Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang
ditandai oleh peninggian tekanan intra okular, penggaungan dan degenerasi
papil saraf optik serta dapat menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan
pandang). Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan ini ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai
oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada
glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi
(penggaungan/cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain
(glaukoma primer).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia
setelah katarak. Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di
dalam mata. Sembilan puluh persen (90%) penderita dengan tekanan yang
tinggi tidak menderita glaukoma, sedangkan sepertiga dari penderita
glaukoma memiliki tekanan normal. Dari data statistik angka kebutaan di
dunia, didapatkan bahwa 6 juta dari 60 juta penderita glaukoma mengalami
kebutaan, 3 juta penderita diantaranya disebabkan oleh karena glaukoma
primer sudut tertutup dan setengahnya ( 1,5 juta penderita ) kebutaan
disebabkan oleh karena glaukoma akut, sedangkan 3 juta penderita lagi
disebabkan oleh glaukoma primer sudut terbuka.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma
kronis), Glaukoma primer sudut tertutup (akut), Glaukoma sekunder, dan
glaukoma kongenital (Glaukoma pada bayi). Glaukoma akut merupakan salah

1
satu glaukoma sudut tertutup primer yang merupakan suatu keadaan darurat
mata yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus
optikus yang dapat menyebabkan kebutaan.
Penatalaksanaan yang diterapkan kepada penderita glaukoma, berupa
medikamentosa, tindakan pembedahan, dan laser hanya ditujukan untuk
memperlambat atau mencegah hilangnya penglihatan ( kebutaan ). Namun
berkurangnya lapangan pandang yang terjadi tidak bisa di kembalikan lagi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis serta
penatalaksanaan pada glaukoma akut dan glaukoma kronis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan meningkatnya


tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menyempitnya lapang pandang.
Glaukoma akut adalah glaukoma yang terjadi akibat peningkatan tekanan
intraorbita secara mendadak dan sangat tinggi, karena adanya hambatan
mendadak pada sirkulasi aquos humor di mata.

Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup primer.


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis
tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intra okular terjadi karena
sumbatan aliran aquous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris
perifer. Glaukoma kronik sederhana merupakan jenis glaukoma tersering dan
merupakan salah satu glaukoma sudut terbuka primer. Terjadi kehilangan lapang
pandang perifer yang progresif pada mata yang mengalami POAG diikuti dengan
kehilangan lapang pandang sentral.

2.2. Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan
oleh :
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Terhambatnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil.

3
2.3. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko glaukoma adalah:
1. Umur > 40 tahun
2. Riwayat anggota keluarga
3. Tekanan intraokular > 21 mmHg
4. Obat-obatan (seperti steroid)
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain, seperti katarak, diabetes, hipertensi
7. Miopi berat
8. Penyakit retina ( ablasio retina, penyakit oklusi)

2.4. Klasifikasi
a. Glaukoma Akut
Glaukoma akut merupakan glaukoma yang terjadi secara mendadak,
dan termasuk ke dalam glaukoma sudut tertutup primer. Akibat dari
peningkatan TIO yang secara mendadak. Peningkatan yang cepat ini dapat
muncul dalam beberapa jam dan memberikan rasa nyeri hebat, dan jika TIO naik
cukup tinggi, nyeri akan sangat hebat sampai dapat menyebabkan mual dan muntah.
Mata menjadi merah, kornea dapat menjadi keruh atau berawan dan pasien dapat
melihat pijaran seperti pelangi disekitar sumber cahaya serta pandangan menjadi
kabur tiba-tiba. Glaukoma tipe ini harus diterapi secara cepat dan tepat.
b. Glaukoma Kronik
Glaukoma kronik termasuk kedalam glaukoma susdut terbuka primer.
Glaukoma yang terjadi secara progressif, dimana peningkatan TIO meningkat secara
perlahan. Pada glaukoma tipe ini pada fase awal pasien tidak merasakan gejala,
namun bila TIO sudah sangat tinggi barulah muncul gejala-gejala peningkatan TIO
dan penurunan penglihatan. Terjadi kehilangan lapang pandang perifer yang
progresif pada mata yang mengalami POAG diikuti dengan kehilangan lapang
pandang sentral.

4
2.5. Patofisiologi
Patofisiologi glaukoma yaitu :
1. Hambatan outflow aquos humor
2. Peningkatan TIO secara kronis
3. Penekanan pada nervus optikus
4. Defek (gangguan) lapang pandangan
5. Kerusakan akson-akson

Pada glaukoma sudut tertutup primer (akut), terjadi bila cairan mata
yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga
mendorong iris ke depan dan mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut
bilik mata yang biasa disebut mekanisme blokade pupil. Blokade pupil ini
akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular di kamera okuli posterior
sehingga akan menyebabkan iris menempel pada kornea di bagian perifer dan
struktur iris terdorong ke depan, keadaan ini disebut iris bombe. Glaukoma
akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan
sudut kamera anterior oleh iris perifer.
Hal ini akan menyumbat aliran humor aquos dan tekanan intraokular
akan meningkat dengan cepat. Keadaan ini akan menimbulkan nyeri hebat,
kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada
mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik sudut kamera anterior
(terutama dijumpai pada hipermetropi).
Pada glaukoma kronik, meningkatnya TIO dapat disebabkan karena
beberapa hal antara lain terjadinya obstruksi trabekular, adanya kehilangan sel
endotel trabekular, kehilangan kemampuan densitas trabekular dan
menyempitnya kanal Schlemm, kehilangan vakuola di dinding endotel kanal
schlemm, gangguan aktivitas fagositik, disfungsi kontrol adrenergik, proses
imunologik abnormal.

