DI WILAYAH KEBONHARJO
Disusun oleh :
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul Laporan Kegiatan PMTCT PKBI Kota Semarang di Wilayah
Kebonharjo Periode 7 September 2017.
Laporan ini penulis susun guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Praktek Belajar Lapangan di
Perkumpulan Keluarga Berencana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang. Dalam penyelesaian laporan ini, penulis memperoleh banyak
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Bambang Darmawan selaku Ketua PKBI Kota Semarang dan
pembimbing dalam penulisan laporan ini.
2. dr. Dwi Yoga Yulianto selaku pembimbing dalam penulisan laporan ini.
3. Seluruh staf PKBI.
4. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan guna penyempurnaan laporan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2.2.4 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi melalui 4 Prong ..........................17
iv
3.2.1 Tujuan PMTCT ..................................................................................................24
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi ......................................9
Tabel 2. Gejala mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS ......................................................9
Tabel 3. Stadium Klinis HIV/AIDS Menurut WHO................................................................10
Tabel 4. Pemberian Antiretroviral pada ibu hamil dengan berbagai Situasi
Klinis ........................................................................................................................................12
Tabel 5. Indikator dan Target PMTCT di Indonesia tahun 2011. ............................................26
Tabel 6. Identitas Responden. ..................................................................................................29
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata
infeksi HIV yang tidak ditangani ...............................................................................................4
Gambar 2. Badan kepengurusan PKBI Semarang ...................................................................21
Gambar 3.Alur Mobile PMTC .................................................................................................28
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pelaksanaan program PMTCT di di Praktek Bidan Swasta
di Semarang?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pelaksanaan program serta manfaat dari kegiatan PMTCT
untuk menurunkan angka penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS mengenai
penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang pelayanan PMTCT yang
dilaksanakan di Praktek Bidan Swasta bekerjasama dengan Semarang.
3. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa mengenai program pelayanan
PMTCT di Semarang.
4. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan pelayanan PMTCT di
Semarang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek
toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan
luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24
berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat
aktivasi sel yang mempresentasikan antigen. Setelah HIV mengifeksi
seseorang, kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu
masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara
bertahap. Mula - mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60
sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat,
50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari
infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah
CD4+akan mencapai < 200 sel/mm3.6,7
Gambar 1. Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi
HIV yang tidak ditangani17
4
2.1.3 Transmisi Infeksi HIV
1. Transmisi melalui kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV
di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam
cairan semen, cairan vagina, cairan serviks. Transmisi infeksi
HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena
hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah
robek, anus sering terjadi lesi.8,9
2. Transmisi melalui darah atau produk darah
Transmisi dapat pula melalui suntikan darah yang terinfeksi atau
produk darah.8 Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang
mendapat transfusi darah yang tercemar HIVakan mengalami
infeksi. Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan risiko
infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi
HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000.9
Pemeriksaan antibodi HIV pada donor darah sangat mengurangi
transmisi melalui transfusi darah dan produk darah (contoh,
konsentrasi faktor VIII yang digunakan untuk perawatan
hemofolia).10
3. Transmisi melalui penggunaan jarum suntik berulang
Transmisi melalui penggunaan jarum suntik ini sering didapatkan
pada penggunaan narkoba, para pengguna narkoba sering
menggunakan jarum suntik bekas yang telah dipakai oleh orang
lain. Tetapi pada rumah sakit hal ini sekarang sudah tidak menjadi
masalah dengan penggunaan jarum suntik yang sekali pakai.9
4. Transmisi secara vertikal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya,
penularan melalui ibu kepada anaknya. Transmisi vertikal dapat
terjadi secara transplasental, antepartum, maupun postpartum.
Mekanisme transmisi intauterin diperkirakan melalui plasenta.
Hal ini dimungkinkan karena adanya limfosit yang terinfeksi
5
masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi akibat
adanya lesi pada kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu
selama proses kelahiran. Beberapa faktor resiko infeksi
antepartum adalah ketuban pecah dini, lahir per vaginam.
