Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN PENGENDALIAN VEKTOR PADA KAPAL LAUT DI

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II AMBON

Makalah dibuat
Sebagai persyaratan untuk
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh:
Yane Dennis Louhenapessy
NIM. 2010-83-038

PEMBIMBING/PENGUJI:
Josephina Mainase, S.Pd,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari
17.000 pulau dengan garis pantai sepanjang lebih kurang 81.000 km dan luas wilayah
laut mencapai 5,9 juta m2. Transportasi laut, udara, maupun darat mempunyai peran yang
sangat penting dalam kehidupan bangsa, yaitu sebagai sarana antara lain untuk melayani
mobilitas manusia, barang dan jasa, peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
masyarakat, penunjang sektor perdagangan, ekonomi, dan sektor lainnya, untuk
merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah yang belum/sedang berkembang dan
pendukung daya saing komoditas produksi nasional.1
Bertambah pesatnya kemajuan dibidang transportasi laut, udara dan darat,
mengakibatkan frekuensi dan jumlah orang-orang yang bepergian maupun pengangkutan
barang-barang dari satu daerah ke daerah lain, dari satu negara ke negara atau dari satu
benua ke benua lainya makin meningkat. Peningkatan frekuensi dan volume
pengangkutan tersebut akan meningkatkan pula kemungkinan terjadinya penularan
penyakit yang ditularkan vektor melalui alat angkut dan atau isinya semakin besar. Salah
satu aspek penularan penyakit adalah melalui binatang penular penyakit atau vektor
(nyamuk, lalat, kecoak, tikus). Vektor terbawa dan tersebar dari satu tempat ke tempat
lainnya melalui kapal laut, udara dan angkutan umum lainnya yang membawa
barang/muatan dan kemungkinan penumpang yang sudah terinfeksi oleh penderita dari
luar. Dengan demikian resiko penyakit yang dapat ditimbulkan oleh vektor tersebut
secara potensial dapat membahayakan dan mengancam kesehatan manusia semakin besar
pula.1
Sebagai pedoman pengendalian penyakit, Indonesia turut menggunakan Peraturan
Kesehatan Internasional atau International Health Regulation (IHR) agar dapat
meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilens dan pengendalian vektor pada
pintu-pintu masuk (pelabuhan/bandara/PLBD). Pintu masuk dan keluarnya penyakit dari
suatu wilayah ke wilayah lainnya ialah melalui pelabuhan/bandara/Pelabuhan Lintas
Batas Darat (PLBD). Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) mengemban tugas sebagai
pelaksanan teknis pengawasan pengendalian vektor pada pintu masuk di wilayah
kerjanya. KKP di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.2,3
Berdasarkan PERMENKES RI No. 356/MENKES/PER/2008 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan pasal 3, KKP bertugas menyelenggarakan
16 fungsi diantaranya ialah Pengendalian Resiko Lingkungan dan Pengawasan Kesehatan
Alat Angkut dan Muatannya. Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di
bidang Pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pembinaan sanitasi
lingkungan, jejaring kerja, kemitraan, kajian dan pengembangan teknologi, serta
pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.3

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah dari penulisan ini adalah
bagaimana gambaran manajemen pengendalian vektor pada kapal laut di KKP Kelas II
Ambon ??

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran manajemen pengendalian vektor pada kapal laut di KKP Kelas II
Ambon
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kebijakan dalam pengendalian vektor di KKP Kelas II Ambon
b. Mengetahui sumber daya manusia dan pengorganisasian dalam pelaksanaan
pengendalian vektor di KKP Kelas II Ambon
c. Mengetahui prosedur dalam pelaksanaan pengendalian vektor di KKP Kelas II
Ambon
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Vektor


Peraturan Menteri Kesehatan No. 374 tahun 2010 menyatakan bahwa vektor
merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber
penularan penyakit pada manusia.4 Sedangkan menurut Nurmaini5, vektor adalah
arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu agen infeksius dari sumber
infeksi kepada pejamu yang rentan.
Chandra6, menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat
menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda
merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik.

2.2 Defenisi Manajemen


Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur, mengurus dan
mengelola, sehingga manajemen dapat diartikan sebagai unsur-unsur kegiatan yang
bersifat pengelolaan.7
Manajemen diartikan sebagai suatu kegiatan organisasi, sebagai suatu usaha dari
sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu yang
ditaati sedemikian rupa sehingga diharapkan hasil yang akan dicapai sempurna yaitu
efektif dan efisien.7
Menurut Ndraha fungsi manajemen dapat meliputi Planing (P), Organizing (O),
Actuating (A), dan Controling (C) dengan demikian fungsi manajemen ialah : 7
1. Merumuskan dan menguraikan visi dan misi organisasi menjadi tugas pokok
2. Menyusun struktur organisasi
3. Menyusun sistem dan mekanisme kerja
4. Mengadakan sarana dan peralatan kerja
5. Merencanakan, membina dan mendayagunakan SDM
6. Mengkordinasikan pelaksanaan tugas
7. Mengawasi pelaksanaan tugas
Dalam mempelajari manajemen dikenal unsur-unsur manajemen. Unsur manajemen
merupakan hal-hal yang menjadi modal utama bagi pelayanan manajemen dengan
sehingga menjamin pencapaian tujuan. Menurut Max Webber, unsur manajemen
berhubungan dengan 6M, yaitu : 7

1. Men, yaitu orang atau para pekerja


2. Money, yaitu teknik atau modal pembiayaan
3. Methode, yaitu teknik dan teknis mengerjakan kegiatan organisasi
4. Materials, yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
5. Machines, yaitu alat-alat yang dibutuhkan untuk mempercepat proses produksi
dan mencapai tujuan
6. Market, yaitu pasar sebagai tempat untuk mendistribusikan produk, pasar sebagai
sarana terjadinya jual beli.

