Anda di halaman 1dari 12

GAGAL GINJAL AKUT

Lampiran 2

ALGORITMA DIAGNOSIS DAN TERAPI GAGAL GINJAL AKUT

Oliguri/Azotemia

Anamnesis
PD
Biokimia
Urinalisis
Petunjuk Pemeriksaan Urin

Diare/muntah/perdarahan/hpertensi/ Overload cairan Riwayat ISK


curah jantung turun Hipertensi Riwayat Batu
Petunjuk urinalisis: Obat/Kemoterapi Aliran urin yang kurang
BUN?kreatinin >20 Pigmenturi Kandung kencing penuh
Osmolalitasurin >50 Osmolalitas urin<350
FE na<1% FE>2%

SUSPEK GGA POST


SUSPEK GGA PRERENAL SUSPEK GGA RENAL RENAL

Koreksi assam basa


Rehidrasi Koreksi elektrolit'dukungan nutrisi
Tranfusi
Obat inotropik Kateterisasi
Pemeriksaan Pencitraan

PERBAIKAN
Diuresis Oliguri persisten Overload yang nyata
Gagal ginjal
Edema peru
Asidosis Metabolik
Coba Diuretik Hiperkalemia/Uremia/
/Dopamin Hiperkatabolisme
KOREKSI BEDAH

PERBAIKAN OLIGURI
DIALISIS

1
GGA : gagal ginjal akut, PD : pemeriksaan Fisik , ISK :Infeksi Saluran Kemih< BUN : Blood Ure
Nitrogen, FE Na : Fraksi Ekskresi Natrium

Gagal ginjal Non- Oligouria Anuria DIAGNOSIS


Oliguria

A.INISIAL

Rehidrasi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis
"Diuretic Challenge" Pemeriksaan Laboratorium

Oliguria/Anuria
Menetap Gajala klinik berat atau
Gangguan elektrolit

Oliguria/Anuria
Gagal Ginjal Non Menetap
Oliguria

B.LANJUTAN
Terapi

Gagal Ginjal menetap

Terapi "Non Akut" Terapi Emergensi Dialisis/CAVH

SINGKIRKAN
KEMUNGKINAN
GAGAL GINJAL KRONIK

2
ARF (Acute Renal Failure)
Hubungan :
L:P =Sama

Etiologi
1. Azotemia prarenal (Penurunan perfusi ginjal) dengan angka kejadian 50%
a. Deplesi/ penurunan volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
i. Perdarahan
ii. MUntah,diare
iii. Diuresis berlebihan
iv. Luka bakar, peritonitis
b. Penurunan Volume sirkulasi arteri yang efektif
i. Penurunan curah jantung (infark Miokard, Disaritmia,CHF,
emboli paru)
ii. Vasodilatasi perifer (sepsis, anafilaksis, obat anastesi, Anti
Hipertensi)
iii. Hipoalbuminea (S.Nefrotik, Sirosis)
c. Perubahan Hemodinamik ginjal primer
i. Penghambat sintesis prostaglandin (aspirin, NSAID)
ii. VAsodilatasi arteriol eferen
iii. Obat Vasokontriktor (alfa adrenergik : Norepinefrin)
iv. SIndrom Hepatorenal
d. Obstruksi vaskular ginjal bilateral
i. Stenosis arteri ginjal, emboli, trombosis
ii. Trombosis vena renalis bilateral
2. Azotemia Pascarenal (Obstruksi saluran kemih)
a. Obstruksi uretra
b. Obstruksi aliran vesica urinaria keluar (BPH, CA prostat)
c. Obstruksi ureter bilateral/ unilateral
i. Intra ureter : Batu, bekuan darah
ii. Ekstra ureter : Prostat/ serviks, fibrosis retroperitoneal
d. Kandung kemih neurogenik
3. Intrinsik (di ginjal)
a. Nekrosis tubular akut
i. Pasca iskemik (syok, sepsis, Bedah jantung dan aorta)
ii. Nefrotik endogen
1. Antibiotik
2. Media kontras terionisasi
3. Logam berat
4. Siklosporin, takrolimus
5. Pelarut : karbon Tetraklorida
iii. Nefrotik Eksogen

3
1. Pigmen Intra tubular : Hb, Mioglobin
2. Protein intratubular : Mieloma, Multiple
3. Kristal, Intratubular : Asam urat
b. Penyakit Vaskular/Glomerulus ginjal primer
i. GNAPS
ii. Hipertensi maligna
iii. Serangan akut GGK yang terkait pembatasan air/garam
c. Nefritis Tubulointerstisial akut
i. Alergi : beta laktam, sulfonamid
ii. Infeksi (pielonefritis akut)

