2
Departemen Pendidikan Biologi, FPMIPA,
Universitas Pendidikan Indonesia,
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Email: 1yenirahmadhani18@gmail.com; adirahmat@upi.edu
Abstrak. Pedagogical Content Knowledge (PCK) adalah interseksi antara pedagogi dan konten. PCK
menggambarkan kemampuan guru mengintegrasikan pengetahuan konten ke dalam pengetahuan
tentang kurikulum, mengajar dan karakteristik siswa, yang dapat menuntun guru merangkai situasi
pembelajaran. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran PCK guru pada pembelajaran. Partisipan
dalam penelitian adalah guru biologi kelas XI SMA di Kota Cimahi pada semester genap tahun ajaran
2015/2016, yang ditentukan secara convenience atau berdasarkan kesediaan terlibat dalam penelitian
dengan kriteria pernah mengajar lebih dari 10 tahun. PCK guru dijaring melalui Content Respresentation
(CoRes), CoRes terintegrasi dalam RPP, dan CoRes terintegrasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Data
penelitian menunjukkan, melalui CoRes terlihat kemampuan guru dalam memandang pentingnya suatu
materi, penentuan tujuan, keluasan dan kedalaman materi, dan strategi mengajarkan suatu konsep.
Secara umum guru memiliki gambaran PCK yang baik jika hanya dilihat dari jawaban CoRes, sedangkan
jawaban CoRes tidak tercermin dalam RPP atau pelaksanaan. Guru belum baik dalam merencanakan,
dibuktikan dengan tidak adanya beberapa aspek CoRes dalam RPP. Begitu pula dengan penilaian CoRes
dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melupakan aspek nilai penting, tujuan dan manfaat diajarkannya
suatu konsep. PCK guru yang baik akan berkesinambungan antara nilai CoRes, CoRes dalam RPP dan CoRes
dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun pada penelitian ini, hal tersebut belum tercapai.
1. Pendahuluan
Undang-undang No. 14 Tahun 2015 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru merupakan suatu
profesi, suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan (Anwar, 2014b). Menurut Washton (1961) dan
Klopfer (1980) dalam Rustaman (2005) di antara banyak faktor yang mempengaruhi pelajaran,
seperti guru, jumlah siswa di dalam kelas, peralatan laboratorium, dan staf administrasi, guru
merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran, karena guru yang menentukan apa
yang akan dipelajari siswa. Tidak disangsikan lagi, di dalam sistem pendidikan, guru menempati
posisi sentral. Seorang guru untuk menjadi profesional, harus memiliki satu perangkat
pengetahuan yang akan menunjang tugasnya sebagai guru (Rustaman dkk., 2005). Salah satu
tugas guru sebagai seorang profesional adalah memberi peluang agar siswa dapat belajar sebaik-
baiknya. Bruner dalam Dahar (2006) menyatakan bahwa belajar menyangkut tiga proses, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketetapan
FSM UKSW
17
Pendagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi
RahmadhaniRahmatPurwianingsih
Harlen & Holroyd (1997) menyatakan bahwa pengetahuan konten yang kuat dari seorang guru,
akan memberikan pengaruh yang positif pada pembuatan keputusan yang berhubungan dengan
perubahan strategi mengajar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan belajar yang
lebih baik. Seorang guru yang memiliki pengetahuan konten yang baik akan mampu
mengkonstruk elemen materi secara simultan dalam memori kerja, memperhatikan
pengetahuan awal siswa dengan cara memberi arahan, materi tidak disampaikan sekaligus atau
mempertimbangkan pengetahuan prasyarat.
Selain sekedar mengetahui bahan ajar yang akan diberikan, seorang guru harus memahami dan
mampu mengintegrasikan pengetahuan konten ke dalam pengetahuan tentang kurikulum,
pembelajaran, mengajar dan siswa. Pengetahuan-pengetahuan tersebut akhirnya dapat
menuntun guru untuk merangkai situasi pembelajaran sesuai kebutuhan individual dan
kelompok siswa. Pengetahuan seperti ini dinyatakan sebagai pengetahuan konten
pedagogi/Pedagogical Content Knowledge atau disebut PCK (NRC, 1996).
