Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memegang peranan

penting dalam perkembangan peradaban dan kehidupan manusia. Agar

manusia dapat menguasai IPTEK, maka sangat diperlukan proses

pendidikan yang berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu

pendidikan adalah dengan memperbaiki pembelajaran di sekolah pada

semua bidang studi.

Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat diperlukan

dalam kehidupan sehari-hari diantaranya bagi perkembangan IPTEK.

Perkembangan matematika tersebut telah merambah ke berbagai aspek

kehidupan, seperti bidang sains, ekonomi dan berbagai disiplin ilmu

lainnya. Mengingat betapa pentingnya matematika, maka sepatutnya

diberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengajaran matematika

untuk setiap jenjang pendidikan. Karena pentingnya peranan matematika

dalam ilmu pengetahuan, maka berbagai usaha telah dilakukan untuk

meningkatkan mutu dalam pendidikan matematika, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Abdul Majid (2007: 3): "upaya memperbaiki dan

meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah berhenti". Usaha yang

dilakukan pemerintah untuk peningkatan mutu tersebut seperti

penyempurnaan kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana,

1
2

mengadakan seminar-seminar mengenai matematika, meningkatkan

kualitas guru dan sebagainya.

Meskipun telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

mutu pendidikan matematika, kenyataan masih dihadapkan pada hasil

belajar matematika peserta didik yang belum memuaskan. Hal ini terlihat

dari hasil belajar peserta didik masih rendah. Hasil belajar matematika

peserta didik yang rendah juga terjadi di SMPN 1 2 x 11 Enam Lingkung .

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika SMPN 1 2 x 11

Enam Lingkung diketahui banyak peserta didik yang mendapatkan nilai

rendah disemester satu untuk mata pelajaran matematika. Hal ini

disebabkan oleh faktor input peserta didik yang diterima tidak semuanya

mempunyai kemampuan sains diatas rata-rata. Selain itu berdasarkan

observasi diketahui bahwa metode pembelajaran yang digunakan cendrung

satu arah. Guru mengawali PBM (Proses Belajar Mengajar) menerangkan

pelajaran yang diselingi tanya jawab. Setelah itu guru memberikan contoh

soal dan latihan. Pada saat guru mengajukan pertanyaan tidak semua

peserta didik yang bisa menjawab pertanyaan guru. Berdasarkan

pengamatan, sebagian peserta didik sibuk dengan kegiatannya masing-

masing sehingga ada peserta didik yang kurang memperhatikan guru. Pada

saat guru memberikan latihan, sebagian peserta didik serius untuk

mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, akan tetapi ada juga

sebagian peserta didik kurang termotivasi mengerjakan latihan yang

diberikan oleh guru. Banyak di antara peserta didik yang hanya menyalin
3

latihan temannya tanpa berusaha untuk mengerjakannya sendiri dan ada

juga peserta didik yang tidak membuat sama sekali. Mereka hanya

menunggu jawaban setelah peserta didik lain menyelesaikan di depan

kelas atau jawaban dari guru.

Berdasarkan pengamatan, pada saat guru memberikan kesempatan

peserta didik untuk bertanya, sedikit sekali peserta didik yang mau

bertanya. Ada yang malu bertanya dan tidak percaya diri untuk bertanya

sehingga mereka menemukan kesulitan pada saat mengerjakan soal yang

diberikan oleh guru. Pada saat guru memeriksa pekerjaan rumah yang

diberikan, hanya sebagian peserta didik yang mengerjakan sempurna, ada

peserta didik yang mengerjakan di sekolah bahkan ada yang tidak

membuat sama sekali.