Perjalanan Klinis GGA


1. Stadium Oliguria
a. Aliguria timbul 24-48 jam pasca trauma
b. Biasanya disertai azotemia
c. lama lama uremia menimbulkan manifestasi pusing, mual dan apati -
somnolen, haus, nafas kusssmaul, anemia, kejang,dsb.
d. Uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia,
asidosis metabolik
Oliguria Uremia
Kerusakan Jaringan Asam sulfat dan kalium terbentuk
Nafas kusmaul Asidosis metabolik (terkompensasi) ph turun (tidak kompensasi)
Hipokalsemi dan hiperkalemia gangguan fungsi jantung

2. Fase Diuretik
a. Keluaran urin meningkat >400ml/hari
b. Berlangsung 2-3 minggu
c. Terjadi akibat diuresis osmotik karena tingginya urea di dalam darah
dan belum pulihnya tubulus yang mempertahankan air dan garam
d. Kekurangan K,Na dan air
e. BUN meningkat
f. Harus di rehidrasi

3. Fase penyembuhan
a. Berlangsung sampai 1 tahun
b. 5% tidak mengalami pemulihan fungsi ginjal
c. Poliuria berkurang, uremia berkurang
d. GFR meningkat
PATOFISIOLOGI
1.GGA pre-renal

4
Pada keadaan dimana terjadi penurunan volume efektif intravaskuler oleh sebab
apapun, tubuh akan melakukan kompensasi untuk memenuhi perfusi ke organ-organ
vital seperti otak, jantung dan ginjal sendiri dengan meningkatkan aktivitas simpatis,
sistem renin-angiotensin II-aldosteron, dan sekresi ADH oleh hipotalamus.
Pada ginjal, selain terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin II-aldosteron, terjadi
refleks miogenik dan feedback glomerulotubuler. Refleks miogenik merupakan
kemampuan yang unik dari arteriole afferent untuk melakukan dilatasi atau
konstriksi. Refleks ini dipengaruhi oleh regangan dinding arteriole, bukan pengaruh
saraf ginjal. Dengan mekanisme ini aliran darah glomerulus dapat dipertahankan bila
terjadi hipoperfusi. Feedback glomerulotubuler merupakan mekanisme autoregulasi
berupa dilatasi atau kontriksi pada arteriole afferent yang dipengaruhi oleh variasi
kadar klorida pada makula densa. Sama seperti pada refleks miogenik, mekanisme
inipun berguna untuk mempertahankan aliran darah glomerulus pada keadaan
hipoperfusi. Sistem renin-angiotensin II-aldosteron mempunyai mekanisme yang
lebih kompleks. Secara umum, angiotensin II merupakan vasokonstriktor, termasuk
pada arteriole afferent maupun efferent, namun efeknya pada efferent lebih kuat
sehingga perannya pada GGA pre-renal berguna untuk mempertahankan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Bersama vasopresin, aldosteron berperan dalam terjadinya retensi
air dan garam, dengan maksud untuk meningkatkan volume efektif intravaskuler,
namun berbeda dengan angiotensin II, aldosteron dan vasopresin menyebabkan
penurunan LFG.
Sampai keadaan -keadan tertentu kompensasi di atas masih efektif untuk mencukupi
oksigenasi ginjal, sehingga apabila keadaan hipoperfusi segera teratasi, fungsi ginjal
akan kembali normal, namun bila hipoperfusi berlangsung lama atau sangat berat,
akan terjadi kerusakan parenkim ginjal atau nekrosis tubular akut (NTA). Pada
percobaan binatang, pengkleman arteri renalis atau pemberian infus epinefrin selama
40 menit sudah menimbulkan kerusakan parenkim ginjal yang sama dengan yang
ditemukan pada penderita GGA, sedangkan pada hipoperfusi ringan (iskemi parsial)
yang terjadi selama 3 jam belum menyebabkan kerusakan ginjal yang menetap.

5
Keadaan hipoperfusi ginjal oleh karena oklusi arteri renalis kadang-kadang
ditemukan pada neonatus, dan umumnya sebagai komplikasi pemasangan kateter
umbilikal, selain itu ditemukan pada bayi dengan asfiksia dan penyakit jantung
kongenital. Pada anak yang lebih besar sering ditemukan pada stenosis arteri renalis
bilateral, dan GGA akibat oklusi a.renalis ini tidak menyebabkan nekrosis parenkimal
yang lengkap karena terbebtuknya kolateral. Untuk keadaan oklusi arteri ini,
kompensasi seperti diatas tidak akan memperbaiki perfusi ke ginjal, sehingga dengan
cepat menyebabkan kerusakan parenkim ginjal.