Transmisi postpartum dapat juga melalui ASI yakni pada usia
bayi menyusui, pola pemberian ASI, kesehatan payudara ibu, dan
adanya lesi pada mulut bayi. Seorang bayi yang baru lahir akan
membawa antibodi ibunya, begitupun kemungkinan positif dan
negatifnya bayi tertular HIV adalah tergantung dari seberapa
parah tahapan perkembangan AIDS pada diri sang ibu.10
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada
ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA saat hamil
diperkirakan sekitar 15- 45%. Risiko penularan 15-30% terjadi
pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko
transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan
menyusui.11
Ada 3 faktor utama yang menjelaskan faktor resiko penularan
HIV dari ibu ke bayi.11
1. Faktor ibu
Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau
saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika
ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan
HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi
sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000
kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000
kopi/ml.
Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel
6
CD4 risiko penularan HIV semakin besar. O Sebuah studi
menunjukkan bahwa ibu dengan CD4 kurang dari 200
memiliki risiko untuk menularkan HIV ke bayinya jauh
lebih besar dibandingkan ibu engan CD4 diatas 500.
Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral
selama hamil meningkatkan risiko ibu untuk menderita
penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus
dan risiko penularan HIV ke bayi.
Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular
seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria,dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan
risiko penularan HIV ke bayi.
Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti
mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
Sebagian besar masalah payudara dapat dicegah dengan
teknik menyusui yang baik. Konseling kepada ibu tentang
cara menyusui yang baik dengan demikian dapat
mengurangi risiko masalah-masalah dan risiko penularan
HIV.
2. Faktor bayi
Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan
sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan
baik.
7
Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi
akan semakin besar. Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa
jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan proses
persalinan, tetapi mungkin akan terinfeksi HIV melalui
pemberian ASI Pada usia 5 bulan pertama pemberian ASI
diperkirakan risiko penularan sebesar 0,7% per bulan.
Antara 6-12 bulan, risiko sebesar 0,5% per bulan dan
antara 13-24 bulan, risiko bertambah lagi sebesar 0,3% per
bulan. Dengan demikian, memperpendek masa pemberian
ASI dapat mengurangi risiko bayi terinfeksi HIV.
Luka di mulut Bayi
Bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko
untuk tertular HIV lebih besar ketika diberikan ASI.
8
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat
dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps
meningkatkan risiko penularan HIV karena berpotensi
melukai ibu atau bayi.
Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi12
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan
klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk
keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila menunjukkan tes
HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan
satu gejala minor.9
Tabel 2. Gejala mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS9
9
Penurunan kesadaran progresif
Demensia/HIV ensefalopati Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada
alat kelamin wanita
Retinitis Cytomegalovirus
10
Anemia(<8gr/dl),Trombositopeni Kronik
(<50x109 per liter)
IV Sindroma Wasting (HIV)
Pneumoni Pneumocystis
Pneumonia Bakterial yang berat berulang dalam
6 bulan
Kandidiasis esofagus
Herpes Simpleks Ulseratif >1 bulan
Limfoma
Sarkoma Kaposi
Kanker Serviks yang invasif
Retinitis CMV
TB Ekstra paru
Toksoplasmosis
Ensefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Lekoensefalopati multifokal progresif
Kriptosporidiosis kronis, mikosis meluas
2.1.5 Pengobatan13,14
11
berat (WHO stadium 3 atau 4) harus segera diberikan terapi obat
antiretroviral tanpa melihat jumlah CD4. Terapi tidak dianjurkan
dimulai pada pasien dengan jumlah CD4 > 350 sel/mm3 dan viral
load< 100.000 kopi/ml.
12
TDF + 3TC (atau FTC) + EVF*
2. ODHA sedang Lanjutkan paduan (ganti dengan NVP
menggunakan Terapi ARV atau golongan PI jika sedang
dan kemudian hamil menggunakan EFV pada trimester I)
Lanjutkan dengan ARV yang sama
selama dan sesudah persalinan
3. ODHA hamil dengan ARV mulai pada minggu ke 14 kehamilan
jumlah CD4 >350/mm3 Paduan sesuai dengan butir 1
atau dalam stadium klinis 1.
