PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a. Menurut KBBI
4
Dengan berbekal pengalaman tawuran ini, jadilah mahasiswa yang
memiliki bibit-bibit kekerasan. Dengan perkembangan aktivitas kampus,
maka mereka kerap mendompleng nama reformasi untuk bisa berbuat
tindak kekerasan dan memicu terjadinya konflik dengan aparat keamanan.
Kembali lagi kepada latar belakang mengapa pelajar begitu mudah
untuk melakukan tindak kekerasan tawuran, inilah penyimpangan-
penyimpangan yang tumbuh subur pada diri pelajar. Mereka beralasan
karena solideritas pertemanan, disinilah kekeliruan awal yang harus cepat
dibetulkan sehingga tidak berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk
melakukan tawuran ini. Remaja atau generasi muda berada dalam dua
paradigma yang saling bertolak belakang. Di satu sisi remaja dianggap
sebagai usia potensial dimana mereka mempunyai kelebihan energi,
berpikir tanggap, tangkas dan bermotivasi kuat. Di sisi lain masa remaja
diasosiasian sebagai sumber keributan, sumber permasalah sosial, dan
pertikaian.
Anak-anak pelajar adalah harapan bangsa, yang akan menggantikan
para pemimpin bangsa ini. Peran sekolah, lingkungan, orang tua dan
pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus bertanggung dan
bekerja sama dengan baik untuk menanggulangi permasalah ini. Dengan
adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah
akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini. Kementrian
pendidikan agar selalu menekankan sekolah-sekolah untuk berkomunikasi
aktif dengan orang tua siswa dan pemerintah sendiri agar bekerja sama
dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk membuat kebijakan-kebijakan
dan melaksanakanya dengan sungguh-sungguh dan selalu melakukan
evaluasi secara bertahap.
Berikan motivasi pelajar-pelajar dengan menggerakan mahasiswa-
mahasiswa yang berprestasi agar mau membimbing dan berinterkasi
sehingga bisa merubah pola pandang mereka untuk berbuat yang terbaik
bagi dirinya, orangtuanya, dan nama baik sekolah mereka.
5
mereka mencoba menyusun hipotesa dan menguji berbagai alternatif
pemecahan masalah hidup sehari-hari. Kini, ia makin menyadari
keberadaan masalah-masalah disekelilingnya. Salah satunya, bagaimana
membuktikan kesetiakawanan. Konsekuensi logis sesuai perkembangan
kognitifnya mengatakan supaya ia mengikuti segala aturan kelompok,
walaupun aturan kelompok itu negatif, misalnya tawuran. Ini adalah salah
satu bentuk uji coba pemecahan masalah mereka.
Kohlberg, psikolog yang mengembangkan teori moral,
mengklasifikasikan kaum muda dalam tahap konvensional. Pada masa ini,
seorang pemuda mulai sadar adanya tuntutan dari luar dirinya, terutama
teman-temanya. Secara lebih khusus, kohlberg mengkelompokan kaum
muda pada tingkat perkembangan moral keempat: orientasi hukum dan
ketertiban . usaha-usaha konformitas mendominasi dirinya bagaimana ia
dapat menjalankan tugas kelompoknya dengan sebaik-baiknya, walaupun
itu negatif, tawuran, misalnya. Baginya ikut tawuran adalah pertimbangan
moral yang paling tepat.
Menurut teori perkembangan kepribadian Erikson, seorang muda
akan memasuki masa kekaburan identitas. Ia menjadi sadar bahwa dunia
yang didiaminya kompleks jawaban-jawaban yang diperolehnya pada
masa kecil kini tidak memadai. Pertanyaan who am l semakin menguat.
Selanjutnya, Richard Logan, mengutarakan bahwa pada masa ini, akan
ada suatu mekanisme pertahanan untuk mengurangi kecemasan yang
timbul akibat kekaburan identitas, yaitu munculnya identitas negatif.
Identitas negatif ini akan menjadi palarian dan barang pengganti atas
kecemasan akan kekaburan identitas yang dialaminya. Salah satu bentuk
identitas negatif adalah tawuran itu.
Robert Selman, yang mengembangkan teori perkembangan
penalaran sosial dan interpersonal mengelompokan kaum muda ke dalam
tingkat penalaran sosial keempat, yaitu pengambilan pandangan yang
dalam dan simbolis.
