Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SUB ASPEK
Per-UU-an YANG TERKAIT
TUJUAN
UU 36 Tahun 2009 pasal 106
DEFINISI
KATEGORI/ JENIS
PERSYARATAN
UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 106
PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 8 dan 9
PELAKU/ PEMOHON
PEMBERI IZIN
PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 9
KRITERIA PRODUK
UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 106
PERSYARATAN REGISTRASI
PP No.72 Tahun 1998 Pasal 11
Registrasi Obat
Produksi Dalam PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 6 Ayat (1), (2) dan (3)
Negeri
Registrasi Obat
Produksi Dalam PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 6 Ayat (1), (2) dan (3)
Negeri
Registrasi Obat
PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 7 Ayat (1), (2) dan (3)
Narkotika
Registrasi Obat PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat 1-5
Kontrak
Registrasi Obat PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 10 Ayat (1), (2), (3), dan (5)
Impor
Registrasi Obat PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 11 Ayat 1-3
Khusus Ekspor
Registrasi Obat yang PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 12 dan 13
dilindungi Paten
Registrasi Obat yang PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 12 dan 13
dilindungi Paten
MEKANISME/ TAHAP
PENILAI
Kewajiban
Pemberi Izin
PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 2
EVALUASI KEMBALI
Tujuan PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 36
Sanksi administratif
Sanksi administratif
Sanksi Pidana
OBAT
ISI ATURAN
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
(1) Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya
harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
1. Setiap pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran harus disertai dengan dokumen
Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran bertanggung jawab atas kelengkapan
izin edar diperbolehkan
kesehatan; dengan
3. Sediaan farmasi syarat
dan alat telah melewati
kesehatan hanyaujjidapat diedarkan setelah memperolah izin edar dari Menteri
klinis dan non klinis, CPOB, terdapat penandaan informasi
obat yang lengkap
Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan
yang dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar diuji dari segi mutu, keamanan, d
(1) Hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki izin yang dikeluarkan oleh menteri
(2) Industri farmasi wajib memenuhi CPOB
(3) Memiliki sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepada
Badan
(1) Hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki izin khusus untuk produksi narkotika dari menteri
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari Menteri
Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya
harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari Menteri
PKaBPOM HK.00.05.41.1384
a untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi
keamanannya.
kan untuk memperoleh izin edar diuji dari segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan
PMK No. 007 Tahun 2012 Pasal 9, 10, 11, 12 dan 13
UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 106
Persyaratan Mutu
PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 4
SAR
Proses produksi
Ruangan Diatur secara rinci melalui PKaBPOM No. HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012
Definisi
PKaBPOM No HK 03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011
Pasal 1
UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 106
Persyaratan
PP No.72 Tahun 1998 Pasal 9
PP No.72 Tahun 1998 Pasal 11
Kriteria
PMK No. 1799 Tahun 2010 Pasal 22
Tata Cara
PEM
Pelaku
PMK No. 1010 Tahun 2008 Pasal 10
Informasi
Tujuan
Ruang Lingkup
Pelaksanaan
PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 35
Pelaksanaan
PENGU
PKaBPOM No. HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011
Pasal 2
Tata Cara
Pemeliharaan Mutu
Tata Laksana
Registrasi/ Pendaftaran
PKaBPOM No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011
Pasal 57
(2) a. Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai dengan
persyaratan dalam buku farmakope atau buku standar lainnya yang
ditetapkan oleh Menteri.
Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih;
Obat untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa obat tersebut aman
penggunaannya pada manusia
Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai de
(1) Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik.
(1) Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan
oleh industri farmasi dan instalasi farmasi rumah sakit
IZIN EDAR/PERDARAN
Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan
di wilayah Indonesia
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari Menteri.
Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar diuji dari segi mutu, keamanan, dan keman
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat ketentuan bahwa izin edar obat yang diperjanjikan dimiliki o
(1) Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.
(2) Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan registrasi
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter, obat donasi, obat
untuk uji klinik, dan obat sampel untuk registrasi
Pasal 7 (1) Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan
oleh industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi
narkotika dari Menteri.