2.3 Pengendalian Vektor dan Binatang Penular Penyakit


Tindakan pengendalian diawali dengan pengawasan sanitasi lingkungan yang
dilakukan terhadap lingkungan pelabuhan/bandara/pos lintas batas maupun alat angkut,
sehingga pelabuhan maupun alat angkut cocok untuk hidup sehat.8

2.3.1. Defenisi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KEPMENKES RI)
Nomor 431/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman teknis pengendalian resiko kesehatan
lingkungan di pelabuhan/bandara/pos lintas batas dalam rangka karantina kesehatan,
pengendalian vektor dan binatang penular penyakit didefenisikan sebagai kegiatan
pengawasan terhadap upaya pengamatan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menurunkan populasi atau melenyapkan vektor dan binatang penular penyakit dengan
maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan oleh vektor dan binatang
penular.8
2.3.2. Pengendalian Nyamuk
Pengendalian nyamuk di angkutan umum (kapal) merupakan tindakan untuk
mencegah, menekan atau mengurangi populasi nyamuk. Disamping itu juga melenyapkan
gangguan yang ditimbulkan oleh nyamuk sampai kepada kondisi tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan adalah : 9
A. Pengamatan
Pengamatan bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi nyamuk dan
sumber-sumber tempat berkembangbiaknya nyamuk di angkutan umum (kapal).
Pengamatan dilakukan pada setiap container untuk melihat jentik nyamuk dan
menghitung indeks kepadatan jentik sesuai dengan rumus container indeks, dimana
persentase antara container dimana ditemukan jentik terhadap seluruh container yang
diperiksa. Dapat juga dilakukan pengamatan terhadap telur nyamuk dengan
menggunakan ovitrap dan pengamatan nyamuk dewasa dengan menggunakan
aspirator. Pengamatan jentik nyamuk dapat dilakukan setiap bulan sekali dan
pengamatan nyamuk dewasa dapat dilakukan 2 kali sebulan atau sewaktu-waktu bila
perlu.9
B. Pengendalian
Pengendalian bertujuan untuk menurunkan tingkat kepadatan nyamuk, baik
stadium jentik, telur maupun dewasa sehingga tidak menjadi masalah dalam rangka
penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk.9
Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan cara non kimia dan kimiawi.
Pengendalian non kimia meliputi kegiatan Menguras, Menutup, Mengubur (3M) dan
dapat digunakan repellent untuk mencegah gigitan nyamuk. Bisa juga dengan
penggunaan abate pada container-container yang menjadi perindukan jentik nyamuk.
Pengendalian secara kimiawi meliputi pelaksanaan fogging.9