PCK dapat diartikan sebagai gambaran tentang bagaimana seorang guru mengajarkan suatu
subjek dengan mengakses apa yang diketahui tentang subjek tersebut, apa yang diketahui
tentang siswa yang diajarnya, tentang kurikulum terkait dengan subjek tersebut dan apa yang
diyakini sebagai cara mengajar yang baik pada konteks tersebut (Rollnick dkk., 2008). PCK
seorang guru dapat dilihat dari kemampuan mengemas materi tertentu agar mudah diterima
oleh siswa, PCK juga meliputi pemahaman tentang apa yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran suatu konsep spesifik yang mudah maupun sulit terhadap para siswa (dengan
berbagai umur dan latar belakang) yang mempunyai konsepsi dan miskonsepsi agar mereka
belajar (Shulman (1987) dalam Cochran dkk. (1993)).
PCK dari seorang guru bisa sama dengan guru lain, tetapi juga bisa berbeda, karena PCK
merupakan pengetahuan personal (Gess-Newsome (2015) dalam Berry dkk. (2015)). Hal ini
dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan guru tentang materi subyek, pengetahuan dan
keyakinan pedagogi, pengetahuan dan keyakinan tentang konteks, termasuk siswa di dalamnya
(Magnusson dkk., 1999). PCK juga dipengaruhi dari pengalaman mengajar guru (Anwar, 2014a).
Salah satu instrumen untuk mengungkap PCK guru adalah melalui CoRes, yang dikembangkan
oleh Loughran dan timnya (Loughran dkk., 2012). CoRes adalah representasi bagaimana guru
berpikir tentang topik yang akan diajarkannya pada tingkatan tertentu. Proses membuat CoRes
dimulai dari merumuskan ide besar yang berkaitan dengan topik spesifik penting yang akan
disampaikan kepada siswa untuk mempermudah pemahaman. Ada sekitar 10 pertanyaan yang
membantu guru mengorganisasikan topik tertentu sehingga berguna untuk menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Kemampuan PCK ini tidak terlepas pada materi yang akan diajarkan, untuk itu materi yang dipilih
adalah materi sistem ekskresi. Terdapat beberapa alasan untuk memilih materi sistem ekskresi
FSM UKSW
18
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains X (2016) Vol. 6
ISSN: 2087-0922
dalam penelitian ini yaitu: 1) merupakan materi fundamental yang harus dipahami siswa
(terdapat dalam KD 3.5 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan KD 3.9 Kurikulum 2013); 2)
merupakan materi yang terintegrasi konsep antara kimia dan biologi; 3) merupakan materi yang
sangat terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari, yang dapat digunakan untuk memahami
proses biologi selanjutnya; 4) terdapat miskonsepsi pada beberapa konsep (Vita, 2015).
Makalah ini mendeskripsikan PCK dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi sistem
ekskresi di Kota Cimahi semester genap tahun ajaran 2015/2016.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan untuk memperoleh gambaran PCK
guru biologi pada materi sistem ekskresi. Partisipan dalam penelitian ini adalah tiga guru biologi
kelas XI IPA/ MIA di Kota Cimahi pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Penentuan
partisipan dilakukan secara convenience atau berdasarkan kesediaan terlibat dalam penelitian
dengan kriteria pernah mengajar lebih dari 10 tahun. PCK guru digambarkan melalui nilai rata-
rata CoRes, CoRes yang terintegrasi dalam RPP, dan CoRes yang terintegrasi dalam pelaksanaan
pembelajaran. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan penilaian CoRes yang dibuat oleh guru,
penilaian RPP berbasis CoRes dan observasi pembelajaran berbasis CoRes. Analisis data
dilakukan secara deskriptif.
