PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Melengkapi tugas laporan kasus pada departemen Obstetri dan Ginekologi
RSUP HAM Medan.
2. Memperdalam pengetahuan mengenai Plasenta Previa, Mioma Uteri dan
Fetal Distress.
3. Memperdalam pemahaman mengenai penanganan Plasenta Previa, Mioma
Uteri dan Fetal Distress.
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia
di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan
insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih
rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil
paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.3
2.1.3. Etiologi Plasenta Previa
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa, diantaranya:4
1) Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan
plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.
2) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah sesar atau aborsi).
3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri dan polip endometrium.
6) Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7) Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya
sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.1
8) Ibu merokok, risiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua kali lipat
akibat merokok. Ini terjadi karena timbulnya hipoksemia akibat
karbonmonoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik.
9) Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih
besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di
bawah usia 20 tahun.4
10) Riwayat sectio caesaria. Peningkatan insiden plasenta previa lima kali lipat
pada wanita dengan riwayat sectio caesaria.5
Penanganan berupa:12
Bed rest total
Pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan,
profil biofisik, letak dan presentasi janin.
Pemberian antibiotik profilaksis
Pemberian tokolitik bila ada kontraksi:
MgSO4 4 gram IV dosis awal, dilanjutkan 4 gram tiap 6 jam
Nifedipin 3 x 20 mg/ hari
Bila janin preterm, diberikan Betametason 24 mg IV dosis tunggal atau
dexamethason 15 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
Uji pematangan paru dengan tes kocok dari hasil amniosintesis.
Awasi vital sign dan denyut jantung janin
Bila tidak ada perdarahan dalam 3 hari perawatan, dan waktu untuk
mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan
(kecuali apabila rumah pasien diluar kota atau jarak untuk mencapai rumah
sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan untuk segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang. Sebelum dipulangkan, pasien diajurkan untuk
berjalan jalan disekitar tempat tidur. Bila tidak ada perdarahan, pasien dapat
dipulangkan.
2) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa:
a. Sectio caesaria
Prinsip utama dalam melakukan sectio caesaria adalah untuk
menyelamatkan ibu. Tujuan sectio caesaria adalah melahirkan janin dengan
segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan
dan menghindarkan terjadinya robekan serviks uteri jika janin dilahirkan. Indikasi
sectio caesaria pada plasenta previa antara lain:
(1) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal.
(2) Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit di
kontrol.
(3) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada.
(4) Plasenta previa pada pasien dengan panggul sempit, atau pada
kejadian letak lintang.12
b. Melahirkan pervaginam.
Melakukan tekanan pada plasenta supaya pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka dapat tertutup kembali (tamponade pada plasenta).
Penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Amniotomi (pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan
pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis, plasenta
previa marginalis atau plasenta letak rendah, namun bila ada pembukaan pada
primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau lebih. Juga dapat dilakukan
pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah
meninggal.12
2. Versi Braxton Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya
sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki
dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr. Versi
Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.12
2.2.1. Definisi 13
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan
otot polos, jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri
antara lain fibromioma, miofibroma,leiofibroma,fibroleiomioma,fibroma,dan
fibroid.
2.2.2. Insidensi 14
Dilaporkan sebanyak 1,4 % dari lebih 6700 kehamilan merupakan
komplikasi dari mioma uteri dan dilaporkan 1 dari 500 wanita hamil mempunyai
komplikasi yang berhubungan dengan leiomioma. Mioma sering ditemui sekitar 1
hingga 2 % pada kehamilan yang didiagnosis menggunakan ultrasonografi.
Risiko mioma mulai berkurang dengan peningkatan jumlah paritas dan
peningkatan usia kehamilan.
4. Obesitas
Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan
resiko kejadian dan perkembangan fibroid.
2.2.4. Klasifikasi 14
Leiomioma dapat diklasifikasikan ke dalam subkelompok berdasarkan
hubungan anatomi terhadap lapisan dari uterus. Tiga jenis yang biasa ditemui
adalah:
1. Intramural yang terletak di bagian tengah dari dinding otot uterus;
2. Subserosal yang berada di bawah lapisan serosa uterus;
3. Submukosal yang letaknya berada di bawah endometrium.
Mioma submukosal dapat tumbuh bertangkai menjadi polips, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks yang dikenali sebagai myomgeburt. Mioma
subserosal dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi
mioma intra ligamenter. Selain itu, mioma subserosal dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut sebagai wandering atau
parasitic fibroid. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks
sehingga ostium uterus eksternum berbentuk bulan sabit.
