Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
Auris interna atau labirin terdiri dari (i) bagian atas (pars superior):
utrikulus dan tiga kanalis semisirkularis, (ii) bagian bawah (pars inferior):
koklea dan sakulus, dan (iii) bagian tengah (pars intermedius): duktus dan sakus
endolimfatikus (Netter, 2014)
Utrikulus, sakulus dan tiga kanalis semisirkularis merupakan organ
sistem keseimbangan (vestibular) sedangkan koklea merupakan organ sistem
pendengaran (auditif). Kedua alat tersebut secara embriologis berasal dari
ektoderm (otokista), terletak di dalam os. piramidalis dan letaknya saling
berdekatan. Keadaan ini dapat diterangkan dengan melihat kesamaan
perkembangan alat-alat itu sendiri secara filogeni dan ontogeni. Persamaan
tersebut menyebabkan keduanya mempunyai kesamaan konsep anatomis
maupun fisiologis. Selain itu karena keduanya saling berdekatan dan saling
berhubungan maka apabila satu organ terganggu yang lain juga ikut terganggu.
Gambar 2.1 (i) Tulang Labirin Kanan (Otic Capsule), (ii) Labirin Kanan
dipotong melintang (Otic Capsule), proyeksi anterolateral
3
4
Konsep anatomis. Pada prinsipnya kedua alat panca indera ini masing-
masing terdiri dari 2 buah tabung. Tabung yang pertama berdinding tulang (pars
oseus), sedang tabung yang kedua berdinding membran dan terletak/terdapat
didalam tabung yang pertama. Tabung yang kedua dinamakan pars
membranaseus. Tabung kedua berisi cairan yang disebut endolimf. Diantara
kedua tabung juga didapati cairan yang disebut perilimfe. Sementara secara
konsep fisiologis, aliran endolimf merupakan rangsang bagi reseptor
pendengaran yang berasal dari gelombang bunyi maupun reseptor keseimbangan
yang berasal dari aselerasi/ gerakan tubuh dan kepala serta gerakan gravitasi
(Netter, 2014).
Pada manusia koklea merupakan tabung tulang yang panjangnya 3,5 cm,
berbentuk melingkar seperti rumah siput yang terdiri dari dua setengah
lingkaran. Pada penampang melintang tampak tiga ruang yang dipisahkan dua
membran. Dua ruang yang lebih besar yaitu skala vestibuli dan skala timpani
berisi perilimf (mempunyai susunan elektrolit seperti cairan ekstra sel dengan
ion Na > ion K). Ujung skala vestibuli ditutup basis stapes pada foramen oval,
pada ujung skala timpani terdapat foramen rotundum yang ditutup oleh
membrana timpani sekunder. Skala media (duktus koklearis) berbentuk segitiga,
dengan skala vestibuli dipisahkan oleh membrana Reissner, dengan skala
timpani dipisahkan oleh membrana basilaris. Skala media berisi cairan endolimf
( mempunyai susunan elektrolit seperti cairan intrasel dengan ion K > ion Na)
dan organ Corti yang terletak pada membrana basilaris. Di dalam organ Corti
terdapat bermacam-macam sel, diantaranya sel-sel rambut. Terdapat tiga baris
sel rambut luar (outer haircells) dan satu baris sel rambut dalam (inner
haircells). Sel-sel rambut tersebut mempunyai stereosilia, diatasnya ditutup
oleh membran tektoria. Sel-sel rambut ini berfungsi sebagai reseptor (Netter,
2014).
Utrikulus dan sakulus berada di dalam vestibulum. Didalamnya masing -
masing terdapat makula (makula utrikularis dan makula sakularis) yang berfungsi
sebagai reseptor terhadap rangsang gerakan/ akselerasi lurus (linier) vertikal
maupun horisontal. Makula terdiri dari sel penyangga dan sel- sel rambut.
Rambut-rambut ini terendam didalam masa gelatin (mukopolisakarida) dan
diatasnya terletak otolit (statokonia) yang merupakan kristal kalsium karbonat.