Pasal 8 (1) Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi
kontrak, dengan melampirkan dokumen kontrak;
Pasal 10 (1) Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam
negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar
negeri.
Pasal 11 (1) Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh
industri farmasi.
Pasal 12 (1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di
Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang
hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak
paten.
Pasal 13 (1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di
Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan
pemegang hak paten.
Pasal 13 (3) Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis
masa perlindungan paten obat inovator.
(2) Kepala Badan melaporkan Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada Menteri satu tahun sekali
(1) Pendaftar yang telah mendapat izin edar wajib memproduksi atau
mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
tanggal persetujuandikeluarkan.
Izin edar berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
ketentuan yang berlaku.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran ssediaan farmasi dan alat keseha
memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentu
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
berdasarkan data terkini.
Hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin sebagai
importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan harus memiliki izin Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang
mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.
Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh industri farmasi.
KEMASAN
Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan k
mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alkes harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak me
Pengemasan sediaan farmasi dan alkes dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan keseha
keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Informasi minimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan sesuai
Lampiran 14. : 1. Nama obat 2. Bentuk sediaan 3. Besar kemasan 4. Nama
dan kekuatan zat aktif 5. Nama dan alamat pendaftar 6. Nama dan alamat
produsen 7. Nama dan alamat pemberi lisensi 8. Cara pemberian 9. Nomor
izin edar 10. nomor bets 11. Tanggal produksi 12. Batas kadaluarsa 13.
Indikasi 14. Posologi 15. Kontraindikasi 16. Efek samping, 2. Bentuk sediaan
3. Besar kemasan 9unit) 4. Nama dan kekuatan zat aktif 5. Nama dan
alamat pendaftar 6. Nama dan alamat produsen 7. Na,a dan alamat
pemberi lisensi 8. Cara pemberian 9. Nomor izin edar 10. nomor bets 11.
Tanggal produksi 12. Batas kadaluarsa 13. Indikasi 14. Posologi 15.
Kontraindikasi 16. Efek samping 17. Interaksi obat 18. Peringatan-perhatian
19. Peringatan khusus, 20. Cara penyimpanan, 21. Penandaan khusus HET
dan Logo golongan obat
Pada label obat wajib mencantumkan HET (Harga Eceran Tertinggi) yaitu
Harga Netto Apotik (HNA) ditambah PPN 10% ditambah margin apotik 25%
(1)Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau dengan
garis tepi berwarna hitam. (2)Tanda khusus untuk obat bebas terbatas
adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam. (3) Tanda
khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi
Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut: (3)
Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
PEMELIHARAAN MUTU
(1) Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan diselenggarakan
upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan.
(1) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau pesyaratan dari
peredaran dapat berupa: a. Penarikan wajib; b. Penarikan sukarela
(1) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
digolongkan dalam:
a. Penarikan kelas I;
b. Penarikan kelas II;
c. Penarikan kelas III
(2) Penarikan kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk
namun tidak terbatas pada obat yang:
a. Telah memiliki izin edar yang tidak memenuhi persyaratan keamanan;
b. Terkontaminasi mikroba pada sediaan injeki dan obat tetes mata;
c. Terkontaminasi kimia yang menyebabkan efek serius terhadap kesehatan;
d. Labelnya tidak sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif;
e. Ketercampuran obat dalam lebih dari satu wadah;
f. Kandungan zat aktif salah dalam obat multi komponen yang
menyebabkan efek serius terhadap kesehatan
(4) Penarikan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
termasuk namun tidak terbatas pada obat yang:
a. Tidak mencantumkan nomor bets dan/atau tanggal kadaluwarsa;
b. Tidak memenuhi spesifikasi waktu hancur, volume terpindahkan atau
keseragaman bobot, pH sediaan oral cair;
c. Penutup kemasan rusak;
d. Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang tidak termasuk
obat yang harus dilakukan penarikan berdasarkan penarikan kelas I dan
penarikan kelas II
(1) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
harus dilaporkan pelaksanaannya kepada Kepala Badan
(2) Tata cara penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan harus mengacu pada Pedoman Tata Cara Penarikan Obat