4. ODHA hamil dengan Segera Mulai Terapi ARV
jumlah CD4 < 350/mm3
atau dalam stadium klinis 2,
3 atau 4
5. ODHA hamil dengan OAT yang sesuai tetap diberikan
Tuberkulosis aktif Paduan untuk ibu, bila pengobatan mulai
trimester II dan III:
AZT (TDF) + 3TC + EFV
6. Ibu hamil dalam masa Tawarkan tes dalam masa persalinan;
persalinan dan tidak atau tes setelah persalinan.
diketahui status HIV Jika hasil tes reaktif maka dapat
diberikan paduan pada butir 1
7. ODHA datang pada masa Paduan pada butir 1
persalinan dan belum
mendapat Terapi ARV
Keterangan:
*: Efavirenz tidak boleh diberikan pada ODHA hamil trimester pertama
13
2.2 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PMTCT)
2.2.1 Definisi PMTCT
PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) adalah
suatu upaya untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan, serta
mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya. PMTCT terdiri
dari:11
1. Prong I : Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi
2. Prong II : Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan dengan HIV
3. Prong III : Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang dikandungnya
4. Prong IV : Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan
kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya
14
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi
Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya
kemampuan produksi dan peningkatan beban biaya hidup yang
harus ditanggung oleh ODHA dan masyarakat Indonesia di masa
mendatang karena morbiditas dan mortalitas terhadap Ibu dan
Bayi. Epidemi HIV terutama terhadap Ibu dan Bayi tesebut
sangatlah penting dan perlu diperhatikan, dipikirkan dan
diantisipasi sejak dini untuk menghindari terjadinya dampak akhir
tersebut.11
15
dapat menghilangkan secara menyeluruh keberadaan virus dalam
tubuh ODHA. Sekalipun demikian, ARV merupakan pilihan
utama dalam upaya pengendalian penyakit guna menurunkan
kadar virus dalam tubuh.11
16
positif dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif hingga
maksimal 3 bulan, atau lebih pendek jika susu formula memenuhi
persyaratan AFASS sebelum 3 bulan tersebut. Setelah usai
pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula dan
menghentikan pemberian ASI. Sangat tidak dianjurkan pemberian
makanan campuran (mixed feeding), yaitu ASI bersamaan dengan
susu formula/ PASI lainnya.11
Risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah
jika terdapat permasalahan pada payudara (mastitis, abses,
lecet/luka putting susu). Oleh karenanya diperlukan konseling
kepada ibu tentang cara menyusui yang baik sehingga risiko
penularan pada anak dapat menurun.11
17
Prong II
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif.
Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling
yang berkualitas akan membantu ODHA dalam melakukan seks
yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya,
serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV.Untuk
mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kondom, karena bersifat proteksi ganda. Kontrasepsi oral dan
kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan) bukan
kontraindikasi pada ODHA.11
Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan
infeksi asenderen. Spons dan diafragma kurang efektif untuk
mencegah terjadinya kehamilan maupun penularan HIV.Jika ibu
HIV positif tetap ingin memiliki anak, WHO menganjurkan jarak
antar kelahiran minimal 2 tahun.11
Prong III
3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu HIV positif kepada
bayi yang dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:11
a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif.
b. Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT).
c. Pemberian obat antiretrovirus (ARV).
d. Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian
makanan bayi.
e. Persalinan yang aman
18
Prong IV
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada
ibu HIV positif, beserta bayi dan keluarganya.
Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Karena ibu
tersebut terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka
membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan
sepanjang waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak terinfeksi HIV,
tetap perlu dipikirkan tentang masa depannya, karena
kemungkinan tidak lama lagi akan menjadi yatim dan piatu.