Oleh karena itu utrikulus dan sakulus juga dinamakan organ otolit. Gerakan
linier yang horisontal misalnya naik mobil/motor sedangkan gerakan linier
vertikal misalnya terjun, naik lift dan lain-lain (Netter, 2014).
Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga kanal, yaitu kanalis semisirkularis
horisontal (lateral), vertikal anterior (superior) dan vertikal posterior (inferior).
Masing- masing dari ketiga kanalis semisirkularis saling membentuk sudut 90
derajat. Ujung kanalis semisirkularis melebar disebut ampula dan berhubungan
dengan dengan utrikulus. Didalam ampula terdapat krista ampularis yang
6
2.3 Definisi
Menieres Disease adalah kelainan multifaktorial yang disebabkan faktor
genetik dan lingkungan (Lopez, 2015). Meniere Disease juga disebut sebagai
idiopatic endolymphatic hydrops, dimana terjadi dilatasi dari kompartemen
endolimfatik yang penyebabnya masih belum jelas (Heyning, 2007). Menieres
Disease merupakan penyakit kronik progressif yang digambarkan secara klinis
sebagai serangan vertigo berulang yang tidak dapat diprediksi datangnya, tuli
sensorineural yang berfluktuasi, rasa penuh hingga rasa tertekan ditelinga, dan
tinnitus (Gurkov, 2016). Sementara Meniere Disease dan Menieres Syndrome
memiliki pengertian yang berbeda. Menieres Disease merujuk pada kelainan
idopatik, sementara Menieres Syndrome merujuk pada penyakit primer yang
memiliki gejala menyerupai Menieres Disease (Kotimaki, 2003).
2.4 Epidemiologi
Angka kejadian penyakit ini sebenarnya sudah dievaluasi sejak perang
dunia kedua. Namun ketidakjelasan dalam menegakan diagnosis akibat perbedaan
kriteria diagnosis yang digunakan menyebabkan gambaran epidemiologi menjadi
membingungkan. Sejak AAO-HNS 1995 merevisi kriteria diagnosis Menieres
Disease maka penegakan diagnosis lebih jelas. Pada tahun 2007, dilaporkan
diseluruh dunia terjadi variasi insidensi dan prevalensi pada pasien dengan
Menieres Disease. US melaporkan jika prevalensi dari penyakit ini sekitar 200
per 100.000 penduduk dengan insidensi mencapai 15 dari 100.000 penduduk
pertahun. Sementara estimasi prevalensi di negara Jepang dan Skandinavia masih
lebih rendah yaitu masing-masing 20 dan 45 per 100.000 penduduk (Heyning,
2007). Indonesia sendiri masih jarang studi epidemiologi terkait penyakit ini. Data
kasus di R.S Dr. Kariadi Semarang hanya menyebutkan kasus vertigo sebagai
kasus terbanyak ke-5 di bangsal penyakit saraf (Putri, 2014).
Perbedaan distribusi geografis juga telah dilaporkan memiliki pengaruh
dalam occurency penyakit ini. Di Jepang gangguan ini lebih sering didapati di
wilayah selatan dan pusat dibanding di wilayah utara. Kesenjangan fasilitas
kesehatan mungkin memberikan merupakan penyebabnya (Kotimaki, 2003).
9
2.5 Etiologi
Meskipun Menieres Disease secara histopatologi sudah jelas yaitu akibat
terjadinya hidrops dari sistem endolimfatik, namun hubungan etiologi dan
patogenesis dari proses tersebut masih belum diketahui. Studi terbaru
memaparkan adanya peran dari proses autoimun, fungsi endokrin, infeksi, alergi,
dan genetik dan penyebab lain menurut Havia (2004):
2.5.1 Proses Autoimun
Mc.Cabe mengenalkan teori autoimun yang diduga menyebabkan
kerusakan organ labirin ditelinga dalam bentuk bilateral sensorineural hearing loss
yang bersifat progresif. Mekanisme autoimun ini didasarkan pada respon klinis
atas terapi steroid dan agen imunosupresif seperi kortison dan siklopospamid,
10
2.6 Patofisiologi
Adanya kerusakan dan degenerasi pada struktur telinga dalam
menyebabkan dikeluarkannya sitokimia dari perilimfatik sehingga menimbulkan
stress seluler dan disfungsi berat dari fibrosit tipe I maupun fibrosit tipe II di
ligamentum spiral. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan tekanan osmotik dan
menimbulkan pelebaran dari kompartemen endolimfatik (endolimfatik hydrops).
