Anda di halaman 1dari 21

Referat

Terapi Gonore

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Penyakit Kulit Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Sugiyantini
Sp.KK

Disusun oleh :

Fadli Robby Amsriza 2004 031 0084

SMF PENYAKIT KULIT KELAMIN


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2010

6
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

Terapi Gonore

Disusun Oleh :

Fadli Robby Amsriza 2004 031 0084

Telah disetujui dan


dipresentasikan Pada tanggal
Januari 2010

Pembimbing

dr. Sugiyantini Sp.KK

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan,

7
dan konjungtiva. Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan gangguan
reproduksi (Anonim, 2009). Gonore adalah penyakit menular kedua yang sering
dilaporkan di amerika. Pada tahun 2004 sebanyak 330,132 kasus baru dilaporkan
(Newman, 2007).
Gonore disebut juga dengan kencing nanah yang disebabkan oleh kuman
Gonokokus Gonorrhoe yang disebut juga Gonokokus karena diplokokus. Gonore selain
ditularkan dengan cara berhubungan seksual, juga dapat ditularkan melalui barang
perantara yang sudah dipakai oleh penderita, seperti misalnya : pakaian dalam, handuk
dan sebagainya (Sukmayanti, 2008).
Manusia merupakan satu-satunya tuan rumah bagi gonokokus yang hanya bisa
bertahan hidup sebentar saja di luar tubuh manusia. Gonore sendiri merupakan contoh
klasik infeksi yang ditularkan melalui kontak fisik langsung dengan permukaan mukosa
penderita, biasanya pasangan seksual. N. gonorrhoeae merupakan diplokokus Gram
negatif yang tidak menghasilkan spora dan secara alami sangat peka terhadap
antimikroba dibandingkan dengan bakteri Gram negatif lainnya, akan tetapi lambat laun
timbul mutan yang resisten terhadap antibiotika dalam klinis, khususnya terhadap
penisilin akibat mutasi kromosom independen yang mempenganthi struktur permukaan
sel dan terhadap tetrasiklin akibat efek aditif beberapa mutasi kromosom atau melalui
plasmid (Herman, 1997).

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dilakukannya pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,
diagnosis, dan terapi gonore, dan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir
stase ilmu penyakit kulit kelamin di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gonore adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar nanah dari
OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin (Siregar,
2005).
Sedangkan menurut kamus besar kedokteran Dorland, gonore adalah infeksi
yang disebabkan oleh nisseria gonorrhoeae yang di tularkan melalui hubungan seks

9
pada sebagian kasus, tetapi juga oleh kontak dengan eksudat terinfeksi pada neonatus
ketika lahir (Dorland, 2002)

B. ETIOLOGI
Gonore disebabkan oleh gonokok yang ditemukan oleh Neisseria pada tahun
1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut dimasukkan dalam
kelompok Neisseria, sebagai Neisseria gonorrhoeae. Selain spesies itu, terdapat 3
spesies lain, yaitu N. meningitidis, dan dua lainnya yang bersifat komensal N. catarrhalis
serta N. pharyngis sicca. Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes
fermentasi. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8
, panjang 1,6 , dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat negatifGram, tampak di
luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahan suhu di atas 39C, dan tidak tahan zat desinfektan (Dailli, 1999).

C. GAMBARAN KLINIS
Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 1-5 hari,
kadang-kadang lebih lama. Pada wanita sulit ditentukan karena pada umumnya bersifat
asimtomatik. Pada pria yang sering adalah uretritis.anterior akuta dengan keluhan berupa
rasa gatal dan panas di bagian distal uretra, disuria, polakisuri, dari ujung uretra keluar
duh tubuh seromukopurulen yang kadang-kadang disertai darah. Perasaan nyeri waktu
ereksi. Pada pemeriksaan tampak orificium uretra eksternum merah dan odematus. Pada
wanita keluhan hanya berupa keputihan dan perasaan gatal (Nasution, 1992)

