Sasaran pembelajaran
Untuk mendeskripsikan klasifikasi, karakteristik imaging (CT, MRI, DSA), etiologi,
manifestasi klinis dan pendekatan terhadap tatalaksana endovaskuler untuk CCF
Latar belakang
PENDAHULUAN
CCF adalah hubungan abnormal antara sistem arteri karotis (Arteri Carotid Internal-ICA-
atau Arteri Karotid Eksternal -ECA-) dan sinus kavernosus (CS) (Gambar 1). Tekanan yang
meningkat di dalam CS tampaknya menjadi patofisiologi andalan meskipun penyempitan arteri
dan meningkatkan aliran memainkan peran yang penting.
Ada beberapa klasifikasi CCF, menurut etiologinya (traumatik atau spontan), dinamika
aliran (aliran tinggi atau rendah) dan anatomi (langsung atau tidak langsung).
Fistula Tipe A adalah hubungan langsung antara ICA intraravernosus dan CS, biasanya
terkait dengan laju aliran tinggi, dan sebagian besar sekunder akibat trauma (wajah dan fraktur
basis kranii)[2].
Tipe B fistulas memiliki cabang dural ICA ke CS, dan relatif tidak biasa.
Fistula Tipe D memiliki cabang ICA dan ECA dural ke CS; adalah yang paling fistula tidak
langsung yang paling lazim.
CCF spontan dapat jatuh ke salah satu jenis sebelumnya.
Lokasi yang paling sering dari CCF langsung adalah pada segmen ICA intracavernosus
horizontal proksimal di dekat trunkus inferolateral. Gangguan traumatik pada dinding pembuluh
darah adalah penyebab paling sering untuk CCF langsung (trauma, iatrogenik), walaupun 20%
kasus dianggap sebagai tipe spontan (kondisi yang menjadi predisposisi kelemahan dinding ICA,
mis.Sindrom Ehlers-Danlos) [3].
CCF tidak langsung biasanya spontan dan sering terjadi pada wanita pasca menopause.
Faktor predisposisi antara lain hipertensi, diabetes, kehamilan, penyakit pembuluh darah
kolagen. Terkadang bisa sembuh secara spontan tanpa pengobatan [4, 5].
GAMBARAN KLINIS:
Secara langsung, CCF aliran, gejalanya muncul tiba-tiba. Trias Dandy (eksoftalmus
berdenyut, bruit dan kemosis) tidak sepenuhnya diamati pada semua pasien, dan juga disertai
gambaran klinis lainnya (diplopia, nyeri, cephalic bruit, ophtalmoplegia, kehilangan
penglihatan). Kehilangan penglihatan adalah salah satu komplikasi yang paling ditakuti dan
membutuhkan tatalaksana segera [6, 7].
Manifestasi klinis lain yang kurang umum mencakup perdarahan intrakranial (sekunder
terhadap aliran menuju sinus sphenoparietal dan vena serebral media profunda) dan perdarahan
eksternal (otorrhagia, epistaksis) [3, 8].
Mengenai CCF tidak langsung, timbulnya gejala tidak mendadak seperti CCF langsung
dan Progesivitas perlahan-lahan, menunjukkan progresif glaukoma, proptosis atau mata merah.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS:
Termasuk spektrum patologi yang luas (Tabel 1), sehingga pasien dapat dievaluasi secara
hati-hati sebelum patologi vaskular dikenali.
Vaskular
Trombosis CS
Konjungtivitis
Endokrin
Opthalmopati tiroid
Lainnya
Osteoma
Neoplasma okuler
Hemangioma
Displasia fibrosis
Gambar 3: Anatomy of the system pembuluh darah vena pada basis kranii (superior view). 1. Vena oftalmika superior; 2. Sinus intercavernous
anterior; 3.Vena oftalmika Inferior; 4. Plexus pterygoid; 5. Vena meningeal media; 6. petrosal superior; 7. Sinus petrosal inferior;8. Plexus
venosus basilar; 9. Sinus transverse; 10. Sinus intercavernous Posterior; 11.Sinus kavernousl;12. Sinus sphenoparietal.