2.2.5. Patogenesis 15
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapi penelitian telah dilakukan untuk memahami apakah terdapat faktor
hormonal, faktor genetic, growth factor, dan biologi molekuler untuk tumor jinak
ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada miometrium, peningkatan
reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau
respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadi mioma uteri,
perubahan-perubahan genetic ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormone) dan
efektor (growth factors).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promoter. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
somatic dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormone steroid
seks dan growth factor local. Mutasi somatic ini merupakan peristiwa awal dala
proses pertumbuhan tumor. Tidak dapat dibuktikan bahwa hormone estrogen
berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam
pertumbuhan mioma.
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
disbanding dari miometrium sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah
disbanding endometrium. Hormon progesterone meningkatkan aktifitas mitotic
dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran
tumor dengan cara apoptosis tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor
dengan meningkatan produksi matriks ekstraseluler.
2.2.6. Gejala Klinis 13
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35-50% pasien.
Gejala yang dsebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan
jumlah mioma. Gejala dan tanda yang paling sering adalah:
1. Perdarahan uterus yang abnormal.
Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdaarahan
haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia
sering terjadi pada penderita mioma uteri. Mekanisme perdarahan
abnormal pada mioma uteri diakibtkan (1) peningkatan ukuran permukaan
endometrium,(2) peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus, (3)
gangguan kontraktlitas uterus, (4) ulserasi endometrium pada mioma
submukosa,(4) kompresi pada pleksus venosus didalam miometrium.
2. Nyeri panggul
Hal ini disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi,
torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium
yang disebabkan mioma subserosum.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat terjadi penekanan terhadap organ
sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih,
defekasi maupun dispareunia.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum
jelas. Dilaporkan 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibatnya
terjadinya oklusi tuba.
2.2.7. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan 2
Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai berikut
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri submukosum
2. Kemungkinan abortus bertambah
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserus
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma, dan
6. Mempersulit lepasnya plasenta , terutama pada mioma yang submukus dan
intramural.
2.2.9. Penatalaksanaan 13
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas 2 metode:
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang
ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk
mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi esterogen
dari ovarium. Efek maksimal pemberian gnRH agonis baru terlihat setelah
3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume mioma
secara bermakna.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pemberian
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesterone akan mengurangi gejala
perdarahan uterus yag abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran
dari mioma.
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakuakan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American Collage of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) dan American Societ for Reproductive Medicine
(ASRM) indikasi pemebdhan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadapa terapi konservatif.
2. Sangkaaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi
tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pemebdahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun
histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakuakn histerektomi. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi. Pada laparoskopi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan
terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri
Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan operasi yang lebih
luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mugkin timul pada
pemebdahan miomektomi dapat ditangani sengan segera. Namun pada
miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu, masa penyembuhan
paska operasi juga lebih lama. Sekitar 4-6 minggu.
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia,metrorrhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan
12-14 minggu.
Tindakan histerktomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerktomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy
(TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy (STAH). STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan banyak, trauma
operasi pada ureter, kandung kemih, dan rektum. Histerektomi juga dilakukan
pervagianam, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara
umum histerektomi vaginal hamper seluruhnya merupakan prosedur operasi
ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma
yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Histerektomi laparoskopi
ada bermacam-macam teknik seperti histerektomi vaginal dengan bantuan
laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy/LVAH) dan klasik
intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa
colpotomy.
2.3. Fetal Distress 16,17
2.3.1. Defenisi
Gawat janin adalah bradikardi janin persisten yang apabila tidak segera
ditangani dapat menimbulkan dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan
kerusakan permanen pada sistem saraf pusat dan organ lain serta kematian janin.
2.3.2. Klasifikasi17
a. Gawat janin sebelum persalinan
Gawat janin kronik
Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status
fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.
Gawat janin akut
Suatu kejadian yang terjadi tiba tiba dan mempengaruhi oksigenasi janin.
2.3.3. Etiologi 17
Terdapat beberapa etiologi (penyebab) dari gawat janin:
1. Etiologi fetal distress dari Ibu:
a. penurunan kemampuan membawa oksigen ibu
b. anemia yang signifikan
c. penurunan aliran darah uterin
d. posisi supine atau hipotensi lain, preeclampsia
e. kondisi ibu yang kronis
f. Hipertensi
2. Etiologi dari faktor uteroplasental:
a. Kontraksi uterus seperti hiperstimulus dan solusio plasenta
b. Disfungsi uteroplasental
infark plasental
korioamnionitis
disfungsi plasental ditandai oleh IUGR (Intrauterine Growth
Retardation), oligohidramnion.