Sedangkan bila bayi terinfeksi HIV, perlu mendapatkan
pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.Dengan dukungan
psikososial yang baik, ibu HIV positif akan bersikap optimis dan
bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia mampu
bertindak bijaksana dan positif untuk senantiasa menjaga
kesehatan diri dan anaknya, dan berperilaku sehat agar tidak
terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.11
19
BAB III
20
Visi :
Dengan jiwa kerelawanan, kepoloporan, berkemampuan dan
kemandirian kita, tingkatkan derajat kesehatan reproduksi setiap insan
dari lahir sampai meninggal.
Misi:
1. Mengupayakan kemandirian penderita orang dengan HIV/AIDS
2. Meningkatkan patnership dengan lembaga swadaya masyarakat,
KPA, Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan.
3. Networking efektif dan efesiensi.
4. Mengembangkan kompentesi dan kapasitas Griya ASA PKBI
semarang dalam Kesehatan Reproduksi.
5. Mengupayakan sharing kost kegiatan forum kesehatan reproduksi
dengan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan
donor agency.
Kepengurusan PKBI Kota Semarang
1. Ketua
2. Wakil ketua
3. Sekretaris
4. Bendahara
5. Anggota
Badan Kepengurusan PKBI Semarang:
21
Lima kegiatan pokok yang dilakukan PKBI Kota Semarang s /d 2016 :
1. Pelayanan kesehatan : Klinik umum, KB-KIA , Periksa hamil,
pertolongan persalinan, IMS HIV/AIDS, konseling : VCT,
Pranikah, Remaja, Menopause.
2. Litbang : Pengetahuan Sikap dan Perilaku, Pemberdayaan
masyarakat, alih profesi khusus WPS, Kespro , child survival ,
publikasi
3. Pengembangan jejaring, pengembangan donor agensi,
pengembangan kemandirian PKBI Kota Semarang.
4. Humas / Advokasi.
5. Informasi teknologi
22
sectio caesaria. Program dikatakan berhasil bila ibu hamil dengan HIV
positif melahirkan bayi dengan HIV negatif. Setelah itu akan diberikan
bantuan susu formula sampai usia 11 bulan. Pemeriksaan untuk bayi
berupa pemeriksaan PCR, yang dilakukan sesegera mungkin untuk
mengetahui status infeksi HIV.
Griya Asa PKBI Kota Semarang merupakan suatu program dari
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI Kota Semarang, yang
bergerak di bidang Keluarga Berencana (KB), pencegahan Infeksi
Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Kota Semarang. PKBI
Semarang telah mendampingi wanita yang dikategorikan kelompok
risiko tinggi (Risti) di wilayah kota Semarang.
Adapun tujuan dari program PMTCT adalah membantu
pemerintah dalam program KB, pencegahan penularan IMS dan
HIV/AIDS yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Data
Penyusun Respon bulan Desember 2006 terdapat 1574 wanita yang
dikategorikan kelompok risiko tinggi baik di dalam resosialisasi
maupun non resosialisasi. Sehubungan dengan hal tersebut mulai tahun
2007 Griya ASA PKBI Kota Semarang memperluas cakupan untuk
menjangkau seluruh wanita kelompok risiko tinggi dan Kliennya di
Kota Semarang yang terdiri dari wanita penjaja seksual di Resosialisasi
(Sunan Kuning dan Gang Bilangu-Semarang) panggilan, pramusada
Panti Pijat, Bar Karaoke dan 53.000 Klien WPS di tingkat hot spot.
Program Program Griya ASA
1. Klinik Griya ASA PKBI SMG mempunyai 2 klinik :
Klinik Induk yang beralamatkan di JL. Nangka III no.3,
Sompok, Semarang.
Klinik Satelit yang beralamatkan di Jl. Kedung Mundu Raya
200 KB.
2. Outreach
3. VCT
4. Kabar Griya
23
Merupakan majalah yang terbit perdana pada 31 September 2004
sampai Sekarang. Isi majalah ini antara lain Kesehatan reproduksi,
gender, Info terkini IMS,HIV/AIDS dan kegiatan-kegiatan Program
di lingkungan PKBI SMG.