Bila hal ini berlanjut menyebabkan terjadinya ruptur dari membran yang
mengalami hidrops. Dengan kata lain, timbulnya hidrops adalah akibat dari
gangguan fungsi homeostasis dari koklea sehingga terjadi disfungsi ligamentum
spiral (Merchant, 2005)
Sebagaimana diketahui fibrosit pada ligamentum spiralis sendiri
mengandung berbagai gap junction, enzym, dan protein yang berperanan dalam
menjaga homeostasis cairan didalam koklea. Sebagai contoh fibrosit tipe I dan
tipe II yang berfungsi sebagai tempat transport ion K+ dari sel basal ke stria
vaskularis, dimana fibrosit tipe II adalah bagian utama dalam pengambilan ion K+
dari celah perilimfatik, sementara fibrosit tipe I adalah yang bertindak untuk
mengeluarkan ion K+ tersebut. Sitokimia yang berperan dalam tahap ini adalah
NKCCl yang bertanggung jawab dalam regulasi volume sel akibat adanya
peningkatan tekanan osmotik di skala media. Kedua adalah taurin yaitu suatu
asam amino yang menyediakan osmolit. Terakhir adalah JNK yang diketahui
memainkan peranan krusial saat terjadinya stress seluler. Ketiganya menyebabkan
peningkatan da penurunan immunostaining (Merchant, 2005).
Terjadi miskonsepsi teori yang menyatakan jika hydrops timbul akibat
produksi berlebih dari endolimfatik. Perlu diingat bahwa volume cairan didalam
tulang labirin adalah tetap. Perubahan volume dari endolimfatik dan perilimfatik
sendiri adalah sebuah respon perbedaan gradien osmotik antar kedua
kompartemen tersebut. Di koklea, faktor utama penyebab abnormalitas dari
gradien osmotik adalah adanya influks ion K+ kedalam kompartemen endolimfatik
melalui stria vaskularis. Sehingga bila menginginkan tekanan osmotik yang stabil
ion influk harus sama dengan ion yang diefluk kan dari skala media (Merchant,
2005).
12
Fls-
Pengalaman Subjektif Pasien
Scale
1 Pusing saya tidak mempengaruhi aktivitas saya sepanjang waktu
2 Saat saya pusing, pekerjaan harus dihentikan untuk sementara waktu, namun
itu segera hilang dan saya bisa melanjutkan aktivitas saya dan pekerjaan saya
termasuk menyetir dsb. Saya tidak merencanakan apapun untuk menolong
pusing saya
3 Saat saya pusing, saya harus menghentikan pekerjaan saya namun itu segera
hilang dan saya bisa melanjutkan aktivitas saya dan pekerjaan saya termasuk
menyetir dsb. Saya merencanakan beberapa hal untuk mengatasi pusing saya
4 Saya bisa bekerja, mengemudi, tamasya, berkumpul dengan keluarga, dsb,
namun saya harus mengerahkan seluruh tenaga saya untuk melakukannya.
Secara rutin, saya mengatur kegiatan saya dan persediaan energi saya.
13
5 Saya tidak bisa bekerja, mengemudi, atau berkumpul dengan keluarga. Saya
tidak pisa melakukan pekerjaan yang gesit. Bahkan aktivitas dasar harus
dibatasi.
6 Saya sudah tidak bisa melakukan apapun selama 1 tahun atau lebih dan atau
saya menerima kompensasi (uang) karena pusing saya atau masalah
kesimbangan saya.
