Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan oleh


kelompok remaja di kota merupakan sebuah kajian yang menarik untuk
dibahas. Perkelahian antar pelajar yang pada umumnya masih remaja
sangat merugikan untuk beberapa pihak dan perlu upaya untuk mencari
jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Masalah yang
lebih menarik lagi adalah para pelajar SMA/SMK di Jakarta dan kota-kota
besar lain di Indonesia yang sering terjadi tawuran dan seolah-olah
mereka bangga dengan perilakunya yang tidak mencerminkan sebagai
generasi muda yang baik.

Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia


merupakan fenomena yang menarik untuk saya bahas dalam makalah ini.
Perkembangan teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai
korelasi yang erat dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan
oleh remaja kota. Banyaknya tontonan yang menggambarkan perilaku
agresif dan games yang bisa dimainkan di playstation atau game online
diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh kelompok terhadap
agresivitas pelajar di kota besar seperti jakarta atau terhadap agresivitas
antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok
yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan
mengeksklusifkan kelompok lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tawuran dilihat dari segi psikologis dan sosiologis ?


2. Apa saja sebab-sebab tawuran antar pelajar itu ?
3. Bagaimana solusi pemberantasan tawuran ?
4. Apa saja akibat-akibat tawuran antar pelajar itu ?

1
1.3 Tujuan

Mendeskripsikan tawuran dilihat dari segi psikologis dan sosiologis.


Menjelaskan sebab-sebab tawuran antar pelajar.
Mengetahui solusi pemberantasan tawuran
Mengetahui akibat-akibat dari tawuran pelajar
Mengetahui apa saja faktor-faktor pada diri anak yang terlibat
tawuran.
Mencari solusi untuk mencegah terjadinya tawuran

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tawuran

Tawuran atau Tubir adalah istilah yang sering digunakan masyarakat


Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak
kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun
masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai
hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok. Tawuran merupakan
suatu penyimpangan sosial berupa perkelahian.
Berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, indikasi pelanggaran HAM dalam tawwuran tersebut
mencakup:
1. Hak untuk hidup, yaitu terdapat pada pasal 9 ayat (1), yang
berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk hidup,
memperthankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2. Hak atas rasa aman, yaitu terdapat dalam pasal 33 ayat (1), yang
berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak
manusiawi, merendahkan.
3. Derajat dan martabat kemanusiannya, yaitu terkandung dalam
pasal 33 ayat (2) setiap orang berhak untuk bebas dari
penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
4. Hak anak, adalah salah satu dari sekian banyak hak esensial yang
dilanggar dalam selain hak untuk hidup serta hak rasa aman, hak
anak tersebut diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
a) Pasal 53 ayat (1) yang berbunyi bahwa setiap anak sejak
dalam kandungan berhak untuk hidup, memperthankan
hidup, dan meningkatkan taraf kehidupan.
b) Pasal 58 ayat (1) yang berbunyi bahwa setiap anak berhak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala
bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perilaku
buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan.

3
a. Menurut KBBI

Dalam kamus bahasa Indonesia tawuran dapat diartikan sebagai


perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan pelajar adalah
seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar
adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana
perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja. Kenakalan
remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan kedalam 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
1.Delikuensi Situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi
yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu
biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan
masalah secara cepat.
2.Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu
berada didalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada
aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti
anggotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota tumbuh
kebanggan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja
seorang remaja akan cenderung membuat sebuah geng yang
mana dari pembentukan geng inilah para remaja bebas melakukan
apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang dipatuhi karena
iia berada dilingkup kelompok sebayanya.

2.2 Dinamika Tawuran antar Pelajar

Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota besar.