5. PMTCT
24
3.2.2 Harapan pada PMTCT
Harapan pada PMTCT adalah terlaksananya kerjasama dengan
Bidan Praktek Swasta dalam penjangkauan bumil risti, terlaksananya
kegiatan penjangkauan bumil risti sebanyak 100 orang dalam sebulan, dan
terlaksananya VCT bumil risti 30 orang dalam sebulan.
3.2.5 Target
Semua ibu hamil yang sedang atau pernah menderita IMS harus
menjalani VCT.
Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani
VCT.
3.2.6 Kendala
Sulitnya menjangkau bumil pada kelompok yang dianggap risiko
rendah dengan kondisi ekonomi menengah ke atas. Selain itu, ibu hamil
dengan HIV positif terkadang masih menyangkal keadaannya.
25
3.2.7 Indikator Keberhasilan
Target
Indikator 2011 2015
Menurunkan prevalensi HIV pada ibu hamil 10% 25%
Menurunkan persentase bayi lahir terinfeksi dari ibu yang 20% 10%
terinfeksi HIV
Jumlah pengambil kebijakan yang menghadiri 560 1.040
pertemuan/workshop PMTCT
Jumlah fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan kesehatan 38 110
berdasarkan Pedoman Nasional
Jumlah penyedia layanan kesehatan yang menerima informasi 6.400 11.600
dasar tentang PMTCT
Jumlah petugas kesehatan masyarakat yang dilatih PMTCT 486 1.053
Jumlah petugas kesehatan swasta yang dilatih PMTCT 324 702
Jumlah kelompok risti yang mendapatkan penjangkauan di BCC- 49.929 437.861
PMTCT
Persentase MARP (Most At Risk Population) yang menerima 35% 75%
informasi PMTCT
Jumlah yang menerima tes HIV dan mengetahui hasilnya 30.060 293.464
Persentase VCT-PMTCT Puskesmas yang melaporkan adanya 85% 100%
penyediaan reagen tes yang konsisten
Jumlah petugas kesehatan masyarakat yang dilatih PMTCT 324 702
Jumlah PHC yang menyediakan paket minimal layanan PMTCT 54 117
Jumlah layanan kesehatan terpilih yang menyediakan layanan 85% 100%
PMTCT dan mendapatkan supervisi berkala
Persentase ibu hamil positif HIV yang mendapatkan ARV 50% 85%
lengkap
26
Jumlah lembaga/layanan yang menyediakan dukungan CST bagi 8 12
anak terdampak
Jumlah tenaga kesehatan/tenaga sosial yang dilatih CST 48 72
Jumlah anak yang terekspos HIV dan anak yang lahir dari ibu 50% 85%
positif yang menerima profilaksis CTX
3.2.8 Strategi
1. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prosedur PMTCT.
2. Kerjasama dengan PKBI Kota Semarang, Global Fund, Dinas
Kesehatan Kota Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah,
Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Menjalin kerjasama dengan Klinik
VCT di Semarang (RSUP dr. Karyadi, RSUD Kota Semarang, RS
Panti Wilasa, RSU Tugurejo).
3. Pelayanan VCT menjadi one day service.
4. Merujuk penderita ke MK, KDS, layanan kesehatan.
3.2.9 Kegiatan
1. Penyuluhan perempuan usia reproduktif.
2. Pertemuan kader PMTCT.
3. Mobile VCT PMTCT.
4. Pendampingan terhadap bumil dan ibu dengan HIV positif.
5. Pertemuan perempuan HIV positif.
6. Layanan Tes PCR bagi bayi dari ibu HIV positif.
27
3.2.10 Alur Mobile PMTCT
Tes
Positif Negatif
28
BAB IV
HASIL KEGIATAN
4.1 Aktivitas
Pertemuan : 7 September 2017 di klinik bidan Yohana, Di Jalan Kebon
harjo Semarang.