2.8 Diagnosis
American Academy Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-
HNS) mempublikasikan kriteria diagnosis untuk menegakan Menieres Disease.
Kriteria diagnosis ini direvisi pada tahun 1985, ketika komite mengeksklusi gejala
cochlear dan vestibular berdasarkan tidak adanya dokumentasi ilmiah yang
menunjukan bahwa kedua gejala tersebut memiliki hubungan patologi dengan
Menieres Disease. Kemduian tahun 1995 kriteria ini direvisi lagi dengan
15
memasukan kembali gejala cochlear dan vestibular dan terus digunakan hingga
sekarang (Havia, 2004).
(3) Lamanya episode vertigo ini dihitung saat pasien sedang istirahat dan atau
tidak bergerak. Biasanya terjadi sedikitnya kurang dari 20 menit atau lebih dari 12
jam, namun tidak selalu seperti itu dan tidak menutupi kemungkinan penyakit lain
juga perlu dipertimbangkan bila lamanya durasi sama. Ketika episode pendek
terjadi biasanya gejalanya berlangsung mendadak. Bila episode singkat vertigo
terjadi oleh karena perubahan posisi kepala harus dipertimbangkan penyebab lain
seperti BPPV.
(4) Gangguan frekuensi nada rendah pada kelainan sensorineural hearing loss
didefinisikan sebagai peningkatan ambang nada murni konduksi tulang pada
telinga yang terlibat dibanding telinga lainnya. Peningkatan terssebut sedikitnya
30 dB pada dua frekuensi yang berdekatan kurang dari 2000 Hz. Pada kelainan
bilateral, ambang mutlak untuk konduksi tulang harus 35dB atau lebih tinggi dari
dua frekuensi berdekatan kurang dari 2000 Hz. SNHL pada Menieres Disease
juga bisa melibatkan nada dengan frekuensi sedang hingga tinggi setelah beberapa
episode dari vertigo, yang menyebabkan pan-tonal hearing loss.
(5) Penilaian audiometri setidaknya dilakukan satu kali untuk dokumentasi.
Nantinya akan ditentukan staging dari rerata intensitas berikut 0.5, 1, 2, dan 3
kHz. Penghitungan ini dilakukan 6 bulan sebelum dilakukan terapi dan sesudah
dilakukan terapi dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya perkembangan
pendengaran. Biasanya staging seperti ini dilakukan hanya pada kasus definitive
MD dan certain MD. Berikut ini ditampilkan tabel staging tersebut.
(6) Onset vertigo dan hilangnya pendengaran tidak terjadi bersamaan. SNHL
mungkin terjadi lebih dahulu beberapa bulan atau tahun kemudian dibandingkan
17
gejala episode vertigo. Kondisi klinis semacam ini disebut delayed hidrops
namun istilah yang lebih sering digunakan adalah delayed Menieres Disease
sejak ditemukan proses patologisnya. Episode vertigo mungkin hadir setelah onset
hearing loss beberapa minggu atau bulan kemudian, tetapi tinnitus dan rasa penuh
ditelinga tetap terjadi pada episode awal vertigo.
(7) Hubungan tulang temporal dengan hilangnya pendengaran dan episode vertigo
kadang disadari oleh pasien sendiri, biasanya terdapat perubahan pendengaran
dalam kurun waktu 24 jam dari episode vertigo. Hilangnya pendengaran terjadi
secara fluktuatif dan mendadak pada beberapa tahun pertama. Setelah serangan
yang berulang, hilangnya pendengaran bisa jadi menetap dan episode vertigo jadi
tidak lagi berhubungan dengan gejala pada telinga.
(8) Hilang spontannya reflek vestibulospinal menyebabkan pasien jatuh secara
tiba-tiba dan atau sempoyongan beberapa menit saja (sehingga disebut drop
vestibular attack, kisis otolitik, atau Tumarkins otolitik krisis).
(9) Peningkatan intensitas tinitus atau rasa penuh pada telinga yang terlibat sering
dikaitkan dengan episode vertigo pada tahun pertama. Tinnitus bisa jadi persisten
begitu juga hilangnya pendengaran bisa jadi permanen.