2.GGA renal (intrinsik)


Secara garis besar GGA renal disebabkan oleh gangguan hemodinamik, zat
nefrotoksik dan penyakit vaskuler/glomerulus.
Gangguan hemodinamik berupa gipoperfusi berat dan berkepanjangan menyebabkan
GGA melalui 3 mekanisme utama yaitu :
1. Aliran darah ke ginjal berkurang dengan ekibat menurunnya koefesien filtrasi
glomerulus dan selanjutnya menurunkan LFG
2. Aktivasi sistem renin angiotensin, hipoperfusi akan mengaktifkan sistem renin
angiotensin, sehingga angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor akan
meningkat, akibatnya perfusi ke ginjal makin berkurang dan LFG makin
menurun. Selain angiotensin II, beberapa keadaan yang makin memperberat
kerusakan ginjal antara lain : kurangnya vasodilator prostaglandin,perangsangan
saraf simpatis, vasopresin dan endotelin. Endotelin, suatu vasokonstriktor yang
jauh lebih kuat dibanding angiotensin II, ditemukan kadarnya tinggi pada
percobaan binatang yang mengalami GGA karena iskemia. Endotelin ini
dihasilkan oleh endotel kapiler ginjal yang mengalami kerusakan karena iskemia
dan diduga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya GGA renal yang
didahului kelainan pre-renal.
3. Obstruksi tubulus. Iskemi ginjal akan menyebabkan degenerasi epitel tubulus dan
gangguan pada membrana basalis tubulus. Epitel yang rusak akan menyumbat

6
lumen tubulus. Obstruksi tubulus diperberat dengan edema dan nekrosis sel
tubulus. Akibat keadaan ini, aliran urin akan terhambat ke bagian distal
menyebabkan oliguri/anuri, dan tekanan intra tubulus yang berada di proksimal
dari obstruksi akan meningkat menyebabkan LFG akan berkurang.
4. Back leak. Kerusakan epitel glomerulus akan menyebabkan kebocoran sehingga
cairan filtrat glomerulus yang masuk ke tubulus akan meninggalkan tubulus
(backflow) melalui endotel yang rusak, masuk ke kapiler peritubuler, Keadaan ini
akan menyebabkan produksi urin berkurang.
Mekanisme terjadinya kerusakan ginjal oleh zat nefrotoksik bervariasi, tergantung
jenis obatnya. Penurunan koefesien filtrasi kapiler glomerulus berperan dalam
beberapa GGA oleh nefrotoksik, akan tetapi obstruksi tubulus oleh debris sel yang
mengalami nekrosis ditemukan pada semua GGA oleh zat nefrotoksik.
Etiologi lain dari GGA renal yaitu penyakit vaskuler dan glomerulus. Trombosis rena
renalis sering terjadi pada keadaan dehidrasi hiperosmoler atau keadaan
hiperkoagulopati seperti pada penderita sindroma nefrotik atau polisitemia. Keadaan
ini akan menimbulakan nekrosis karena perdarahan dan bendungan vena. GGA
karena trombosis vena renalis ini biasanya mengalami perbaikan parsial. Bentuk lain
GGA karena gangguan vaskuler ini ditemukan pada sindroma hemolitik uremik
(SHU). Pada keadaan ini terjadi kerusakan sel endotel mikrovaskuler dengan akibat
terjadinya deposisi trombin platelet-fibrin. Akibat keadaan ini akan terjadi
peningkatan komsumsi trombosit, gangguan pada aliran darah (eritrosit) oleh benang
fibrin, obliterasi kapiler glomerulus dan berkurangnya area permukaan filtrasi
glomerlus. Penurunan LFG pada GGA karena kelainan vaskuler terjadi oleh berbagai
faktor antara lain : berkurangnya aliran darah ginjal, kerusakan langsung pada
dinding kapiler glomerulus dan berkurangnya area permukaan filtrasi.

3.GGA post renal


GGA post renal terjadi akibat obstruksi baik total maupun parsial dari saluran kemih.
Pada obstruksi parsial biasanya tidak terjadi oliguri, malah sering poliuri. Adanya
obstruksi pada suatu tempat dari saluran kemih akan menyebabkan terkumpulnya urin

7
di daerah proksimal dari obstruksi, dengan akibat terjadi peningkatan tekanan pada
daerah tersebut. Meningkatnya tekanan akan berlanjut terus ke proksimal sampai ke
lumen tubulus dan menyebabkan pelebaran duktus koligentes (hidronefrosis). Reaksi
yang terjadi pada saat terjadi bendungan akut adalah vasodilatasi pembuluh darah
ginjal selama 1 sampai 3 jam yang kemudian diikuti oleh vasokonstriksi sehingga
akhirnya akan terjadi kerusakan sel-sel tubulus.