Mereka (pelajar) bergerombol/ berkumpul ditempat-tempat keramaian siap
mencari lawannya, tetapi tak jarang sasaran mereka justru pelajar sekolah
yang tidak pernah ada masalah dengan sekolahan mereka. Dengan
berpura-pura menanyakan nama seseorang yang mereka cari, dengan
beraninya merampas atau meminta uang dengan paksa kepada pelajar
yang mereka temui. Dengan berbekal senjata tajam, gir, rantai, dan alat
pemukul mereka siap mencari sasaran dan melakukan tindak kekerasan.
Para pelajar ini menurunkan kebiasaan buruknya kepada adik-adik
kelasnya, sementara mereka sudah naik satu jenjang menjadi mahasiswa.

4
Dengan berbekal pengalaman tawuran ini, jadilah mahasiswa yang
memiliki bibit-bibit kekerasan. Dengan perkembangan aktivitas kampus,
maka mereka kerap mendompleng nama reformasi untuk bisa berbuat
tindak kekerasan dan memicu terjadinya konflik dengan aparat keamanan.
Kembali lagi kepada latar belakang mengapa pelajar begitu mudah
untuk melakukan tindak kekerasan tawuran, inilah penyimpangan-
penyimpangan yang tumbuh subur pada diri pelajar. Mereka beralasan
karena solideritas pertemanan, disinilah kekeliruan awal yang harus cepat
dibetulkan sehingga tidak berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk
melakukan tawuran ini. Remaja atau generasi muda berada dalam dua
paradigma yang saling bertolak belakang. Di satu sisi remaja dianggap
sebagai usia potensial dimana mereka mempunyai kelebihan energi,
berpikir tanggap, tangkas dan bermotivasi kuat. Di sisi lain masa remaja
diasosiasian sebagai sumber keributan, sumber permasalah sosial, dan
pertikaian.
Anak-anak pelajar adalah harapan bangsa, yang akan menggantikan
para pemimpin bangsa ini. Peran sekolah, lingkungan, orang tua dan
pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus bertanggung dan
bekerja sama dengan baik untuk menanggulangi permasalah ini. Dengan
adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah
akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini. Kementrian
pendidikan agar selalu menekankan sekolah-sekolah untuk berkomunikasi
aktif dengan orang tua siswa dan pemerintah sendiri agar bekerja sama
dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk membuat kebijakan-kebijakan
dan melaksanakanya dengan sungguh-sungguh dan selalu melakukan
evaluasi secara bertahap.
Berikan motivasi pelajar-pelajar dengan menggerakan mahasiswa-
mahasiswa yang berprestasi agar mau membimbing dan berinterkasi
sehingga bisa merubah pola pandang mereka untuk berbuat yang terbaik
bagi dirinya, orangtuanya, dan nama baik sekolah mereka.

2.3 Tawuran dari Segi Psikologis dan Sosiologis

Faktor psikologis amatlah signifikan berperan dalam hidup


seseorang. Analisis dari segi psikologis ini akan dibagi kedalam dimensi
perkembangan kognitif, moral, dan identitas. Menurut jean piget, psikolog
yang mengembangkan teori perkembangan kognitif, kaum muda
dimasukan dalam tahap pemikiran formal-operasional . pada masa ini,