Pada fistula aliran tinggi dan refluks retrograde vena kortikal, studi MRI atau CT dapat
menunjukkan dilatasi leptomeningeal dan vena korteks [7, 9, 10].
Namun, CT dan MRI tidak dapat mengecualikan diagnosis sepenuhnya, dan karena itu
angiografi serebral diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan CT / MRI sebelum tatalaksana.
Angiografi cerebral adalah standar emas untuk diagnosis, klasifikasi (menggambarkan anatomi
dan memperkirakan aliran pintasan) dan tatalaksana CCF [3, 7, 9, 10].
Penilaian sirkulasi arteri kortikal dan aliran kolateral melalui sirkulus Willis.
Untuk menggambarkan pola aliran vena, jalur terapeutik, cedera pembuluh darah terkait dan
evaluasi bifurkasi karotis sebelum terapi kompresi.
Tujuan pengobatan dalam CCF langsung adalah untuk menutup robekan antara ICA dan
CS, menjaga patensi ICA, sedangkan pada CCF tidak langsung tujuannya adalah untuk
memurtus hubungan dan mengurangi tekanan CS [3].
Oklusi balon: Prosedur ini mengharuskan CS berukuran cukup besar untuk menempatkan
balon untuk embolisasi dan ukuran fistula harus lebih kecil dari balon yang dipompa, namun
cukup besar untuk membiarkan balon kempes. Balon memiliki keuntungan karena bisa
diarahkan melalui fistula dan CS, dan harus digelembungkan ke volume yang lebih besar dari
lubang fistula untuk mencegah migrasi retrograde ke ICA [3]. Kemudian angiografi diulang
untuk memastikan penutupan fistula dan patensi ICA.
Embolisasi transarterial: Pada tahun-tahun terakhir ini telah menjadi andalan dalam
tatalaksana dalam CCF langsung aliran tinggi [12, 13]. Juga, merupakan alternatif kapan sisa
pintasan AV tetap pada CCF dural. Embolisasi bisa dilakukan dengan kumparan platinum
yang dapat dilepas dan agen emboli cair (n-butyl cyanoacrylate,kopolimer etilena-vinil
alkohol); Yang pertama lebih disukai karena penyebarannya ke dalam CS dapat terkontrol
dan diandalkan.Komplikasi dari prosedur ini mencakup thromboemboli dan diseksi ICA [7].
Penempatan stent graft yang tertutup: Dapat berguna untuk menghilangkan CCF langsung,
Sambil mempertahankan patensi ICA. Sebenarnya penggunaannya terbatas.
Embolisasi transvena: merupakan metode pilihan saat ini dalam tatalaksana CCF tidak
langsung Tujuan dari teknik ini adalah untuk kateterisasi CS yang abnormal secara selektif
dan menutup fistula tanpa pengulangan aliran vena ke struktur kortikal [7, 9, 10]. Hal ini bisa
dilakukan di beberapa jalur; yang paling sering digunakan adalah melalui sinus petrosal
inferior (IPS) [9, 10, 14].
Ada beberapa jalur alternatif lain, termasuk vena fasial dan SOV, CS trans-kontralateral,
vena serebri media superfisial dan sinus sphenoparietal, pleksus pterygoid dan pungsi
transorbital langsung dari CS melalui fisura orbital superior.
Gambar untuk bagian ini
Gambar 4: Perempuan 73 tahun dengan CCF tidak langsung tipe D. DSA lateral dengan injeksi ICA kanan (kiri) dan ECA kanan (kanan). Titik
fistula terletak di CS kiri, dengan suplai ICA oleh trunkus meningo-hipofisary (panah merah) dan suplai ECA oleh arteri meningeal media (panah
biru) dan cabang clivus dari arteri faringeal asenden. Aliran vena ke vena ophtalmika superior (panah kuning) dan sinus petrosus inferior.
Gambar 5: DSA koronal (kiri) dan lateral (kanan) pada pasien sebelumnya. Embolisasi koil pada fistula (panah merah) dilakukan, dari suplai
arteri meningeal media. Selanjutnya, onyx digunakan untuk embolisasi dari dari arteri meningeal media ke CS
Gambar 6: DSA korona (kiri) dan lateral (kanan) pada pasien sebelumnya. Setelah embolisasi (panah merah), oklusi fistula
dilakukan. Gejala okuler membaik secara signifikan
Gambar 7: Laki-laki 34 tahun dengan CCF traumatik, langsung, aliran tinggi (panah merah). DSA dengan injeksi arteri karotis internal kiri.
