Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD; Premature Rupture of the membrane = PROM;


Amniorrhexis) perdefinisi adalah robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum
persalinan mulai atau sebelum inpartu1.
Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan
25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm
diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya ini berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.Di Rumah Sakit Sanglah sendiri periode 1
Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban
pecah dini adalah sebanyak 12,92%.2

Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membranes (PROM) merupakan


masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa
prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi.
Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; 10% persalinan didahului oleh
ketuban pecah dini. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu
maupun bayi, terutama infeksi.Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi
oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah,
khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika dan lain-lain3,4.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan
menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks),
atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm.
Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban
pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi
lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM4.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan
25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm
diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dimana menurut Naeye 1982
memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat
terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar
antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas
dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari
7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis
0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25%
pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban
pecah dini lebih daripada 24 jam4,5.

Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan. Hampir
30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Cox dkk.

2
mendapatkan 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34
minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal5.

Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai
31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah
sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328
kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur
lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke
atas4.

2.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti,tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara
lain adalah1,3,5:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali.

2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.

3. Faktor selaput ketuban


Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang
mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban
itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi
gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen
dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput
ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.

3
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

5. Faktor tingkat sosio-ekonomi


Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.

6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum
uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan
risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan
letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti
hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas
4,5; stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.

2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban3.

4
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah


jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar
MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua

5
enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban.
Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat
terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain
yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3.

Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin,
MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1
dan MMP-3 pada sel korion3.

Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh
selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis
bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin
yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.
Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu

6
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33.

Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C,
peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan
cairan vaginal berbau2.

Gejala Frekuensi (%)


Temperatur >37,8 C 100
Denyut jantung ibu 100 / menit 20 80
Denyut jantung janin 169 / menit 40 70
Leukosit / ml > 15000 70 90
> 20000 3 10
Cairan vagina berbau 5 22
Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada
jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1
dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi
kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan
jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan
estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia
saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.

Kematian Sel Terprogram

7
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban3.

8
Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang diteorikan
sebagai penyebab ketuban pecah dini3

2.5 Gejala Klinis


Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan
dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan
kebocoran cairan yang terus menerus atau kesan basah di vagina atau perineum.
Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung
keluarnya cairan amnion dari lubang vagina.

Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik antara lain1,7,8:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.

9
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.

Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam, maka
dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah dua jam tidak ada
tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan7,9

2.6 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan
melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,
merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.

Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:


- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan
keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan
amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis).
Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes
nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah
berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif
palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan
menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit
rumit dan tidak dilakukan secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan
vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap,
cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.

10
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna
dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan
berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa
adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun
volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein,
dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih
tepat adanya ketuban pecah dini.

2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan prosedur tetap RSUP
Sanglah adalah9:
1. KPD dengan kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis
dilakukan terminasi kehamilan
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecendrungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius. Segera
dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip
Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 50 g setiap 6 jam oral maksimal 4 kali
pemberian

11
2. KPD dengan kehamilan preterm
1) Penanganan dirawat di RS
2) Diberikan antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid
(untuk UK kurang dari 35 minggu) : deksametason 12 mg /hari
4) Observasi di kamar bersalin
1 Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri
2 Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecendrungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan
37,6 derajat celcius segera dilakukan terminasi
5) Di ruang Obstetri
1 Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam
2 Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju
endap darah (LED) setiap 3 jam
6) Tata cara perawatan konservatif
1 Dilakukan sampai janin viable
2 Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
3 Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan
USG untuk menilai air ketuban
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion),
dipertiimbangkan untuk terminasi kehamilan
Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7
dengan saran sebagai berikut:
Tidak boleh koitus
Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi

2.8 Komplikasi
Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan
usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang

12
mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung
jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa komplikasi yang
berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain6:
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amniotic Band Syndrome

13
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama :KMYR
Umur : 20 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
St Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Bali/ Indonesia
Alamat : Desa Bubungan Gerokgak, Singaraja
Nama Suami : MADH
MRS : 8 Mei 2017

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam sejak pukul 15.00 WITA (8 Mei 2017)

Perjalanan Penyakit
Pasien diantar oleh suami ke UGD Kebidanan RSUD Buleleng rujukan dari bidan
dengan diagnosa G2P1001, uk 37-38 minggu, T/H dengan KPD. Pasien mengeluh
keluar air pervaginam sejak pukul 015.00 WITA (8 Mei 2017).Cairan berwarna jernih,
tidak disertai lendir bercampur darah. Dikatakan tidak ada riwayat sakit perut hilang
timbul dan demam.Gerak janin dirasakan baik.

Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 22 Agustus 2016


Taksiran partus : 29 Mei 2017
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya haid : 3-4 hari
ANC : >5x (di bidan)
USG (+) :1x (SpOG)

14
Riwayat Kehamilan/Persalinan
1. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi
Sejak menikah pasien belum pernah memakai alat kontrasepsi.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali sejak 1 tahun yang lalu pada saat pasien berusia 19 tahun

Riwayat Penyakit Terdahulu


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, dan asma
disangkal.

Riwayat PenyakitKeluarga
Riwayat penyakit sistemik dalam keluarga seperti hipertensi, DM, penyakit jantung,
dan asma disangkal.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 80x / menit
Napas 20x / menit
Suhu Axilla 36,5oC Suhu Rektal 36,9oC
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 151 cm
BMI : 31,11 kg/m2

Status General
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )
Jantung : SIS2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikular (+/+), rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : Sesuai Status Obstetri

15
Ekstremitas : Hangat +|+ Edema -|-
+|+ -|-

Status Obstetrikus
Pemeriksaan luar
Inspeksi
Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae
Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan striae
albicantus)
Tidak tampak bekas luka SC
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah prosesus xyphoideus (30 cm)
Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan bagian kecil di
kanan
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul

Pemeriksaan dalam
VT (17.00 WITA) :
Pembukaan servik 1 jari, eff 25%, ketuban (-) jernih
Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
Pemeriksaan lain
DJJ = 150x/menit
Lakmus Test (+)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


USG
Janin, Letak Kepala, Tunggal Hidup, FHB +, FM +
BPD headlock 8,69cm 35w0d AVE 35w3d
AC headlock 30,1cm 34w0d EDD 30/6/2015
FL headlock 7,32cm 37w3d EFW 2655 gr

16
Placenta Fundus Corpus Anterior Grade III
AFI 4,6
Darah Lengkap (8 Mei 2017)

Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan


WBC 14.5 x103/L 4,10 11,00 Tinggi
%NEU 76.1 % 47,00 80,00 Normal
%LYM 16.5 % 13,00 40,00 Normal
%MONO 6.25 % 2,00 11,00 Normal
%EOS 0.624 % 0,00 5,00 Normal
%BASO 0,483 % 0,00 2,00 Normal
RBC 4.32 x106/L 4,50 5,90 Normal
HGB 12.3 g/dL 13,50 17,50 Normal
HCT 39.3 % 41,00 53,00 Normal
MCV 91 fL 80.00 100.00 Normal
MCH 28.6 Pg 26,00 34,00 Normal
MCHC 31.4 g/dL 31.00 36.00 Normal
RDW 12.5 % 11,60 14,80 Normal
PLT 323 x103/L 150.00 440.00 Normal
MPV 6.15 fL 6,80 10,00 Rendah

Hematologi (30 Mei 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Bleeding Time (BT) 2Menit 00 Detik 1 3 menit
Clotting Time (CT 7 Menit 30 Detik 6 15 menit

3.5 DIAGNOSIS
G1P0000, 37 Minggu 1 hari + KPD, PBB: 2655gr

3.6. PERENCANAAN
Rencana Terapi
- MRS

17
- Ekspektasi Pervaginam
- Cefotaxim 1 gr IV
- Cefadrocil 2 x500 mg PO

Rencana monitoring
- Kelola Sesuai KPD aterm
- Observasi temperatur rektal setiap 3 jam

Rencana edukasi
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.7. KRONOLOGIS PASIEN