Jenis dan jumlah konsep yang dianggap guru penting diketahui oleh siswa pada masing-masing
SMA berbeda penekanannya, bergantung dari pandangan guru terhadap materi tersebut dan
intake siswa. Konsep penting ini nantinya akan menentukan keluasan dan kedalaman materi
serta strategi yang diterapkan guru ketika pembelajaran. Tabel 1 menunjukkan gambaran
konsep penting yang harus diketahui siswa.
Pemilihan konsep-konsep penting yang akan disampaikan kepada siswa semestinya didasarkan
pada tuntutan kurikulum. SMAN A dan SMAN B menggunakan kurikulum 2013, sedangkan
SMAN C menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara umum, baik dalam
kurikulum 2013 maupun KTSP, siswa dituntut mampu menjelaskan keterkaitan atau membuat
analisis hubungan antara struktur, fungsi, proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi
FSM UKSW
19
Pendagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi
RahmadhaniRahmatPurwianingsih
pada sistem ekskresi. Perbedaannya pada Kurikulum 2013, sistem ekskresi hewan dihilangkan
dan hanya menjadi materi pengayaan. Akan tetapi, pada CoRes yang dibuat guru SMAN B, yang
menerapkan Kurikulum 2013, materi sistem ekskresi hewan masih dianggap sebagai konsep
yang harus diketahui oleh siswa. Dengan demikian, dalam pemilihan konsep penting, guru SMAN
B tidak memperhatikan tuntutan kurikulum.
Tabel 1. Gambaran konsep penting yang harus diketahui siswa berdasarkan jawaban pada CoRes guru.
Setelah menentukan konsep atau ide penting, ada sekitar 10 pertanyaan yang nantinya akan
membantu guru mengorganisasi topik tertentu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: 1) Apa
yang akan Bapak/Ibu ajarkan kepada siswa tentang konsep ini?; 2) Mengapa konsep tersebut
penting dipelajari oleh siswa?; 3) Ide/konsep terkait apa sajakah yang menurut Bapak/Ibu belum
saatnya diketahui oleh siswa? 4) Kesulitan/keterbatasan apa sajakah yang mungkin Bapak/Ibu
alami untuk mengajarkan konsep tersebut? 5) Pengetahuan apa saja yang Bapak/Ibu miliki
tentang siswa (pengetahuan awal, cara berpikir, minat, dll) yang mempengaruhi cara mengajar
konsep ini?; 6) Apa sajakah faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan Bapak/Ibu dalam
mengajarkan konsep tersebut?; 7) Bagaimanakah urutan/alur yang Bapak/Ibu pilih untuk
mengajarkan konsep tersebut?; 8) Bagaimanakah cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa siswa telah
paham atau belum? 9) Bagaimanakah Bapak/Ibu memanfaatkan teknologi yang ada dalam
membelajarkan konsep tersebut?; 10) Apa strategi yang digunakan Bapak/Ibu untuk mengatasi
ketiadaan salah satu faktor agar tujuan pembelajaran dapat tercapai? Tabel 2 menunjukkan PCK
guru yang tergambar dari jawaban pada CoRes.
Jawaban CoRes guru kemudian diberi skor dan dirata-ratakan. Di antara ketiga sekolah, guru
SMAN B memiliki skor yang paling tinggi daripada guru SMAN A dan SMAN C, dimana guru SMAN
A dan C memiliki poin yang sama. Keunggulan guru SMAN B karena CoRes yang dibuat guru
SMAN B sangat memperhatikan aspek pertimbangan mengajar, strategi pembelajaran,
pengorganisasian materi ajar, alternatif teknologi dan asesmen.
FSM UKSW
20
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains X (2016) Vol. 6
ISSN: 2087-0922
Tabel 2. Deskripsi umum PCK Guru yang tergambar dari jawaban CoRes.
Pertanyaan
Sekolah Total Skor Rata-rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SMAN A 2 2 0 2 4 2 1 1 2 1 17 42,50
SMAN B 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 24 60,00
SMAN C 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 17 42,50
Dengan demikian dapat disimpulkan dengan membuat CoRes, terlihat kemampuan seorang guru
dalam memandang pentingnya suatu materi, mulai dari penentuan tujuan, keluasan dan
kedalaman materi, dan strategi mengajarkan suatu konsep.