D. PATOFISIOLOGI
Neisseria gonorrhoeae merupakan gram negatif, intraseluler, diplokokus aerobic
yang mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner host. Berbagai macam faktor yang
mempengaruhi cara gonokokus memediasi virulensi dan patogenisitasnya. Pili dapat
membantu pergerakan gonokokus ke permukaan mukosa. Membran protein luar seperti
protein opacity-associated (Opa) meningkatkan perlekatan antara gonokokus (bentuk
koloni padat pada kultur media) dan juga meningkatkan perlekatan dengan fagosit.
Produksi yang dimediasi plasmid tipe TEM-1 beta laktamase (penisilinase) juga
berperan pada virulensinya. Gonokokus melekat pada sel mukosa host (dengan bantuan
pili dan protein Opa) dan kemudian penetrasi seluruhnya dan di antara sel dalam ruang

10
subepitel. Karakterisitik respon host oleh invasi dengan neutrofil, diikuti dengan
pengelupasan epitel, pembentukan mikroabses submukosal, dan discharge purulen.
Apabila tidak diobati, infiltrasi makrofag dan limfosit digantikan oleh neutrofil.
Beberapa strain menyebabkan infeksi asimptomatik (Larry, 2007).

E. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri atas (Anonim, 2003):
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung bahan dari duh tubuh dengan pewarnaan gram di dalam dan
luar sel.
2. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam media yang
dapat digunakan :
a) Media transpor, misalnya mesia Stuart dan media Transgrow (merupakan
gabungan media transpor dan pertumbuhan yang selektif dan nutritif
untuk N. gonorhaea dan N. Meningitidis).

b) Media pertumbuhan, misalnya agar coklat Mc Leods, media Thayer


martin (selektif untuk mengisolasi gonokok), agar Thayer Martin yang
dimodifikasi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar Tyson),
panuretritis, litritis (radang kelenjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar Cowper).
Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi prostatitis,
vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan infertilitas. Infeksi dari
uretra pars posterior, dapat mengenai trigonum kandung kemih menimbulkan trigonitis,
yang memberi gejala poliuria, disuria terminal dan hematuria (Anonim 2003).
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan komplikasi
salphingitis, ataupun penyakit radang panggul (PRP). PRP yang simptomatik ataupun
asimptomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan
infertilitas atau kehamilan ektopik. Selain itu, bila infeksi mengenai uretra dapat terjadi
11
parauretritis, sedangkan pada kelenjar Bartholini akan menyebabkan terjadinya
bartholinitis. Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis,
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis. Kelainan yang timbul
akibat hubungan kelamin secara genito-genital, pada pria dan wanita dapat berupa
infeksi nongenital, yaitu orofaringitis, prokitis, dan konjungtivitis (Dailli, 2007).

G. PENATALAKSANAAN GONORE
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit
mungkin efek toksiknya. Jalur penatalaksanaan tergantung pada fasilitas diagnostik yang
ada seperti dilihat pada tabel 1,2,3. Pemilihan regimen pengobatan sebaiknya
mempertimbankan pula temapt infeksi, resistensi galur N. gonorrhoeae terhadap
antimikrobial, dan kemungkinan infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan.
Oleh karena seringkali terjadi koinfeksi dengan C. trachomatis, maka pada seorang
dengan gonore dianjurkan pula untuk diberi pengobatan secara bersamaan dengan
regimen yang sesuai untuk C. trachomatis sesuai dengan tabel nomor 4 (Dailli, 2007).

Tabel 1. Tidak Ada Pemeriksaan Laboratorium

Duh Tubuh Uretra

Terapi Standar GO

Alergi Penisilin

Duh Tubuh (-) 7 hari


Terapi Alternatif

Sembuh Duh Tubuh (+)

Terapi NGU

7 hari

Duh Tubuh (-) Duh Tubuh (+)

Sembuh Rujuk

12
Dikutip dari : Buku Ilmu Penyakit Kelamin, Gonore, 2007

Tabel 2. Ada Fasilitas Laboratorium (Mikroskop)

13
Dikutip dari : Buku Ilmu Penyakit Kelamin, Gonore, 2007
Tabel 3. Fasilitas Laboratorium Lengkap

Duh Tubuh Uretra

Diplokokus intrasel (+) Diplokokus intrasel (-)

NGPP Non NGPP + Resistensi Leuko < 5 Leuko > 5

Terapi Sembuh
Alternatif 7 hari
NGPP
Terapi Alternatif
Non NGPP

3 hari

Leuko < 5 Leuko > 5

Diplokokus (-) Diplokokus (+))