5
mereka mencoba menyusun hipotesa dan menguji berbagai alternatif
pemecahan masalah hidup sehari-hari. Kini, ia makin menyadari
keberadaan masalah-masalah disekelilingnya. Salah satunya, bagaimana
membuktikan kesetiakawanan. Konsekuensi logis sesuai perkembangan
kognitifnya mengatakan supaya ia mengikuti segala aturan kelompok,
walaupun aturan kelompok itu negatif, misalnya tawuran. Ini adalah salah
satu bentuk uji coba pemecahan masalah mereka.
Kohlberg, psikolog yang mengembangkan teori moral,
mengklasifikasikan kaum muda dalam tahap konvensional. Pada masa ini,
seorang pemuda mulai sadar adanya tuntutan dari luar dirinya, terutama
teman-temanya. Secara lebih khusus, kohlberg mengkelompokan kaum
muda pada tingkat perkembangan moral keempat: orientasi hukum dan
ketertiban . usaha-usaha konformitas mendominasi dirinya bagaimana ia
dapat menjalankan tugas kelompoknya dengan sebaik-baiknya, walaupun
itu negatif, tawuran, misalnya. Baginya ikut tawuran adalah pertimbangan
moral yang paling tepat.
Menurut teori perkembangan kepribadian Erikson, seorang muda
akan memasuki masa kekaburan identitas. Ia menjadi sadar bahwa dunia
yang didiaminya kompleks jawaban-jawaban yang diperolehnya pada
masa kecil kini tidak memadai. Pertanyaan who am l semakin menguat.
Selanjutnya, Richard Logan, mengutarakan bahwa pada masa ini, akan
ada suatu mekanisme pertahanan untuk mengurangi kecemasan yang
timbul akibat kekaburan identitas, yaitu munculnya identitas negatif.
Identitas negatif ini akan menjadi palarian dan barang pengganti atas
kecemasan akan kekaburan identitas yang dialaminya. Salah satu bentuk
identitas negatif adalah tawuran itu.
Robert Selman, yang mengembangkan teori perkembangan
penalaran sosial dan interpersonal mengelompokan kaum muda ke dalam
tingkat penalaran sosial keempat, yaitu pengambilan pandangan yang
dalam dan simbolis.
Kaum muda tidak hanya mahluk individu, melainkan juga mahluk
sosial. Karenanya, faktor-faktor sosiologis juga berperan signifikan dalam
pembentukan pribadi seorang pemuda. Kaum muda sekarang adalah
(kaum muda emas). Bila ditelusuri, kaum muda yang usianya 15-18 tahun
itu lahir pada tahun 1984-1987. Pada rentang tahun itu, ORBA sedang
gencar-gencarnya menjalankan program KB dengan motonya adalah
keluarga kecil sejahtera. Jadi, kaum muda sekarang umumnya berasal
dari keluarga yang relatif kecil. Disatu sisi memang baik, tapi, mereka
tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak macam pribadi
dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang

6
bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya, keluarga
mereka terdiri dari empat hingga lima orang. Jadi, mereka hanya bisa
berinteraksi dengan maksimal tiga hingga empat orang. Perlu diingat
bahwa pendidikan keluarga amat dominan dalam pembentukan pribadi
hingga usia 12-13 tahun. Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak
mau, akan berpengaruh pada ketika ia memasuki masa muda. Bisa jadi,
orang muda ini belum mampu membinna interaksi dan menyikapi
masalah-masalah dalam interkasi sosial, sehingga berakhir pada tindakan
yang tidak bijaksana, tawuran misalnya.
Kaum muda jaman sekarang hidup didalam masa globalisasi. Ada
dua sifat menonjol dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan.
IPTEK yang berkembang dengan begitu pesat membuat dunia yang
tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi
diangggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus
informasi dari yang ideal dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat
diakses oleh kaum muda dengan mudah. Kebebasan juga cenderung
berlebihan sejarang. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi
hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita yang berpakaian minim.
Jalan dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di
mana-mana. Dalam masa ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan,
namun, ketika kebebasan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas,
demokrasi menjadi anarkis, kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan
jatuh. Di sisis lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang
kuat untuk menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya,
berbagai informasi dan pemunuh kebutuhan yang negatif dengan mudah
meracuni mereka. Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media
dengan mudah berakar dalam diri mereka. Inilah titik tolak munculnya
benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka wujudkan dalam
tawuran, misalnya, jika keseluruhan analisis diatas dirangkum, maka
semuanya mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena
perubahan psikologis yang belum pernah dialami sebelumnya
membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena menyadari
faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.
Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di
lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara
edukatif. Namum tidak bisa ditampak, di lembaga ini ternyata masih sering
terjadi kekerasan. Masih banyak lagi kasus kekerasan pendidikan masih
mewarnai wajah pendidikan kita. Dalam melihat fenomena ini, beberapa
analisa bisa diajukan pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat
adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi,