Pelaksana : Mahasiswa kepaniteraan klinik IKM FK UNDIP Semarang
Nama Nama
No. Alamat Status Risiko HIV Rekomendasi
Bumil Suami
29
yang dilakukan pada tanggal 7 September 2017, namun dikarenakan
ketiadaan reagen yang dibutuhkan untuk skrining HIV, pengambilan sampel
tidak dilakukan. Bidan membuat janji temu untuk skrining HIV pada bulan
berikutnya.
30
Keterangan yang didapatkan :
Haid pertama kali didapat saat berumur 13 tahun. Siklus haid ibu normal
dan berdurasi 5-6 hari. Ibu menikah pada usia 16 tahun. Ia mengaku tidak pernah
berhubungan intim dengan lawan jenis kecuali dengan suami. Begitu juga dengan
sang suami. Ibu tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya. Tidak
terdapat kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, menggunakan
NARKOBA, melakukan seks bebas, menggunakan tato ataupun tindik.
Tidak pernah menderita infeksi menular seksual, baik istri maupun suami.
Secara umum ibu belum mengetahui informasi mengenai penyakit HIV/AIDS
seperti cara penularannya, apa penyebabnya, cara pencegahannya serta apa
dampak yang bisa ditimbulkan dari infeksi tersebut yaitu penularannya ke bayi
saat melahirkan dan menyusui.
31
Responden 2
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Gisikrejo RT 6 RW 4
Identitas Pasangan Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Pedagang buah
Alamat : Jl. Gisikrejo RT 6 RW 4
Penghasilan : + Rp. 2.500.000
Keterangan yang didapatkan :
Ibu S sudah hamil 36 minggu (G2P2AO) dan merupakan kehamilan
kedua. Kehamilan pertama usia 25 tahun dengan anak pertama meninggal saat
usia anak 3 bulan karena muntaber. Ibu S menggunakan KB suntik selama 3 bulan
lalu berhenti karena ingin hamil lagi. Saat ini Ibu S sudah hamil 36 minggu dan 2
minggu sekali rutin memeriksakan kandungannya ke Bidan Yohana, mendapat
tablet besi (+) dan imunisasi TT (+). Bidan menyatakan bahwa kehamilan ini
normal dan terencana. Pasien mengeluh bedebar (-), Kaki bengkak (-/-), pusing (-
32
), mual (-), muntah (-), sesak (-), BB meningkat (+ 14 kg), Keputihan (-), terasa
panas (-), gatal (-), riwayat hipertensi (-). Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Haid pertama kali didapat saat berumur 13 tahun. Siklus haid ibu normal
dan berdurasi 6-8 hari. Ibu menikah pada usia 20 tahun. Ia tidak pernah
berhubungan intim dengan lawan jenis kecuali dengan suami. Begitu juga dengan
sang suami. Ini merupakan kehamilan kedua, pernah menggunakan alat
kontrasepsi sebelumnya berupa KB Suntik. Pasien memiliki tindik dilidah dan
ditelinga. Tidak terdapat kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol,
menggunakan NARKOBA, melakukan seks bebas, dan memiliki tato.
Tidak pernah menderita infeksi menular seksual, baik istri maupun suami.
Secara umum ibu baru mengetahui sedikit informasi mengenai penyakit
HIV/AIDS seperti cara penularannya dan pencegahannya, namun ibu belum
mengetahui apa penyebabnya serta apa dampak yang bisa ditimbulkan dari infeksi
tersebut yaitu penularannya ke bayi saat melahirkan dan menyusui.
Pelayanan PMTCT
Program PMTCT sudah dilakukan oleh bidan sejak tahun 2013. Bidan
sudah mengerti tentang program PMTCT yang diprioritaskan terutama untuk
prong III yaitu ibu hamil risiko tinggi maupun non risiko tinggi sehingga bidan
menganjurkan semua ibu hamil yang datang untuk melakukan skrining HIV di
Puskesmas Kebonharjo pada trisemester I dan rutin melakukan tes setiap 3 bulan
33
untuk ibu hamil risti. Bidan juga sudah mengerti bahwa untuk skrining HIV
tersebut tidak dipungut biaya (gratis) dan telah dijelaskan kepada setiap ibu hamil
yang datang. Bidan sudah memberikan edukasi kepada semua ibu hamil yang
datang mengenai bahaya HIV AIDS dan pentingnya pemeriksaan HIV pada ibu
hamil yaitu untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil yang HIV (+) ke bayi
yang dikandungnya. Pada pelaksanaan program PMTCT, bidan telah
menganjurkan semua ibu hamil untuk melakukan skrining HIV ke Puskesmas
Kebonharjo. Bidan juga bekerja sama dengan pihak Puskesmas dalam hal
perujukan tes HIV dan rutin melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas,
bidan daerah wilayah kerja Puskesmas Kebonharjo, dan kader kesehatan untuk
memonitoring pelayanan PMTCT.