3. Etiologi dari faktor janin:
a. Kompresi tali pusat
oligohidramnion
prolaps tali pusat
puntiran tali pusat
b. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
anemia berat, misal : isoimunisasi, perdarahan fetomaternal
4. anestesia blok paraservikal
5. infeksi virus toxoplasmosis
6. kehamilan postmatur
7. medikasi pada ibu (antropine, sikopolamin, diazepam, fenobarbital,
magnesium, analgesiknarkotik)
2.3.5. Diagnosis 17
Gawat janin intrapartum memerlukan diagnosis dini yang tepat, dapat
dilakukan dengan:
1. Pemantauan elektronik dengan kardiotografi
Tujuan dasar monitoring kecepatan DJJ secara elektronik untuk mendeteksi
tanda-tanda gangguan pada janin.
2. Pemeriksaan darah janin
Bila pola kecepatan DJJ mencurigai / mengancam, maka diperjelas dengan
pengukuran pH darah dari kulit kepala.
3. Pemantauan USG
Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat mengungkapkan bukti dini
dari retardasi petumbuhan intrauterin. Gerakan pernafasan dan aktivitas janin,
dan volume cairan ketuban memberikan penilaian tambahan dari kesehatan
janin. Oligohidramnion memberi kesan anomali janin atau retardasi
pertumbuhan.
4. Pemeriksaan kadar estriol
Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu pengukuran fungsi
janin dan plasenta, karena pembentukan estriol memerlukan aktivitas dari
enzim dalam hati dan kelenjar adrenal seperti dalam plasenta karena kehamilan
berlanjut, kadar estriol meningkat. Kadar estriol yang normal merupakan
indikator dari unit fungsional fetoplasental normal dan menentramkan.
5. Pemeriksaan HPL (Human Placental Lactogen)
HPL dalam darah ibu : 4 mcg / ml atau kurang setelah kehamilan 30 minggu
memberi kesan fungsi plasenta yang abnormal dan janin dalam bahaya.
2.3.6. Penatalaksanaan 17
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi yaitu dengan posisi miring kiri
dan pemberian O2 3 L/menit membantu mengurangi demam pada maternal
dengan hidrasi anti piretik dan tindakan pendinginan.
2. Relaksasi ( menarik nafas panjang untuk menenangkan ibu dan menambah
asupan Oksigen)
3. Observasi DJJ tiap 15 menit, apabila dalam 30 menit tidak ada perbaikan
keadaan janin, segera kolaborasi dengan dokter obgyn.
4. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu:
a. Istirahat baring
b. Banyak minum (rehidrasi)
c. Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu
d. Memberi obat antipiretik
5. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk
mencari penyebab gawat janin:
a. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap,
pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam)
berikan antibiotik untuk amnionitis.
c. Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan
penanganan prolaps tali pusat.
6. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan
persalinan).
Tokolisis
Suntikan dosis tunggal 0,25 mg terbutalin sulfat intarvena atau subkutan yang
diberikan untuk melemaskan uterus dilaporkan dapat digunakan sebagai tindakan
sementara dalam penatalaksanaan pola frekuensi denyut jantung janin yang tidak
menyakinkan selama persalinan. Alasan tindakan ini adalah bahwa inhibisi
kontraksi uterus dapat memperbaiki oksigenasi janin sehingga terjadi resusitasi in
utero. Nitrogliserin intravena dalam dosis kecil (60 sampai 180mg) juga
dilaporkan bermanfaat.
2.4. Aminoinfusi 18
2.4.1. Definisi
Amnioinfusi merupakan suatu prosedur melakukan infuse larutan NaCl
fisiologis atau Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume
cairan amnion. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul
akibat berkurangnya volume cairan amnion, seperti deselerasi, variable berat dan
fibroma aspirasi mekonium dalam persalinan.
2.4.2. Indikasi
Amnioinfusi terutama ditujukan untuk mengurangi kejadian deselerasi
variable akibat kompresi tali pusat, dan mencegah terjadinya aspirasi mekonium
yang kental selama persalinan. Amnioinfusi dilakukan pada deselerasi variable
yang berat dan berulang, yang tidak menghilang dengan tindakan konvensional
(perubahan posisi ibu dan pemberian oksigen).
Indikasi lain adalah untuk mencegah terjadinya oligohidramnion. Ada juga
peneliti yang melakukan amnioinfusi untuk mempermudah tindakan versi luar
pada presentasi bokong, meskipun tindakan ini tidak popular.