Sembuh Terapi NGU


Sembuh Sesuai Resistensi

Dikutip dari : Buku Ilmu Penyakit Kelamin, Gonore, 2007

Di samping fasilitas pemeriksaan laboratorium, penatalaksanaan uretritis gonore


ini juga bergantung pada insiden galur NGPP. Akan tetapi bila kita melihat laporan
Centers for Disease Control (C.D.C) pada tahun 1989, pola penatalaksanaan uretritis
gonore mengalami beberapa perubahan yang disebabkan oleh :
1. Tingginya insidensi infeksi chlamydia bersamaan dengan gonore (25-50%).
2. Tingginya insidensi infeksi chlamydia dan gonore disertai komplikasi
3. Kesukaran teknik pemeriksaan chlamydia
4. Makin banyaknya laporan galur gonore yang resisten terhadap tetrasiklin.
5. Makin tingginya laporan galur NGPP
Mengingat hal tersebut di atas, maka C.D.C (1989) menganjurkan agar pada
pengobatan uretritis gonore tidak digunakan lagi penisilin atau derivatnya, dan di

14
samping itu diberikan juga obat untuk uretritis non gonore (chlamydia) secara bersamaan
(Werdiningsih, 2005). Tabel 4. Center for Disease Control
(Untuk Daerah dengan Insidensi NGPP Tinggi)
Uretritis GO :
Seftriakson 250 mg i.m., atau
Spektinomisin 2 gr i.m., atau
Siprofloksasin 500 mg, oral

Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau


Tetrasiklin 4 x 500 mg, selama 7 hari, atau
Alternatif Lain untuk GO : Eritromisin 4 x 500 mg, selama 7 hari

Sefuroksim 1 gr. oral+ 1 gr. Probenesid

Sefotaksim 1 gr. i.m.

Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau

Tetrasiklin 4 x 500 mg, selama 7 hari, atauEritromisin 4 x 500 mg, selama 7 hari

(Untuk daerah dengan insidensi galur NGPP rendah)

Penisilin procain in aqua 4,8 juta unit, atau


Ampisilin 3,5 gr, atau + 1gr Probenesid
Amoksisilin 3 gr
+

Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau


Tetrasiklin 4 x 500 mg, selama 7 hari, atau
Eritromisin 4 x 500 mg, selama 7 hari
Dikutip dari : Buku Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin, Gonore, 2007

H. Rekomendasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2007 dalam
Pengobatan Gonore
Centers for Diseases Control and Prevention (2007) merekomendasikan
pengobatan infeksi gonokokus tanpa komplikasi sebagai berikut (kakoli,
2005):
Ceftriaxone 125 mg i.m., single dose

15
Cefixime 400 mg oral, single dose
Ditambah dengan
Terapi untuk Infeksi Chlamydia jika kemungkinan Infeksi Chlamydia
belum dapat disingkirkan :
Azithromycin 1 g per oral, single dose
Doksisiklin 100 mg per oral, 2 dd 1 selama 7 hari Obat Alternatif :
Eritromisin 500 mg per oral, 4 dd 1 selama 7 hari
Eritromisin etisuksinat 800 mg per oral, 4 dd 1 selama 7 hari
Ofloxacin 300 mg per oral, 2 dd 1 selama 7 hari
Levofloxacin 500 mg per oral, 1 dd 1 selama 7 hari

Pengobatan Alternatif :
Spektinomisin 2 g, i.m., single dose
Sefalosporin single dose ceftiozime 500 mgi.m., atau cefoxitin 2 g i.m.,
PLUS probenesid 1 g oral atau cefotaxime 500 mg i.m. Cefpodoxime
400 mg dan cefuroxime axetil 1 g

Gonore pada Faring


Ceftriaxone 125 mg i.m., single dose + Pengobatan Infeksi Chlamydia

Disseminated Gonore
Pengobatan disseminated gonorrhoeae yang direkomendasikan :
Ceftriaxone 1 g i.m/i.v., per 24 jam
Cefotaxime 1 g i.v., per 8 jam atau
Cetioxime 1 g i.v., per 8 jam
Spektinomisin 2 g i.m., per 12 jam
Pengobatan selama 24-48 jam setelah terjadi perbaikan klinis terapi
antibiotik minimal 1 minggu.
- Cefixime 400 mg/suspensi (200mg/5 ml), oral, 2 dd 1
- Cefpodoxime 400 mg, oral, 2 dd 1