Beda ARF Pre dan Intra ren


Uji laboratorium Azo. Pre Nekrosis Tubular Akut
Kadar Na urin <10mEq/L >20 mEq/L
Ratio Kreatinin urin >40:1 <20 :1
plasma
Ratio urea urin/plasma >8:1 <3 :1
FEna (%) <1 >1
Ratio BUN >10:1 10:1
Osmolalitas urine >500 287 mOsm
BJ urine >1.015 1.010
Sedimen Normal Silinder sel, debris

TERAPI
Pada kebanyakan kasus GGA tanpa komplikasi umumnya cukup diterapi konservatif
dan bersifat suportif.
Terapi konservatif terdiri dari terapi simtomatik dan spesifik sesuai penyakit yang
mendasarinya.
Terapi simtomatik bisa berupa: terapi untuk mengatasi kondisi pre-
renal;mempertahankan keseimbangan air dan garam; terapi komplikasi seperti
hiperkalemia, hipertensi, asidosis, infeksi; dan pemberia nutrisi yang sesuai.
Terapi spesifik dapat berupa : Steroid, antikoagulan, plasmferesis.
Terapi suportif pada pasien GGA meliputi :
- stabilisasi pasien
- monitoring input/out[put
- pemeriksaan elektrolit berkala

8
- pencegahan sepsis dengan meminimalisasi tindakan infus atau kateterisasi,
melakukan kultur secara periodik dan pemberian antibiotika bila ada indikasi.
Terapi GGA pre-renal
Pada GGA pre-renal, harus dilakukan pemberian cairan secepatnya. Cairan yang
diberikan pertama kali adalah larutan garam fisiologis atau albumin 5 % dengan dosis
10-20 mL/kgBB/dosis. Disamping sebagai terapi, pemberian cairan cepat ini berguna
pula sebagai alat diagnostik, apakah GGA ini termasuk pre-renal atau bukan. Respon
terapi dikatakan baik bila terjadi diuresis > 1-3 mL/kgBB/jam.
Bila penyebabnya ialah gagal jantung, pemberian cairan cepat ini akan menambah
beban jantung. Pada keadaan ini, pemberian furosemid 2-5 mg/kgBB/dosis atau
bumetadine 0,25-0,5 mg/kgBB/dosis yang diikuti pemberian obat inotropik
(dopamin, dobutamin,digoksisn) akan meningkatkan curah jantung aliran darah ke
ginjal. Bila dengan terapi ini masih oliguri/anuri maka lakukan terapi GGA renal.

GGA post-renal
Terapi spesifik pada GGA post-renal adalah menghilangkan obstruksi. Tergantung
dari letak obstruksinya, mungkin perlu dilakukan pemasangan folley kateter,
vesikotomi, kateter ureter atau tube nefrostomi.
Hal yang perlu diperhatikan pada penderita GGA post-renal yang telah dikoreksi
obstruksinya ialah sering terjadi diuresis berlebihan dengan kemungkinan terjadi
hipokalemi,hiponatremi,hipotensi sampai terjai kolaps. Untuk itu terapi cairan harus
betul-betul diperhatikan.

GGA renal
Terapi konservatif yang penting pada GGA renal ialah menjaga keseimbangan air,
asam basa, elektrolit,penanganan hipertensi, anemia dan pemberian nutrisi.
a. Menjaga keseimbangan air
Pada penderita GGA renal, harus dilakukan retriksi cairan. Jumlah cairan yang
diberikan adalah insensibel water loss (kira-kira 400 cc/m2 LPT/hari) ditambah
dengan output (urin, BAB,muntah). Untuk mengganti insensibel water loss sebaiknya