2.3.3. Pengendalian Lalat


Pengendalian lalat di angkutan umum (kapal) merupakan tindakan untuk mencegah,
menekan atau mengurangi populasi lalat. Disamping itu juga melenyapkan gangguan
yang ditimbulkan oleh lalat sampai kepada kondisi tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat maupun estetika. Kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan adalah : 10
A. Pengamatan
Pengamatan bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi lalat dan
sumber-sumber tempat berkembangbiaknya lalat di angkutan umum (kapal). Dalam
melakukan pengendalian, perlu dilakukan pengukuran tingkat kepadatannya dimana
data ini dapat dipakai untuk merencanakan upaya pengendalian, yaitu tentang kapan
dimana, dan bagaimana pengendalian akan dilakukan. Demikian pula sesudah
pengendalian, pengukuran tingkat kepadatan diperlukan untuk menilai keberhasilan
pengendalian. Pengamatan dilakukan secara visual untuk melihat adanya lalat hidup.
Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih
tepat dan bisa diandalkan dari pada pengukuran populasi larva lalat.9,10
Terdapat beberapa peralatan yang umum dipakai untuk mengukur dan
menghitung kepadatan populasi lalat, antara lain UV fly trap, sticky trap, dan fly
grill. Waktu pengukuran populasi kepadatan lalat hendaknya dilakukan pada saat
setiap kali dilakukan pengendalian (sebelum dan sesudah). Monitoring secara
berkala, dapat dilakukan sedikitnya 3 bulan satu kali. Untuk pengamatan kepadatan
lalat di kapal dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan
pemeriksaan kapal dalam rangka penerbitan SSCC (Ship Sanitation Control
Certificate).9,10
B. Pengendalian
Pengendalian bertujuan untuk menurunkan tingkat kepadatan lalat sehingga
tidak menjadi masalah dalam rangka penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh
lalat. Tindakan pengendalian dilakukan bila adanya keluhan dari awak
kapal/penumpang/masyarakat disekitar tempat-tempat yang potensial sebagai sarang
lalat. Apabila ditemukan kehidupan lalat, direkomendasikan dilakukan tindakan
disinseksi.9,10
Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara non kimia dan kimiawi.
Pengendalian non kimia meliputi sanitasi, penghalang fisik, perangkap lem,
perangkap umpan, dan perangkap cahaya. Pengendalian secara kimiawi meliputi
umpan beracun, penyemprotan residu, dan space spraying.9,10
2.3.4. Pengendalian Kecoak
Pengendalian kecoak di angkutan umum (kapal) merupakan tindakan untuk
mencegah, menekan atau mengurangi populasi lalat. Disamping itu juga melenyapkan
gangguan yang ditimbulkan oleh kecoak sampai kepada kondisi tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat maupun estetika. Kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan adalah:1
A. Pengamatan
Pengamatan bertujuan untuk mengetahui keberadaan/kepadatan populasi kecoak
di angkutan umum (kapal) dengan melihat secara visual tanda-tanda adanya kotoran
dan kapsul telur kecoak serta kecoak dewasa (mati/hidup).1,9
Dalam melakukan pengamatan kecoak, dibantu dengan menggunaan senter
untuk melihat kotoran, telur maupun kecoak dewasa di tempat-tempat yang
tersembunyi. Untuk pengamatan kotoran dan kapsul telur kecoak dilakukan pada
siang hari, sedangkan untuk kecoak dewasa dilakukan pengamatan pada malam hari
dengan frekuensi pelaksanaan pengamatan dilakukan setiap bulan satu kali dengan
jarak satu bulan antar pemeriksaan. Kepadatan kecoak dewasa diukur melalui
penangkapan dengan perangkap kecoak yang dipasang dalam satu malam didekat
tempat-tempat perkembangbiakan kecoak. Untuk pengamatan keberadaan kecoak di
kapal dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan
pemeriksaan kapal dalam rangka penerbitan SSCC (Ship Sanitation Control
Certificate).1,9
B. Pengendalian
Pengendalian bertujuan untuk menurunkan tingkat kepadatan kecoak sehingga
tidak menjadi masalah dalam rangka penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh
kecoak. Tindakan pengendalian dilakukan bila kategori hasil penangkapan rata-rata
perperangkap permalam yaitu tinggi/padat atau sangat tinggi. Apabila ditemukan
kehidupan kecoak, direkomendasikan dilakukan tindakan disinseksi 1,9
Pengendalian kecoak dapat dilakukan dengan cara non kimia dan kimiawi.
Pengendalian non kimia meliputi pengendalian dengan cara pencegahan/fisik,
lingkungan, biologi. Pengendalian secara kimiawi meliputi penggunaan insektisida.1,9
2.3.5. Pengendalian Tikus
Pengendalian tikus di angkutan umum (kapal) merupakan tindakan untuk mencegah,
menekan atau mengurangi populasi tikus. Disamping itu juga melenyapkan gangguan
yang ditimbulkan oleh tikus sampai kepada kondisi tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat maupun estetika. Kegiatan pokok yang perlu dilaksanakan adalah : 11
A. Pengamatan
Pengamatan bertujuan untuk mengetahui keberadaan/kepadatan populasi tikus di
angkutan umum (kapal) dengan melihat secara visual tanda-tanda keberadaan tikus
berupa kotoran tikus, sisa keratan, bangkai tikus serta tikus hidup.9,11
Dalam melakukan pengamatan keberadaan tikus, dibantu dengan menggunaan senter
untuk melihat tanda-tanda keberadaan tikus seperti yang telah disebutkan. Pengamatan
dapat dilakukan sepanjang hari dan lama pengamatan disesuaikan dengan luas area yang
dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap dua bulan pada setiap tahun, dengan
dasar pertimbangan adalah masa reproduksi tikus. Untuk pengamatan keberadaan tikus di
kapal dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan pemeriksaan
kapal dalam rangka penerbitan SSCC (Ship Sanitation Control Certificate).9,11
B. Pengendalian
Pengendalian bertujuan untuk menurunkan tingkat kepadatan tikus sehingga tidak
menjadi masalah dalam rangka penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh tikus.
Apabila ditemukan kehidupan tikus, direkomendasikan dilakukan tindakan deratisasi.
Tindakan pengendalian meliputi kegiatan pengendalian dan pencegahan.9,11
Pengendalian tikus dapat dilakukan dengan cara non kimia dan kimiawi.
Pengendalian non kimia meliputi pengendalian dengan cara penangkapan tikus dengan
menggunakan perangkap (trapping). Pengendalian secara kimiawi meliputi penggunaan
umpan beracun.9,11
Tindakan pencegahan berupa menghilangkan tumpukan sampah, membersihkan sisa-
sisa/ceceran makanan, menyimpan bahan makanan dengan baik, serta gudang
penyimpanan makanan harus selalu bersih.9,11
2.3.6. Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga
Hapus tikus adalah prosedur untuk memberantas atau membunuh tikus yang terdapat
pada bagasi, kargo, peti kemas, ruangan, barang, dan paket pos pada alat angkut di
pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat.12
Hapus serangga adalah tindakan untuk mengendalikan atau membunuh serangga
penular penyakit yang terdapat pada bagasi, kargo, peti kemas, ruangan, barang, dan
paket pos pada alat angkut di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat.12
Setiap penanggung jawab alat angkut yang berada di pelabuhan, bandar udara, dan
pos lintas batas darat, yang di dalamnya ditemukan faktor risiko kesehatan berupa tanda-
tanda kehidupan tikus dan/atau serangga, tikus, dan/atau serangga berdasarkan
pemeriksaan dari KKP setempat, wajib melakukan tindakan hapus tikus dan hapus
serangga. Tindakan ini dapat lakukan oleh KKP atau penyelenggara.12

2.4 Sertifikat Sanitasi Kapal


Sertifikat sanitasi kapal terdiri dari dua bagian, yaitu bagian SSCEC (Ship Sanitation
Control Exemption Certificate) dan SSCC (Ship Sanitation Control Certificate). SSCEC
diberikan kepada kapal yang telah dilakukan pemeriksaan sanitasi dan dinyatakan bebas
tindakan sanitasi. SSCC diberikan kepada kapal yang telah dilakukan tindakan sanitasi
sesuai rekomendasi dalam pemeriksaan sanitasi. Sertifikat sanitasi kapal berlaku selama 6
bulan dan ditandatangani oleh kepala KKP setempat. Kepala KKP dapat mendelegasikan
penandatanganan sertifikat sanitasi kapal kepada pejabat KKP yang ditunjuk.13
Untuk memperoleh sertifikat ini pemilik kapal atau nahkoda melalui agen pelayaran
menyampaikan permohonan tertulis kepada kepala KKP. Kepala KKP kemudian
menugaskan pejabat KKP sesuai tugas untuk melakukan pemeriksaan sanitasi pada kapal
tersebut. Sertifikat diberikan paling lambat 1 hari setelah dilakukan pemeriksaan
sanitasi.13
Pemeriksaan sanitasi dilakukan pada seluruh ruangan dan media kapal yang meliputi
dapur, ruang masak makanan, gudang, palka, ruang tidur, air bersih, limbah cair, tangki
air, sampah medik dan sampah padat, air cadangan, kamar mesin, fasilitas medik, dan
area lainnya. Pemeriksaan sanitasi ditujukan untuk menilai kondisi sanitasi kapal terkait
ada tidaknya faktor resiko kesehatan masyarakat. Faktor resiko kesehatan masyarakat
berupa bukti infeksi atau kontaminasi termasuk setiap stadium pertumbuhan vektor,
binatang pembawa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia,
mikrobiologi, kimia, resiko lainnya pada kesehatan manusia, dan tanda dari tindakan
sanitasi yang tidak mencukupi.13