(10) Diagnosis banding Menieres Disease harus memasukan transient iskemik
attack, vestibular migraine, vestibular paroxysmia, reccurent unilateral
vestibulopathy, dan kelainan vestibulum lainnya. MRI diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti vestibular schwannoma atau tumor pada
endolimfatik sac. Migrain, BPPV, dan beberapa bentuk kondisi penyakit
autoimun sistemik lainnya perlu dipertimbangkan akan dampak kecacatannya.
Bila didapatkan nilai ratio SP/AP adalah lebih besar sama dengan 0.5
maka menunjukan adanya abnormalitas. Sedangkan abnormalitas pada Menieres
Disease didapatkan bila nilai ratio SP/AP adalah lebih besar dari 0,41 (Timothy,
2014)
2.10.4 Tes Vestibular
Electronystagmography (ENG). ENG bertujuan untuk mengevaluasi
keseimbangan dari telinga dalam dan hubungannya dengan sistem saraf pusat.
Dengan cara melihat pergerakan mata di telinga dalam yang diukur dari berbagai
posisi kepala dan dari air dingin yang dimasukan ke MAE. Telinga yang
terganggu akan menunjukan ketidakseimbangan dan penurunan fungsi dibanding
telinga yang sehat. Namun bila terjadi bilateral maka akan didapatkan penurunan
fungsi kedua telinga. Pada Menieres Disease biasanya menunjukan hasil
abnormal baik pada gangguan unilateral atau bilateral (Kotimaki, 2003).
20
2.10.5 Radiologi
CT-Scan dan MRI telah digunakan untuk menyingkirkan proses patologis
retrocochlear yang menyebabkan kemiripan gejala dengan Menieres Disease.
Pemeriksaan CT-Scan pada Menieres Disease akan ditemukan adanya penurunan
visualisasi dan pemendekan dari akuaduktus vestibular dibandingkan milik orang
normal (Kotimaki, 2003).
Three-dimensional Fourier Transformation Construtive Interference MRI.
Teknik ini memungkinkan visualisasi dan identifikasi dari membran labirin yang
didalamnya terdapat endolimfatik sac dan duct. Deteksi adanya hidrops
endolimfatik dengan visualisasi langsung terhadap posisi dari membran Reissner
dengan alat ini sudah pernah diujikan pada tulang temporal manusia. Pada pasien
Menieres Disease didapatkan adanya dilatasi kompartemen media. Injeksi
Gadolinium Chelate (GdC) secara intravena dapat meningkatkan visualisasi foto
MRI. Pada studi yang dilakukan, sejumlah dosis tinggi GdC digunakan untuk
induksi ternyata dosis tersebut terdistribusi hanya ditelinga dalam saja karena
eikasi transportasi zat GdC melewati barier perilmfe-darah sangat buruk sehingga
resiko kerusakan ginjal dan fibrosis sitem ginjal bisa diminimalisir (Zou J, 2015).
fullness. Hanya didapatkan gejala vestibuler seperti episode akut atau kronik
vertigo, mual, dan muntah akibat adanya proses degenerasi neural atau infeksi
virus pada nervus vestibulo-koklearis. Penyakit ini bersifat epidemic akibat
adanya infeksi virus, dimana usia yang sering terlibat adalah 40-50 tahun.
Munculnya serangan vertigo akibat onset dari faktor presipitasi yang sering terjadi
pada malam hari, dengan pola rotational vertigo yang terjadi 12-36 jam dengan
gangguan keseimbangan hingga 4-5 hari. Sementara pada pemeriksaan penunjang
seperti ENG yang dikombinasikan dengan tes kalori didapatkan kelemahan
unilateral pada telinga yang terganggu atau bisa juga didapatkan hasil normal
(Shepard, 2006).
2.11.4 Labirintis Virus
Gejala dan tanda pembeda dengan Menieres Disease adalah sama dengan
Neuritis Vestibuler namun didapatkan gejala koklea seperti penurunan
pendengaran atau tinnitus. Pada pemeriksaan audiologi didapatkan berbagai
derajat penurunan pendengaran (Rolands, 2000).