7
ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi
melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggran, maka
terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan. Tawuran antar
pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Selain itu,
kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya fisik, melainkan bisa
berbentuk pelanggaran atas kode etik dan tata tertib sekolah. Misalnya,
siswa membolos sekolah dan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi
mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstroming oleh faktor-
faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses
transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat
menjurus ke arah positif atau negatif.
Terkait dengan kepribadian diri tersebut, permasalahan kronis
generasi muda sekarang adalah terjadinya split personality. Kondisi ini
merupakan fenomena hilangnya integrasi antara otak dan hati. Misalnya
tawuran. Hati sebenarnya mengetahui bahwa tindakan tersebut akan
mandatangkan output negatif dan destruktif. Tetapi otak lebih berkuasa
dengan luapan ego emosional yang seakan tak kuasa dipendam. Maka
terjadilah perilaku brutal pelajar, yang acap kali meresahkan warga.
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam tataran global maupun lokal,
terdapat semacam sindrom keangkuhan dikalangan para pelajar. Sindrom
keangkuhan ini identik dengan trend gang-isasi, yakni pembentukan
komunitas-komunitas yang bercorak ekstrem.

2.4 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran

a. Faktor Internal
Ketidak mampuan atau kurang mampunya beradaptasi dengan
lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan pada setiap
orang. Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan masih
dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kompleks seperti beragaman
budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima
sehingga dilampiaskan lewat kekerasan. Saat tidak mampu beradptasi,
rasa putus asa, menyalahkan orang lain dan memilih cara instan untuk
memecahkan persoalan membuat rasa frustasi semakin mengendalikan
emosi pelajar yang labil. Ketidakpekaan terhadap perasaan sesamanya.
Sebenarnya, dalam diri mereka butuh pengakuan.

8
b. Faktor Keluarga
jika keluarga tidak bahagia, bahkan ada kekerasan dalam rumah
tangga akan berdampak pada mental psikologis anak. Secara tidak
langsung, remaja akan meniru pola yang ia lihat di dalam keluarganya.
Anak yang terlalu dilindungi orangtuanya (dimanja) juga akan sama saja.
Saat bergabung dalam kelompok sosialnya disekolah, ia akan
menyerahkan diri secara total tanpa memiliki kepribadian dan prinsip yang
kuat.
Penyesuaian emosional yang kurang memadai ditambah dengan
kelompok sosial yang tidak benar semakin memungkinkan terjadinya
tawuran antar pelajar.

c. Faktor Sekolah
kebosanan di dalam ruang belajar mengajar seperti tindak belajar
mengajar yang monoton, tidak mengijinkan siswa untuk bertindak kreatif,
terlalu mengekang dan otoriter juga menjadi pengaruh. Sebagian besar
hidup remaja juga dihabiskan di sekolah, tempat ia belajar sekaligus
mengekspresikan dirinya. Tak heran jika sekolah sering disebut sebagai
rumah kedua.
Siswa yang bosan akan memilih untuk bersenang-senang di luar sekolah.
Guru sekolah dinilai sebagai pihak otoriter yang gemar menghukum
siswanya ketimbang mendidik dalam arti yang sebenarnya.

d. Faktor Lingkungan
Faktor ini jauh lebih luas daripada lingkungan rumah remaja.
Lingkungan ini juga berbicara sekolah, media televisi, media cetak dan
ketidakpuasan atas negara atau fasilitas negara. Jika diruntut dari faktor
lingkungan, media-media dan teladan pemerintah juga menjadi sorotan
atas tawuran pelajar.
Rasa solideritas yang diberikan remaja, seringkali berada dijalur yang
salah. Sebaiknya perlu ditekankan ulang akan pentingnya mengendalikan
rasa solideritass dengan akal pikiran sehat dan jiwa toleransi antar
manusia yang tinggi. Solideritas tidak selalu ikut-ikutan dalam hal buruk.