2.5 Profil KKP Kelas II Ambon


Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Ambon adalah unit pelaksana teknis
(UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(PP&PL). Provinsi Maluku adalah wilayah kepulauan yang merupakan Point of entry
dari berbagai negara. KKP Kelas II Ambon memiliki beberapa wilayah kerja di
sebagian ibukota kabupaten. Wilayah kerja KKP Ambon meliputi Pelabuhan Yos
Sudarso, Bandara Pattimura, Pelabuhan Laut Tulehu, Pelabuhan Laut Namlea,
Pelabuhan Laut Dobo, Pelabuhan Laut Tual, Pelabuhan Laut Saumlaki, Pelabuhan
Laut Banda Neira, Pelabuhan Laut Wahai, dan Pelabuhan Laut Moa.14
14
KKP Kelas II Ambon melaksanakan tugasnya dilandasi dengan dasar hukum:
UU No. 1 Tahun 1961 tentang Karantina Laut
UU No. 2 Tahun 1961 tentang Karantina Udara
UU No. 4 Tahun 1948 tentang Wabah Penyakit
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Permenkes RI No. 356/MENKES/PER/IV/2008 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja KKP

Visi KKP Ambon ialah prima dan tangguh dalam menangkal penyakit. Sedangkan
14
misi KKP Ambon ialah:
1. Melaksanakan standar prosedur kekarantinaan dan surveilens epidemiologi
2. Meningkatkan lingkungan sehat di Pelabuhan
3. Melaksanakan standar prosedur pelayanan kesehatan di Pelabuhan

Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 356/Menkes/PER/IV/2008 Tentang


Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan
pencegahan masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans
epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan, pengawasan kesehatan Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat Kesehatan
(OMKABA) serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.3
Berdasarkan Permenkes No. 2348/Menkes/Per/XI/2011 Tentang Perubahan atas
Permenkes No. 356/Menkes/Per/VI/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan, mengenai tugas pokok dan fungsi Kantor Kesehatan, maka KKP
kelas II Ambon mempunyai tugas melaksanakan : 3
1. Pelaksanaan kekarantinaan;
2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan;
3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas
batas darat negara.
4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru dan
penyakit yang muncul kembali;
5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia
6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang
berkaitan dengan lalulintas nasional, regional dan internasional;
7. Pelaksanaan, fasilitas dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk
penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk;
8. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan
Pelabuhan/Bandara dan Lintas Batas Darat;
9. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat
Kesehatan (OMKA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan
OMKA impor;
10. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;
11. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja
Pelabuhan/Bandara dan Lintas Batas Darat;
12. Pelaksanaan jaringan informasi dan teknologi bidang kesehatan
Pelabuhan/Bandara dan Lintas Batas Darat;
13. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan Pelabuhan/Bandara
dan Lintas Batas Darat;
14. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan
surveilans kesehatan pelabuhan
15. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan Pelabuhan/Bandara dan Lintas
Batas Darat;
16. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP.

Struktur organisasi KKP Klas II Ambon sesuai Permenkes No.


2348/MENKES/PER/XI/2011 di gambarkan sebagai berikut:
2.6 Manajemen Pengendalian Vektor di KKP Kelas II Ambon
2.6.1 Gambaran kebijakan dalam pelaksanaan pengendalian vektor
Kebijakan dalam pelaksanaan pengendalian vektor di KKP Kelas II Ambon
mempedomani International Health Regulation (IHR) sebagai panduan utama dalam
pelaksanaan teknis serta sebagai acuan dan dasar hukum yaitu UU No. 1 Tahun 1961
tentang Karantina Laut, UU No. 2 Tahun 1961 tentang Karantina Udara, UU No. 4
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 17 Tahun 2007 tentang
Pelayaran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, PP No. 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Kepmenkes No. 431/Menkes/SK/IV/2007
tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan di
Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas, Permenkes No. 356/Menkes/per/IV/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Permenkes No.
374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.12
Pemegang kebijakan atau Penanggung Jawab Program Pengendalian Vektor ialah
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan. Penanggung jawab Program akan menerima
laporan dari penanggung jawab teknis yaitu Kepala Seksi Pengendalian Resiko
Lingkungan. KKP Kelas II Ambon dalam melaksanakan tugas pengendalian vektor dapat
bekerja sama dengan pihak penyelenggara dengan izin dari menteri kesehatan. Pihak
penyelenggara harus memenuhi persyaratan berupa Warga Negara Indonesia (WNI),
berlatar belakang pendidikan minimal Akademi/Diploma III Kesehatan Lingkungan dan
memiliki Sertifikat Pelatihan Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga untuk tenaga
teknis dan Sertifikat Pelatihan Pengawas Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga
untuk tenaga pengawas Penyelenggara yang dilaksanakan oleh instansi yang ditunjuk
oleh Kementrian Kesehatan.3,12
Dalam pelaksanaannya pihak penyelenggara harus memasukan Permohonan Izin
Penyelenggara yang diajukan oleh pimpinan Penyelenggara kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala KKP setempat. Penyelenggaraan hapus tikus dan hapus
serangga di kapal oleh Penyelenggara dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ada dan
mendapat pengawasan dari petugas KKP setempat. Kepala KKP berwenang melarang
atau menghentikan kegiatan penyelenggaraan hapus tikus dan hapus serangga yang akan
atau sedang dilaksanakan oleh Penyelenggara, apabila tidak sesuai dengan ketentuan
yang ada.12