Kaum muda tidak hanya mahluk individu, melainkan juga mahluk
sosial. Karenanya, faktor-faktor sosiologis juga berperan signifikan dalam
pembentukan pribadi seorang pemuda. Kaum muda sekarang adalah
(kaum muda emas). Bila ditelusuri, kaum muda yang usianya 15-18 tahun
itu lahir pada tahun 1984-1987. Pada rentang tahun itu, ORBA sedang
gencar-gencarnya menjalankan program KB dengan motonya adalah
keluarga kecil sejahtera. Jadi, kaum muda sekarang umumnya berasal
dari keluarga yang relatif kecil. Disatu sisi memang baik, tapi, mereka
tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak macam pribadi
dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang
6
bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya, keluarga
mereka terdiri dari empat hingga lima orang. Jadi, mereka hanya bisa
berinteraksi dengan maksimal tiga hingga empat orang. Perlu diingat
bahwa pendidikan keluarga amat dominan dalam pembentukan pribadi
hingga usia 12-13 tahun. Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak
mau, akan berpengaruh pada ketika ia memasuki masa muda. Bisa jadi,
orang muda ini belum mampu membinna interaksi dan menyikapi
masalah-masalah dalam interkasi sosial, sehingga berakhir pada tindakan
yang tidak bijaksana, tawuran misalnya.
Kaum muda jaman sekarang hidup didalam masa globalisasi. Ada
dua sifat menonjol dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan.
IPTEK yang berkembang dengan begitu pesat membuat dunia yang
tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi
diangggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus
informasi dari yang ideal dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat
diakses oleh kaum muda dengan mudah. Kebebasan juga cenderung
berlebihan sejarang. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi
hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita yang berpakaian minim.
Jalan dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di
mana-mana. Dalam masa ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan,
namun, ketika kebebasan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas,
demokrasi menjadi anarkis, kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan
jatuh. Di sisis lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang
kuat untuk menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya,
berbagai informasi dan pemunuh kebutuhan yang negatif dengan mudah
meracuni mereka. Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media
dengan mudah berakar dalam diri mereka. Inilah titik tolak munculnya
benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka wujudkan dalam
tawuran, misalnya, jika keseluruhan analisis diatas dirangkum, maka
semuanya mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena
perubahan psikologis yang belum pernah dialami sebelumnya
membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena menyadari
faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya.
Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di
lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara
edukatif. Namum tidak bisa ditampak, di lembaga ini ternyata masih sering
terjadi kekerasan. Masih banyak lagi kasus kekerasan pendidikan masih
mewarnai wajah pendidikan kita. Dalam melihat fenomena ini, beberapa
analisa bisa diajukan pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat
adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi,
7
ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi
melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggran, maka
terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan. Tawuran antar
pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Selain itu,
kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya fisik, melainkan bisa
berbentuk pelanggaran atas kode etik dan tata tertib sekolah. Misalnya,
siswa membolos sekolah dan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi
mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstroming oleh faktor-
faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses
transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat
menjurus ke arah positif atau negatif.
Terkait dengan kepribadian diri tersebut, permasalahan kronis
generasi muda sekarang adalah terjadinya split personality. Kondisi ini
merupakan fenomena hilangnya integrasi antara otak dan hati. Misalnya
tawuran. Hati sebenarnya mengetahui bahwa tindakan tersebut akan
mandatangkan output negatif dan destruktif. Tetapi otak lebih berkuasa
dengan luapan ego emosional yang seakan tak kuasa dipendam. Maka
terjadilah perilaku brutal pelajar, yang acap kali meresahkan warga.
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam tataran global maupun lokal,
terdapat semacam sindrom keangkuhan dikalangan para pelajar. Sindrom
keangkuhan ini identik dengan trend gang-isasi, yakni pembentukan
komunitas-komunitas yang bercorak ekstrem.
a. Faktor Internal
Ketidak mampuan atau kurang mampunya beradaptasi dengan
lingkungan sosial yang kompleks menimbulkan tekanan pada setiap
orang. Terutama pada remaja yang mentalnya masih labil dan masih
dalam pencarian jati diri dan tujuan hidup. Kompleks seperti beragaman
budaya, kemampuan ekonomi dan pandangan tidak bisa diterima
sehingga dilampiaskan lewat kekerasan. Saat tidak mampu beradptasi,
rasa putus asa, menyalahkan orang lain dan memilih cara instan untuk
memecahkan persoalan membuat rasa frustasi semakin mengendalikan
emosi pelajar yang labil. Ketidakpekaan terhadap perasaan sesamanya.
Sebenarnya, dalam diri mereka butuh pengakuan.
