Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki
interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika
semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk
menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan
melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring majunya dunia teknologi menambah kemudahan dalam kehidupan
diantaranya dalam hal pengolahan bahan pangan. Bukan hanya bahan yang
setengah jadi saja yang dapat diolah namun buah-buahan segar dapat diolah
menjadi panganan yang lebih awet dan lebih praktis untuk disajikan misalnya
sirup,manisan, permen dan masih banyak produk hasil olahan lainya. Pada buah
segar meski sangat diminati namun buah tidak dapat bertahan dalam jangka waktu
yang lebih lama jika dibandingkan dengan hasil olahannya. Untuk
mempertahankan keawatan dan kemudahan dalam menyimpan serta praktis saat
disajikan buah diolah tentinya dengan berbagai teknologi dalam pengolahan
bahan pangan.
Bahan pangan segar seperti buah-buahan mudah mengalami kerusakan
karena mengandung kadar air yang cukup tinggi sekitar 70-95% dan mengandung
berbagai senyawa kimia. Maka dari itu perlu dilakukan proses pengawetan.
Pengawetan merupakan salah satu perlakuan yang diterapkan pada bahan
pangan yang bertujuan untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang
terdapat dalam pangan. Dalam proses pengawetan digunakan bahan pengawet
yang berfungsi untuk membantu mempertahankan bahan dari serangan
mikroorganisme pembusuk, baik bakteri, kapang maupun khamir. Bahan
pengawet ini bekerja dengan cara menghambat, mencegah, dan menghentikan
proses pembusukan, pengasaman, atau kerusakan komponen lain dari bahan
pangan. Daya pengawet dari bahan-bahan tersebut sangat tergantung dari
konsentrasi, komposisi bahan pangan, dan jenis mikroorganisme yang akan
dicegah pertumbuhannya (Tjahjadi, C., dkk, 2011).
Pengawetan makanan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan
bahan makanan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami
kerusakan). Mempertahankan sifat fisik dan kimia bahan makanan. Mencegah
atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan makanan.
Mencegah pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat
untuk memproduksi toksin didalam pangan. Mencegah kerusakan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau
memperlambat kerusakan mikrobial, dilakukan dengan cara. Mencegah masuknya
mikroorganisme (bekerja dengan aseptis). Mengeluarkan mikroorganisme,
misalnya dengan proses filtrasi. Menghambat pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan,
penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia. Membunuh
mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi dan radiasi.
Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Pengawetan makanan secara Biologi
Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah proses
produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara
umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula
adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi
adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain
dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan
etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Contoh makanan
dengan pengawetan fermentasi adalah yoghurt, mengawetkan susu dengan cara
fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Aktivitas fermentasi dari kedua spesies bakteri tersebut dapat
menurunkan pH susu sapi, sehingga dapat menghambat aktivitas bakteri
proteilitik yang bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus ini hidup dari
memakan laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini sekaligus
mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat yang
dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan
khamir.
2. Pengawetan makanan secara Kimia meliputi:
a) Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan
bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa
sedap, manis. Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth
regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca
panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan
kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam
propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga
termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam
makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan
dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat
menghambat berkembang biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang,
bakteri, dan ragi (Aka, 2008). Contoh produk pengawetan dengan gula adalaah
manisan sedangkan dengan gula dan penambahan asam adalah produk sirup, sari
buah dan juga selai.
b) Pengasaman
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara
diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan
penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam
asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti
tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi. Acar
pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk
pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada
makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi,
terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.
c) Pengasinan
Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai
garam dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan
sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat
perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk
makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan
dengan pengeringan. Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang
dilakukan dengan cara memberi garam dengan tujuan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dan enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan.
Selain itu penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan
mengental serta kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut. Proses
penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan lebih
lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman dipengaruhi
oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 5 mm), ukuran ikan (semakin
besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan) dan kemurnian garam (garam
yang baik adalah garam murni/Nacl).
d) Pemanisan
Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada
medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk
menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka
dapat mencegah kerusakan makanan. Penambahan gula adalah suatu proses
pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian gula dengan tujuan untuk
mengawetan karena air yang ada akan mengental pada akhirnya akan menurunkan
kadar air dari bahan pangan tersebut. Konsentrasi gula yang ditambahkan
minimal 40% padatan terlarut sedangkan di bawah itu tidak cukup untuk
mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk tersebut disimpan dalam suhu
kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah). Contoh makanan dengan
pengawetan pemanisan adalah manisan buah.
3. Pengawetan makanan secara Fisika
Pengawetan makanan secara fisika meliputi pengeringan, pemanasan,
pengeluaran udara, pendinginan, pengalengan, Iradiasi. Maka dari itu, pada
praktikum kali ini dilakukan pengawetan dengan menggunakan berbagai macam
bahan pengawet berupa garam, gula dan asam pada buah buahan.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik berbagai macam produk pengawetan sayuran dan
buah - buahan
2. Mengetahui prinsip pengolahan, bahan dan prosedur pembuatan, kelebihan
dan kekurangan, serta kesesuaian label dan kemasan dari berbagai macam
produk pengawetan sayuran dan buah - buahan
II. ALAT DAN BAHAN
2.1. Alat
Kamera