2.6.2 Gambaran SDM dan Pengorganisasian Pengendalian Vektor


Dalam menjalankan tugas pengendalian vektor, KKP Kelas II Ambon memiliki Seksi
Pengendalian Resiko Lingkungan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
perencanaan, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang pengendalian
vektor dan binatang penular penyakit, pembinaan sanitasi lingkungan, jejaring kerja,
kemitraan, kajian dan pengembangan teknologi, serta pendidikan dan pelatihan bidang
pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara. Seperti yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumya bahwa KKP Kelas
II memiliki sembilan wilayah kerja yang akan bertanggung jawab kepada KKP Kelas II
Ambon dalam hal ini melalui Pelaksana Teknis. Pada seksi Pengendalian Resiko
Lingkungan terdapat 1 pejabat struktural yaitu kepala seksi, 4 orang tenaga entomologi,
dan 9 orang tenaga sanitarian.3

Bagan 2.1 Algoritma Pengorganisasian Pengendalian Vektor di KKP Kelas II Ambon 12


Jumlah sumber daya manusia di KKP Klas II Ambon ialah 66 orang pegawai dengan
kompetensi dan jenis ketenagaan sebagai berikut: 14
Magister (strata 2) Kesehatan : 5 orang
Dokter Umum : 3 orang
Strata 1 Kesehatan : 8 orang
Strata 1 Non Kesehatan : 5 orang
Diploma III Kesling : 18 orang
D III Keperawatan : 14 orang
Diploma I : 3 orang
SPK/SPR : 2 orang
SMK/STM : 7 orang
DIII Komputer : 1 orang

2.6.3 Gambaran Sarana dan Prasarana Pengendalian Vektor


Sarana dan prasarana yang tersedia untuk menunjang pelaksanaan pengendalian
vektor di KKP Kelas II Ambon diuraikan sebagai berikut:
1. Personal Protective Equipment (PPE) :
Helm
Full mask
Canester gas
Ear muff
Baju wearpack
2. Alat pengendalian vektor
Mesin fogging
ULV portable
Mist blower
Spraycan
Perangkap tikus
Gas detektor
3. Logistik penunjang pelayanan kesehatan :
Obatobat suportif (life saving),
Alat kesehatan
Health Alert Card
4. Alat transportasi: Ambulans, Mobil vektor kontrol
2.6.4 Gambaran Prosedur Hapus Serangga dan Hapus Tikus
a. Hapus Serangga 12
Ketentuan-ketentuan dilaksanakannya hapus serangga :
1. Apabila kapal/pesawat datang dari negara terjangkit penyakit menular yang
ditularkan oleh vektor dan tidak mempunyai sertifikat hapus serangga
2. Apabila berdasarkan laporan nakhoda/pilot di dalam kapal/pesawat terdapat
penumpang /crew yang suspek/menderita penyakit menular.
3. Apabila dari hasil pemeriksaan kapal/pesawat ditemukan adanya kehidupan
serangga /vektor penular penyakit.
4. Apabila ada permintaan nakhoda/pilot/perusahaan.

Prosedur pelaksanaan hapus serangga adalah sebagai berikut:


1. Persiapan
a. Persiapan di KKP (Administrasi)
1) Kepala KKP menyampaikan surat pemberitahuan hapus serangga kepada
agen/nakhoda kapal setelah menerima laporan dari hasil pemeriksaan petugas.
2) Kepala KKP menunjuk pengawas hapus serangga dari KKP.
3) Penyelenggara bersama pengawas hapus serangga KKP memperkirakan besar
ruangan kapal yang akan dihapus serangga dengan melihat langsung ke kapal serta
membuat rencana kerja pelaksanaan yang disampaikan kepada nakhoda kapal/agen
untuk mendapatkan persetujuan dilakukannya tindakan diinseksi.
4) Kepala KKP membuat surat perintah kerja hapus serangga kepada penyelenggara
pelaksana hapus serangga untuk segera melakukan tindakan hapus serangga.
b. Persiapan di Penyelenggara.
1) Menunjuk Pengawas Penyelenggara, petugas pelaksana hapus serangga yang
telah mempunyai sertifikat sebagai Pengawas Penyelenggara dan pelaksana hapus
serangga dari Ditjen PP & PL.
2) Mempersiapkan bahan dan peralatan sebagai berikut :
a) Peralatan penyemprotan (spraying) antara lain hand spraying gendong,
electric spraying (ULV), mist blower dan peralatan lain sesuai kebutuhan.
b) Bahan kimia pestisida/insekstisida yang akan digunakan seperti: organofosfat,
metil bromida, pirentrin dalam bentuk cair, padatan (tepung) dan bahan lain
sesuai kebutuhan.
c) Alat pelindung diri (safety equipment) untuk petugas pelaksana dan Pengawas
Penyelenggara (sepatu boot, wear pack, masker/kanester, google, kacamata
pestcont, generator listrik/genset, helm lapangan, sarung tangan, handuk tissue)
dan peralatan lain sesuai kebutuhan.
d) Alat pendukung lain seperti ember, gelas ukur, gayung, alat pengaduk, corong
pemindah saringan dan lainnya
e) Mempersiapkan antidot sesuai dengan pestisida/insekstisida yang dipakai
3) Mempersiapkan buku catatan, format laporan dan formulir isian.
4) Kesiapan petugas pelaksana/terdidik/tersertifikasi dan sehat sebagai penjamah
pestisida.
5) Alat angkut disiapkan di tempat khusus yang aman dari hilir mudik /pergerakan
orang.
6) Mempersiapkan ambulan lengkap berstandar.
c. Persiapan di kapal.
1) Pengawas dan Penyelenggara pelaksana hapus serangga menemui
nahkoda/perwira jaga untuk mempersiapkan pelaksanaan hapus serangga di kapal.
2) Pengawas Penyelenggara dan pengawas menentukan tata cara pelaksanaan hapus
serangga.
3) Nahkoda/perwira jaga harus memenuhi dan mematuhi ketentuan-ketentuan
dalam hapus serangga.
4) Pengawas, Pengawas Penyelenggara, dan nahkoda/perwira jaga bersama-sama
melakukan pemeriksaan ruangan, keadaan kapal, posisi kapal, arah angin, dan hal-
hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan hapus serangga.
5) Pengawas dan Pengawas Penyelenggara meminta nahkoda/perwira jaga
mengamankan barang-barang dari bahaya tercemar pestisida/insekstisida.
6) Semua ABK diperintahkan meninggalkan kapal kecuali nahkoda/perwira jaga
dan staf tertentu seperti perwira mesin dan elektrisian, dan lain-lain.
7) Nahkoda/perwira jaga menandatangani surat pernyataan tentang kesiapan
dihapus serangga.
8) Hapus serangga siap dilaksanakan dibawah pimpinan Pengawas Penyelenggara.

