analisis deskripsi statistik Berdasarkan analisis deskriptif statistik
digunakan untuk mengetahui deskripsi diperoleh gambaran data sebagai
suatu data yang dilihat dari nilai berikut:

Tabel 5. Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.


Deviation
IPK 144 2.97 6.71 4.7394 .72412
DF 144 .07 .78 .2406 .13754
Valid N (listwise) 144
Sumber: olah data, 2012

Berdasarkan tabel 5 di atas korupsi Kabupaten/Kota di Indonesia


menunjukkan jumlah sampel (N) ada masih tinggi. Nilai standard deviasi
144 kabupaten/kota. IPK minimum 0,72 menunjukkan penyebaran data
2,97 adalah IPK kota Kupang pada mendekati rata-rata sehingga
tahun 2006, sedangkan IPK maksimum penyimpangan data rendah.
6,71 adalah IPK kota Denpasar pada Hasil perhitungan desentralisasi
tahun 2010. Dengan rata-rata IPK 4,74 fiskal minimum 7% adalah kota
dengan rentang IPK 0 berarti sangat Ambon pada tahun 2004, sedangkan
korup dan sepuluh sangat bersih desentralisasi fiskal maksimum 78%
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat adalah kabupaten Kutai Kertanegara

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 304


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

atau Tenggarong pada tahun 2008. dikatakan bahwa semakin tinggi


Rata-rata desentralisasi fiskal desentralisasi fiskal, semakin rendah
kabupaten/kota Indonesia 24% IPK (semakin tinggi korupsi). Hal ini
menunjukan bahwa masih rendahnya menunjukkan bahwa hipotesis yang
kemampuan kinerja atau kemandirian
menyatakan semakin tinggi
keuangan daerah kabupaten/kota di
Indonesia dalam menutupi pengeluaran desentralisasi fiskal, semakin tinggi
daerah. Nilai standard deviasi 14% korupsi di Indonesia dapat diterima.
menunjukkan penyebaran data Hasil studi ini mendukung beberapa
mendekati rata-rata sehingga penelitian sebelumnya diantaranya
penyimpangan data rendah. Treisman (2000) dan Wu (2005), dan
Rinaldi, et. al. (2007), serta fraud
Analisis Jalur triangle theory Cressey (1953). Hasil
Hasil pengujian koefisien jalur lainnya menunjukkan hubungan tidak
secara rinci disajikan pada tabel 6, 7,
langsung (pengaruh PAD terhadap IPK
dan 8. Berdasarkan pengujian tersebut melalui DF) adalah sebesar -0,260 dan
diperoleh hasil bahwa desentralisasi
hubungan tidak langsung (pengaruh
fiskal (DF) signifikan berpengaruh
DAU terhadap IPK malalui DF) adalah
negatif (-0,310) terhadap indeks sebesar 0,176.
persepsi korupsi (IPK) atau dapat
Tabel 6. Hasil Pengujian Koefisien Determinasi
Variabel Koefisien C.R. Prob. Keterangan
DAU DF

-0,569 -9,797 0,000 Signifikan


PAD DF 0,840 14,472 0,000 Signifikan
DAU IPK -0,158 -1,192 0,233 Tdk Signifikan
PAD IPK 0,297 1,810 0,070 Tdk Signifikan
DF IPK -0,310 -1,980 0,048 Signifikan

Tabel 7. Pengaruh langsung Antarvariabel Penelitian


Pengaruh langsung Variabel Endogen
DF IPK
Variabel PAD 0,840 0,297
Eksogen DAU -0,569 -0,158
DF 0,000 -0,310
Tabel 8. Pengaruh Tidak langsung Antarvariabel Penelitian
Pengaruh Variabel Endogen
Tidak langsung DF IPK
Variabel PAD 0,000 -0,260
Eksogen DAU 0,000 0,176
DF 0,000 0,000

305 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Tabel 9. Pengaruh Total Antarvariabel Penelitian 5


Pengaruh Variabel Endogen
Tidak langsung DF IPK
Variabel PAD 0,840 0,037
Eksogen DAU -,569 0,018
DF 0,000 -0,310
Sumber: olah data, 2012