5
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis
sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus
optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf
dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi
tekanan intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata, sehingga
dapat menimbulkan kerusakan iskemik.

2.6. Gejala Klinis

Pada glaukoma akut, TIO meningkat secara mendadak. Peningkatan yang


cepat ini dapat muncul dalam beberapa jam dan memberikan rasa nyeri hebat,
dan jika TIO naik cukup tinggi, nyeri akan sangat hebat sampai dapat
menyebabkan mual dan muntah. Mata menjadi merah, kornea dapat menjadi
keruh atau berawan dan pasien dapat melihat pijaran seperti pelangi disekitar
sumber cahaya serta pandangan menjadi kabur tiba-tiba.

2.7. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan visus
Normal pada tahap awal penyakit
Turun pada tahap akhir penyakit
2. Pemeriksaan Tonometri
Tekanan Intra Okular meningkat
3. Pemeriksaan Oftalmoskop
Papil glaukomatosa
Injeksi silier hebat
Kornea tampak edema dan suram
Bilik mata depan dangkal.

6
4. Pemeriksaan perimetri
Defek lapang pandangan

2.8. Diagnosis
Diagnosis glaukoma biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis glaukoma akut :
a. Slit-lamp biomikroskopi
- Hiperemia limbus dan konjungtiva
- Hiperemis siliar karena injeksi limbus dan pembuluh darah konjungtiva
- Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma
- Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer
- Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi
- Pupil dilatasi bulat lonjong ( oval ) vertikal dan tidak ada reaksi terhadap
cahaya dan akomodasi
- Iris bombe tanpa adanya rubeosis iridis
- Dilatasi pembuluh darah iris
- Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100 mmHg)

Gambar 1. Edema kornea pada glaukoma akut

7
Gambar 2. Pupil dilatasi dan oval pada glaukoma akut

Gambar 3. Edema kornea dan sudut bilik mata

Gambar 4. Gambaran gonioskopi, sudut tertutup komplit. Depan dangkal


pada glaukoma akut.

b. Tonometri Schiotz : ( Normal TIO : 16-21 mmHg) pada glaukoma dapat


mencapai 50-100 mmHg.

8
Gambar 5. Tonometri

c. Funduskopi : papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi,


seperti pada glaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio
membesar (N = <0,4). Sering juga ditemukan optic-disk
edema dan hiperemis.

Gambar 6. Saraf optik normal ( kiri ), penggaungan saraf optik pada


glaukoma akibat peningkatan TIO ( kanan )

9
Gambar 7. Terlihat cup-disk ratio membesar akibat penggaungan saraf optik
pada funduskopi ( kanan ).

d. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Berfungsi untuk membedakan sudut terbuka atau
tertutup

Gambar 8. Gonioskopi

10
e. Pemeriksaan Lapang pandang

Gambar 9. Lapang Pandang Glaukoma

Gambar 10. Perubahan Lapang Pandang Pada Glaukoma

f. Pakimetri
Pakimetri adalah pengukuran ketebalan kornea yang dapat dilakukan
dengan USG atau cara lain. Pasien dengan kornea yang tipis mempunyai
risiko lebih tinggi untuk terjadinya POAG. Pakimetri tidak biasa
dilakukan oleh dokter umum, tetapi dilakukan oleh dokter mata pada

11
pasien yang dicurigai glaukoma. Selain itu, ketebalan kornea
mempengaruhi hasil tonometri aplanasi, dan dengan pakimetri maka
dapat disesuaikan hasil yang terjadi.

2.9. Diagnosa banding


Uveitis akut
Keratitis
Konjungtivitis akut

2.10. Komplikasi
a. Sinekia Anterior Perifer. Iris perifer melekat pada jalinan trabekula dan
menghambat aliran humor aquos.
b. Atrofi Retina dan Saraf Optik.
c. Glaukoma Absolut.