9
digunakan larutan Dekstrose 10% sedangkan untuk mengganti output memakai NaCl
0,45%. Bila tampak tanda-tanda overload yang berlebihan maka harus
dipertimbangkan untuk dilakukan dialisis.
b. Terapi gangguan asam basa
Penambahan basa (Na bikarbonat) dilakukan bila pH < 7,2 dan HCO3- kurang dari 12
mEq/L. Jumlah mEq bikarbonat yang diperlukan adalah 0,3 x BB x (bikarbonat yang
diharapkan-bikarbonat yang diperiksa). Setengahnya diberikan dalam 2-3 jam
pertama dan sisanya dalam 24 jam.
Pada pasien dengan hipokalsemia, koreksi asidosis ini harus hati-hati karena dapat
menyebabkan tetani.
c. Koreksi gangguan elektrolit
Hiponatremia
Koreksi baru dilakukan bila kadar ion Na < 120 mEq/L atau bila ada gejala klinik.
Dosis yang diperlukan :
0,6 x BB x {Na yang diharapkan (130) - Na serum } diberikan dalam bentuk larutan
NaCL hipertonis (3-5%) selama 4 jam.
Hiperkalemia
Penanganan hiperkalemia dilakukan dengan menurunkan kadar kalium dengan
merangsang penggunaan kalium oleh sel maupun dengan mengeluarkan kalium dari
dalam tubuh. Penderita juga jangan mengkonsumsi makanan yang mengandung
kalium dan harus hati-hati bila memberikan trasfusi karena darah merupakan sumber
kalium.
Gejala berat biasanya timbul pada kadar kalium di atas 7,5 mEq/L namun keadaan
asidosis dan hipokalsemia dapat meningkatkan toksisitasnya sehingga kadar kalium
di atas 5,8 mEq/L tanpa gejala pun harus diterapi dengan pemberian Na-polistiren
sulfonat resin (kayeksalat) per oral atau enema.
Hiperfosfatemi
Bila ringan tidak perlu diterapi namun bila berat dapat diberikan Ca-carbonat sebagai
pengikat fosfat. Dosis yang dianjurkan 300-400 mg/kgBB oral. Sebaiknya kadar
fosfat dipertahankan antara 5-6 mg/dL.

10
Hipokalsemi
Tidak perlu diterapi kecuali bila ada tetani (berikan Ca glukonat 10% dengan dosis
0,5-1 ml/kgBB iv pelan).

d. Hipertensi
Prinsipnya ialah menurunkan tekanan darah secara cepat tapi aman. Umumnya
hipertensi pada GGA disebabkan oleh retensi air dan garam tapi faktor lain bisa
berperan seperti renin-angiotensin II-aldosteron atau sistem alafa adrenergik.. Ada
beberapa alternatif terapi :
- Nifedipin (antagonis kalsium), diberikan sublingual dengan dosis 0,25-1
mg/kgBB/dosis, dapat diulang dalam 30 menit, namun selanjutnya diberikan tiap
3-4 jam. Dosis maksimal 30 mg/dosis atau 180 mg/24 jam.
- Diazoksid (vasodilator), diberikan secara iv cepat dengan dosis 3-5
mg/kgBB/dosis. Dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg/kgBB/dosis, maksimal
150 mg.
- Labetolol (penghambat alfa dan beta adrenergik non selektif). Dosis awal 0,25
mg/kgBB/dosis iv, dapat ditingkatkan sampai 0,5 mg/kgBB/dosis setelah 10
menit, jika perlu sampai 1 mg/kgBB/dosis. Bila diberikan dengan drip, dosisnya
1-5 mg/kgBB/jam, maksimal 300 mg/hari.
e. Terapi anemi
Transfusi dapat dipertimbangkan bila PCV < 25 %. Harus hati-hati akan
kemungkinan peningkatan kadar K karena produk darah merupakan sumber K yang
cukup tinggi.
f. Nutrisi
Nutrisi merupakan hal yang sangat penting pada penanganan GGA terutama pada
penderita yang tidak mengalami dialisis. Bila memungkinkan diupayakan diberi
makan per oral/sonde sedangkan nutrisi parenteral menjadi pilihan terakhir.
Tujuan utamanya adalah mencegah katabolisme yang akan memperberat gagal ginjal,
juga untuk membantu mempercepat pemulihan kerusakan ginjal.

11
Prinsipnya ialah memberikan energi yang cukup dan pembatasan masukan protein ,
kalium, natrium dan fosfat.
Dialisis diperlukan pada 20 % penderita dan terapi ini diindikasikan pada kombinasi
beberapa faktor seperti asidosis berat, gangguan keseimbangan elektrolit (terutama
hiperkalemia), gangguan SSP, hipertensi, overload cairan dan gagal jantung kongestif
yang refrakter terhadap terapi konservatif.
Pemilihan jenis dialisis yang akan digunakan (hemodialisis, continous a-v
hemofiltrasi, continous v-v hemofiltrasi, continous a-v hemodialisis atau peritoneal
dialisis) tergantung pada etiologi, indikasi spesifik dan kontra indikasi relatif.

PROGNOSIS
Angka kematian GGA cukup tinggi(berkisar 33-78 %).
Dubia et bonam Jika ditatalaksana dengan baik

12

Anda mungkin juga menyukai