Pada tahun 2017 (data bulan Januari-Juni), terdapat 214 ibu hamil di
wilayah kerja Kebonharjo yang memeriksakan diri ke tempat praktik bidan
swasta. Dari 214 ibu hamil tersebut, ibu hamil yang sudah melakukan skrining
HIV (pada trisemester I) kurang lebih hampir semua sudah melakukan tes HIV
namun beberapa ibu hamil masih belum melakukan tes HIV dikarenakan belum
ada waktu untuk tes karena harus bekerja. Pada bulan Mei 2017 dilakukan tes
IVA d RW 3 dan hasilnya terdapat 4 orang yang hasil tes IVA positif.
34
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang didapat dari hasil kegiatan pada 7 September 2017,
diketahui bahwa terdapat 1 ibu hamil pada trimester 1 yang belum melakukan
skrining HIV dan 1 ibu hamil pada trimester 3 yang sudah pernah melakukan
skrining HIV sebelumnya. Dari 2 ibu hamil tersebut masing-masing status
kehamilannya adalah 1 orang trisemester I yang belum pernah melakukan skrining
HIV. Pengetahuan kedua ibu hamil tersbut masih kurang mengenai HIV/AIDS
yang meliputi cara penularan, penyebab, pencegahan dan dampak dari infeksi
HIV/AIDS. Dari 2 ibu hamil tersebut, semuanya dilakukan edukasi mengenai
bahaya HIV AIDS dan program PMTCT dengan konseling untuk melakukan
skrining HIV dan memberikan edukasi bahwa skrining HIV pada ibu hamil
bersifat wajib. Salah satu ibu hamil belum mengetahui mengenai pentingnya
skrining HIV pada ibu hamil dan belum mengetahui tentang program PMTCT.
Setelah dilakukan edukasi, ibu hamil tersebut bersedia untuk melakukan skrining
HIV. Namun dikarenakan ketiadaan reagen yang dibutuhkan untuk skrining HIV,
pengambilan sampel tidak dilakukan pada hari itu. Bidan membuat janji temu
untuk skrining HIV pada bulan berikutnya. Dari hal tersebut, dapat diketahui
bahwa masih terdapat ibu hamil trisemester I di Kebonharjo yang belum
melakukan deteksi dini HIV pada trisemester I.
Pelayanan PMTCT pada bidan praktik swasta (bu Yohana) sudah berjalan
sejak tahun 2013 dan bidan telah menganjurkan kepada semua ibu hamil yang
datang ke tempat praktiknya untuk melakukan tes HIV ke Puskesmas Kebonharjo.
Namun, belum semua ibu hamil melakukan skrining HIV dikarenakan harus
bekerja dan belum rutin melakukan skrining tiap 3 bulan pada kelompok risiko
tinggi. Dari hal tesebut, dapat diketahui bahwa cakupan pelayanan PMTCT di
wilayah kerja Kebonharjo masih belum optimal untuk bisa mencakup semua ibu
hamil yang ada sehingga perlu ditingkatkan. Dari hasil wawancara dengan bidan,
35
diketahui bahwa bidan sudah mengerti dan paham tentang pelayanan PMTCT dan
sudah diterapkan di tempat praktiknya namun belum optimal karena terkendala
beberapa kesulitan teruatama karena kesulitan mencakup semua ibu hamil di
wilayah kerjanya untuk detekesi dini HIV pada trismester I. Namun, kinerja bidan
masih kurang dalam hal edukasi pasien mengenai HIV AIDS dan pentingnya
skrining HIV pada ibu hamil yang dibuktikan dari 2 ibu hamil yang diwawancara
masih kurang pemahamannya mengenai bahaya HIV AIDS dan skrining HIV.