2.2. Bahan
- Manisan
- Selai Stawberry
- Sirup Special Grande rasa Cocopandan
III. PROSEDUR
Survei ini dilakukan pada hari Senin tanggal 15 Mei 2017. Tempat yang
digunakan untuk survei pada praktikum kali ini dilakukan di dua tempat yang
berbeda yaitu minimarket Alfamart dan toko manisan Aneka Berkat di jalan
Cileunyi. Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah menggunakan
metode survei secara langsung ke tempat penjualan. Halhal yang diamati dari
sampel meliputi nama produk, prinsip pengolahan, bahan dan proses pembuatan,
kekurangan dan kelebihan produk, label dan kemasan.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Sirup
Sirup merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, hal ini karena kemudahan dalam menyajikannya. Sirup merupakan
larutan gula pekat yang digunakan sebagai bahan minuman dengan atau tanpa
ditambahkan asam (antara lain asam sitrat, asam tartarat dan asam laktat) juga
aroma dan zat warna (Hadiwijaya, 2013).
Sirup tergolong jenis minuman ringan, tetapi lebih berupa cairan kental
yang terbuat dari larutan gula. Untuk mendapatkan kelezatan dan sedapnya aroma
biasanya orang masih memberi bahan penambah rasa, zat pewarna, serta berbagai
zat lain yang menarik selera. Sirup tidak langsung diminum begitu saja karena
rasanya terlalu manis karena cairan ini terdiri atas larutan gula kental lebih dari
55%. (Haryoto,1998). Berikut ini merupakan standar sirup buah menurut SNI 01-
3544-1999 :
Tabel 1. Syarat Mutu Sirup
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan :
1.1 Aroma - Normal
1.2 Rasa - Normal
2. Gula jumlah (dihitung sebagai sakarosa) % b/b Min. 65
3. Bahan Tambahan Makanan :
3.1 Pemanis buatan - Tidak boleh ada
3.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1987*)
3.3 Pengawet Sesuai SNI 01-0222-1987*)
4. Cemaran Logam :
4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10
4.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 25
5. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
6. Cemaran Mikrobia :
6.1 Angka Lempeng Total CFU/ml Maks. 5x102
6.2 Coliform MPN/ml Maks 20
6.3 Escherichia coli Koloni/ml <3
6.4 Salmonella Koloni/ml Negatif
6.5 S. aureus Koloni/ml 0
6.6 Vibrio cholerae Koloni/ml Negatif
6.7 Kapang Koloni/ml Maks. 50
6.8 Khamir Koloni/ml Maks. 50
(Sumber: SNI 01-3544-1999)
4.1.1. Deskripsi Produk
Sirup Special Grande rasa Cocopandan merupakan sirup rasa cocopandan
yang dikeluarkan oleh PT. ABC. Di minimarket, Sirup Special Grande rasa
Cocopandan dengan ukuran 485 mL ini dibanderol dengan harga Rp. 21.900.

Gambar 1. Sirup Special Grande rasa Cocopandan


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
4.1.2. Prinsip Pengolahan
Menurut Tjahjadi (2008), prinsip pengolahan sirup buah adalah
mengekstraksi buah hingga diperoleh bagian sari buah yang kemudian dipanaskan
atau didinginkan pada suhu tertentu dengan penambahan larutan gula dan asam
yang berguna untuk menciptakan cita rasa dan pengawet pada sirup sampai semua
bagian sari buahnya terekstraksi.
Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran
buah segar yang telah masak. Sari buah atau sirup buah dapat tahan selama sekitar
3 bulan (Suliantri, 1990). Sari buah memiliki rasa yang alami dan sedikit asam
yang dihasilkan dari ekstrak buah. Ekstrak buah ini berupa cairan yang juga
disebut dengan sari buah.

4.1.3. Prosedur Pengolahan


1. Ekstraksi sari buah
Sirup buah dapat dibuat dari berbagai macam buah. Biasanya buah yang
digunakan adalah jenis buah yang mempunyai aroma yang kuat, rasa yang khas,
dan warna yang menarik, contohnya mangga, nenas, sirsak, markisa, dan jeruk
(Satuhu, 2004).
Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan sirup
buah. Buah yang akan dijadikan sirup dipilih yang bermutu baik, belum
membusuk dan sudah cukup tua (Haryoto, 1998). Buah yang telah matang akan
memberikan warna, aroma, dan rasa yang mantap pada sirup Bitnas. Sari buah
diperoleh dari ekstraksi buah segar. Buah yang akan digunakan dalam proses
pembuatan sari buah harus melalui beberapa tahap perlakuan pendahuluan.
Tahapan dalam pembuatan sari buah adalah sortasi, pencucian, pembuangan
bagian yang tidak terpakai (cacat/busuk), pemotongan, blansing, ekstraksi sari
buah, dan penyaringan (Haryoto, 1998).
Sortasi diperlukan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan
ukuran dan ada tidaknya cacat (Satuhu, 2004). Sortasi dilakukan dengan memilih
buah yang telah matang penuh dan masih dalam kondisi baik (tidak busuk), tidak
masalah bila buah terlampau matang (Haryoto, 1998).
Pencucian dilakukan dengan air bersih agar buah terbebas dari segala
kotoran yang melekat, seperti tanah, debu, sisa pestisida, dan lain-lain. Proses
pencucian sebaiknya dilakukan dengan air mengalir supaya mendapatkan hasil
yang lebih maksimal yaitu kontaminan dapat lebih diminimalisir (Kumalaningsih
dan Suprayogi, 2006).
Perlakuan selanjutnya adalah pembuangan bagian yang tidak terpakai.
Perlakuan ini bertujuan untuk membuang bagian yang tidak dikehendaki,
misalnya bagian-bagian yang cacat atau busuk (Haryoto, 1998). Tahap ini
merupakan operasi penting untuk menjaga kualitas sari buah yang diperoleh.
Pemotongan bertujuan untuk mengecilkan ukuran buah supaya proses blansing
dapat merata dan memudahkan dalam proses penghancuran buah (Haryoto, 1998).
Pemotongan biasanya dilakukan dengan menggunakan pisau stainless steel.
Perlakuan selanjutnya adalah blansing. Blansing adalah proses pemanasan
sesaat dengan suhu 70-80oC selama 2-5 menit tergantung dari jenis dan ukuran
bahan yang akan diblansing (Purba dan Rusmarilin, 2006). Blansing sering
digunakan sebagai alternatif perlakuan untuk mengurangi penurunan gizi pada
bahan. Sebagian besar bahan pangan yang dipotong-potong kecil mendapatkan
perlakuan blansing untuk menginaktivasi enzim katalase dan peroksidase. Ukuran
bahan dapat mempengaruhi suhu dan waktu pemanasan (Asgar dan Musaddad,
2006). Selain untuk menginaktivasi enzim, blansing juga bertujuan untuk
membersihkan permukaan bahan dari kotoran dan organisme, mencerahkan warna
dan membantu menghambat penurunan vitamin. Selain itu juga berfungsi untuk
melunakkan bahan (Nchfp, 2013).
Daging buah yang telah dipisahkan dari kulitnya dan dibersihkan
selanjutnya dihancurkan. Daging buah dimasukkan ke dalam ke dalam blender
dan ditambahkan air. Penambahan air ini bertujuan untuk mempermudah proses
penghancuran daging buah. Proses penghancuran dilakukan sampai halus untuk
mengurangi endapan pada sari buah yang dihasilkan (Kumalaningsih dan
Suprayogi, 2006).
2. Penyaringan
Setelah dilakukan penghancuran daging buah, langkah selanjutnya adalah
proses penyaringan dengan kain saring atau saringan yang halus. Penyaringan sari
buah bertujuan untuk memisahkan serat, biji atau daging buah yang tidak hancur
sehingga tidak mempengaruhi penampakan produk yang akan dihasilkan nantinya
(Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
3. Pembotolan
Pada pengolahan sirup, sirup yang sudah jadi dikemas dalam kemasan
botol gelas/kaca. Gelas harus dipanaskan secara perlahan-lahan dan tidak boleh
langsung pada suhu tinggi karena dapat pecah jika terjadi perbedaan panas yang
cepat. Dalam penggunaannya botol harus disterilisasi terlebih dahulu, dimana
sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang ada dalam botol (Winarno, 2007).