Pelvic Inflammatory Disease (PID)

16
Rekomendasi Regimen A Parenteral
- Cefofetan 2 g i.v., per 12 jam
- Cefoxitin 2 g i.v., per 6 jam
- Doksisiklin 100 mg oral atau i.v., per 12 jam
Rekomendasi Regimen B Parenteral
- Klindamisin 900 mg i.v., per 8 jam
- Gentamisin loading dose i.v./i.m. (2 mg/kgBB), diikuti maintenance dose
(1,5 mg/kgBB) per 8 jam, single dose/hari
Alternatif
- Ampisilin/Sulbactam 3 g i.v., per 6 jam +
- Doksisiklin 100 mg oral atau i.v., per 12 jam
Pengobatan Oral
- Ceftriaxone 250 mg i.m., single dose + - Doksisiklin 100 mg
oral, 2 dd 1 selama 14 hari
dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg, oral, 2 dd 1 selama 14 hari
ATAU
- Cefoxitin 2 g i.m, single dose + probenesid 1 g, oral, single
dose +
dengan atau tanpa
- Doksisiklin 100 mg, oral, 2 dd 1 selama 14 hari
- Metronidazole 500 mg, oral, 2 dd 1 selama 14 hari

Meskipun didapatkan bahwa fluoroquinolon rata-rata mempunyai efek


pengobatan yang sama dengan ceftriaxone (Rocephin), Neisseria gonorhoeae semakin
tinggi resistensinya terhadap fluoroquinolon di beberapa daerah geografis. Oleh karena
itu, CDC menganjurkan penggunaan fluoroquinolon untuk mengobati infeksi gonore
pada pasien yang tinggal atau medapat infeksi dapatan di Asia, Pasifik (termasuk
Hawai), dan California. Catatan CDC baru-baru ini terdapat peningkatan resistensi
N.gonorrhoeae terhadap fluoroquinolon pada pria homoseksual, dan tidak
direkomendasikan fluoroquinolon sebagai first-line treatment pada pasien ini. Inggris,
Wales, and Canada dilaporkan Neisseria gonorrhoeae resisten terhadap fluoroquinolon
(Kakoli, 2005).

17
Pasien dengan suspect infeksi gonokokus disseminata seharusnya rawat inap di rumah
sakit (hospitalisasi). Evaluasi termasuk pemeriksaan tanda klinis endokarditis dan
meningitis. CDC merekomendasikan ceftriaxone, 1 g intravena atau intramuskuler setiap
24 jam, untuk pasien dengan infeksi disseminata. Antibiotik parenteral dilanjutkan 24-
48 jam setelah mulai ada perbaikan klinis dan kemudian terapi oral mulai diberikan
(Kakoli, 2005).
Fluoroquinolon dan tetrasiklin kontraindikasi pada kehamilan. Apabila pasien
tidak dapat mentoleransi sefalosporin, terapi alternatif yaitu spektinomisin (Trobicin), 2
g intramuskuler setiap 12 jam. Kedua regimen terapi ini memiliki efek pengobatan yang
sama (Kakoli, 2005).

Penatalaksanaan pasangan seks


Pengelolaan klinis yang efektif pada pasien yang menjalani pengobatan PMS
memerlukan pengobatan terhadap pasangan seksual pasien untuk mencegah terjadinya
reinfeksi dan membatasi penularan yang lebih luas. Pasangan seks dari pasien harus
menjalani evaluasi, pemeriksaan, pengobatan jika mereka melakukan kontak seksual
dalam 60 hari sebelum gejala yang dialami pasien muncul. Pasangan seks dari pasien
yang paling akhir harus menjalani evaluasi dan pengobatan meskipun mereka melakukan
kontak seksual > 60 hari sebelum gejala muncul. Untuk menghindari terjadinya re-
infeksi, pasien dan pasangan seksnya harus menghindari hubungan intim sampai
pengobatan selesai.