9
2.5 Pelaku Tawuran Terbagi Dari Beberapa Kategori

Tawuran antar pelajar bisa dimasukan dalam beberapa kategori,


antara lain :

a. Perilaku Agresif
Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan
korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif.
Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan
dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal
atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya
niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan
orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan
situasi, tidak ada pilihan, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman-teman sebabnya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti
bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat
penampilan, dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga
(hurlock, 1980)

b. Penyimpangan
Deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata
populasi. Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan
pembahasan yang tepat mengenai norma sosial. Sedangkan norma
sendiri berarti kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang
diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan
tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan.
Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara
eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota
suatu kelompok.

c. Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan remaja mengacu kepada rentang suatu perilaku
yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara soaial
(seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan
diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara
pelanggaran-pelanggaran index dan pelanggaran-pelanggaran status.

10
Pelanggaran-pelanggaran index adalah tindakan kriminal, baik yang
dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu
meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan,
palacuran, dan pembunuhan. Pelanggaran-pelanggaran status adalah
tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius seperti lari dari rumah, bolos
dari sekolah, dan ketidak mampuan mengendalikan diri.

d. Perkelahian Masal
Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota
besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia
Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat
yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengkslusifkan kelompok
lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kegemaran berkelahi secara masal dibagi menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam
menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor ektrogen
dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor
sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang
menimbulkan tingkkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri
atas faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu.

2.6 Faktor-faktor pada diri anak yang terlibat Tawuran


Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi seorang anak ikut serta
dalamm tawuran. Faktor-faktor diantaranya yaitu:

a. Berasal dari keluarga kecil


keluarga kecil yang hanya beranggotakan maksimal 4 orang anggota
keluarga memang sudah menjadi program yang menjadi program
pemerintah dari zaman dulu hingga sekarang. Namun keluarga kecil dapat
menimbulkan kekurangan perhatian pada seorang anak sehingga anak
akan cenderung mencari perhatian dari luar dalam keluarganya.

b. Berasal dari keluarga berantkan


mereka yang mengalami keluarga yang berantakan, misalnya orang
tua yang bercerai, saudara selalu bertengkar, dsb. Akan mengalami luka

11
batin. Keberadaan luka batin ini dapat merusak pembentukan kepribadian
seorang muda yang kemudian mencari sebuah ketenangan di luar.

c. Buruknya sistem dalam kebijakan pendidikan yang berlaku


kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh burukanya sistem
dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikulum yang hanya
mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan
efektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan.

d. Faktor Keluarga
Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah
rumah tangga
Perlindungan lebih yang diberikan orang tua
Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah
bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu
Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila

e. Faktor lingkungan sekolah


lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa
bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, diantaranya adalah:
Tanpa halaman bermain yang cukup luas
Tanpa ruangan olahraga
Minimnya fasilitas ruang belajar
Jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
Ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya

f. Faktor Miliu
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi
pendidikan dan perkembangan remaja. Dari semua hal di atas dapat
dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas (identitas
negatif). Pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia
dini), jenis kelamin (laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-
harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah
(prestasi yyang rendah pada kelas-kelas awal), pengarus teman sebaya
(pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah),
peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan
disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya
kejahatan, tingginya mobilitas).

12
2.7 Sebab-sebab Tawuran antar Pelajar
Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua
kelompok dalam bentuk perkelahian masal di tempat umum sehingga
menimbulkan keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang ada
di sekitar tempat kejadian perkara tawuran. Tawuran bisa terjadi antar
pelajar sekolah, antar mahasiswa kampus, antar warga, antar pendukung
atau suporter, antar pemeluk agama, anntar suku, dan bisa jugga antar
warga dengan pelajar, antara pendukung parpol dengan polisi dan lain
sebagainya.