FSM UKSW
21
Pendagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi
RahmadhaniRahmatPurwianingsih
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui nilai tertinggi RPP guru yang terintegrasi CoRes di dalamnya
adalah RPP guru SMAN A, kemudian RPP guru SMAN C, dan yang terendah adalah RPP guru
SMAN B. Pada penilaian CoRes, guru SMAN B memiliki nilai paling tinggi, tetapi pada penilaian
CoRes dalam RPP, guru SMAN B justru memiliki nilai paling rendah. Hal ini disebabkan di dalam
RPP-nya, guru SMAN B tidak menuliskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, apersepsi
tidak memunculkan nilai penting suatu konsep diajarkan , uraian materi ajar tidak sesuai dengan
ide besar pada CoRes, kegiatan siswa tidak melibatkan penggunaan teknologi, dan asesmen
untuk mengukur kepahaman siswa tidak ada.
RPP merupakan gambaran tertulis apa yang akan dicapai oleh siswa, strategi yang digunakan
oleh guru, keluasan dan kedalaman materi yang harus diketahui siswa, dan asesmen yang
digunakan untuk mengecek tingkat kepahaman siswa. Ketiga guru di dalam RPP semuanya tidak
memunculkan nilai penting suatu konsep harus diajarkan pada bagian apersepsi (aspek CoRes
nomor 2); materi ajar tidak menunjukkan keluasan dan kedalaman, juga tidak menuliskan
kemungkinan miskonsepsi yang ada pada konsep tersebut, atau pengetahuan awal yang sudah
dimiliki siswa yang mempengaruhi siswa memahami konsep tersebut (aspek CoRes nomor 3);
aktivitas siswa tidak menggambarkan adanya pemanfaatan teknologi (aspek CoRes nomor 9) dan
tidak ada antisipasi atau strategi yang disiapkan sebagai bentuk alternatif jika salah satu faktor
pendukung pembelajaran tidak ada (aspek CoRes nomor 10). Dengan demikian RPP yang dibuat
oleh tiga orang guru dari tiga sekolah yang berbeda ini rata-rata belum menggambarkan PCK
yang baik dalam hal perencanaan.
FSM UKSW
22
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains X (2016) Vol. 6
ISSN: 2087-0922
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui nilai tertinggi pelaksanaan pembelajaran yang terintegrasi
CoRes di dalamnya adalah guru SMAN A, kemudian SMAN B, dan yang terendah adalah SMAN C.
Pada penilaian CoRes dalam RPP, guru SMAN A memiliki nilai paling tinggi, hal ini sejalan dengan
penilaian CoRes dalam RPP. Artinya guru SMAN A memiliki PCK yang lebih baik dalam hal
pelaksanaan daripada perencanaan. Hal tersebut dapat dilihat juga pada guru SMAN B, PCK
pelaksanaan lebih baik dalam hal perencanaan. Lain halnya dengan guru SMAN C, nilai CoRes
dalam RPP lebih baik daripada CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini mungkin terjadi
karena guru SMAN C menerapkan metode ceramah pada semua konsep, yang berarti guru tidak
memperhatikan faktor karakteristik materi, tidak memanfaatkan teknologi dalam aktivitas
maupun tugas siswa, tidak menggunakan media sesuai pendekatan, strategi, kondisi siswa,
kondisi lingkungan, serta sarana prasarana. Selain itu, guru SMAN C tidak menggunakan asesmen
yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, konsep yang diberikan, metode yang digunakan
dan keadaan siswa.
Ketiga guru di dalam pelaksanaan pembelajaran umumnya melupakan aspek pentingnya
menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari suatu konsep dalam materi sistem ekskresi
pada kegiatan pendahuluan. Padahal kegiatan apersepsi pada awal kegiatan pembelajaran
memberikan stimulus kepada siswa dan dapat mengungkap pengetahuan awal lebih banyak.