4.1.4. Komposisi Bahan


Komposisi bahan yang tertera pada kemasan Sirup Special Grande rasa
Cocopandan adalah gula, air, perisa artifisial, pengawet natrium benzoat, pengatur
keasaman, pewarna ponceau 4R Cl 16255 dan tartazin CI 19140, sari kelapa
(0,004%) serta sari pandan (0.002%).
Penambahan gula pada sirup Special Grande rasa Cocopandan membuat
prosuk sirup memiliki rasa yang manis. Gula biasanya ditambahkan ke dalam
makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis. Namun selain memberikan
rasa, gula kerap kali digunakan sebagai bahan pengawet pada suatu produk
makanan, misalnya pada sirup. Sifat anti mikroorganisme dari gula dimanfaatkan
dalam proses pengawetan bahan pangan. Gula sebagai bahan pengawet dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara memengaruhi aktivitas air
(aw) dari bahan pangan. Konsentrasi gula yang digunakan untuk mengawetkan
bahan pangan cukup tinggi, yaitu sekitar 65-70%. (Tjahjadi, 2011). Gula sebagai
bahan pengawet dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan pangan. Apabila gula ditambahkan
ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40%
padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang.
Efek pengawet dari gula antara adakah kenaikan tekanan osmosis larutan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya plasmosis dari sel-sel mikroba, maka
dengan berkurangnya air untuk pertumbuhan mikroba, sel-sel mikroba akan
mengering dan akhirnya akan mati dan memenuhi water activity dari bahan
makanan sampai suatu keadaan dimana pertumbuhan mikroba tidak mungkin lagi
(Gautara dan Wijardi, 2005).
Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan
atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi
flavor, dengan pengecualian rasa asin, manis, dan asam. Tidak dimaksudkan
untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai bahan pangan.
Singkatnya perisa makanan itu merupakan bahan tambahan makanan yang
berguna memberikan rasa maupun aroma makanan dan minuman sehingga
meningkatkan kualitas produk tersebut. Perisa makanan ini dapat dihasilkan dari
ekstraksi bahan alami maupun sintetis (kimia).
Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna
pada makanan. Tartrazin adalah pewarna buatan yang berwarna kuning. Nama
lain dari Tartrazin adalah Yellow 5 atau pun C.I.29140. Bahan pewarna sintetik
ini sering dikombinasikan dengan bahan pewarna buatan warna hijau kebiru-
biruan yaitu Briliant Blue FCF. Tartrazin merupakan turunan dari coal tar yang
merupakan campuran senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik dan heterosiklik.
Biasanya Tartazrin digunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan
olahan. Zat pewarna ini telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama
bagi orang yang alergi terhadap aspirin.
Warna yang dihasilkan dari pewarna Ponceau 4R yaitu menghasilkan
warna merah yang sangat gelap (merah scarlate). Ponceau 4R merupakan
pewarna sintetik yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Hal ini
dilambangkan dengan E Number E124. Ponceau 4R biasanya digunakan dalam
berbagai produk makanan, biasanya disintesis dari hidrokarbon aromatik dari
minyak bumi.
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat asam dan
merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan dengan berbagai tujuan. Fungsi pengatur keasaman pada makanan
adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan
makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan,
tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam
makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam
laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat (Menkes No. 722, 1988).
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan
bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat
atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan
oleh faktor biologi (Menkes No. 722, 1988). Benzoat merupakan unsur alami
yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti
bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Penambahan ini
menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet, dan setelah itu akan
meningkatkan keasaman dari urin. Asam benzoat dan sodium benzoat atau yang
dikenal dengan Natrium benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat diterapkan
sebagai bahan pengawet dalam sejumlah produk yang dikonsumsi oleh manusia
(Ibekwe et al., 2007). Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat atau
Natrium Benzoat adalah bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan
minuman serta sangat cocok untuk jus buah maupun minuman ringan. Maka
dari itu natrium benzoat dapat digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan
sirup Special Grande rasa Cocopandan agar umur simpan dari sirup ini dapat awet
selama setahun.
Sari kelapa dan sari pandan merupakan hasil dari pengekstrasian buah
kelapa dan daun pandan yang digunakan dalam pembuatan sirup ini. Sari kelapa
ini dapat memberikan flavour kelapa sedangkan pandan dapat menambah
kekhasan aroma dan rasa dari sirup ini.

4.1.5. Kelebihan dan Kelemahan Produk


Kelebihan dari produk ini adalah umur simpannya tahan lama, dikarenakan
menggunakan berbagai macam bahan yang dapat mendukung lamanya
penyimpanan sirup. Rasanya yang manis serta dapat digunakan secara hemat
dikarenakan dalam penyajiannya, sirup perlu dilarutkan dengan air kembali untuk
dikonsumsi sebagai minuman atau campuran lain.
Kelemahan produk ini adalah, adanya penmabahan bahan pewarna sintetis
seperti ponceau 4R Cl 16255 dan tartazin CI 19140 dan pengawet natrium benzoat
yang dalam jangka waktu lama dan dalam penggunaanya yang sering dapat
menimbulkan efek tertentu seperti timbulnya penyakit.

4.1.6. Saran Penyajian


1 bagian sirup dilarutkan dengan 6 bagian air atau digunakan dengan
perbandingan air dengan sirup yaitu 6:1. Sirup Special Grande rasa Cocopandan
dapat dijadikan minuman dingin, campuran pada es buah, es campur, topping ice
cream dll.