2.11. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
merendahkan TIO secepatnya
melakukan pembedahan apabila TIO normal dan mata tenang
Pada serangan akut, sebaiknya tekanan diturunkan terlebih dahulu
Medikamentosa :
supresi pembentukan aqueous humor
fasilitasi aliran keluar aqueous humor
penurunan volume vitreus
miotik, midriatik, dan sikloplegik
Pembedahan
iridektomi perifer

Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humor

12
Penyekat beta adrenergik
Obat yang berkerja menghambat rangsangan simpatis dan
mengakibatkan penurunan TIO
KI : penyakit obstruksi jalan napas kronik
ES : depresi, kebingungan, fatigue
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol, levobunolol,
metipranol, carteolol
Penghambat anhidrase karbonat topikal
Efektif digunakan sebagai tambahan
ES : rasa pahit sementara, blefarokonjungtivitis alergi
Penghambat anhidrase karbonat sistemik
Dapat menekan pembentukan aqueous humor sebanyak 40-60%
Digunakan pada glaukoma kronik bila pengobatan topikal kurang
memuaskan dan pada glaukoma akut bila TIO sangat tinggi dan
perlu segera dikontrol
Acetazolamide, diklorfenamide, methazolamide
2. Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Analog prostaglandin
Meningkatkan aliran keluar aqueous humor melalui uveosklera
ES : hiperemi konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita,
pertumbuhan bulu mata, penggelapan iris yang permanen
Bimatoprost, latanoprost, travoprost
Obat parasimpatomimetik
Meningkatkan aliran keluar aqueous humor dengan bekerja pada
anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris
Pilokarpin, karbakol
ES : menimbulkan miosis disertai penglihatan suram terutama
pada pasien katarak, ablasi retina

13
Epinefrin 0,25-2%
Meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan penurunan
pembentukannya
ES : refleks vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom,
konjungtivitis folikular, reaksi alergi
KI : pasien dengan sudut bilik mata yang sempit
3. Penurunan volume vitreous
Obat hiperosmotik
Mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air akan tertarik
keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus
Terjadi penurunan produksi aqueous humor
Manitol, gliserin
4. Miotik, midriatik dan sikloplegik
Miotik
Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma
sudut terbuka (menambah fasilitas pengeluaran cairan mata) ,
glaukoma sudut sempit (membuka sudut bilik mata)
Pilokarpin, karbakol, miostat
Midriatik
Dilatasi pupil penting pengobatan penutupan sudut akibat oklusi
sudut bilik mata depan oleh iris perifer
Epinefrin, kokakin, fenilefrin
Sikloplegik
Relaksasi otot siliaris sehingga zonulla zinn menjadi kontraksi
untuk menarik lensa ke belakang ( penutupan sudut akibat
pergeseran lensa ke anterior)
Atropin, homatropin, tropikamida

Terapi bedah dan laser

14
1. Iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer
Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi
dengan membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan
belakang sehingga tidak ada perbedaan tekanan di antara keduanya
Tehnik : laser argon akan membakar iris perifer menyebabkan
kontraksi stroma iris dan akan menarik sudut bilik mata depan hingga
terbuka
ES : sinekia anterior perifer
2. Trabekulopasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran
melalui suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan
aliran keluar aqueous humor.
Digunakan pada glaukoma sudut terbuka.
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah dapat menghasilkan penurunan TIO yang lebih berarti
Trabekulektomi : pembuatan saluran drainase pintas sehingga
terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan ke
jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Komplikasi : terbentuknya jaringan fibrosa jaringan episklera yang
menyebabkan penutupan jalur drainase yang baru.

2.12. Prognosa
Prognosis baik bila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi
yang sesegera mungkin. Penanganan episode akut yang terlambat dapat
menyebabkan kebutaan permanen. Glaukoma kronik adalah pasien tidak
merasakan gejala (asimptomatik) tetapi dapat terjadi kerusakan penglihatan
walaupun kerusakan yang sudah terjadi tidak dapat diperbaiki lagi, tetapi
dengan diagnosa dini dan pemeriksaan serta pengobatan yang teratur makan
kerusakan dapat dihambat seminimal mungkin.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Glaukoma adalah penyakit mata progresif yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang ditandai oleh pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapang pandang. Gejala yang dapat ditemukan pada glaukoma
antara lain nyeri pada mata, sakit kepala, kadang disertai mual muntah, penglihatan
kabur dan penyempitan lapang pandang. Deteksi dini glaukoma dan pengobatan yang
adekuat dapat mencegah kebutaan akibat glaukoma. Prinsip pengobatan glaukoma
terutama untuk mengurangi peningkatan tekanan intraokular yang terjadi pada
sebagian besar glaukoma.

16
DAFTAR PUSTAKA

American Academy Of Ophthalmology. 2003-2004. Fundamental and Principles


of Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2. Page: 56-58
American Academy Of Ophthalmology.2005-2006. Acute Primary Anggle
Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, Section 10. Page : 122-
126.
Atiyatul, A. 2008. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Caroline, V. 2010. Glaukoma Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti,
Jakarta.
Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart, New York.
Goldberg, I. 2007. Definition of Term : Primary open angle glaucoma ( POAG )
in Asia Pasific Glaucoma Guidelines South East Asia Glaucoma Interst Group,
Sydney.
Ilyas, Sidartha, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta. Hal: 212-217.
Kansky. JJ, 2005. Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical
Ophthalmology A Systemic Approach, Sixth Edition, Butterworth- Heinemann
Elsevier. Page:391-397.
Larasati, K. 2011. Glaukoma Akut. Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanegara , Jakarta.
Nurwasis, Komaratih E. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Mata Edisi III. RSU Dokter Soetomo. Surabaya. Hal:2-3
Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14
Cetakan Pertama.Widya Medika, Jakarta. hal : 220-232

17

Anda mungkin juga menyukai