2.11.5 BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
Gejala dan tanda pembeda dengan Menieres Disease adalah adanya
episode vertigo yang berlangsung antara beberapa detik hingga menit yang
ditimbulkan akibat adanya gerakan kepala. Tidak seperti Menieres Disease, pada
BPPV serangan vertigo tidak didahului gejala koklea seperti penurunan
pendengaran, tinitus, atau aural fullness. Vertigo pada penyakit ini bisa terjadi
dalam hitungan minggu hingga bulan dan bisa pulih dengan sendirinya. Biasanya
dari anamnesis didapatkan riwayat trauma atau neuritis vestibuler (Karlberg,
2000). Sementara itu pada temuan pemeriksaan dengan tes Hallpike manuver
didapatkan, rotatory nystagmus pada sisi yang terganggu. Ini terjadi ketika pasien
mulai duduk kemudian merebah dengan posisi supinasi dimana kepala menoleh
45 derajat kesatu sisi dengan ekstensi leher 20 derajat kebawah. Biasanya akibat
posisi ini pasien dengan BPPV akan mengalami torsional nystagmus dalam waktu
singkat (Bhattacharya, 2008).
23
2.12 Penatalaksanaan
Terapi pada Menieres Disease secara umum bertujuan untuk mengurangi
berbagai bentuk gejala dari episode akut vertigo baik gejala koklea maupun gejala
vestibular. Sampai saat ini, tidak ada terapi yang efektif untuk menghilangkan
penyakit Menieres Disease, namun terapi yang ada hanya mencegah kerusakan
organ lebih lanjut.
gangguan pendengaran pada pasien yang tidak ada keluhan itu sebelumnya.
Teknik ini sangat opsional disesuaikan kebutuhan dan keadaan pasien. Dalam
prosedurnya, nanti akan dilakukan kraniotomi didaerah suboccipital dengan
monitoring facial nerve dan auditory evoked potential. Setelah dicari persarafan
vestibularis cabang inferior dan superior selanjutnya dilakukan irisan pada porus
akustikus dengan hati-hati tanpa mengenai facial nerve dan cochlear nerve-nya.
Dalam mencari vestibular nerve bisa dibantu oleh dekompresi kanalis auditorius
interna secara lateral sehingga secara pasti dapat menempatkan tanda seperti
puncak horizontal dan vertikal (Bills bar) dan persarafan tunggal ke ampula
kanalis semisirkularis posterior. Luka selanjutnya ditutup dengan prosedur biasa
setelah kranioplasti.
Mastoidektomi dilakukan bila ada indikasi ke retrolabyrinthine, dengan
prosedur dekompresi dari sinus sigmoid dan mencari bagian kanalis posterior dan
vertikal dari facial nerve. Selanjutnya posterior fossa dura dimasuan diantara
sigmoid dan optik kapsul, dan kanalis auditorius interna ditekan agar terlihat
persarafan disana. Setelah dikelompokan mana saraf vestibular, koklear, dan
facial, selanjutnya dilakukan irisan pada saraf vestibularnya. Terakhir dilakukan
fat graft untuk mencegah kebocoran CSF dan untuk menutup lukanya.
Kontraindikasi: Jika tidak bisa mendengar lagi, maka labirintektomi dipilih untuk
meminimalkan resiko. Komplikasi: kebocoran CSF, meningitis, kranial neuropati,
kejang, stroke, kematian. Poin penting: Tindakan ini jarang dilakukan untuk
mengurangi resiko yang cukup besar. Cost/cost-effectiveness: pemulihan pasca
operasi berlangsung 2-5 hari (Sataloff, 2016; Sharon, 2015).