4.1.7. Label dan Kemasan


Pada pengolahan sirup, sirup yang sudah jadi dikemas dalam kemasan
botol gelas/kaca dan diberikan berbagai label pangan.
Gelas/kaca sebagai alat pengemasan, saat ini masih merupakan jenis
kemasan yang sangat penting dan untuk kemasan yang biasa digunakan adalah
botol. Sifat kimia dari gelas/kaca adalah inert, tetapi korosif pada bagian tutupnya
dan mudah pecah karena tekanan dari dalam, berbenturan atau perbedaan panas
yang mendadak. Oleh karena itu gelas harus dipanaskan secara perlahan-lahan dan
tidak boleh langsung pada suhu tinggi karena dapat pecah jika terjadi perbedaan
panas yang cepat. Dalam penggunaannya botol harus disterilisasi terlebih dahulu,
dimana sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang ada dalam botol (Winarno, 2007)
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar,tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
pangan, dimasukkanke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan
pangan (PP no. 69 tahun 1999). Label pangan yang tertera pada sirup Special
Grande rasa Cocopandan dalam sebagai berikut:
1. Cara Penyajian
1 bagian sirup dilarutkan dengan 6 bagian air
2. Komposisi
Gula, air, perisa artifisial, pengawet natrium benzoat, pengatur keasaman,
pewarna ponceau 4R Cl 16255 dan tartazin CI 19140, sari kelapa
(0,004%) serta sari pandan (0.002%).
3. Nama Produk
Sirup Special Grande rasa Cocopandan
4. Merk Dagang
ABC
5. Berat Bersih
485 mL
6. Tanggal Kadaluarsa
07/04/20
7. Kode Produksi
A150 13:04
8. Nama dan Alamat Perusahaan
PT. ABC Heinz Indonesia, Karawang 41731/ PO BOX 4068/ JKT - 10001
9. No BPOM
BPOM RI MD 167228034010
Berdasarkan hasil survei, kemasan yang digunakan pada sirup sudah baik
dimana menggunakan botol kaca sebagai bahan kemasannya dan tidak adanya
kerusakan atau kecacatan pada kemasan botol sirup. Label pangan yang tercantum
pada produk sirup pun sudah cukup lengkap dengan keterangan yang telah
disebutkan diatas, hanya kurang di beberapa bagian seperti informasi nilai gizi
dan label halal yang merupakan label penting di Indonesia dikarenakan banyaknya
pengguna sirup dari kalangan Muslim.

4.2. Manisan
Manisan adalah olahan buah-buahan yang diawetkan dengan pemberian
kadar gula yang tinggi. Penambahan gula yang tinggi bertujuan untuk
memberikan rasa manis sekaligus mencegah tumbuhnya mikroorganisme seperti
jamur. Mikroorganisme menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur, cita
rasa, dan pembusukan pada komoditi tersebut. (Fatah dan Bachtiar, 2004).

4.2.1. Deskripsi Produk

Gambar 3. Manisan Buah Basah


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 4. Manisan Kering


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan hasil survei, manisan buah basah dan manisan kering dijual
dalam stoples atau botol-botol besar. Selain itu ada pula manisan basah yang
dikemas dalam cup plastic dan manisan kering yang dikemas dalam plastik PP.
Harga untuk 1 kemasan manisan basah 15.000 rupiah. Sedangkan harga untuk 1
kemasan manisan kering 200 gram yaitu 10.000 rupiah. Manisan basah tampak
seperti potongan buah asli yang direndam dalam larutan gula. Manisan basah
biasanya dibuat dari buah yang keras. Buah yang sering dijadikan manisan basah
yaitu salak, mangga, kedondong, dan anggur. Sedangkan manisan kering tampak
seperti irisan kecil buah yang telah dikeringkan, atau tampak seperti jelly. Buah
yang sering diolah menjadi manisan kering yaitu pepaya dan pala.
Manisan dibedakan atas dua jenis yaitu manisan buah basah dan manisan
buah kering. Daya awet manisan buah kering lebih lama dibandingkan dengan
daya awet manisan buah basah. Hal ini disebabkan karena kadar air pada manisan
buah kering lebih rendah dan kandungan gulanya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan manisan buah basah (Sediaoetama, 2006). Manisan kering memiliki daya
simpan yang lebih lama dibandingkan manisan basah. Kadar air manisan kering
lebih rendah tetapi kadar gulanya lebih tinggi (Fatah dan Bachtiar, 2004).

4.2.2. Prinsip Pengolahan


Prinsip pembuatan manisan adalah proses peresapan larutan gula sampai
kadar gula di dalam bahan pangan cukup tinggi. Kadar gula demikian akan
menghasilkan tekanan osmotis yang tinggi. Beberapa jenis kapang dan khamir
toleran terhadap tekanan osmotis tinggi, sebaliknya bakteri kurang toleran.
Pertumbuhan kapang dalam bahan pangan dapat menurunkan kualitas rasa
maupun kenampakkan estetis karena terlihat jelas di permukaan bahan pangan.
Kapang yang ditemukan dalam manisan buah salak adalah Aspergillus flavus,
A.niger, A. versicolor, A. fumigatus, Aspergillus sp. Monilia sp. Mucor sp,
Penicillium sp. Rhizopus sp dan Wallemia sp (Dhamayanti, dkk., 2002).
Hal yang harus mendapat perhatian dalam proses pembuatan manisan
meliputi: penampilan produk, yang terdiri atas warna, kesegaraman bentuk dan
kemasan, cita rasa dan aroma, daya tahan produk dan kandungan unsur gizi dan
kalori, dan higienis. Pengawetan dalam bentuk manisan adalah usaha untuk
mempertahankan tekstur dan warna buah, serta menciptakan cita rasa yang baru,
sekaligus bentuk usaha menyediakan buah tanpa tergantung musiman. Pengolahan
buah menjadi bentuk manisan akan memperpanjang umur simpan hingga 1 bulan
bahkan hingga tahunan (Suprapti, 2005).