Hasil ini menegaskan bahwa Hasil penelitian ini juga sesuai


desentralisasi fiskal di Indonesia lebih dengan Klitgaard et.al. (2002) bahwa
menghasilkan korupsi mengikuti kekuasaan. Korupsi
terdesentralisasikannya korupsi ke pada tingkat daerah diformulasikan
daerah (kabupaten/kota). Hasil yaitu corruption = monopoly power +
penelitian ini juga mendukung teori discretion - accountability. Korupsi
Fraud Triangle bahwa munculnya dapat terjadi jika ada monopoli
kasus-kasus korupsi APBD cenderung kekuasaan yang dipegang oleh
disebabkan oleh faktor opportunity seseorang yang memiliki kemerdekaan
yang didukung oleh lemahnya internal bertindak atau wewenang yang
control. Hal yang paling menonjol berlebihan, tanpa ada
dalam faktor oportunitas ini adalah pertanggungjawaban yang jelas. Dapat
maraknya kasus-kasus tersebut karena dikatakan bahwa perlunya evaluasi
perbuatan korupsi risikonya kecil dan mengenai kebijakan desentralisasi
sanksi hukumnya juga minimal. Hal ini fiskal yang memberikan kewenangan
mempertegas hasil penelitian ini (kekuasaan) besar pada pemerintah
Filmer dan Lindauer (2001) bahwa kabupaten/kota dalam pengelolaan
perilaku korupsi pada tingkat daerah keuangan daerah sehingga
dapat dilihat sebagai respons terhadap meminimisir potensi terjadinya
faktor opportunity. korupsi.
Pengaruh tidak langsung PAD
terhadap IPK melalui DF dengan hasil
negatif, menunjukkan bahwa semakin SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan
tinggi PAD, maka semakin rendah IPK
pembahasan tersebut dapat
atau semakin tinggi korupsi. Hasil ini
disimpulkan bahwa desentralisasi
memberikan indikasi bahwa PAD
fiskal berdampak negatif terhadap IPK,
rentan untuk menjadi objek korupsi di
yang berarti semakin tinggi
daerah. Apalagi dengan penguatan
desentralisasi fiskal, semakin tinggi
local taxing power oleh UU No. 28
korupsi di Indonesia. Berdasarkan hasil
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
simpulan tersebut, implikasi yang
Retribusi Daerah, dikhawatirkan akan
dapat diperoleh adalah perlunya suatu
menjadi bumerang bagi Pemerintah
grand design dan/atau reevaluasi
Daerah yang sejatinya memberikan
pengelolaan keuangan untuk
kontribusi PAD yang lebih tinggi untuk
mengurangi distorsi atau
peningkatan pelayanan publik dan
penyimpangan yang kerap terjadi
kesejahteraan masyarakat.
dengan pendekatan bottom up (dari

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 306


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

bawah ke atas) dan di arahkan kepada DAFTAR PUSTAKA


prinsip efektif, efisien, dan Bird, Richard M (1980). Central-Local
akuntabiliti dan tidak lagi luas, nyata, Fiscal Relation and the
dan bertanggungjawab. Dalam artian Provision of Urban Public
bahwa penyeleggaraan desentralisasi Services. Canberra: Centre for
harus menjaminkan memberi manfaat Research on Federal Financial
seperti peningkatan pertumbuhan Relation, Australian National
ekonomi, pelayanan publik, dan University
kesejahteraan masyarakat, serta _____________ (1986). On
menurunkan kesenjangan dan korupsi Measuring Fiscal
sebagaimana yang dicita-citakan dalam Centralization and Fiscal
pelaksanaan desentralisasi selama Belence in Federal States.
lebih dari satu dasawarsa. Environment and Planning C:
Hasil penelitian ini juga Government and Policy, 4
berimplikasi, bahwa pentingnya _____________ (1993). Threading
pengawasan internal pemerintah the Fiscal Labyrinth: Some
daerah bersama instansi terkait untuk Issues in Fiscal
mencegah, menangkal, serta dapat Decentralization. National
dengan mudah untuk mendeteksi Tax Journal 46 (3): 207-227
kejadian korupsi melalui serangkaian Bird, Richard M., Robert Ebel dan
upaya kegiatan menurut pendekatan Christine Wallich(1995).
preventif. Hal ini dapat dilakukan Decentralization of the
dengan mengembangkan sistem yang Socialist State:
secara spesifik direncang untuk Intergovermental Fianance in
mencegah perbuatan korupsi, misalnya Tr a n s i t i o n E c o n o m i c s .
fraud control plan di tiap-tiap Washington DC, World Bank
Pemerintah Daerah. Kemudian dapat Bird, R. M. dan F. Vaillancourt (2000).
juga dipertimbangkan gagasan Fiscal Decentralization in
pembentukan perwakilan KPK di Developing Countries. terjm.
daerah. Namun teknisnya kewenangan Jakarta: PT Gramedia Pustaka
KPK di daerah dapat dikurangi Utama
dibandingkan dengan KPK di pusat. Cressey, Donald R. (1953). Other
Misalnya, perwakilan KPK di daerah People's Money. Montclair:
dengan kewenangan terbatas yang Patterson Smith
bersifat non penindakan, seperti Djulianto, Suryohadi (2008).
menerima laporan masyarakat dan Memahami Untuk
melakukan tugas-tugas di bidang Memberantas Tindak Pidana
pencegahan. Korupsi. BPPK, Jakarta, 18-19
Pada penelitian selanjutnya September 2008
diperlukan pengembangan model Fisman, R. and Gatti, R. (2002).
penelitian yang lebih luas untuk Decentralization and
menjelaskan tingkat korupsi di corruption: evidence across
kabupaten/kota Indonesia oleh countries. Journal of Public
variabel-variabel independennya. Economics, 83:325345.