2. Pelaksanaan Hapus Serangga


a. Untuk bagian-bagian kapal yang tersembunyi seperti lubang-lubang kecil di lantai
dan tempat-tempat sulit menggunakan hand spraying ataupun mist blower.
b. Untuk ruang terbuka menggunakan ULV electric spraying.
c. Mengisi formulir isian yang memuat data tentang nama bahan pestisida/insektisida
yang digunakan, volume berat bahan pestisida yang digunakan, bahan pelarut, catatan
(waktu, hari dan tanggal pelaksanaan), nama petugas pelaksana dan Pengawas
Penyelenggara yang bertanggung jawab.
d. Pengawas KKP melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan hapus serangga yang
dilakukan oleh Penyelenggara, memberikan masukan, saran, maupun teguran kepada
Penyelenggara agar pelaksanaan hapus serangga sesuai dengan standar.
e. Membuat laporan tertulis.
Bagan 2.2 Algoritma Hapus Serangga di Kapal Laut
b. Hapus Tikus 12
Ketentuan-ketentuan dalam kegiatan Hapus Tikus:
1. Hapus tikus kapal dilakukan berdasarkan:
a. hasil pemeriksaan adanya tanda-tanda kehidupan tikus dan/atau tikus dan atas
permintaan pihak kapal (nahkoda/pemilik kapal) dalam rangka perpanjangan masa
berlaku sertifikat sanitasi kapal; dan/atau
b. hasil pemeriksaan terhadap kapal yang doking dan ditemukan adanya tanda-tanda
kehidupan tikus dan/atau tikus.
2. Nahkoda/pemilik kapal harus mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada
Kepala KKP.

Prosedur Tetap Hapus tikus sebagai berikut:


a. Persiapan
1. Kepala KKP membuat Surat Perintah Kerja (SPK) untuk penyelenggara yang
ditunjuk untuk melakukan hapus tikus.
2. Kepala KKP membuat SPK untuk pengawas KKP yang akan mengawasi
pelaksanaan hapus tikus.
3. Penyelenggara menunjuk pengawas penyelenggara dan petugas lain.
4. Pengawas KKP menentukan jumlah fumigator, peralatan dan tenaga.

b. Pelaksanaan Di Lapangan
1. Pengawas KKP menanyakan kepada pengawas Penyelenggara tentang kelengkapan
administrasi.
2. Pengawas KKP dan pengawas Penyelenggara memeriksa kelengkapan hapus tikus,
seperti :
a. Tenaga :
Jumlah penempel, 1 orang dokter, dan 1 orang paramedis.
b. Peralatan :
Gas jumlah yang cukup, masker gas minimal 2 buah dan dalam kondisi baik,
canester sesuai dengan jumlah masker dan dalam kondisi baik, sarung tangan
minimal 2 pasang dan dalam kondisi tidak bocor dan telah dites dengan cara ditiup,
kunci pembuka, neple, selang, gas detector, kertas/plastik penutup dan lem/lakban,
serta peralatan lain sesuai kebutuhan.
3. Pengawas penyelenggara memerintahkan tenaga penempel untuk menutup seluruh
lubang ventilasi maupun lubang lain yang berhubungan dengan udara luar.
4. Pengawas KKP dan pengawas penyelenggara secara bersama-sama membuat
strategi pelepasan gas, mulai dari ruangan mana dan dari mana keluar.
5. Pengawas KKP dan pengawas penyelenggara menghitung volume kapal dan jumlah
fumigan yang akan digunakan.
6. Pengawas KKP, pengawas penyelenggara, dan nahkoda/perwira jaga memeriksa
seluruh bagian kapal untuk memastikan :
a. Semua ruangan yang akan dihapus tikus sudah terbuka.
b. Tidak ada manusia atau binatang peliharaan lainnya termasuk ikan dalam
akuarium di kapal.
c. Sudah dilakukan penutupan palka-palka, cerobong, pintu-pintu, jendela- jendela
dan lain-lain dengan cermat.
d. Bendera VE dan tanda bahaya lain seperti spanduk, stiker sudah terpasang pada
tempat yang tepat sehingga mudah dilihat orang.
e. Bila ada ruangan yang tidak dapat dibuka harus ditutup rapat hingga tidak dapat
dimasuki gas.
7. Fumigator meletakkan fumigan di tempat yang tepat dan aman.
8. Nahkoda/perwira jaga menandatangani surat pernyataan tidak ada orang di dalam
kapal dan kapal siap dihapus tikus.
9. Kapal di Black Out (mesin kapal dan generator listrik dimatikan).
10. Hapus tikus dilaksanakan dibawah pimpinan Pengawas Penyelenggara.