Tawuran yang paling sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari


adalah tawuran pelajar sekolah. Tawuran antar murid sekolah biasanya
terjadi karena berbagai hal, sebab-sebab terjadinya tawuran diantaranya
yaitu:
Budaya atau kebiasaan murid sekolah dari dulu
Saling pelotot-pelototan antar pelajar sekolah
Saling ejek mengejek antar pelajar sekolah
Ingin balas dendam karena ada yang diganggu
Keributan imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan, dll

2.8 Akibat-akibat Tawuran antar Pelajar

a. Rusaknya fasilitas umum


Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainya, serta
fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Kerugian semacam ini
sangat terasa di Jakarta. Banyak tawuran pelajar terjadi ditempat-tempat
umum, seperti jalan raya, bus, dan halte. Tawuran antar pelajar tentu
sangat merugikan orang lain terutama fasilitas umum yang berada
disekitar tempat kejadian tawuran. Misalnya kendaraan umum, halte,
gedung-gedung, dan lainnya.

b. Terganggunya proses belajar di sekolah


masalah tawuran ini tentunya jugga akan berimbas pada proses
belajar mengajar disekolah. Pihak sekolah yang terkait akan meliburkan
proses belajar mengajar yang dilakukan sehingga akan merugikan siswa-
siswa yang tidak ikut serta dalam tawuran. Selain itu juga dengan kejadian
ini akan menimbulkan kerugian bagi pihak sekolah yang tercemar nama

13
baiknya karena ulah siswanya yang berandalan. Tawuran pelajar juga
membuat terganggunya kegiatan-kegiatan disekolah yang selalu was-was
jika diserang sekolah lain, akibatnya kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
ditiadakan untuk menghindari tawuran.

c. Adanya korban tewas atau luka-luka


Pelajar dan keluarga yang terlibat perkelahian sendiri jelas
mengalami dampak negatif bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Dalam bentrok atau tawuran ini adanya korban luka-luka sangat sulit
dihindarkan. Hal ini tentu sangat merugikan mereka sendiri, meskipun
begitu hal terburuk yang mungkin terjadi dalam tawuran antar pelajar yaitu
adanya korban tewas. Sesuatu hal yang tidak pernah diharapkan oleh
pihak manapun.

d. Terfganggu secara psikologis


Dengan kejadian tawuran ini siswa akan terganggu secara psikologis
seperti perasaan ketakutan, tidak percaya diri, merasa diasingkan, dan
selalu mencurigai. Hal ini tentu akan sangat mengganggu siswa yang
bersangkutan dalam kegiatan sehari-harinya.

e. Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi


Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik,
adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian
dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar tersebut belajar bahwa
kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah
mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya
tercapai. Sehingga dalam hal ini siswa akan cenderung acuh, tidak perduli
dengan orang lain, egois, tidak disiplin dan lain-lain.

2.9 Solusi Pemberantasan Tawuran

1) Membuat peraturan sekolah yang tegas


Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari
sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan
memberhentikan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru
dan pindahan. Setiap pelajar siswa siswi harus dibuat takut dengan
berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran.

14
Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainya juga
harus diberi sanksi.

2) Memberikan pendidikan anti tawuran


Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan
akar akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa
kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan
rencana pelajar-pelajarbadung yang merencanakan penyerangan
terhadap pelajar sekolah lain. Jika diserang diajarkan untuk mengalah dan
tidak melakukan serangan balasan, kecuali terpaksa.

3) Kolaborasi belajar bersama antar sekolah


Selama ini belajar disekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak
saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan yang
lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang
berdekatan secara lokasi memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran
pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan
berinterkasi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran antar
pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.