2.4.3. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan amnioinfusi, antara lain :
1. Amnionitis
2. Polihidramnion
3. Uterus hipertonik
4. Kehamilan kembar
5. Kelainan congenital janin
6. Kelainan uterus
7. Gawat janin yang berat
8. Malpresentasi janin
9. pH darah janin < 7,2
10. Plasenta previa atau solusio plasenta
2.4.4. Teknik
Amnioinfusi dapat dilakukan dengan cara transabdominal atau
transcervical (transvaginal). Pada cara transabdominal, amnioinfusi dilakukan
dengan bimbingan USG. Cairan NaCl fisiologis (ringer laktat) dimasukkan
melalui jarum spinal yang ditusukkan ke dalam kantong amnion yang terlihat
dengan USG. Pada cara transcervical, cairan dimasukkan melalui kateter yang
dipasang ke dalam cavum uteri melaui serviks uteri.
Selama tindakan amnioinfusi, denyut jantung janin dimonitor terus dengan
alat kardiotopografi (KTG) untuk melihat perubahan pada denyut jantung janin.
Mula-mula dimasukkan 250 ml bolus cairan NaCl (ringer laktat)selama 20-30
menit. Kemudian dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml.
Jumlah tetesan infuse disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG.
Apabila deselerasi variable menghilang, infuse dilanjutkan sampai 250 ml,
kemudian tindakan dihentikan, kecuali bila deselerasi variable timbul kembali.
Jumlah maksimal cairan yang dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah
800-1000 ml cairan yang dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variable,
maka tindakan dianggap gagal.
Selama amnioinfusi dilakukan monitoring denyut jantung janin dan tonus
uterus. Bila tonus meningkat, infus dihentikan sementara sampai tonus kembali
normal dalam waktu 5 menit. Bila tonus uterus terus meningkat sampai 15-30
mmHg diatas tonus basal, maka tindakan harus dihentikan. Selama tindakan
amnioinfusi sering kali terjadi kebocoran cairan dari kavum uteri.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
No. MR : 51.82.40
Nama : Bhutet Bangun
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Karo
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lorong Umum Bagan Deli Belawan
Tanggal Masuk : 10 Juli 2012 (pukul 21.51)
ANAMNESIS
Ny. B, 34 tahun, G1P0A0, Ibu Rumah Tangga, Karo, Islam, i/d Tn. H, 44
tahun, Wiraswasta, Jawa, Islam, datang ke IGD RSUP H. Adam Malik Medan
dengan keluhan mules mau melahirkan.
Hal ini dialami pasien sejak tadi malam tanggal 09 juli 2012. Keluar
lendir bercampur darah (-), keluar air dari kemaluan (-). Pasien sebelumnya
dilakukan amniofusi tanggal 09 juli 2012. BAB (+) Normal, dan BAK (+)
Normal.
RPT : Hipertensi (+), DM (-).
RPO : Riwayat operasi usus buntu
HPHT : 05-12-2011
TTP : 12-09-2012
ANC : 2x Bidan, SpOG 1x
Riwayat Persalinan
1. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
Kesadaran : Compos Mentis Anemia (-)
Tek. Darah : 140/80 mmHg Ikterik (-)
Frek. Nadi : 92 x/min Sianosis (-)
Frek. Napas : 24 x/min Dyspnea (-)
Suhu Tubuh : 37 C Oedem (-)
Status Obstetrikus
Abdomen : Membesar simetris
TFU : 4 jari bpx (28cm)
Tegang : Kiri
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
His : 2 x 20/10min,teratur
DJJ : 150x/min
Status Ginekologi
Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
S : Mulas bertambah
O : SP : Sens : CM Anemia (-)
TD : 140/80 mmHg Ikterik (-)
HR : 102 x/i Sianosis (-)
RR : 22 x/i Oedem (-)
Temp : 36,7C Dyspnoe (-)
SO : Gerak janin (+)
HIS (+) 3x30/10
DJJ (+) 166 x/i
Inspekulo : tampak darah di introitus vagina, dibersihkan,
kesan : mengalir.aktif dari OUE
Portio : licin , lividae (+)
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
A : Plasenta Previa Totalis +Mioma Uteri + PG + KDR (30-32 mgg) + PK + AH
+ Post Amnioinfusi
P : IVFD RL 20 gtt/i
R : SC Cito
P/V : (-)
Lochia : (+)
ASI : (-)
R : - Mobilisasi bertahap
P/V : (-)
Lochia : (+)
ASI : (-)
R : Aff Kateter
FOLLOW UP 15 Juli 2012
S :-
SL : Abdomen : soepel, peristaltik (+), luka operasi tertutup verband (+) kering
P/V : (-)
Lochia : (+)
ASI : (-)
BAK : (+)
P : - IVFD RL 20 gtt/i
S :-
P/V : (-)
Lochia : (+)
ASI : (-)
BAK : (+)
P : - IVFD RL 20 gtt/i
R : PBJ
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Faktor risiko yang berhubungan dengan Pada pasien ini terdapat faktor risiko
plasenta previa, diantaranya: berupa mioma uteri.