c. Penggasan
1. Pengawas KKP menanyakan kepada Pengawas Penyelenggara tentang strategi
pelaksanaan hapus tikus.
2. Melakukan pemeriksaan ulang tentang:
a. Pasangan fumigator/operator.
b. Penggunaan alat pelindung diri (masker, canester, sarung tangan, sepatu boot,
pakaian kerja).
c. Penggunaan athropin sulfat sebagai antidot.
d. Kesiagaan saat melepas gas antara lain :
1) Stand by alat angkut air bila kapal yang dihapus tikus jauh dari dermaga.
2) Stand by (siaga penuh) ambulan.
3) Bila hapus tikus dilakukan di dermaga, petugas hapus tikus lain menjaga agar
tidak ada orang naik ke kapal dengan memperhatikan jarak kapal dan arah angin.
4) Pengawas KKP memberi isyarat kepada Pengawas Penyelenggara bahwa
hapus tikus bisa dilaksanakan, bersama dengan itu pengawas KKP turun dari
kapal sehingga di atas kapal yang tinggal hanya Pengawas Penyelenggara dan
fumigator/operator.
5) Sebelum meningalkan kapal, Pengawas KKP menentukan :
a) Waktu (jam, menit) dimulainya pelepasan.
b) Waktu yang diperlukan untuk pelepasan gas.
c) Menentukan waktu pelepasan gas (time exposure) sekurang-kurangnya 8-
12 jam untuk CH3Br (metil bromida).
d) Pengawas Penyelenggara dan fumigator setelah melepaskan gas harus
turun dari kapal dan siaga di sekitar kapal.
3. Pengawas KKP dan Pengawas Penyelenggara melakukan pengawasan terhadap
kemungkinan adanya kebocoran gas, orang naik ke kapal, dan barang keracunan gas.
4. Hapus tikus pada malam hari seyogyanya dihindari, hal ini untuk menghindari
berbagai risiko yang mungkin terjadi, seperti kecelakaan, kesulitan mendeteksi adanya
kebocoran, dan pengawasan kemungkinan adanya orang naik ke kapal.

d. Pembebasan Gas
1. Pengawas KKP menentukan jam pembebasan gas.
2. Pengawas KKP mengamati pembebasan gas oleh Pengawas Penyelenggara dengan
melalui tahapan:
a. Pengawas Penyelenggara dan fumigator/operator dengan memakai
masker/canester membuka pintu utama, cerobong-cerobong dan semua lubang
ventilasi.
b. Pengawas Penyelenggara/fumigator membiarkan keadaan kapal paling sedikit
selama 1 (satu) jam.
c. Pengawas Penyelenggara dan fumigator/operator dengan memakai masker dan
canester kembali masuk ke kapal untuk membuka bagian ventilasi lain yang tidak
dapat dibuka dari luar.
3. Bila ruangan mesin sudah aman dari gas, Pengawas KKP dan Pengawas
Penyelenggara meminta perwira mesin dan stafnya dengan memakai masker/canester
menghidupkan mesin untuk menghidupkan blower.
4. Setelah blower hidup semua orang turun dari kapal.
5. Satu jam kemudian, Pengawas KKP, Pengawas Penyelenggara dan nahkoda/perwira
jaga dengan memakai masker melakukan pengukuran konsentrasi gas dengan tube
detector/lakmus yang menyatakan ruangan bebas gas.
6. Bila sudah diyakini seluruh ruangan bebas gas tanpa masker/canester, dibuat
pernyataan sudah bebas gas yang ditandatangani oleh Pengawas KKP, Pengawas
Penyelenggara dan nahkoda/perwira jaga.
7. Pengawas Penyelenggara membuat laporan hasil hapus tikus kepada Kepala KKP
yang ditandatangani oleh Pengawas KKP dan nahkoda.
8. Pengawas KKP memerintahkan nahkoda/perwira jaga untuk menurunkan bendera
VE dan tanda-tanda bahaya lainnya.

e. Penilaian
Pengawas KKP dan Pengawas Penyelenggara melakukan penilaian hasil hapus tikus,
sebagai berikut :
1. Melakukan penghitungan pemakaian gas dengan jumlah gas yang dipersiapkan.
2. Menghitung jumlah tikus yang ditemukan mati dibandingkan dengan jumlah
perkiraan tikus di atas kapal sebelum hapus tikus.
3. Melakukan identifikasi tikus.
4. Memeriksa apakah ada hewan peliharaan serta serangga yang mati.
5. Menilai apakah ada peristiwa kejadian keracunan, kebocoran gas, orang tidak
berkepentingan naik ke kapal, ketaatan dan kepatuhan semua pihak.

f. Pelaporan
Pengawas KKP membuat laporan kepada Kepala KKP tentang pelaksanaan hapus
tikus di kapal meliputi: persiapan, pelaksanaan, pembebasan gas, penilaian dan
kesimpulan/saran.