Potongan koronal (kiri) dan lateral (kanan). Aliran vena ke vena ophtalmika superior, vena sylvia superficial kiri, sinus petrosal inferior, plexus
pterygoid kiri, dan CS kanan.
Gambar 8: DSA pada pasien sebelumnya. Potongan koronal. Injeksi ICA kanan selama kompresi manual ICA kiri.
Perhatikan opasifikasi yang terlambat pada hemisfer kanan
Gambar 9: DSA pada pasien sebelumnya. Tampilan lateral. Embolisasi koil dengan pendekatan simultan arterial dan vena dilakukan, tanpa
oklusi penuh fistula (panah merah), namun menjaga permeabilitas ICA. Beberapa hari kemudian, karena gejala persistance, oklusi lengkap ICA
dilakukan
Gambar 10: Laki-laki berusia 64 tahun dengan lesi basis kranii infiltrative (mucormicosis) dengan epistaksis masif. Gambar CT
dengan kontras pada bidang aksial dan sagital menggambarkan CCF langsung dengan ekstravasasi kontras pada fase arteri (A dan
C) dan akumulasi kontras dalam fase akhir (B). Juga perhatikan erosi tulang yang terkait (panah kuning). Oklusi karotis dipilih
sebagai satu-satunya tatalaksan yang mungkin dilakukan. Karena kegawatdaruratan tidak ada tes oklusi karotis yang dilakukan.
Gambar 11: DSA pada pasien sebelumnya. Injeksi arteri karotis komunis kiri pada akhir prosedur. Bidang koronal (A) dan
lateral (B). Oklusi lengkap ICA dan pengisian ICA distal dan cabang-cabangnya, termasuk arteri oftalmika (panah merah)
diamati. Gambar non-substraksi (C) menunjukkan material embolisasi (koil - panah biru dan perangkat Amplatzer - panah
kuning - secara proksimal).
Gambar 12: Pendarahan berhenti tapi tekanan darah pasien tetap rendah beberapa jam berikutnya. Kontrol TC 24 jam
menunjukkan infark arteri serebral kiri yang tersisa
Gambar 13: Laki-laki berusia 78 tahun dengan CCF tidak langsung. Gambar CT aksial (atas) dan koronal (bawah) menunjukkab
pembengkakan vena oftalmika superior bilateral (panah merah).
Gambar 14: T2 MRI bidang koronal dari pasien sebelumnya. Amati letak aliran kosong di sebelah kiri CS (panah merah), akibat
sekunder dari CCF.
Gambar 15: DSA bidang koronal (kiri) dan lateral (kanan) pada pasien sebelumnya. CCF tidak langsung tipe D dengan suplai
ICA dan ECA oleh arteri sphenopalatina, arteri meningeal media dan arteri faringeal asenden. Aliran vena ke vena oftalmika
superior dan ke CS. Embolisasi dengan partikel PVA dari suplai ECA Berhasil dilakukan dan gejala okular membaik.
Kesimpulan
CCF adalah patologi yang tidak umum yang harus dicurigai oleh ahli radiologi dalam
konteks trauma atau dalam konteks klinik yang tepat. Pemeriksaan CT/MRI secara teliti bisa
menghasilkan diagnosis dini dan tatalaksana segera. DSA tetap menjadi standar emas untuk
diagnosis dan tatalaksana. Fistula tidak langsung aliran rendah (tipe B, C dan D) dapat
ditatalaksana secara konservatif dan yang memiliki pola aliran berbahaya dan fistula langsung
aliran tinggi (tipe A) dibutuhkan tatalaksana yang adekuat.
Dengan kemajuan terbaru, terapi endovaskular telah menjadi terapi yang paling banyak
digunakan dalam tatalaksana CCF, efektif dan dengan hasil klinis yang baik pada sebagian besar
kasus.