36
BAB VI
6.1 Kesimpulan
1. Dari 2 ibu hamil yang diwawancarai, 1 ibu hamil belum melakukan
skrining HIV dan 1 ibu hamil telah melakukan skrining HIV sebelumnya.
2. Dilakukan edukasi dan skrining HIV pada 2 ibu hamil.
3. Deteksi dini HIV pada ibu hamil belum semuanya dilakukan pada
trisemester I kehamilan.
4. Belum ada ibu hamil yang rutin dites status HIVnya setiap 3 bulan
terutama pada kelompok risiko tinggi.
5. Pelayanan PMTCT di tempat praktik bidan sudah cukup baik
6. Belum adanya tindakan nyata dan kontribusi serta kerja sama pihak stake
holder (ketua RW 3 Kebonharjo) dalam hal penanggulangan HIV AIDS
terutama terkait pencegahan penularan dari ibu hamil ke bayinya.
7. Pelayanan PMTCT di wilayah Kebonharjo belum optimal dikarenakan
masih banyak kendala yang dialami bidan dalam mencakup ibu hamil
untuk skrining HIV dan belum adanya kerja sama dengan stake holder
dalam penanggulangan HIV AIDS.
6.2 Saran
1. Diperlukan edukasi yang lebih masif dari Puskesmas, bidan, dan stake
holder ke masyarakat wilayah Kebonharjo dalam hal program pelayanan
PMTCT sebagai salah satu program untuk menanggulangi transimisi HIV
dari ibu hamil ke bayinya.
2. Diperlukan kerja sama pihak Puskesmas, bidan, stake holder, dan kader
kesehatan untuk mengingatkan ibu hamil untuk melakukan deteksi dini
HIV pada ibu hamil di Trisemester I kehamilan dan rutin melakukan tes
HIV setiap 3 bulan terutama pada ibu hamil risiko tinggi.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes
RI
2. Pedoman nasional pencegahan penularan hiv dari ibu ke bayi EDISI 2.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012.
3. Hoffmann C, Rockstroh J.K. The Structure of HIV-1 Infection.In. HIV
2012/2013. Hamburg: Medizin Fokus Verlag, 2012.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Basic information about
HIV/AIDS.
5. Asj, B. Human Immunodeficiency Virus (HIV). A Practical Guide to
Clinical Virology Second Edition. England: John Wiley & Sons Ltd. 2001.
213-218.
6. Nasronudin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya: Airlangga University Press. 2007.
7. Lange & Appleton. Concise Pathology, Third Edition. USA: The McGraw-
Hill Companies. 2001.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Edisi 2. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2012.
9. WHO. WHO case definitions of HIV for surveilance and revised clinical
stagging and immunological classification of HIV related disease in adult and
children. Geneva (Switzerland). 2007.
10. Nasronudin. HIV/AIDS dalam Penyakit infeksi di Indonesia solusi kini dan
mendatang. Editor: Hadi U, Vitanata, Erwin AT, Suharto, Bramantono,
Soewandojo E. Surabaya: Airlangga University Press. 2007. halaman 15 7.
11. Strategi dan rencana aksi nasional penanggulangan HIV dan AIDS tahun
2010-2014. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010.
12. UNAIDS. Global Report : State of epidemic. The global epidemic at glance.
Geneva, 2013.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. 2011.
14. World Health Organization. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults
and adolescents. 2010.
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa dan Remaja.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012.
16. Landers DV, Duarte G. The mode of delivery and the risk of vertical
transmission of Human Immunodeficiency Virus type 1. The New England
Journal of Medicine 1999.
17. Dharmawan B. Profil Griya ASA. Semarang: PKBI Jawa Tengah; 2006.
38