8
b. Faktor Keluarga
jika keluarga tidak bahagia, bahkan ada kekerasan dalam rumah
tangga akan berdampak pada mental psikologis anak. Secara tidak
langsung, remaja akan meniru pola yang ia lihat di dalam keluarganya.
Anak yang terlalu dilindungi orangtuanya (dimanja) juga akan sama saja.
Saat bergabung dalam kelompok sosialnya disekolah, ia akan
menyerahkan diri secara total tanpa memiliki kepribadian dan prinsip yang
kuat.
Penyesuaian emosional yang kurang memadai ditambah dengan
kelompok sosial yang tidak benar semakin memungkinkan terjadinya
tawuran antar pelajar.
c. Faktor Sekolah
kebosanan di dalam ruang belajar mengajar seperti tindak belajar
mengajar yang monoton, tidak mengijinkan siswa untuk bertindak kreatif,
terlalu mengekang dan otoriter juga menjadi pengaruh. Sebagian besar
hidup remaja juga dihabiskan di sekolah, tempat ia belajar sekaligus
mengekspresikan dirinya. Tak heran jika sekolah sering disebut sebagai
rumah kedua.
Siswa yang bosan akan memilih untuk bersenang-senang di luar sekolah.
Guru sekolah dinilai sebagai pihak otoriter yang gemar menghukum
siswanya ketimbang mendidik dalam arti yang sebenarnya.
d. Faktor Lingkungan
Faktor ini jauh lebih luas daripada lingkungan rumah remaja.
Lingkungan ini juga berbicara sekolah, media televisi, media cetak dan
ketidakpuasan atas negara atau fasilitas negara. Jika diruntut dari faktor
lingkungan, media-media dan teladan pemerintah juga menjadi sorotan
atas tawuran pelajar.
Rasa solideritas yang diberikan remaja, seringkali berada dijalur yang
salah. Sebaiknya perlu ditekankan ulang akan pentingnya mengendalikan
rasa solideritass dengan akal pikiran sehat dan jiwa toleransi antar
manusia yang tinggi. Solideritas tidak selalu ikut-ikutan dalam hal buruk.
9
2.5 Pelaku Tawuran Terbagi Dari Beberapa Kategori
a. Perilaku Agresif
Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan
korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif.
Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan
dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal
atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya
niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan
orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan
situasi, tidak ada pilihan, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman-teman sebabnya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti
bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat
penampilan, dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga
(hurlock, 1980)
b. Penyimpangan
Deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata
populasi. Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan
pembahasan yang tepat mengenai norma sosial. Sedangkan norma
sendiri berarti kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang
diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan
tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan.
Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara
eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota
suatu kelompok.
c. Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan remaja mengacu kepada rentang suatu perilaku
yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara soaial
(seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan
diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).
Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara
pelanggaran-pelanggaran index dan pelanggaran-pelanggaran status.
10
Pelanggaran-pelanggaran index adalah tindakan kriminal, baik yang
dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu
meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan,
palacuran, dan pembunuhan. Pelanggaran-pelanggaran status adalah
tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius seperti lari dari rumah, bolos
dari sekolah, dan ketidak mampuan mengendalikan diri.
d. Perkelahian Masal
Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota
besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia
Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat
yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengkslusifkan kelompok
lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kegemaran berkelahi secara masal dibagi menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam
menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor ektrogen
dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor
sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang
menimbulkan tingkkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri
atas faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu.
11
batin. Keberadaan luka batin ini dapat merusak pembentukan kepribadian
seorang muda yang kemudian mencari sebuah ketenangan di luar.
d. Faktor Keluarga
Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah
rumah tangga
Perlindungan lebih yang diberikan orang tua
Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah
bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu
Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
f. Faktor Miliu
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi
pendidikan dan perkembangan remaja. Dari semua hal di atas dapat
dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas (identitas
negatif). Pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia
dini), jenis kelamin (laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-
harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah
(prestasi yyang rendah pada kelas-kelas awal), pengarus teman sebaya
(pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah),
peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan
disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya
kejahatan, tingginya mobilitas).
12
2.7 Sebab-sebab Tawuran antar Pelajar
Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua
kelompok dalam bentuk perkelahian masal di tempat umum sehingga
menimbulkan keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang ada
di sekitar tempat kejadian perkara tawuran. Tawuran bisa terjadi antar
pelajar sekolah, antar mahasiswa kampus, antar warga, antar pendukung
atau suporter, antar pemeluk agama, anntar suku, dan bisa jugga antar
warga dengan pelajar, antara pendukung parpol dengan polisi dan lain
sebagainya.