Bagan 2.3. Algoritma Hapus Tikus di Kapal Laut


BAB III
PEMBAHASAN

Upaya pengawasan dan pengendalian vektor yang dapat masuk ke suatu wilayah
merupakan tugas utama dari Kantor Kesehatan Pelabuhan. Upaya yang dapat dilakukan berupa
pengamatan yang dilakukan dalam pemeriksaan sanitasi untuk melihat ada atau tidaknya vektor
yang dapat menjadi penular penyakit pada alat angkut dalam hal ini kapal laut. Mengingat
dampak yang ditimbulkan dapat merugikan banyak pihak maka, setiap pintu masuk negara baik
pelabuhan laut, bandar udara, dan pos lintas batas darat disiapkan petugas KKP yang akan
melakukan tindakan pengamatan dan pengendalian terhadap vektor guna cegah tangkal penyakit
menular yang berpotensial wabah memasuki suatu negara/wilayah.
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber
penularan penyakit pada manusia. Sehingga vektor dan binatang penular penyakit perlu
dilakukan tindakan pengendalian agar populasinya dapat berkurang atau bahkan sampai pada
titik nol. Pengendalian vektor dan binatang penular penyakit didefenisikan sebagai kegiatan
pengawasan terhadap upaya pengamatan dan pengendalian yang dilakukan untuk menurunkan
populasi atau melenyapkan vektor dan binatang penular penyakit dengan maksud mencegah atau
memberantas penyakit yang ditularkan oleh vektor dan binatang penular.
KKP Kelas II Ambon merupakan unit pelaksana teknis yang menjalankan tugas utamanya
dalam pengamatan dan pengendalian vektor dari suatu wilayah ke wilayah lainnya melalui
pelabuhan/bandara/Pelabuhan Lintas Batas Darat (PLBD). Berdasarkan PERMENKES RI No.
356/MENKES/PER/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan pasal
3, KKP bertugas menyelenggarakan pengamatan dan pengendalian terhadap vektor dan binatang
penular penyakit di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Oleh sebab itu, guna mencapai tujuan KKP dalam hal pengendalian vektor dan binatang
penular penyakit maka diperlukan manajemaen yang baik dan terstruktur. Membahas tentang
manajemen berarti membahas hal-hal yang menyangkut 6M yaitu Men (orang atau para pekerja)
Money (Anggaran), Method (teknik pengerjaan), Materials (bahan-bahan yang dibutuhkan),
Machines (peralatan yang diperlukan), serta Market (pasar).
Ditinjau dari kebijakan terhadap pengendalian vektor yang diterapkan di KKP Kelas II
Ambon, didapatkan pengaturan kebijakan yang sesuai seperti yang tertuang dalam Permenkes
No. 356/MENKES/PER/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
yakni pemegang kebijakan berada pada kepala KKP, penanggung jawab teknis ialah kepala seksi
Pengendalian Resiko Lingkungan, dan sebagai pelaksana teknis 4 orang tenaga entomologi dan 9
tenaga sanitarian yang bekerja sama dalam menjalankan pengamatan dan pengendalian vektor.
Penentuan kebijakan pelaksanaan pengendalian vektor di KKP Kelas II Ambon mempedomani
International Health Regulation (IHR) sebagai panduan utama dalam pelaksanaan teknis serta
sebagai acuan dan dasar hukum yaitu UU No. 1 Tahun 1961 tentang Karantina Laut, UU No. 2
Tahun 1961 tentang Karantina Udara, UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Pelayaran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, PP No.
40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Kepmenkes No.
431/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan
di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas, Permenkes No. 356/Menkes/Per/IV/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Permenkes No.
374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor yang disusun dalam Standar Operasional
Prosedur.
Kemudian, jika ditinjau dari keberadaan sumber daya manusia, KKP Kelas II Ambon
belum memiliki SDM yang cukup. Hal ini disebabkan luasnya wilayah kerja dan frekuensi
pengendalian resiko lingkungan yang cukup tinggi. Selain itu belum semua petugas mengikuti
pelatihan teknis di bidang vektor yang tersertifikasi. Untuk masalah sarana prasarana, semua
wilayah kerja belum memadai akibat sumber pendanaan yang terbatas sehingga dilakukan sistem
skala proritas dalam melakukan pengadaan sarana prasarana.
Dalam hal, prosedur atau teknik operasional KKP Ambon menggunakan panduan
Internasional dari IHR dan Standar Operasional Prosedur yang berlaku yang disesuaikan dengan
kondisi wilayah kerja KKP Kelas II Ambon. Setiap kapal yang berlabuh maupun yang akan
memperpanjang SSCC akan dilakukan tindakan pemeriksaan sanitasi menyeluruh termasuk
didalamnya pengamatan terhadap vektor dan binatang penular penyakit.
BAB IV
PENUTUP

4.1` Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya maka, diakhir penulisan makalah ini
dapat disimpulkan hal-hal berikut ini:
1. Kebijakan dalam pengendalian vektor dan binatang penular penyakit di KKP Kelas II
Ambon dilaksanakan berdasarkan pada Standar Operasional Prosedur yang ada yang
mempedomani undang-undang dan peraturan menteri yang terkait.
2. Ketersediaan SDM dan sarana prasarana di KKP Kelas II Ambon belum memadai
dikarenakan kurangnya SDM, kurangnya pelatihan yang tersertifikasi dan pendanaan
yang terbatas.
3. Pelaksanaan pengendalian vektor dan binatang pengganggu lainnya telah disesuaikan
dengan panduan IHR dan Standar Operasional Prosedur yang berlaku.

4.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan melalui penulisan ini yaitu untuk menjadi
bahan pembelajaran bagi pembaca lain non petugas KKP, penambahan SDM dan
pelatihan yang bersertifikasi serta penyediaan sarana prasarana yang memadai di seluruh
wilayah kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhadir A. Pedoman Pengendalian Kecoak. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. 2014
2. DEPKES RI. Panduan Petugas Kesehatan tentang International Health regulation
(IHR).Jakarta: Kemenkes RI. 2008
3. PERMENKES RI No. 356/MENKES/PER/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Kesehatan Pelabuhan
4. PERMENKES RI No. 374 tahun 2010 Tentang Pengendalian Vektor
5. Nurmaini. Identifikasi, vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian anopheles
aconitus secara sederhana. [Internet]. [cited 2017 Jun 29]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3705/3/fkmnurmaini1.pdf.txt
6. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2012
7. Budiarty T I. Gambaran Manajemen Pengendalian Vektor di Bandara Soekarno Hatta
tahun 2012. Jakarta: Universitas Indonesia. 2012
8. KEPMENKES RI No. 431/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Resiko Kesehatan Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas
Dalam Rangka Karantina Kesehatan
9. Standar Operasional Prosedur Pengendalian resiko Lingkungan di Pintu Masuk
Negara.
10. Muhadir A. Pedoman Pengendalian Lalat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. 2014
11. Muhadir A. Pedoman Pengendalian Tikus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kemenkes RI. 2014
12. PERMENKES RI No. 34 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Tindakan Hapus
Tikus dan Hapus Serangga Pada Alat Angkut di Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos
Lintas Batas Darat
13. PERMENKES RI No. 40 Tahun 2015 Tentang Sertifikat Sanitasi Kapal
14. Laporan Kinerja Tahun 2016. KKP Kelas II Ambon. 2017

Anda mungkin juga menyukai