FSM UKSW
23
Pendagogical Content Knowledge (PCK) Guru dalam Pembelajaran Biologi SMA di Kota Cimahi
RahmadhaniRahmatPurwianingsih
mengajarkan suatu konsep. Secara umum guru memiliki gambaran PCK yang baik jiak hanya
dilihat dari jawaban CoRes, sedangkan jawaban CoRes tidak tercermin dalam RPP atau
pelaksanaan. Guru belum baik dalam hal perencanaan, dibuktikan dengan tidak adanya
beberapa aspek CoRes dalam RPP. Ketiga guru dalam RPP umumnya melupakan aspek CoRes
nomor 2, 3, 9, dan 10. Begitu pula dengan penilaian CoRes dalam pelaksanaan pembelajaran,
ketiga guru melupakan aspek nilai penting, tujuan dan manfaat diajarkannya suatu konsep. PCK
guru yang baik akan berkesinambungan antara nilai CoRes, CoRes dalam RPP dan CoRes dalam
pelaksanaan pembelajaran. Namun, pada penelitian ini, hal tersebut belum tercapai. PCK
guru akan berkaitan dengan penerimaan siswa, baik dari kemampuan siswa menerima dan
mengolah informasi, usaha mental, dan hasil belajar. Hal tersebut masih dalam penelitian dan
analisis lebih lanjut.
Referensi
Anwar, Y. (2014a). Kemampuan Pedagogical Content Knowledge guru biologi yang berpengalaman dan
yang belum berpengalaman. Jurnal Pengajaran MIPA, 19(1), 6973.
Anwar, Y. (2014b). Perkembangan Pedagogical Content Knowledge (PCK) Calon Guru Biologi Pada Peserta
Pendekatan Konsekutif Dan Pada Peserta Pendekatan Konkuren. (Disertasi tidak diterbitkan). SPs
Universitas Pendidikan Indonesia.
Berry, A., Friedrichsen, P., & Loughran, J. (2015) Re-examining Pedagogical Content Knowledge in Science
Education. New York: Taylor & Francis.
Cochran, K. F., DeRuiter, J. A., & King, R. A. (1993). Pedagogical Content Knowing: An Integrative Model for
Teacher Preparation. Journal of Teacher Education, 44(4), 263272.
Dahar, W. (2006). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Harlen, W., & Holroyd, C. (1997). Primary Teachers Understanding Of Concept Of Science: Impact On
Confidence And Teaching. International Journal of science Education, 19, 93105.
Loughran, J., Berry, A., & Mulhall, P. (2012). Understanding and developing science teachers pedagogical
content knowledge (2nd ed.) Rotterdam: Sense Publisher.
Magnusson, S., Krajcik, J., & Borko, H. (1999) Nature, source, and development of Pedagogical Content
Knowledge for teaching. In J. Gess-Newsome & N.G Lederman(Eds.), Examining Pedagogical
Content Knowledge: The construct and its implications for science education (pp.95132).
Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publisher.
NRC. (1996). National Science Education Standards (NSES). Washington: National Academy Press.
Purwianingsih, W. (2011). Pengembangan Program Pembekalan Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Bioteknologi Melalui Perkuliahan Kapita Selekta Biologi SMA. (Disertasi tidak diterbitkan). SPs
Universitas Pendidikan Indonesia.
Rollnick, M., Bennett, J., Rhemtula, M., Dharsey, N., & Ndlovu, T. (2008). The place of subject matter
knowledge in pedagogical content knowledge: a case study of South African teachers teaching the
amount of substance and chemical equilibrium. International Journal of Science Education. 30(10).
13651387.
Rustaman, Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S. A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M.
(2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.
Shulman, L. (1987). Knowledge and teaching: foundations of the new reform. Harvard Educational Review,
57(1), 122.
Vita, D. (2015). Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pokok Sistem Ekskresi Manusia Menggunakan
Certainty Of Response Index (CRI) Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Banguntapan Yogyakarta. (Skripsi
tidak diterbitkan). UIN Sunan Kalijaga.
FSM UKSW
24