4.2.3. Bahan dan Proses Pembuatan


Bahan yang digunakan untuk membuat manisan yaitu buah segar. Proses
pembuatan manisan terdiri dari beberapa proses yaitu :
a. Pengupasan dan Pemotongan Buah
Buah yang akan dijadikan manisan, dikupas terlebih dahulu agar larutan
gula dapat meresap pada bagian daging buah dan dilakukan pemotongan
untuk memperluas luas permukaan agar proses penggulaan dapat lebih
efektif
b. Perendaman dalam Air kapur (Ca(OH)2)
Kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 merupakan bahan penunjang lain yang
digunakan dalam pembuatan manisan. Perendaman dalam larutan kalsium
hidroksida ini bertujuan untuk menguatkan tekstur bagian luar buah yang
akan diolah menjadi manisan. Perubahan ini disebabkan adanya senyawa
kalsium dalam kapur yang berpenetrasi kedalam jaringan buah. Akibatnya
struktur jaringan buah menjadi lebih kompak berkat adanya ikatan baru
antara kalsium dengan jaringan dalam buah (Fatah dan Bachtiar, 2004).
Perendaman Ca(OH)2 dapat mengeraskan jaringan produk yang akan
dikeringkan dan menghilangkan rasa asam pada produk. Kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan air kapur, termasuk
dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan
kandungan. Penambahan garam kalsium seperti Ca(OH)2 yang tinggi pada
pembuatan manisan dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada bahan
(Utami, 2007).
c. Perendaman dalam larutan gula
Proses perendaman dalam larutan gula ada 2 cara, yaitu cara lambat dan
cepat. Cara lambat, perlakuan perendaman dalam larutan gula memerlukan
waktu lama. Konsentrasi gula awalnya 30% dan buah direndam selama 24
jam konsentrasi gula ditingkatkan menjadi 40% dan buah direndam lagi
selama 24 jam. Demikian seterusnya hingga konsentrasi gula mencapai
70%. Pada konsentrasi gula tinggi buah direndam selama 3 minggu dan
kemudian buah di keringkan. Pada perendaman dalam larutan gula dengan
cara cepat, pelaksanaanya dapat disingkat menjadi beberapa jam saja
dengan mempertahankan larutan gula pada suhu 140-1500F (60-
650C). Kenaikan konsentrasi gula dilakukan setiap 3-4 jam sekali sampai
mencapai konsentrasi kira-kira 68%. Bahan pangan yang mempunyai
kadar gula yang tinggi berarti mempunyai Aw rendah. Perendaman gula
bertingkat pada manisan diharapkan dapat menjaga keseimbangan proses
masuk dan keluar air dari larutan gula ke dalam buah atau sebaliknya dari
buah keluar larutan gula sehingga tekstur tetap bagus, karena terjadi difusi
gula ke dalam bahan secara perlahan-lahan sehingga air yang keluar dari
bahan lebih sedikit dibandingkan dengan gula yang masuk (Sohibulloh,
dkk, 2013).
d. Pengeringan
Pembuatan manisan kering terdapat proses pengeringan setelah direndam
pada larutan gula. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan
sampai batas perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali.
Sehingga manisan yang dikeringkan akan memiliki waktu simpan yang
lebih lama.

4.2.4. Kelebihan dan Kelemahan Produk


Kelebihan manisan yaitu dapat disimpan lama karena kandungan gula
yang tinggi menyebabkan kebanyakan mikroba tidak dapat tumbuh pada
bahan. Mengolah buah menjadi manisan juga dapat menyediakan buah musiman
yang biasanya hanya berbuah pada waktu-waktu tertentu saja. Adanya proses
perendaman larutan gula dan air kapur pada proses pembuatan manis dapat
menghilangkan rasa gatal atau getir pada buah, sehingga buah menjadi memiliki
rasa manis dari pada buah segarnya. Tampilan manisan terutama manisan basah
tampak seperti buah aslinya, segar dan tidak berubah warna. Penampakan yang
segar dapat dijadikan daya tarik bagi konsumen.
Kelemahan dari manisan yaitu karena tingginya kandungan gula, sehingga
jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan diabetes.
Dalam proses pembuatan manisan juga terdapat proses perendaman dalam air
kapur untuk membentuk tekstur buah, sehingga jika mengkonsumsi manisan
terlalu banyak juga tidak baik bagi kesehatan.

4.2.5. Saran Penyajian


Manisan buah dapat dikonsumsi secara langsung sebagai makanan pencuci
mulut. Manisan merupakan salah satu bentuk pangan olahan yang banyak disukai
oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur rasa khas buah sangat cocok
untuk dinikmati dalam berbagai kesempatan.

4.2.6. Label dan Kemasan

Gambar 5. Kemasan Manisan Basah dan Manisan Kering


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Manisan buah basah ada yang dikemas dalam cup plastik dan ditutup
dengan plastik yang telah diberi lebel, penutupan kemasan menggunakan alat
sealer cup. Keterangan dalam kemasan terdapat komposisi bahan, bulan dan tahun
kadaluarsa, nomor PIRT, alamat produsen, dan logo halal. Kemasan yang
digunakan sudah cukup baik, karena cup plastik yang digunakan cukup tebal.
Proses labelling yang terdapat dalam kemasan dinilai kurang lengkap karena
dalam kemasan tersebut tidak mencantumkan nama/jenis buah yang dikemas,
hanya mencantumkan nama buah-buahan segar secara umum, selain itu tidak
terdapat netto atau berat bersih dari produk.
Manisan buah kering biasanya dikemas dalam plastik PP, proses labelling
hanya menggunakan kertas yang ditambahkan pada bagian atas kemasan.
Informasi yan tertera pada kemasan yaitu nama produk, nomor PIRT, tanggal,
bulan, dan tahun kadaluarsa, alamat produsesn, dan berat bersih. Kemasan yang
digunakan sudah baik karena plastik PP cukup tebal dan memiliki permeabilitas
yang rendah, sehingga dapat melindungi produk yang dikemas. Proses labelling
pada manisan kering dinilai kurang lengkap karena tidak terdapat logo halal, dan
komposisi.
Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 69 tahun 1999,
produk yang akan dipasarkan harus sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh
pemerintah seperti terdapatnya informasi berat bersih, isi bersih atau netto,
komposisi dari produk, tanggal, bulan, dan tahun kadarluarsa, nama barang atau
produk, ukuran, berat atau isi bersih produk, keterangan mengenai halal atau
tidaknya produk, produk, aturan penggunaan produk, efek samping dari produk
hingga pihak dan alamat pihak yang memproduksi produk menjadi ketentuan
yang harus terdapat dan dimuat pada label produk dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan tempat pendistribusian.

4.3. Selai
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran
buah yang dicampur gula atau campuran gula dengan dekstrosa atau glukosa,
dengan atau tanpa penambahan air dan memiliki tekstur yang lunak dan plastis
(Suryani et al., 2004). Menurut SNI-01-3746-1995, selai buah adalah produk
pangan semi basah yang merupakan pengolahan bubur buah dan gula yang dibuat
dari campuran tidak kurang dari 45% berat sari buah dan 55% berat gula.
Campuran tersebut dikentalkan hingga mencapai total padatan terlarut (65%)
(Desrosier, 1988).