13
baiknya karena ulah siswanya yang berandalan. Tawuran pelajar juga
membuat terganggunya kegiatan-kegiatan disekolah yang selalu was-was
jika diserang sekolah lain, akibatnya kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
ditiadakan untuk menghindari tawuran.
14
Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainya juga
harus diberi sanksi.
15
maupun hal yang menggembirakan. Sehingga orang tua dapat secara
tidak langsung mengontrol emosi siswa agar tetap stabil dan tidak mudah
lari ke hal yang negatif seperti tawuran.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tawuran pelajar adalah kejahatan yang biasanya di kota-kota besar
dan biasanya didasari karena alasan solideritas. Anak-anak pelajar adalah
remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa
ini. Peran sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu
kesatuan yang harus bertanggung bjawab dan bekrja sama dengan baik
untuk menanggulangi permasalahan ini. Dengan adanya kerjasama, baik
lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah akan memberikan solusi
unntuk pemecahan masalah ini.
Pribadi setiap manusia pada fitrahnya adalah sosok yang berbudi
mulia. Hanya saja, benturan-benturan berupa brainstroming oleh faktor-
faktor eksternal, membuat pribadi manusia mengalami proses
transformasi diri. Sudah barang tentu, proses transformasi tersebut dapat
menjurus ke arah positif atau negatif.
17
Sebab-sebab yang meliputi terjadinya tawuran seperti:
Budaya atau kebiasaan murid sekolah dari dulu yang masih bertahan
sampai saat ini
Saling pandang memandang antara pelajar sekolah lain
Saling ejek-mengejek antar pelajar dari sekolah lain
Rasa ingin balas dendam karena ada yang diganggu atau dilecehkan
Keributan imbas dari suatu pertandingan atau perlombaan antar
sekolah
18
4) Ajarkan ilmu sosial budaya, ilmu sosial budaya sangat
bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah
menempatkan diri dilingkungan masyarakat
5) Tindakan kekerasan pasti akan menular, pihak yang
berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku
tindak kekerasan
6) Memberikan pendidikan moral yang baik
7) Adanya figur yang menjadi teladan, yang bisa memberikan
contoh yang baik, seperti orangtua, guru ataupun teman
8) Orang tua memberikan perhatian lebih dengan mengakui
keberadaanya
9) Menggunakan waktu luang dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan positif yang diselenggarakan oleh sekolah ataupun
kegiatan diluar sekolah seperti olahraga, kegiatan musik, les,
atau mengikuti suatu organisasi yang bermanfaat
10) Lebih dekat dengan keluarga, karena banyak hal yang bisa
didiskusikan dan bisa dipecahkan bersama-sama
3.2 SARAN
Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak orangtua
maupun sekolah harus lebihh berperan aktif salam menanggulangi aksi
tawuran antar pelajar. Pada pihak orangtua harus lebih intensif dalam
memberikan arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat
pengajaran mengenai nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun
didalam hal ini juga tidak kalah penting peranannya dalam pendidikan
karakter anak dan adapun anak berkarakter tidak sesuai dengan yang
diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan karakter siswa adalah tugas
19
bersama, pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun sangat
dibutuhkan peranannya dalam pengawasan disekitar lingkungan sekolah
maupun ditempat umum.
Dan hal-hal yang diharapkan dari solusi yang dipaparkan
Siswa lebih disiplin dan terkontrol
Prestasi akademik meningkat
Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar
Sehingga para remaja harapan bangsa dan sebagai penurus bangsa ini
tidak akan tercoreng lagi dengan kekerasan atau tawuran yang selama ini
mmenghantui pendidikan di Negri ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
HTTP://ORGANISASI.ORG/CARA-MENANGGULANGI-MENGATASI-
TAWURAN-ANTAR-SISWA-PELAJAR-SEKOLAH-SD-SMP-SMA-SMK-
DLL
HTTP://BLOG.TP.AC.ID/FENOMENA--TAWURAN-ANTAR-PELAJAR
HTTP://ID.WIKIPEDIA.ORG/WIKI/TAWURAN
HTTP://ANDESMARIO91.BLOGSPOT.COM/#!/2012/10/MAKALAH-ISD-
PERILAKU-SOSIAL-TAWURAN.HTML
HTTP://WWW.HUKUMONLINE.COM/KLINIK/DETAIL/LT4F12A3F7630D1
/PASAL-UNTUK-MENJERAT-PELAKU-PENGANIAYAAN-ANAK
21