Labyrintectomy. Merupakan gold standar dari teknik bedah dalam
menyingkirkan gejala Menieres Disease untuk saat ini. Biasanya digunakan pada
pasien yang tuli total. Sehingga biasanya setelah teknik ini dilakukan dilanjutkan
pemasangan implan koklea. Prosedurnya, pertama pasien akan dilakukan anestesi
umum, selanjutnya elektroda nervus fasialis dipasang untuk monitoring.
Diberikan antibiotik dan dilakukan mastoidektomi. Selanjutnya diidentifikasi
mana bagian tegmen, sinus sigmoid, kanalis horizontal, dan facial nerve.
Kemudian dimulai dari kanalis semisirkularis horizontal ke posterior ke kanalis
28
2.12.7 Lain-Lain
Meniette Devices. Prosedur: Alat ini akan diletakan didalam kanalis
auditorius ekternus dan tekanan udara akan dialirkan dari telinga luar ke telinga
tengah dan diduga akan menggetarkan foramen rotundum. Diduga ini akan
membantu aliran endolimfatik. Dilakukan 3 kali sehari masing-masing 5 menit.
Kontraindikasi: otitis eksterna kronis, penyakit telinga tengah yang menghalangi
akses ke foramen rotundum. Komplikasi: otitis media atau perforasi membran
timpani akibat dari pressure equalzation tubenya. Cost/cost-effectiveness:
harganya sekitar $2500 dan tidak ditanggung asuransi. Alat ini cukup efektif
dalam mengurangi vertigo (Sharon 2015).
Emerging Therapy. OTO-104 adalah formulasi baru sustained release
deksametason. Formula ini sudah dievaluasi pada percobaan klinis dengan
plasebo. Steroid yang terkandung didalam larutan dengan polimer yang bersifat
thermoreversibel menyebabkan gel akan langsung terpapar suhu tubuh setelah
disuntikan kedalam telinga tengah. Hal ini membuat paparan steroid akan
memanjang di telinga dalam sehingga bisa menurukan frekuensi vertigo selama 3
bulan serta tinnitus (Sharon, 2015).
Pediatric Considerations. Karena angka kejadian Menieres Disease
sangat jarang pada anak-anak dimana hanya dilaporkan sebayak 0,4%, maka
sangat sedikit studi yang membahas efektivitasterapi Menieres Disease ada anak-
anak. Pada seri jurnal publikasi, terapi yang ditawarkan adalah pada pola hidup
dengan mengurangi masukan sodium. Sementara obat yang ditawarkan adalah
diuretik sebagai lini pertama. Vestibular depresan dan antihistamin dapat
diberikan juga. Sementara terapi lain seperti transtympanic ventilation tubes dan
intratympanic gentamicin injection atau drainage endolimfatik sacdilakukan bila
terapi secara konservatif gagal (Sharon, 2015).
30
(Coelho, 2008)
2.13 Komplikasi
Pada pasien yang terdiagnosis Menieres Disease dan tidak segera
ditangani dapat terjadi komplikasi seperti gangguan penglihatan, sakit dada, gejala
stroke, tidak mengerti ucapan/ kata-kata, muntah terus-menerus, hingga
meninggal (X-plain, 2013).
31
2.14 Prognosis
Meskipun pengelolaan vertigo dapat terlaksana dengan baik, namun
hilangnya pendengaran, tinnitus masih tetap ada dan merupakan tantangan bagi
pasien maupun dokter. Pertolongan pada sistem pendengaran merupakan hal yang
paling penting dalam tahap rehabilitasi dan harus dipikirkan secara serius pada
pasien dengan penurunan berat. Bagi pasien dengan kehilangan pendengaran yang
berat, implan koklea memainkan peranan yang penting dalam perbaikan
pendengarannya (Sataloff, 2016).
Pertolongan pada sistem pendengaran sangat bermanfaat ketika terdapat
tinnitus berat, meskipun Feenstra menyimpulkan bahwa >95% pasien dengan
tinnitus pada Menieres Disease dapat diterapi dengan baik menggunakan cara
konseling sederhana. Banyak modalitas lain yang diusulkan, namun tidak ada
satupun yang direkomendasikan karena kurangnya bukti imiah (Sataloff, 2016).