9 Mei 2017
Pk. 05.30
S: Os mengeluh sakit perut hilang timbul, Keluar air pervaginam, gerak anak
baik
O: Status Present :
TD : 110/70mmHg N : 80x/menit
RR : 20x/menit Tax : 36,5oC T Rectal : 36,9oC
His (+) 3-4x/10 mnt selama 30-35 detik
djj (+) 142x per menit
VT P 1 cm, efficement 25%, ketuban (-) jernih
teraba kepala, UUK melintang H I
tidak teraba bagian kecil/ tali pusat
Ass: G2P0000, 37 mg 2 hari T/H + KPD
Pdx :-
Tx : Ekspektasi Pervaginam
Mx : Keluhan, Vital Sign
Pk 08.30 Evaluasi his
S :Os mengeluh sakit perut hilang timbul, Keluar air pervaginam, gerak anak
baik
O : Evaluasi
Abd: His 4x/10 mnt selama 35-40 detik
djj (+) 150x/mint

18
VT: P 4cm , eff 50%, ket (-) jernih
teraba kepala, UUK depan H II+
tidak teraba bagian kecil/ tali pusat
Ass: G1P0000, 37mg 2 hari T/H + PK I (keluar Air) + KPD
Pdx : -
Tx : Ekspektasi Pervaginam
Mx : Keluhan, Vital Sign
KIE

Pk 11.15
S :Os ingin mengedan
O : Evaluasi
Abd: His 5x/10 mnt selama 40-45 detik
djj (+) 150x/mint
VT: P lengkap , eff 50%, ket (-) jernih
teraba kepala, UUK depan H III+
tidak teraba bagian kecil/ tali pusat
Ass: G1P0000, 37mg 2 hari T/H + PK II+ KPD
Pdx : -
Tx : Ekspektasi Pervaginam (Pimpin Meneran)
Mx : Keluhan, Vital Sign
KIE

Pk 11.30
Lahir bayi perempuan secara spontan, 2800 gr, segera menangis, APGAR Score 8-9
Anus (+) , Kelainan (-)
Evaluasi: Abd:Tinggi Fundus Uteri 2 jari dibawah pusat
Vag:Tampak Tali pusat dan luka episiotomi

Tx : Dilakukan MAK III : Injeksi Oksitosin 10 IU IM


Peregangan tali pusat terkendali
Massase Fundus Uteri
Mx : Kontraksi uterus
KIE

19
Pk 11.35
Lahir plasenta, kesan lengkap, hematome (-), kalsifikasi (-)
Evaluasi : Abd: TFU 2 jari di bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik
Vag : Perdarahan aktif (-)
Tampak luka Epsisiotomi
WAK TENS NA SUHU TINGG KONTRA KANDU PERDARA
o
TU I DI C I KSI NG HAN
(mm (kal FUND UTERUS KEMIH
Hg) i/m US
nt) UTERI
Pk. 120/8 88 36,5oC 2 Jari (+) baik Kosong (-)
10.55 0 bpst
o
Pk. 120/8 84 36,5 C 2 Jari (+) baik Kosong (-)
bpst
11.10 0
Pk. 120/8 84 36,5oC 2 Jari (+) baik Kosong (-)
bpst
11.25 0
Pk. 120/8 84 36,5oC 2 Jari (+) baik Kosong (-)
bpst
11.40 0
Pk. 120/8 88 36,5oC 2 Jari (+) baik Kosong (-)
bpst
12.10 0
Pk. 120/8 88 36,5oC 2 Jari (+) baik Kosong (-)
bpst
12.40 0
Ass : P1001, PSPT B PP hari 0+ luka episiotomi grade II
Pdx : -
Tx : Repair luka episiotomi
Amoxicillin 3 x 500mg PO
Asam Mefenamat 3 x 500mg PO
Metil Ergometrin 3 x 0,125mg PO
Sulfas Ferosus 2 x 300mg PO
Mx : Keluhan, Vital Sign, tanda-tanda perdarahan
KIE