4) Membuat Program Ekstrakulikuler Tawuran


Diharapkan setiap sekolah membuat eskul konsep baru bertema
tawuran, namun tawuran pelajar yang mendidik, misalnya tawuran ilmu,
tawuran olahraga, tawuran dakwah dan lain-lain yang bersifat positif,
tetapi bersifat kompetisi, tetapi bersifat saling mengisi dan bekerjasama
sehingga bisa bergabung dengan ekskul yang sama di sekolah lain.

5) Siswa diarahkan ke hal hal positif dengan diberikan


tanggungjawab
Dengan diberi tanggung jawab siswa diharpkan mempunyai sebuah
beban yang harus mereka pikul dan untuk kemudian membawanya ke
aktifitas yang positif seperti OSIS, Pramuka, PMR, dll.

6) Orang tua memberikan perhatian yang semestinya kepada anak


Untuk mencegah adanya miss comunication maka peran orang tua
dalam hal ini yaitu memberikan perhatian kepada anak, orang tua juga
harus memberikan keterbukaan kepada anak untuk tidak segan
menyatakan keluh kesahnya kepada orang tua baik jika terdapat masalah

15
maupun hal yang menggembirakan. Sehingga orang tua dapat secara
tidak langsung mengontrol emosi siswa agar tetap stabil dan tidak mudah
lari ke hal yang negatif seperti tawuran.

7) Institusi dan orang tua jangan terlalu menekan siswa dengan


berbagai peraturan yang berlebihan
Pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan anak
sepatutnyalah harus bisa berinteraksi tanpa harus memberi tekanan yang
berlebih seperti suatu pencapaian prestasi dan terlalu ketatnya sebuah
peraturan sehingga anak tidak bisa menyalurkan bakat kreatifitasnya
sehingga mencari tempat di mana mereka bebas menyalurkan aspirasinya
tanpa harus ada tekanan dengan melakukan hal-hal yang negatif.

8) Lingkungan masyarakat perlu dibangun sarana organisasi yang


menampung aspirasi dan semangat muda
Lingkungan masyarakat yang menjadi lingkungan yang secara
langsung berinteraksi dengan anak, maka dalam lingkungan tersebut
haruslah tersedianya saran dimana anak dapat menyalurkan ide,
gagasan, kreatifitas dan emosi yang membangun sehingga tercipta suatu
bentuk kegiatan yang positif yang dapat menjauhkan ke hal yang negatif.
Seperti sebuah lembaga organisasi yang legal dari pemerintah sekitar.
Dengan berbagai terobosan-terobosan baru dalam hal kegiatan
menanggulangi tawuran pelajar antar sekolah secara perlahan akan
menciptakan persepsi di mana tawuran itu adalah kegiatan yang sia-sia
sehingga tidak layak ikut serta. Sehingga secara berkelanjutan
permasalahan tawuran akan menghilang atau setidaknya berkurang dan
lama-kelamaan tawuran akan segera punah dari dunia pelajar Indonesia.

16
BAB III

PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekerungan
dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juaga
pembaca yang budiman pada umumnya.

3.1 Kesimpulan
Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota besar
dan biasanya didasari karena alasan solideritas. Anak-anak pelajar adalah
remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa
ini. Peran sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu
kesatuan yang harus bertanggung bjawab dan bekrja sama dengan baik
untuk menanggulangi permasalahan ini. Dengan adanya kerjasama, baik
lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah akan memberikan solusi
unntuk pemecahan masalah ini.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi
mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstroming oleh faktor-
faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses
transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat
menjurus ke arah positif atau negatif.

Dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran antralain


meliputi:
Keluarga yang berantakan atau tidakk harmonis
Buruknya sisitem dalam kebijakan pendidikan yang berlaku
Faktor lingkungan sekolah
Faktor miliu

17
Sebab-sebab yang meliputi terjadinya tawuran seperti:
Budaya atau kebiasaan murid sekolah dari dulu yang masih bertahan
sampai saat ini
Saling pandang memandang antara pelajar sekolah lain
Saling ejek-mengejek antar pelajar dari sekolah lain
Rasa ingin balas dendam karena ada yang diganggu atau dilecehkan
Keributan imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan antar
sekolah

Akibat yang ditimbulkan oleh tawuran antar pelajar:


Rusaknya fasilitas umum
Terganggunya proses belajar disekolah
Adanya korban tewas atau luka-luka
Terganggunya secara psikologis
Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi

Solusi pemberantasan tawuran:


Membuat peraturan sekolah yang tegas
Memberikan pendidikan anti tawuran
Kolaborasi belajar bersama antar sekolah
Siswa diarahkan ke hal-hal positif dengan diberikan tanggungjawab
Orangtua membberikan perhatian yang semestinya kepada anak

Dari permasalahan yang sudah dibahas sebelumnya maka dapat


disimpulkan bahwa cara mencegah Tawuran antar Pelajar, yaitu:
1) Para siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua
permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaianya dengan
menggunakan kekerasan
2) Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada
para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih
3) Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip
penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk
menyakiti orang lain

18
4) Ajarkan ilmu sosial budaya, ilmu sosial budaya sangat
bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah
menempatkan diri dilingkungan masyarakat
5) Tindakan kekerasan pasti akan menular, pihak yang
berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku
tindak kekerasan
6) Memberikan pendidikan moral yang baik
7) Adanya figur yang menjadi teladan, yang bisa memberikan
contoh yang baik, seperti orangtua, guru ataupun teman
8) Orang tua memberikan perhatian lebih dengan mengakui
keberadaanya
9) Menggunakan waktu luang dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan positif yang diselenggarakan oleh sekolah ataupun
kegiatan diluar sekolah seperti olahraga, kegiatan musik, les,
atau mengikuti suatu organisasi yang bermanfaat
10) Lebih dekat dengan keluarga, karena banyak hal yang bisa
didiskusikan dan bisa dipecahkan bersama-sama

Permasalahan perilaku sosial tawuran antara kelompok pelajar


dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lingkungan
internal maupun eksternal dilihat dari aspek:
Kekuatan (Strenght)
Kelemahan (Weakness)
Peluang (Oppurtunity)
Tantangan atau Hambatan (Threats)

3.2 SARAN

Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak orangtua
maupun sekolah harus lebihh berperan aktif salam menanggulangi aksi
tawuran antar pelajar. Pada pihak orangtua harus lebih intensif dalam
memberikan arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat
pengajaran mengenai nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun
didalam hal ini juga tidak kalah penting peranannya dalam pendidikan
karakter anak dan adapun anak berkarakter tidak sesuai dengan yang
diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan karakter siswa adalah tugas

19
bersama, pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun sangat
dibutuhkan peranannya dalam pengawasan disekitar lingkungan sekolah
maupun ditempat umum.
Dan hal-hal yang diharapkan dari solusi yang dipaparkan
Siswa lebih disiplin dan terkontrol
Prestasi akademik meningkat
Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar
Sehingga para remaja harapan bangsa dan sebagai penurus bangsa ini
tidak akan tercoreng lagi dengan kekerasan atau tawuran yang selama ini
mmenghantui pendidikan di Negri ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

HTTP://ORGANISASI.ORG/CARA-MENANGGULANGI-MENGATASI-
TAWURAN-ANTAR-SISWA-PELAJAR-SEKOLAH-SD-SMP-SMA-SMK-
DLL

HTTP://BLOG.TP.AC.ID/FENOMENA--TAWURAN-ANTAR-PELAJAR

HTTP://ID.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/TAWURAN

HTTP://ANDESMARIO91.BLOGSPOT.COM/#!/2012/10/MAKALAH-ISD-
PERILAKU-SOSIAL-TAWURAN.HTML

HTTP://WWW.HUKUMONLINE.COM/KLINIK/DETAIL/LT4F12A3F7630D1
/PASAL-UNTUK-MENJERAT-PELAKU-PENGANIAYAAN-ANAK

21

Anda mungkin juga menyukai