Pertimbangan Khusus a. Alergi, Intoleransi, dan Efek Samping


Pasien yang tidak dapat mentoleransi cephalosporin atau kuinolon harus
diobati dengan spektinomisin, Karena spektinomisin tidak reliabel (efektifitas 52%)
terhadap infeksi faring, pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami infeksi faring
harus diperiksa kultur faring 3-5 hari setelah pengobatan untuk memastikan infeksi
telah hilang
b. Kehamilan
Wanita hamil tidak boleh diobati dengan kuinolon atau tetrasiklin. Wanita
hamil yang terinfeksi oleh N. gonorrhoeae harus diobati dengan sefalosporin.
Wanita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin harus mendapat 2 g

18
spektinomisin i.m., dosis tunggal. Baik azithromisin atau amoksisilin
direkomendasikan untuk pengobatan infeksi C. trachomatis selama kehamilan.
c. PemberianKuinolon pada Remaja
Fluorokuinolon tidak direkomendasikan untuk individu dengan usia < 18
tahun, karena banyak penelitian menunjukkan bahwa fluorokuinolon dapat
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah. Pada anak-anak dengan berat badan >
45 kg dapat diobati dengan sediaan obat yang direkomendasikan untuk orang
dewasa.
d. Infeksi HIV
Pada pasien yang terinfeksi gonokokus dan juga pasien yang terinfeksi HIV
harus mendapat kan pengobatan yang sama dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV.

Menurut British Association for Sexual Health and HIV (BASSH) pada
National Guideline on The Diagnosis and Treatment of Gonorrhoeae in Adults 2005,
indikasi terapi (Bignell, 2005) :
Tes diagnostik positif
Kultur Neisseria gonorrhoeae positif
Tes asam nukleat positif konfirmasi diagnosis dengan kultur merupakan
rekomendasi utama untuk atau saat pengobatan (recommendation grade C).
Epidemiologi, apabila terdapat konfirmasi patner sexual yang mempunyai infeksi
gonokokus

Rekomendasi pengobatan infeksi anogenital tanpa komplikasi pada dewasa (Bignell,


2005) :
Ceftriaxone 250 mg i.m. sebagai dosis tunggal atau
Cefixime 400 mg oral sebagai dosis tunggal atau
Spektinomisin 2 gr i.m. sebagai dosis tunggal
N. gonorrhoeae telah menunjukkan kapasitas berkembang untuk mengurangi
sensitivitas dan resisten pada beberapa antimikrobial. Pengumuman percobaan
pengobatan gonore mewakili efikasi klinis pada era sebelumnya sensitivitas
antimikrobial. Data penelitian tahun 2004 menunjukkan tingkat signifikansi
resistensi N.gonorhoeae terhadap penisilin 11,2%, tetrasiklin 44,55% dan
siprofloksasin 14,1% (Bignell, 2005).

19
Regimen alternatif mungkin digunakan ketika infeksi diketahui sensitif terhadap
antimikrobial atau dimana prevalensi resisten terhadap mereka kurang dari 5% (Bignell,
2005).
Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal atau
Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal atau
Ampicillin 2 g atau 3 g + probenecid 1 g oral dosis tunggal
Regimen sefalosporin lain dosis tunggal, seperti cefotaxime 500 mg i.m. dosis
tunggal atau cefoxitin 2 g i.m. dosis tunggal + probenesid 1 g oral.

Cefpodoxime merupakan alternatif obat oral sefalosporin generasi ke-3 sebagai


dosis tunggal 200 mg diizinkan untuk pengobatan gonore tanpa komplikasi. Data
percobaan terbatas, tetapi pada gambaran waktu paruhnya pendek, sedikit
menguntungkan farmakokinetiknya dibandingkan cefixime dan efikasi suboptimal
pada infeksi faring, tidak dapat direkomendasikan.
Azitromisin (2 g dosis tunggal) menunjukkan efikasi yang dapat diterima pada
percobaan klinik, tapi dihubungkan dengan intolerasi gastrointestinal tinggi. Tidak
direkomendasikan untuk pengobatan gonore.

Alergi Beta-laktamase (Bignell, 2005).


Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal atau
Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal saat infeksi diketahui atau antisipasi
apabila sensitif terhadap quinolon

Kehamilan dan Menyusui (Bignell, 2005).