4.3.1. Deskripsi Produk


Jenis produk lainnya yang diidentifikasi adalah selai stawberry yang
dikemas menggunakan jenis kemasan kaca. Selai stawberry ini diproduksi oleh
PT. Bintang Jaya Baharriski Tangerang, dan didistribusikan oleh PT. Sumber
Alfaria Trijaya Tbk. Tangerang. Harga dari sebuah selai stawberry kemasan kaca
dengan berat bersih 225 gram di minimarket yaitu Rp 19.900.
Karakteristik selai stawberry Alfamart ini berwarna merah terang, semi
basah, beraroma asam dan khas stawberry serta memiliki rasa yang manis dan
asam.
Berikut ini adalah syarat mutu selai berdasarkan SNI 3746:2008.
Tabel 1. Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746:2008)
(Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2008)
Menurut Buckle dkk., (1987) adapun sifat-sifat penting dari produk selai
adalah kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur fisiknya. Stabilitas
selai terhadap mikroorganisme dikendalikan oleh sejumlah faktor (Buckle dkk.,
1987), yaitu :
1. Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara
65-73%.
2. Keasaman rendah biasanya dalam kisaran pH antara 3,1-3,5.
3. aw biasanya dalam kisaran antara 0,75-0,83.
4. Suhu tinggi selama pemasakan (105-1060C).
5. Ketersediaan oksigen yang rendah (1-10%) selama penyimpanan.
Struktur khusus dari produk selai disebabkan terbentuknya kompleks gel
pektin gula-asam. Selai stawberry tersebut dikemas menggunakan jenis kemasan
kaca/gelas jar bermulut besar dan berleher pendek. Menurut Winarno (1997),
pengemasan bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan, mempertahankan mutu
kesegaran, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan
penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang
kontaminasi dari udara dan tanah, baik oleh mikroba pembusuk maupun mikroba
yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integrasi dari
proses produksi di pabrik-pabrik, dan menurut fungsinya kemasan berfungsi
sebagai : (a) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi; (b) memberi
perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan; dan (c)
untuk menambah daya tarik produk (Syarief dan Irawati, 1988).
Pengemasan menggunakan kemasan gelas jar bermulut besar dan berleher
pendek ini sudah sesuai untuk mengemas selai yang memiliki tekstur semi padat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1995), bahwa wadah gelas bermulut
lebar kebanyakan digunakan untuk produk makanan bayi, susu bubuk, buah-
buahan, mentega, kacang, kopi, teh, jam, jelly, acar, manisan, mayones.
Kemasan yang umum digunakan sebagai wadah selai adalah sebagai
berikut :
1. Kemasan Gelas Jar
Kemasan gelas banyak digunakan untuk mengemas produk dalam bentuk
padat dan cair. Kemasan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Luh
dan Woodroof (1982), kemasan gelas memiliki kelebihan seperti inert (tidak
bereaksi), sehingga tidak bereaksi dengan bahan pangan, mudah dibuka dan
ditutup, tahan terhadap kerusakan (korosi), sangat baik sebagai barier terhadap
benda padat, cair dan gas, ekonomis karena dapat digunakan kembali dan produk
yang terdapat didalamnya dapat terlihat jelas (transparan), dapat disterilisasi dan
divacum, tahan terhadap suhu rendah dan tinggi, dengan catatan suhu tersebut
tidak berubah secara cepat. Menurut Erliza et al. (1987), disamping keuntungan
sifat-sifat gelas tersebut, terdapat beberapa kelemahan dari gelas yaitu bersifat
rapuh dan mudah pecah bila permukaannya tergores dan terkena benturan selain
itu ongkos transportasi lebih tinggi dibanding kaleng.
Wadah gelas untuk bahan pangan dapat dibedakan ke dalam 2 bentuk,
yaitu gelas bermulut lebar (wide mouth) dan gelas bermulut sempit (narrow neck).
Wadah gelas bermulut lebar kebanyakan digunakan untuk produk makanan bayi,
susu bubuk, buah-buahan, mentega, kacang, kopi, teh, jam, jelly, acar, manisan,
mayones, sedangkan wadah gelas berleher sempit kebanyakan digunakan untuk
produk-produk cair seperti kecap, sari buah, sirup, bumbu cair, saus dan cuka
(Muchtadi,1995). Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah
adanya ruang udara. Ruang udara (head space) harus disediakan pada setiap
kemasan gelas yang diisikan dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan untuk
mengantisipasi terjadinya pemuaian bahan akibat peningkatan suhu karena proses
sterilisasi. Ukuran dari head space ini diusahakan tidak terlalu besar atau kecil.
Bila terlalu besar maka dapat mengakibatkan akumulasi udara pada atas kemasan
gelas dan apabila terlalu kecil proses penutupan kemasan tidak akan sempurna.
Besarnya head space yang digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada
umumnya berkisar antara 3% - 5%. Namun, untuk produk-produk yang
menghasilkan gas seperti peroksida dan hipoklorit digunakan head space sebesar
10% (Muchtadi, 1995).
Selain kemasan kaca, produk selai juga dapat dikemas menggunakan jenis
kemasan plastik, umunya menggunakan jenis plastik Polypropilen (PP).
2. Kemasan Plastik Polypropilen
Plastik telah menempati bagian yang sangat penting dalan industri
pengemasan. Kelebihan plastik dari bahan-bahan kemasan yang lain adalah
harganya relatif lebih murah, dapat dibuat dalam berbagai rupa, warna dan bentuk,
relatif lebih disukai konsumen, dan ringan sehingga dapat mengurangi biaya
transportasi. Kelemahan plastik yang utama adalah umumnya tidak tahan terhadap
suhu tinggi (Erliza et al., 1987). Salah satu jenis plastik yang banyak digunakan
adalah polypropilen (PP). Menurut Syarief et al. (1989), adapun sifat-sifat dari
polypropilen sehingga dapat dijadikan kemasan bahan pangan antara lain:
(1) Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film.
(2) Rapuh pada suhu rendah, tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.
(3) Lebih kaku dari polietilen dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam
penanganan dan distribusi.
(4) Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk
makanan yang peka terhadap oksigen.
(5) Tahan terhadap suhu tinggi sampai 1500C,
(6) Titik Lebur tinggi, sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang
baik, mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi
(7) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tidak terpengaruh pelarut
pada suhu kamar kecuali oleh HCl.