Jika hal tersebut dibiarkan berlanjut, dikhawatirkan hasil belajar

peserta didik akan semakin rendah. Hasil belajar matematika peserta didik

rendah dapat dilihat dari ketuntasan hasil belajar pada ujian matematika

tengah semester 2 peserta didik kelas VIII SMPN 1 2 x 11 Enam Lingkung

TP.2016/2017 dari lokal VIII.A sampai VIII.I. . Ketuntasan hasil belajar

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


4

Tabel 1.1 Hasil Belajar Peserta didik Kelas VIII Pada Ujian
Tengah Semester Mata Pelajaran Matematika SMPN 1 2 x 11
Enam Lingkung TP.2016/2017

Persentase Peserta didik


Tuntas Tidak Tuntas
Jumlah
Kelas Peserta
Jumlah (%) Jumlah (%)
didik
Peserta Peserta
didik didik
VIII.A 30 18 60 % 12 40%

VIII.B 30 16 53.3% 14 46.7%

VIII.C 31 7 22.58% 24 77.42%

VIII.D 32 8 25% 24 75%

VIII.E 31 5 16.12% 26 83.88%

VIII.F 32 1 3.12% 31 96.88%

VIII.G 31 2 6.45% 29 93.55%

VIII.H 32 2 6.25% 30 93.75%

VIII.I 31 3 9.67% 28 90.33%

Sumber: Guru Bidang Studi Matematika Kelas VIII SMPN 1 2 x 11


Enam Lingkung TP.2016/2017

Tabel tersebut menunjukkan bahwa banyak peserta didik kelas VIII

SMPN 1 2 x 11 Enam Lingkung yang belum tuntas pada ujian tengah

semester II tahun ajaran 2016/2017. Hasil belajar Matematika yang dicapai

peserta didik masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang

telah ditetapkan di sekolah yaitu 75.

Dari tabel di atas, terlihat bahwa persentase ketuntasan hasil belajar

peserta didik belum mencapai KKM secara merata, dimana Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) SMPN 1 2 x 11 Enam Lingkung yaitu 75.

Kondisi ini patut menjadi perhatian yang sungguh-sungguh terutama bagi


5

guru atau calon guru. Jika hal ini dibiarkan berlanjut maka peserta didik

akan sulit untuk melanjutkan materi ke tingkat yang lebih tinggi karena

dalam matematika antara materi yang satu dengan yang lain saling

berkaitan.

Untuk mengatasinya guru dituntut dapat menciptakan kondisi belajar

yang memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif. Menurut Sardiman

(2014:95) Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Jadi keterlibatan

peserta didik secara aktif dalam proses belajar mengajar menyebabkan

pelajaran itu akan lebih berarti bagi peserta didik.

Salah satu strategi untuk mencapai keberhasilan kompetensi suatu

mata pelajaran adalah dengan menjadikan pembelajaran berlangsung

secara aktif. Beberapa ciri dari pembelajaran yang aktif adalah sebagai

berikut: (1) pembelajaran berpusat pada peserta didik, (2) pembelajaran

terkait dengan dunia nyata, (3) pembelajaran mendorong anak untuk

berpikir tingkat tinggi, (4) pembelajaran melayani gaya belajar anak yang

berbeda-beda, (5) pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multi

arah (peserta didik-guru), (6) pembelajaran menggunakan lingkungan

sebagai media atau sumber belajar, (7) pembelajaran berpusat pada anak,

(8) penataan lingkungan belajar memudahkan peserta didik untuk

melakukan kegiatan belajar, (9) guru memantau proses belajar peserta

didik, dan (10) guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja anak

(Slavin,2008:44). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted

Individualization) dan NHT (Numbered Head Together) merupakan


6

model-model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai

alternatif bagi guru untuk mengajar. Banyak hasil penelitian yang

dilakukan oleh para ahli, menunjukkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan NHT

(Numbered Head Together) tepat untuk diterapkan dalam mata pelajaran

matematika, dengan tujuan membantu peserta didik mengatasi masalah-

masalah matematika, sehingga hasil belajar yang diperoleh dapat baik.

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini

mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan

pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan

belajar peserta didik secara individual. Oleh karena itu, kegiatan

pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri

khas pada tipe TAI ini adalah setiap peserta didik secara individual belajar

materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar

individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling

dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok

bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab

bersama. Number Head Together adalah suatu model pembelajaran yang

lebih mengedepankan kepada aktivitas peserta didik dalam mencari,

mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya

dipresentasikan di depan kelas.