3.8.PERKEMBANGAN KESEHATAN PASIEN

20
9 Mei 2017
Observasi 2 jam PP
Pk. 13.30
S : Keluhan (-), ASI (-)
O : St Present T 110/60 mmHg, N 80x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen : TFU 2jari di bawah pusat
Kontraksi (+)
Vagina : Perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 P spt B PP hari 0 + repair ruptur episiotomi grade II
Tx : Cefadroxil 3 x 500mg PO
Asam mefenamat 3x500 mg PO
Methyl Ergometrin 3x0,125 mg PO
Sulfas Ferosus 2 x 300mg PO
KIE : Mobilisasi dini, ASI eksklusif, higienitas diri, KB Post Partum

10 Mei 2017
Pk 06.00
S : keluhan (-)
O : St Present T 120/80 mmHg, N 80x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen : TFU 2jari di bawah pusat
Kontraksi (+)
Vagina : Perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 P spt B PP hari I + repair ruptur episiotomi grade II
Tx : Amoxicillin 3 x 500mg PO
As mefenamat 3x500 mg PO
Methyl Ergometrin 3x0,125mg PO
Sulfas Ferosus 2 x 300mg PO
KIE : Mobilisasi dini, ASI eksklusif, higienitas diri, KB Post Partum

21
BPL - Kontrol Poliklinis (17/5/2017)

BAB 4

22
PEMBAHASAN

Masalah yang dibahas pada kasus ini adalah:


1. masalah diagnosis
2. masalah penatalaksanaan
3. masalah prognosis
4.1. Masalah Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gejala klinis ketuban pecah dini yang digunakan sebagai dasar diagnosis, yaitu
1. Anamnesis
2. Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam: ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah
pecah
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa
b. Mikroskopik, tampak lanugo atau verniks kaseosa
(tidak selalu dikerjakan)
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan keluar
air pervaginam. Gerak anak dirasakan masih baik. Dari anamnesis diketahui ini
merupakan kehamilan pertama.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis. Pasien mengatakan tidak


mengalami haid sejak 22 Agustus 2016, dan dikatakan positif mengalami
kehamilan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda kehamilan
seperti ditemukannya pembesaran uterus sesuai dengan umur kehamilan (tinggi
fundus uteri 2 jari di bawah prosesus xyphoideus atau 32 cm), adanya
hiperpigmentasi areola mammae, adanya linea gravidarum pada abdomen dan
striae livide. DJJ ditemukan positif, dan pada pemeriksaan palpasi ditemukan
adanya bagian-bagian janin merupakan tanda pasti kehamilan. Pada vagina terlihat
adanya cairan.

23
HPHT pasien adalah 22 Agustus 2016 dan tafsiran persalinannya 29 Mei 2017.
Pasien datang pada tanggal 8 Mei 2017, dengan demikian dapat dihitung umur
kehamilan saat ini adalah 37-38minggu.

Dari anamnesis gerakan janin dirasakan masih baik oleh pasien. Kemudian pada
pemeriksaan fisik didapatkan DJJ positif. Pasien juga pernah melakukan USG di
rumah sakit sebanyak satu kali dan didapatkan janin tunggal dengan keadaan
masih baik. Hal tersebut menunjukkan janin tunggal dengan keadaan hidup.

Pasien mengeluh keluar air sejak pukul 15.00 wita (8 Mei 20157. Dari inspeksi
terlihat adanya cairanjernih merembes dari kanalis servikalis. Pada pemeriksaan
dalam tidak didapatkan adanya selaput ketuban. Pemeriksaan mikroskopik tidak
dikerjakan karena pada kasus ini cukup spesifik dan data yang diperoleh dari
anamnesis maupun pemeriksaan fisik telah dapat mendukung diagnosis Ketuban
Pecah Dini. Selain itu pemeriksaan mikroskopik bukan merupakan pemeriksaan
yang rutin dilakukan, biasanya dilakukan apabila tes lakmus masih meragukan.
Pemeriksaan dengan kertas lakmus pada pasien ini menunjukkan perubahan warna
kertas lakmus merah menjadi biru.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tersebut


maka pasien ini didiagnosis dengan G1P0000, 37 minggu 1 hari, tunggal/hidup,
KPD.

4.2 Masalah Penatalaksanaan


Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan preterm
dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan KPD
adalah sebagai berikut :
3. KPD dengan kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis
dilakukan terminasi kehamilan

24
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecendrungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius. Segera
dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetrik
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip
Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol 50 g setiap 6 jam oral maksimal 4 kali
pemberian
4. KPD dengan kehamilan preterm
2) Penanganan dirawat di RS
5) Diberikan antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
6) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid
(untuk UK kurang dari 35 minggu) : deksametason 12 mg /hari
7) Observasi di kamar bersalin
3 Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri
4 Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecendrungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan
37,6 derajat celcius segera dilakukan terminasi
6) Di ruang Obstetri
3 Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam
4 Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju
endap darah (LED) setiap 3 jam
7) Tata cara perawatan konservatif
4 Dilakukan sampai janin viable
5 Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam

25
6 Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan
USG untuk menilai air ketuban
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion),
dipertiimbangkan untuk terminasi kehamilan
Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7
dengan saran sebagai berikut:
Tidak boleh koitus
Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi
Pada kasus ini dimana usia kehamilan 37 minggu 1 hari maka seharusnya dikelola
sesuai dengan KPD aterm yaitu pemberian antibiotik amoxicillin 3 x 500mg
ditujukan sebagai profilaksis pencegahan infeksi yang dapat terjadi sebagai
komplikasi dari KPD dan juga sebagai terapi apabila telah terjadi infeksi.

4.3Masalah Prognosis
Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan
usia kehamilan. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang
mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal
bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan ketuban pecah dini antara lain:

1. Infeksi
2. Persalinan preterm
3. Hipoksia dan atau asfiksia sekunder oleh karena penekanan tali pusat dan atau
disertai solusio plasenta.
4. Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus
5. Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan postpartum
primer ataupun sekunder.
6. Pecahnya vasa previa dapat menyebabkan kematian janin antara 33-100%

Melihat kondisi ibu dan janin, maka terminasi dilakukan melalui Partus spontan biasa.
Prognosis pasien ini baik dimana kondisi bayi dan ibu stabil pasca partus. Pada

26
kehamilan selanjutnya kemungkinan terjadinya KPD tetap ada karena sangat erat
berhubungan dengan kebersihan ibu yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Resiko ini dapat diperkecil dengan menjaga kebersihan dengan lebih baik lagi.

27
BAB 5
SIMPULAN

Pasien KMYR, 20 tahun, alamat Desa Bubungan Gerokgak Singaraja datang dengan
keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, disertai sakit
perut yang hilang timbul. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan ini
merupakan kehamilan kedua bagi pasien dengan usia kehamilan 37minggu 1 hari,
keadaan janin baik tunggal hidup aterm. Pasien didiagnosis dengan G1P0000
37minggu 1 hari, tunggal hidup, KPD.

Melihat usia kehamilan dan keadaan janin, pengelolaan dilakukan sesuai KPD aterm
dengan spontan biasa. Pada pukul 11.30 lahir bayi perempuan berat 2800 gram,
panjang badan lahir 44 cm dengan APGAR skor 8-9. Selanjutnya pukul 11.35 lahir
plasenta kesan lengkap.

Terapi untuk kasus ini antara lain pemberian antibiotik, methylergometrin, preparat
besi, dan asam mefenamat. Dari follow up, keadaan pasien semakin membaik,
sehingga pasien dipulangkan pada hari pertama post partum. Saat pasien pulang
diberikan KIE untuk kontrol poli 7 hari kemudian atau terdapat keluhan lain. Pasien
juga diberikan penjelasan mengenai ASI eksklusif dan KB.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
2. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
3. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
4. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner
CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
5. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000.
Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
6. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 1 Juni
2015.
7. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture
of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org.
Akses 1 Juni 2015.
8. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of
Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).
Revised: October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses
1 Juni 2015.
9. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan
Pasien. Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003.

29

Anda mungkin juga menyukai