Wanita hamil tidak diobati dengan quinolon atau tetrasiklin
Rekomendasi regimen :
Ceftriaxone 250 mg i. m. dosis tunggal atau
Cefixime 400 mg oral dosis tunggal atau
Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal atau
Amoxicillin 3 g atau ampicillin 2 g atau 3 g + probenesid 1 g oral dosis tunggal,
dimana terdapat prevalensi daerah penisilin resisten N.gonorrhoeae
5%

20
Infeksi faring (Bignell, 2005).
Rekomendasi regimen :
Ceftriaxone 250 mg i.m. dosis tunggal atau
Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal apabila N.gonorhoeae diketahui sensitif
terhadap quinolon
Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal apabila N.gonorhoeae diketahui sensitif
terhadap quinolon
Terapi dosis tunggal ampisilin atau spektinomisin memiliki efikasi rendah dalam
eradikasi infeksi gonokokus pada faring.

Co-infeksi dengan Chlamydia trachomatis (Bignell, 2005).


Infeksi genital dengan C. trachomatis secara umum bersamaan dengan infeksi
genital gonokokus (mencapai 20% pada pria dan 40% pada wanita dengan
gonorhoeae). Skrining pada C. trachomatis secara rutin dilakukan pada penderita
gonorrhoea dewasa atau pengobatan diberikan untuk eradikasi kemungkinan
coinfeksi. Kombinasi terapi antimikrobial efektif untuk C. trachomatis dengan
dosis tunggal pada infeksi gonokokus terutama sesuai saat ragu bila pasien akan
kembali untuk evaluasi follow up.

Follow Up (Bignell, 2005).


Penilaian pasien setelah pengobatan :
untuk mengetahui tercapainya terapi
untuk memastikan resolusi gejala
untuk menanyakan reaksi efek samping
untuk mengetahui kembali riwayat seksual agar dapat mengetahui kemungkinan
re-infeksi
untuk mengikuti perkembangan patner dan promosi kesehatan
Tes mikrobiologi tidak perlu secara rutin dilakukan ketika infeksi sudah diobati
dengan terapi observasi rekomendasi secara langsung, infeksi sangat sensitif
terhadap pemberian obat antimikrobial, gejala telah berubah dan tidak ada resiko re-
infeksi. Apabila pasien simptomatik setelah pengobatn, mendapat terapi suboptimal,
strain resisten diidentifikasi atau ada kemingkinan re-infeksi, tes kultur

21
direkomendasikan. Kehamilan tidak mengurangi efikasi pengobatan. Semua
pengobatan kurang efektif pada eradikasi infeksi faring. Tes kultur dilakukan paling
sedikit 72 jam setelah pengobatan selesai dan NAATs 2 minggu setelah pengobatan
(Bignell, 2005).

I. Rekomendasi World Health Organization (WHO) dalam Pengobatan Gonore


Menurut World Health Organization 2001, standar pengobatan gonore (Karl, 2006):
1. First-line drug
Sefalosporin generasi ke-3 yang direkomendasikan ialah cefixime (oral, 400
mg dosis tunggal) atau seftriakson (i.m., 125 mg dosis tunggal). Golongan quinolon
yang direkomendasikan : siprofloksasin (oral, 500 mg dosis tunggal). Spektinomisin
(i.m., 2 g dosis tunggal) merupakan antibiotik yang paling lama digunakan untuk
pengobatan gonore.
2. Second-and third-line agents
Penisilin sering diberikan dosis tunggal yaitu amoksisilin (oral, 3 g) atau
ampisilin (oral, 3 g). Ampisilin diberikan bersamaan dengan probenesid (oral, 1 g),
dimana ekskresi ginjal terganggu. Kombinasi amoksisilin dengan clavulanat tidak
dapat direkomendasikan. Cotrimoxazole merupkan kombinasi sulfamethoxazole
dengan trimetoprim (400mg/80mg), oral, 3 hari). Thiamphenicol diberikan 2,5 g
oral, selama 2 hari. Kanamycin diberikan i.m. (2 g, dosis tunggal). Gentamicin
diberikan i.m 240 mg, i.m.
Tetrasiklin tidak direkomendasikan untuk mengobati gonore, karena
multiple-dose terapi dan kontraindikasi pada kehamilan dan neonatus. Makrolide
baru seperti azithromycin (oral, 1g, dosis tunggal) tidak direkomendasikan untuk
gonore, tetapi dapat digunakan di beberapa tempat meskipun harganya mahal (Karl,
2006).

22
BAB III KESIMPULAN

Penegakan diagnosis gonore (paling banyak uretritis gonore anterior akuta)


berdasarkan anamnesis : keluhan gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar
orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh dari
ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi. Pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa, dan
ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen, dan pada beberapa kasus
dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
Pemeriksaan penunjang : sediaan langsung, kultur, tes definitif, tes betalaktamase,
tes thomson, NAATs (paling sensitif).