7

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul Komparasi Hasil Belajar Matematika yang

menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team

Assisted Individualization) dengan Tipe NHT (Numbered Head

Together) pada Peserta Didik kelas VIII SMPN 1 2 x 11 Enam

Lingkung Tahun Pelajaran 2016/2017

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengidentifikasikan masalah

yang muncul sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi dan

pembelajaran cendrung terpusat pada guru (Teacher Centered).

2. Peserta didik kurang aktif dalam belajar, kurangnya minat dalam

belajar, kurangnya pemahaman tentang konsep matematika, kesulitan

dalam memahami pelajaran.

3. Masih rendahnya hasil belajar matematika peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dan agar terpusatnya

pembahasan ini maka penelitian dibatasi pada kurangnya aktivitas peserta

didik dalam mengikuti pembelajaran menyebabkan hasil belajar peserta

didik rendah. Hal ini diperkirakan dapat diatasi dengan menerapkan TAI

(Team Assisted Individualization) dan Tipe NHT (Numbered Head

Together).
8

D. Perumusan Masalah

Dari beberapa kerangka pemikiran dan latar belakang di atas, maka

pokok permasalahan yang menjadi agenda besar dan harus di selesaikan

oleh peneliti, dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perbedaan hasil belajar peserta didik yang

menggunakan model pembelajaran TAI dengan konvensional ?

2. Bagaimanakah perbedaan hasil belajar peserta didik yang

menggunakan model pembelajaran NHT dengan konvensional ?

3. Bagaimanakah perbedaan hasil belajar peserta didik yang

menggunakan model pembelajaran TAI dengan NHT ?

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna:

1. Bagi peneliti, tambahan pengetahuan sebagai calon guru matematika

dimasa mendatang khususnya dalam menerapkan model pembelajaran

TAI (Team Assisted Individualization) dan NHT (Numbered Head

Together)

2. Bagi guru matematika, khususnya guru matematika di SMPN 1 2 x 11

Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman dalam peningkatan hasil

belajar matematika peserta didik.

3. Dunia pendidikan, sebagai sumbangsih dalam pendidikan matematika.

4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.


9

F. Definisi Operasional

Untuk memperoleh pengertian yang benar dan untuk menghindari

kesalahan pemahaman judul penelitian ini, maka akan diuraikan secara

singkat beberapa istilah-istilah sebagai berikut.

1. Secara Konseptual

a. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu , dan berfungsi sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merancang aktivitas belajar mengajar (Trianto,2007:5).

b. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku peserta didik secara nyata

setelah dilakukan proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

pengajaran (Jihad,2009:15).

c. Model pembelajaran Teams Assisted Individualization termasuk

pembelajaran koopertif yang membuat peserta didik bekerja dalam

tim dan mengemban tanggung jawab mengelolah dan memeriksa

secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi

masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju (Slavin, 2005)

d. Model pembelajaran kooperarif tipe NHT pada dasarnya adalah suatu

variasi dari grup diskusi, tiap peserta didik dalam tiap kelompok

mempunyai nomor dan para peserta didik tersebut tahu bahwa peserta

didik yang akan dipanggil secara acak untuk mewakili kelompoknya,

tetapi tidak diinformasi-kan sebelumnya siapa yang akan menjadi


10

wakil kelompok tersebut. Hal tersebut memastikan keterlibatan total

dari semua peserta didik (Slavin, 2005:132)

2. Secara Operasional

Di dalam penelitian ini akan dilihat ada dan tidaknya perbandingan hasil

belajar matematika peserta didik yang meggunakan model Pembelajaran

TAI (Team Assisted Individualization), model pembelajaran kooperatif

tipe NHT (Numbered Head Together) dan model pembelajaran

konvensional . Terlebih dahulu peneliti akan memberikan perlakuan yang

berbeda. Satu kelas yang diajar dengan menggunakan model

Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization), satu kelas yang

diajar dengan menggunakan model NHT (Numbered Head Together),

sedangkan kelas yang lain diajar dengan model pembelajaran

konvensioanal.. Kemudian ketiga kelas tersebut akan diberikan soal tes

yang sama. Hasil dari tes tersebut akan dibandingkan dan dicari

hubungannya dengan menggunakan uji-t atau t-test.

Anda mungkin juga menyukai