1) Ovum yang dibuahi tertanam sangat
rendah di dalam rahim.
2) Riwayat P. Previa sebelumnya,
riwayat pembedahan, riwayat
section caesarea, abortus.
3) kawin dan hamil pada umur muda.
4) Korpus luteum bereaksi lambat,
dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri
dan polip endometrium.
6) Plasenta terbentuk secara tidak
normal.
7) Kejadian plasenta previa tiga kali
lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara.
8) Ibu merokok, risiko relatif untuk
plasenta previa meningkat dua kali
lipat akibat merokok.
9) Ibu dengan usia lebih tua, di atas 35
tahun.
10) Riwayat sectio caesaria.
Dengan USG dapat ditentukan Hasil USG TAS tanggal 19 juni 2012
implantasi plasenta atau jarak tepi - Tampak gambaran hiperechoic
plasenta terhadap ostium. Bila jarak ukuran 5x4 cm
tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta - Plasenta menutupi OUI
letak rendah. - BPD 5,43 cm
- HC 2,42 cm
- AC 18,53 cm
- FL 4,14 cm
- AFI 1,93 cm
Kesan : mioma uteri subserosal +
plasenta previa + oligohidramnion +
IUP (22-24 mgg) + PK+ AH
Penanganan berupa:12
Penanganan yg diberikan selama terapi
Bed rest total ekspektatif berupa:
- Bed rest total
Pemberian antibiotik profilaksis - IVFD RL 30 gtt/i
Pemberian tokolitik bila ada - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj. Dexamethasone 6 mg / 12 jam
kontraksi: - Nifedipine 20mg (initial)
MgSO4 4 gram IV dosis awal, dilanjutkan 10 mg/ 30 min
KESIMPULAN
Plasenta previa adalah keadaan plasenta berimplantasi rendah pada segmen bawah rahim,
menutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu
dan janin mampu hidup di luar rahim.
Plasenta previa dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: Plasenta previa totalis atau komplit,
Plasenta previa parsialis, Plasenta previa marginalis, dan Plasenta previa letak rendah.
Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan dari kemaluan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan
biasanya berulang. Gejala perdarahan awal plasenta previa biasanya berupa bercak atau
perdarahan ringan dan umumnya berhenti spontan. Terjadi pada trimester 3 kehamilan.
Penatalaksanaan plasenta previa terbagi atas 2, yaitu, terapi ekspektatif (pasif) dan terapi aktif.
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik. Terapi aktif dilakukan pada wanita hamil di
atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana
secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan
fibroid dan kolagen. Mioma uteri dapat diklasifikasikan ke dalam subkelompok berdasarkan
hubungan anatomi terhadap lapisan dari uterus. Tiga jenis yang biasa ditemui adalah (1)
Intramural yang terletak di bagian tengah dari dinding otot uterus, (2)Subserosal yang berada di
bawah lapisan serosa uterus,(3) Submukosal yang letaknya berada di bawah endometrium.
Mioma uteri merupakan tuor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadian
mioma uteri sebesar 30-40% pada wanita yang lebih dari 35 tahun dan sering menimbulkan
gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenorea. Selain itu mioma uteri dapat menimbulkan
kompresi pada traktus urinarius sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak
dapat menahan kenih.
Penatalaksaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun
secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapimedisialis untuk mengurani gejala
perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Penatalaksanaan operatif terhadap
gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah histerektomi.
Gawat janin adalah bradikardi janin persisten yang apabila tidak segera ditangani dapat
menimbulkan dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen pada sistem
saraf pusat dan organ lain serta kematian janin.
Gawat Janin dapat diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut: (1)frekwensi bunyi jantung janin
kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit, (2) berkurangnya gerakan janin ( janin
normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ), (3) adanya air ketuban bercampur mekonium,
warna kehijauan ( jika bayi lahir dengan letak kepala ).
DAFTAR PUSTAKA