Beredar yang Tidak Memenuhi tanda dan/atau Persyaratan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan ini
(1) Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang telah
ditarik dari peredaran harus dilakukan pemusnahan
OSES PRODUKSI
badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
ERDARAN
an
unakan terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
PMK No. 007 Tahun 2012 Pasal 15
PKaBPOM HK.00.05.41.1384
kan penarikan dari peredaran ssediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak
anfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK No. 007 Tahun 2012 Pasal 20 dan Pasal 22
PENGELUARAN
SAN
n menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan
ehatan
nggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu,
PKaBPOM No. HK 00.05.41.1384 Pasal 17
DAN IKLAN
AAN MUTU
PP No. 72 Tahun 1998 Pasal 34
NARIKAN KEMBALI
DAN SANKSI
(1) Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
b. dibuat dengan menerapkan CPOTB
d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau
secara ilmiah
e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan
(3) Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik
dan bahan bakunya telah distandarisasi
(4) Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadinya telah di standarisi
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang
berlaku
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang
berlaku
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi
dalam rangka pendaftaran
(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat
dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari
Kepala Badan.
(2) Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan pendaftaran.
1. Permohonan Registrasi; 2. Evaluasi; 3. Pemberian izin edar; 4.
Peninjauan kembali; 5 Pelaksanaaan izin edar
Pasal 2 (2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Kepala Badan.
Pasal 2 (3) Pemberian izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang
ditetapkan.
h yang berwenang.
(1) Terhadap registrasi dikenakan biaya
Pasal 9 Registrasi obat tradisional produksi dalam negeri hanya dapat
dilakukan oleh IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan
perundang-undangan
Pasal 11 Registrasi obat tradisional lisensi hanya dapat dilakukan oleh IOT
atau UKOT penerima lisensi yang memiliki izin sesuai peraturan
perundang-undangan
Pasal 12 (1) Registrasi obat tradisional impor hanya dapat dilakukan oleh
IOT, UKOT atau importir obat tradisional yang mendapat penunjukan
keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara asal
Pasal 13 (1) Registrasi obat tradisional khusus ekspor dilakukan oleh IOT,
UKOT dan UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
(1) Pendaftar wajib membuat obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka atau mengimpor obat tradisional yang telah mendapat izin
edar selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal izin edar
dikeluarkan.
(2) Pendaftar harus menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala Badan
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka dibuat atau obat tradisional diimpor.
lat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak
an ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20 (1) Pemegang nomor izin edar wajib memproduksi atau
mengimpor dan mengedarkan obat tradisional selambat-lambatnya 1
(satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.
Hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah memiliki izin sebagai
importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan harus memiliki izin Menteri
sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Registrasi obat tradisional impor hanya dapat dilakukan oleh IOT, UKOT,
atau importir obat tradisional yang mendapat penunjukan keagenan dan
hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara asal.
Registrasi obat tradisional khusus ekspor dilakukan oleh IOT, UKOT, dan
UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
tidak menyesatkan
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria
sebagai berikut penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria
sebagai berikut penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan.
Untuk dapat memiliki izin edar obat tradisional, obat herbal terstandar
dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria penandaan berisi informasi yang
lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional,
obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman
sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Mutu obat tradisional sangat tergantung dari berbagai faktor, mulai dari
penanaman, pengumpulan, pengolahan bahan baku, proses produksi
sampai dengan peredaran.
Untuk mencapai sasaran obat tradisional dan bahan obat tradisional yang
beredar memenuhi persyaratan mutu, perlu ditempuh langkah kebijakan
sebagai berikut :
1. Penyusunan spesifikasi tumbuhan obat
2. Penyusunan
Setiap spesifikasi
industri dan dan standar
usaha obat bahan
tradisional baku/revisimenjamin
berkewajiban Materia Medika
Indonesia khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang
keamanan,
3. Penyusunan spesifikasi dan standar sediaan galenik
dihasilkan.