307 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Filmer, Deon dan Lindauer, David _______ . Perjuangan Mengubah


(2001). Does Indonesia Have Sistem dan Budaya, 10 Maret
a 'Low Pay' Civil Service?, 2011.
Agustus 2001. Khusaini, Mohammad (2006).
Freille, S. M Haque, & Richard Kneller Ekonomi Publik:
(2008). Federalism, Desentralisasi Fiskal dan
Decentralization and Pembangunan Daerah .
Corruption , Malang: BPFE UNIBRAW
www1.worldbank.org/publicse Lubis, Todung Mulya (2005). Index
ctor/anticorrupt/ACLitSurvey Persepsi Korupsi Indonesia.
Goldsmith, A. A. (1999). Slapping the Bahan Presentasi. Jakarta:
grasping hand: Correlates of Transparency International
political corruption in Indonesia
emerging markets. American Maulani, Achmad. Korupsi dan Wajah
Journal of Economics and Kusam Otonomi Daerah.
Sociology , 58(3):866883 Koran Tempo, 25 November
Gurgur, Tugrul and Anwar Shah 2010
(2005). Localization and Republik Indonesia. Undang-Undang
corruption: Panecea or No. 31 Tahun 1999 tentang
pandora's box? World Bank Pemberantasan Tindak Pidana
Policy Research Working Korupsi
Paper 3486. _______________ . Undang-Undang
Halim, Abdul (2004). Bunga Rampai No. 20 Tahun 2001 tentang
Manajemen Keuangan Perubahan atas Undang-
Daerah , Edisi Revisi. Undang No. 31 Tahun 1999
Yogyakarta: UPPAMP YKPN tentang Pemberantasan Tindak
Isra, Sardi (2009). Catatan Hukum Pidana Korupsi.
Saldi Isra: Kekuasaan dan _______________ . Undang-Undang
Perilaku Korupsi. Jakarta: PT No. 28 Tahun 2009 tentang
Kompas Media Nusantara Pajak Daerah dan Retribusi
KPK (2006). Memahami untuk Daerah
Membasmi: Buku Saku untuk Rinaldi, Taufik, Marini Purnomo dan
Memahami Tindak Pidana Dewi Damayanti (2007).
Korupsi. Jakarta: KPK Memerangi Korupsi di
____ (2010). Laporan Tahunan KPK Indonesia yang
2010. Jakarta: KPK Terdesentralisasi: Studi Kasus
Kompas. Terjerat Kasus 17 Gubernur Penanganan Korupsi
Berstatus Tersangka, 17 Pemerintahan Daerah. Bank
Januari 2011. Dunia: Justice for the Poor
_______ . BPKP Audit 487 Kasus, 25 Project
Januari 2011. Sasana, Hadi (2009). Peran
_______. Pemerintahan Daerah Aceh Desentralisasi Fiskal Terhadap
sampai Papua Tersandera Kinerja Ekonomi di
Korupsi, 24 Januari 2011. Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012 308


DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KORUPSI DI INDONESIA

Bambang Saputra

Pembangunan, Vol. 10, No. 1, Young School of Policy Studies


hal. 103-124. of Georgia State University,
Sidik, Mahi, Simanjuntak, dan tidak dipublikasikan.
Brodjonegoro, ed. (2002). Waluyo (2006). Sambutan Pimpinan
Dana Alokasi Umum: Konsep, KPK di Rapat Koordinasi
Hambatan, dan Prospek di Regional Kormonev Inpres
Era Otonomi Daerah. Jakarta: 5/2006. Bahan Presentasi
Penerbit Buku Kompas dalam Rapat Regional
Snape, Fiona Robertson (1999). K o r m o n e v, B a l i 8 - 9
Corruption, Collution and November.
Nepotism in Indonesia. Third Wu, X. (2005). Corporate governance
World Quarterly, Vol. 20, and corruption governance:
No. 3 An International. Journal of
Treisman, D. (2000). The causes of Policy, 18(2):151170.
corruption: Across-national Zhang, Tao dan Zou Heng-fu (1998).
study. Journal of Public Fiscal Decentralization,
Economics, 76(3):399457 Public Spending, and
Tumennasan, Bayar (2005). Fiscal Economic Growth in China .
Decentralization and Journal of Public Economics
Corruption in the Public 67, 221-240
Sector. Disertasi S3, Andrew

309 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 3 | 2012

Anda mungkin juga menyukai