23
Penatalaksanaan gonore menurut Centers for Diseases Control and Prevention
(2007) merekomendasikan pengobatan infeksi gonokokus tanpa komplikasi sebagai
berikut :
Ceftriaxone 125 mg i.m., single dose
Cefixime 400 mg oral, single dose
Ditambah dengan
Terapi untuk Infeksi Chlamydia jika kemungkinan Infeksi Chlamydia belum
dapat disingkirkan :
Azithromycin 1 g per oral, single dose
Doksisiklin 100 mg per oral, 2 dd 1 selama 7 hari

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Diakses dari : http://www.solusisehat.net/berita.php?id=93 pada


27desember-2009.
Anonim, 2009. Diakses pada 25-desember-2009 dari : http://makalah-
kesehatanonline.blogspot.com/2009/01/gonore-kencing-nanah.html
Bignell, Chris. 2005. British Association for Sexual Health and HIV: National
Guideline on The Diagnosis and Treatment of Gonorrhoea in Adults 2005.
http://www.bashh.org/guidelines/2005/gc_final_0805.pdf
Daili. F, Sjaiful. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Gonore. Edisi V. Cetakan I.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, hal : 379-387
Hartanto. H, 2002. Kamus kedokteran Dorland. Ed.29, EGC, Jakarta.
Herman. MJ, 1997. Bakteri, Klamidia dan Mikoplasma pada Penyakit Hubungan

24
Seksual Farmakologi dan Terapi Obat. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997 25
Kakoli, Roy, et.al., 2005. Centers for Diseases Control and Prevention : Optimizing
Treatment for Antimicrobial-resistant Neisseria gonorrhoeae. Emerging Infectious
Diseases. Volume I, No. 8. Atlanta, Georgia, USA,
http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol11no08/pdfs/05-0157.pdf
Karl E., Miller. 2006. Diagnosis and Treatment of Neisseria gonorrhoeae Infections. Am
Fam Physician 2006; 73 : 1779-84, 1786. http://www.aafp.org/afp
Larry I, Lutwick. 2009. Gonococcal Infections. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/218059-treatment pada 27-desenber-2009
Nasution. MA, Zulilham. 1992. Penatalaksanaan Gejala Duh Tubuh Uretra. Cermin
Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 80. Hal; 124-125
Newman. LM, Moran. JS, 2007. Update on the management of gonorrhoea in adults in
the united states. The infection disease society control of America.
http//:www.journals.uchicago.edu/
Siregar, R.S., 2004.Gonore. Sari Pati Penyakit Kulit. EGC : Jakarta, hal : 299.
Sukmayanti. E, 2008. Penyakit Hubungan Seksual. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Dharma Husada. Bandung.

LAMPIRAN

Infeksi gonore

Pilihan utama Pengobatan Alternatif :

Ceftriaxone 125 mg i.m., single Spektinomisin 2 g, i.m., single dose atau


dose Sefalosporin single dose (ceftiozime
Cefixime 400 mg oral, single 500 mg i.m., atau cefoxitin 2 g i.m).,
dose PLUS probenesid 1 g oral atau
cefotaxime 500 mg i.m. Cefpodoxime
400 mg dan cefuroxime axetil 1 g

25
Infeksi chlamydia

Pilihan utama Alternatif

Azithromycin 1 g per oral, Eritromisin 500 mg per oral, 4


single dose dd 1 selama 7 hari
Doksisiklin 100 mg per oral, 2 Eritromisin etisuksinat 800 mg
dd 1 selama 7 hari per oral, 4 dd 1 selama 7 hari
Ofloxacin 300 mg per oral, 2 dd
1 selama 7 hari
Levofloxacin 500 mg per oral, 1
dd 1 selama 7 hari

Gonore pada faring

Ceftriaxone 125 mg i.m., single dose + Pengobatan


Infeksi Chlamydia
Disseminated Gonore

Ceftriaxone 1 g i.m/i.v., per 24 jam


Cefotaxime 1 g i.v., per 8 jam atau
Cetioxime 1 g i.v., per 8 jam
Spektinomisin 2 g i.m., per 12 jam

26

Anda mungkin juga menyukai