4.3.2. Prinsip Pengolahan Selai


Prinsip pembuatan selai secara umum adalah pemanasan campuran dari
hancuran buah (buah atau jenis komoditi lainnya), pektin atau bahan pengental,
gula, dan asam sehingga diperoleh struktur gel (Herman, 2009).
Pembentukan gel pada selai dipengaruhi oleh konsentrasi pektin, pH, dan
konsentrasi gula. Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin.
Pektin akan menggumpal, semakin tinggi kadar gula semakin berkurang air yang
ditahan oleh struktur. Pektin bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan
membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai. Prinsip inilah yang
digunakan dalam pembentukan gel pada pembuatan selai.
Sifat sifat yang penting dari produk selai dan jelly adalah ketahanan
terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada selai dan produk serupa dikendalikan
oleh sejumlah faktor antara lain, kadar gula yang tinggi 40%, padatan terlarut
antara 65 73%, pHpH 3,1 3,5, konsentrasi pektin 0,75% - 1,5%, Aw 0,75
0,83, suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105 -106oC)
(Fachrudin,1997).
Pendapat Suryani et al. (2004), selai yang bermutu baik mempunyai sifat
spesifik yaitu: 1. konsistensi kokoh, 2. warna cemerlang, 3. distribusi buah
merata, 4. tekstur lembut, 5. flavor buah alami, 6. tidak mengalami sineresis dan
kristalisasi selama penyimpanan.

4.3.3. Komposisi Bahan Pengolahan Selai


Bahan pembuatan selai yang terdapat pula pada komposisi bahan seperti
pada gambar berikut;
Gambar 1. Komposisi Selai Stawberry.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Komposisi bahan pembuatan selai yaitu, gula, buah stawberry (35,39%),
air, pengental pektin, pengemulsi dan penstabil nabati, pengatur keasaman asam
sitrat, perisa identik alami stawberry, pengawet Natrium Benzoat, pewarna
makanan Penceau 4R CI 16255.
Bahan tambahan makanan yang biasa digunakan untuk pengolahan selai
ialah gum (pektin), air, asam sitrat, dan bahan pengawet (Suryani dkk., 2004).
Gula juga berguna untuk meningkatkan rasa manis pada selai dan dapat dijadikan
pengganti bahan pengawet. Bahan tambahan tersebut dimaksudkan untuk
menyempurnakan hasil akhir dari selai. Selain itu, dapat juga meningkatkan daya
simpan.
Fungsi gula bukan hanya sebagai pemanis atau penambah rasa tetapi juga
sebagai bahan perubah warna dan memperbaiki susunan dalam jaringan (Subagjo,
2007). Gula berperan sebagai pengawet bagi berbagai macam makanan terutama
jam, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup dan lain-lain. Konsentrasi gula yang
tinggi (70%) sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba, akan tetapi pada
umumnya gula dipergunakan dengan salah satu teknik pengawetan lainnya,
misalnya dikombinasikan dengan keasaman tinggi, pasteurisasi, penyimpanan
pada suhu rendah, pengeringan, pembekuan dan penambahan kimia seperti SO2,
asam benzoat dan lain-lain. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila
ditambahkan ke dalam bahan pangan, air dalam bahan pangan akan terikat
sehingga tidak dapat dipergunakan oleh mikroba dan aw menjadi rendah
(Muchtadi, 1997).
Penambahan gula pasir sangat penting untuk memperoleh tekstur,
penampakan, dan flavor yang baik. Kekurangan gula pasir dalam pembuatan selai
akan menghasilkan gel yang kurang kuat pada semua tingkat keasaman dan
membutuhkan lebih banyak penambahan asam untuk menguatkan strukturnya.
Menurut Winarno (1997), gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar
kristal-kristal yang terbentuk di permukaan gel dapat dicegah.
Penambahan asam yang terdapat pada sari jeruk bertujuan mengatur pH
terutama terhadap buah-buahan yang tidak mengandung asam yang cukup untuk
memperoleh pH yang diinginkan dan menghindari pengkristalan gula. pH
optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10 - 3,46. Asam
yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat, asam tartrat, dan
asam malat. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari
gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak
terbentuk gel. Asam sitrat dengan nama lain asam jeruk terdapat dalam sari buah
sitrus dalam konsentrasi yang tinggi dan memungkinkan untuk diisolasi dan
dimurnikan (Fachruddin, 1997).
Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena
airdapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir
serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu
tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Winarno, 1992).
Fungsi penambahan pengental sebagai bahan pembentuk gel berfungsi
untuk memodifikasi tekstur selai sehingga mendapatkan rasa cicip yang disukai.
Pektin pertama kali ditemukan di Prancis oleh Braconnot pada tahun 1982.
Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang membentuk
larutan koloidal dalam air dan berasal dari perubahan protopektin selama proses
pemasakan buah (Desrosier, 1988). Pektin merupakan polisakarida yang biasanya
digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental
dalam makanan.

4.3.4. Prosedur Pengolahan Selai


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan selai antara lain
pengaruh panas dan gula pada pemasakan, serta keseimbangan proporsi gula,
pektin, dan asam (Muchtadi, 1997).
Pembuatan selai meliputi tahap pemilihan bahan, pencucian, pengupasan,
penghancuran buah, pemasakan, pengemasan dalam wadah botol, pasteurisasi dan
pendinginan (Mulyohardjo, 1984).
1. Pemilihan Bahan / Sortasi
Pada persiapan bahan, pemilihan tingkat kematangan buah yang
digunakan akan mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan
buah segar, maka harus dipilih buah yang berkualitas baik,
2. Pencucian
Pencucian ini menggunakan air mengalir bertujuan untuk membersihan
bahan dari kontaminasi baik fisik, kimia maupun biologi.
3. Pengupasan
Pengupasan pada buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buah-
buahan yang berbiji (Suryani et al., 2004).
4. Pengecilan Ukuran (Penghancuran Buah)
Pengecilan ukuran yang dilakukan yaitu dengan mengiris bahan / buah
stawberry menjadi bagian bagian yang lebih kecil bertujuan agar memperbanyak
luas permukaan sehinga mengefektifkan proses blansing atau mempermudah
proses pneghancuran. Penghancuran dilakukan untuk menyeragamkan buah
menjadi bubur buah.
5. Pencampuran dan Pemanasan
Pencampuran dilakukan setelah terbentuk bubur buah, pencampuran
dilakukan dengan menambahkan bahan seperti sulfit, asam sitrat, pektin, dan gula
serta bahan lainnya.
Pemanasan dan pemasakan yang terlalu keras dapat membentuk kristal
gula. Sedangkan bila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer
(Rakhmat dan Handayani, 2007).
Pengemasan
Pengemasan ini dilakukan dengan cara memasukan campuran bahan yang
sudah menjadi selai kedalam gelas jar yang sudah disterilisasi sebelumnya agar
terhindar dari kontaminasi mikroba yang mempengaruhi umur simpan.
6. Pendinginan
Penyimpanan pada suhu rendah berfungsi untuk menghentikan laju
pemasakan, mendinginkan bahan agar tetap segar.
Selai diperoleh dengan cara menambahkan campuran antara bubur buah
dan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai
kandungan kandungan gulanya menjadi 68%. Proses pembuatan selai
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah waktu pemanasan, pengadukan, ju
mlah gula yang diguanakan, serta keseimbangan gula, pektin dan asam.