4. Penyusunan dan penerapan sistem mutu untuk penanganan pasca
panen dan pengolahan produk
5. Penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia
Pasal 3 Ayat (1) Dalam hal Obat Tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, mutu, dan penandaan harus
dilakukan penarikan
(1) Obat tradisional yang telah ditarik dari peredaran harus dilakukan
pemusnahan
3. Menarik dari
peredaran semua obat tradisional dan suplemen makanan seperti yang
dimaksud di atas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya surat
keputusan
Persyaratan
PMK No. 1799 Tahun 2010 Pasal 11
Ruang lingkup/Muatan
Ruang lingkup/Muatan
Persyaratan
(1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari
Direktur Jenderal.
(2) Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk
dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi
narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat
langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan
instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu
14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima.
(6) Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau
Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan
Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman
modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip.
(1) Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat
mengajukan permohonan izin industri farmasi.
(3) Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
(4) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan
CPOB.
(5) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, kepala dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan persyaratan administratif.
(6) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala
dinas kesehatan provinsi dan pemohon.
(7) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan persyaratan administratif, kepala dinas kesehatan provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon.
(8) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) serta persyaratan
lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi.
(1) Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas: a. berbadan
usaha berupa perseroan terbatas; b. memiliki rencana investasi dan kegiatan
pembuatan obat; c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; d. memiliki secara tetap
paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu;
dan e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup.
(2) Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur
utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan
sebagai berikut: a. fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi; b. surat
Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman
Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri; c. daftar peralatan dan
mesin-mesin yang digunakan; d. jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; e.
fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; f. rekomendasi kelengkapan
administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi; g.
rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan; h. daftar pustaka
wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir; i. asli surat pernyataan
kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu; j. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari
pimpinan perusahaan; k. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker
penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab
pemastian mutu; dan l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang kefarmasian.
(2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau
bahan obat untuk sebagian tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk
sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Produk hasil penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh Industri Farmasi di
Indonesia.
(1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari
Direktur Jenderal.
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
PENDISTRIBUSIAN PRODUK
Melindungi masyrakat dari peredaran obat dan bahan obat yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan khasiat/manfaat
Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan
Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan
tujuan penggunaannya
Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa PBF telah
memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat atau bahan obat
A DI INDUSTRI
PMK No. 006 Tahun 2012 BAB II Pasal 2
ODUK
PKaBPOM No. HK. 00.05.4.03961
PKaBPOM No. HK. 00.05.4.03961
ORAN
AN & SANKSI
Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin
dari Menteri.
(2) Persetujuan prinsip untuk IOT dan IEBA diberikan oleh Direktur
Jenderal.
(1) Permohonan izin IOT dan izin IEBA diajukan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat
(2) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit
pemenuhan persyaratan CPOTB.
(3) Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
(4) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan dan pemohon.
(5) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOTB, Kepala Badan mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOTB kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
pemohon.
(7) Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) serta
persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin IOT dan IEBA.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan untuk
izin UMOT, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menunjuk tim
untuk melakukan pemeriksaan setempat.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima penugasan, tim
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan administrasi dan teknis,
dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(1) Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki
izin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan.
(3) Selain wajib memiliki izin, industri dan usaha obat tradisional wajib
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal.
(1) Menteri dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) mendelegasikan kewenangan pemberian izin untuk :
a. IOT dan IEBA kepada Direktur Jenderal;
b. UKOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; dan
c. UMOT kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(1) IOT, IEBA, UKOT, dan UMOT wajib menyampaikan laporan secara
berkala setiap 6 (enam) bulan meliputi jenis dan jumlah bahan baku
yang digunakan serta jenis, jumlah, dan nilai hasil produksi.
(2) Laporan IOT dan IEBA disampaikan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
(3) Laporan UKOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
(4) Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Jenderal.