4.3.5. Kelebihan dan Kekurangan Produk


Kelebihan produk yaitu penggunaan bahan tambahan alami seperti asam
dan gula maupun bahan pengawet seperti Na-Benzoat membuat produk selai
memiliki daya tahan simpan yang lama.
Kekurangan dari produk tersebut terletah pada jenis kemasan yang
digunakan yaitu kemasan gelas yang mudah pecah karena terbuat dari kemasan
kaca. Selain itu, terdapat bahan tambahan sintetis yang digunakan seperti perisa
identik alami stawberry, pengawet Natrium Benzoat, pewarna makanan Penceau
4R CI 16255 yang dalam jangka waktu yang lama dapat beresiko dapat
menimbulkan penyakit dan memberikan efek buruk terhadap kesehatan.

4.3.6. Saran Penyajian


Penyajian yang disarakan untuk jenis produk selai oles ini adalah yaitu
mengambilnya dengan sendok dan mengoleskannya pada produk pangan lainnya
misalnya pada roti. Saran penyimpanan harap disimpan di tempat sejuk dan kering
agar tidak merubah dari sifat organoleptik selai, serta mempertahankan umur
simpan.

4.3.7. Label dan Kemasan


Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar,tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
pangan, dimasukkanke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan
pangan (PP no. 69 tahun 1999).
Identifikasi label sudah cukup lengkap. Pada label kemasan sudah
tercantum informasi seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Selai Stawberry Alfamart


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Adapun informasi yang terdapat pada label pangan seperti pada gambar di
atas, antara lain yaitu;
1. Nama Produk
Strawberry Jam / Selai Stawberry
2. Merk Dagang
Alfamart
3. Nama dan Alamat perusahaan
PT. Bintang Jaya Baharriski Tangerang, 15127, Indonesia
4. Nama dan Alamat Distributor
PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Tangerang 15117, Indonesia
5. No. BPOM
BPOM RI MD 117831004149
6. No. LPOOM MUI dan Logo Halal MUI
7. Netto (berat bersih)
225 gram
8. Komposisi
Komposisi bahan pembuatan selai yaitu, gula, buah stawberry (35,39%), air,
pengental pektin, pengemulsi dan penstabil nabati, pengatur keasaman asam
sitrat, perisa identik alami stawberry, pengawet Natrium Benzoat, pewarna
makanan Penceau 4R CI 16255.
9. Kode produksi dan Tanggal Kadaluarsa
WFD1N5B / 150317
10. Saran penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering.
Berdasarkan hasil survei produk selai. Label pangan yang tertera sudah
cukup lengkap sebagai media informasi antara produsen dan konsumen, hanya
saja tidak terdapat informasi nilai gizi. Kemasan yang digunakan sudah baik dan
cocok yaitu kemasan gelas jar bermulut besar dan berleher pendek, karena
kemasan kaca besifat inert, tahan asam dan basa serta panas, serta bentuk jar yang
menyesuaikan dengan konsstensi tekstur selai yang semi basah, tidak padat tidak
pula encer. Selain itu, produk selai dengan kemasan kaca ini sudah diberikan
headspace / ruang udara yang berfungsi untuk mengantisipasi terjadinya
pemuaian bahan akibat peningkatan suhu karena proses sterilisasi.
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Asgar, A. dan Musaddad. 2006. Optimalisasi cara, suhu, dan lama blansing
sebelum pengeringan pada wortel. Jurnal Hortikultura. 16(3):245-252.
BSN. 1999. SNI 01-3544-1999. Sirup. Pusat Standarisasi Industri. Departemen
Perindustrian, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI., 1988. Permenkes 722/Menkes/Per/X/1988 Tentang
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.
Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.
Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.
Erliza dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan TIP
IPB, Bogor.
Fachruddin, Lisdiana. 1997. Membuat Aneka Selai. Kanisius, Yogyakarta.
Fatah M.A dan Bachtiar Y. 2004. Membuat Aneka Manisan Buah. Jakarta : PT
Agromedia Pustaka.
Gautara dan Soesarsono Wijardi. 2005. Dasar Pengolahan Gula. IPB. Bogor.
Hadiwijaya, H., 2013. Pengaruh Perbedaan Penambahan Gula terhadap
Karakteristik Sirup Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Skripsi.
Universitas Andalas, Padang.
Haryoto. 1998. Sirup Jahe. Kanisus. Yogyakata.
Ibekwe ; S. Eberechukwu ; Uwakwe ; A. Amadikwa & Monanu, M. Okechukwu.
(2007). Effect Of Oral Intake Of Sodium Benzoate On Some
Haematological Parameters Of Wistar Albino Rats. Journal Scientific
Research And Essay. Vol. 2.(1). Pp. 006-009.
Kumalaningsih, S dan Suprayogi, 2006. Tamarillo (Terung Belanda). Trubus
Agrisarana, Surabaya.
Muchtadi D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Muchtadi T, R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Nchfp. 2013. Freezing. National Center for Home Food Preservation. Georgia.
http://nchfp.uga.edu. (17 Mei 2017).
Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Purba, A dan H. Rusmarilin. 2006. Pedoman Praktikum: Teknologi Bahan Pangan
Nabati. USU-Press, Medan.
Satuhu, S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi jilid II. Jakarta: Dian Rakyat
Sohibulloh, I; D. Hidayati & Burhan. (2013). Karakteristik Manisan Nangka
Kering dengan Perendaman Gula Bertingkat. Agrointek Volume 7: 84-89.
Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3746-1995). 1995. Selai Buah. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3746-2008). 2008. Syarat Mutu Selai Buah.
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suliantri dan W.P. Rahayu. 1990. Tekonologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi
umbian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Subagjo, Adjab. 2007. Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Suprapti, Lies M. 2005. Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal. Yogyakarta.
Suryani A, Hambali E, Rivai M. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Syarief, R., S. Santausa, St. Isyana B. 1988. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor,Bogor.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume I. Widya
Padjadjaran, Jatinangor.
Tjahjadi, Camencita, Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan : Volume
2. Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung
Utami, P. W. 2007. Pembuatan Manisan Tamarilo (Kajian Konsentrasi
Perendaman Air Kapur dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Fisik,
Kimia, dan Organoleptik). Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai